19 berbasis  pada  masyarakat  yang  dimulai  dari  pengelolaan  sampah  ditingkat
rumah  tangga.  Dalam  rencana  pengelolaan  sampah  perlu  adanya  metode pengolahan  sampah  yang  lebih  baik,  peningkatan  peran  serta  dari  lembaga-
lembaga  yang  terkait  dalam  meningkatkan  efisiensi  dan  efektivitas pengelolaan  sampah,  meningkatkan  pemberdayaan  masyarakat,  peningkatan
aspek  ekonomi yang  mencakup  upaya  meningkatkan  retribusi  sampah  dan mengurangi beban pendanaan serta peningkatan aspek legal.
2.2 Pengelolaan Sampah Kota Dengan Pola 3R Reduce, Reuse, Recycle
Konsep  Reduce,  Reuse,  dan  Recycle  3R  merupakan  suatu  pendekatan dalam mengelola sampah yang dimulai dari sumbernya dengan memegang konsep
minimasi.  Pengelolaan  sampah  dengan  prinsip  3R  bertujuan  mengurangi  volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir melalui pengembangan upaya
memperlakukan  sampah  dengan  cara  mengganti,  pengurangan,  penggunaan kembali  dan  daur-ulang.  Sebenarnya  3R  bukan  merupakan  konsep  baru  dalam
pengelolaan  sampah,  namun  pelaksanaannya  mengalami  hambatan.  Menurut Sudrajat 2009, pelaksanaan 3R pada skala rumah tangga memerlukan pendekatan
yang  tepat  karena  rumah  tangga  merupakan  kelompok  yang  sulit  untuk  diberi dorongan  insentif,  teguran,  bahkan  ancaman.  Namun  pada  sisi  lainnya,
pendekatan  3R  dalam  skala  rumah  tangga  memiliki  peluang  yang  cukup  besar guna membentuk pola pikir masyarakat berdasarkan prinsip 3R secara filosofis.
Penerapan  sistem  3R  atau  menjadi  salah  satu  solusi  pengelolaan  sampah. beberapa manfaat dari pengelolaan sampah dengan metode 3R ini adalah sebagai
berikut: a.
Mengurangi arus sampah kota menuju TPA. b.
Menjadikan model pengolahan sampah untuk setiap  kawasan. c.
Mewujudkan lingkungan yang bersih. d.
Memberikan  lapangan  kerja  bagi  masyarakat  ekonomi  lemah  di  sekitar lokasi pengolahan daur ulang.
e. Memacu  semangat    berkarya  dengan  mengolah  limbah  menjadi  bahan
yang laku dijual.
20 f.
Memberikan  kontribusi  positif  pada  penyedia  pupuk  organik  sebagai alternatif  lain  yang  kualitasnya  lebih  baik,  harganya  lebih  murah,  dan
dapat dibuat sendiri. g.
Secara tidak langsung ikut berperan dalam mewujudkan pertanian organik.
2.3. Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu IPST
IPST  merupakan  paradigma  baru  dalam  pengelolaan  sampah  sekaligus dunia usaha khususnya agribisnis. Model ini memiliki konsep daur ulang sampah
atau  dikenal  dengan  konsep  3R  reduce  reuse  dan  recycle,  yang  merupakan konsep pengolahan sampah yang tidak hanya memandang sampah sebagai barang
yang  tidak  bernilai,  tetapi  sebaliknya,  memandang  sampah  sebagai  potensi  yang memiliki  nilai  dan  manfaat.  Output  yang  dihasilkan  dalam  sebuah  IPST  yaitu
pupuk  organik,  dan  bahan  baku  plastik  bekas  yang  merupakan  produk  yang memiliki nilai ekonomis value added dalam sektor pertanian dan non pertanian.
Sudrajat  2009  menjelaskan  untuk  mendirikan  IPST,  terdapat  beberapa hal  yang  harus  diperhatikan,  yaitu  lokasi,  bangunan,  lahan,  mesin  dan  peralatan,
tempat, tenaga kerja, dan cara produksinya. 1
Lokasi Lokasi yang tepat yaitu luasan lahan mencukupi. Untuk kapasitas 4,5 tonhari
diperlukan lahan untuk bangunan sekitar 200 m
2
. Selain itu lokasi sebaiknya terkena  sinar  matahari,  tempatnya  agak  tinggi,  mudah  untuk  jalan  keluar
masuk  truk,  dan  bisa  dibuat  sistem  drainase.  Faktor  lain  yang  harus diperhatikan  adalah  masyarakat  mengizinkan  didirikannya  instalasi
pengolahan sampah. 2
Bangunan Luas bangunan tergantung kepada kapasitas  intake dan output. Adapun jenis
bangunan terdiri dari: a
Tempat  bahan  baku,  tempat  ini  harus  terlindung  dari  air  hujan.  Luasnya disesuaikan dengan kapasitas intake bahan baku sampah
b Tempat  mesin  pencacah,  mesin  pencacah  hanya  memerlukan  ruang
sekitar  4  m
2
,  oleh  karena  itu  mesin  ini  dapat  ditempatkan  disalah  satu sudut tempat bahan baku dan terbebas dari hembusan angin.
21 c
Ruang  komposting,  ruang  ini  memerlukan  penyinaran  matahari  yang tidak  terlalu  terik  sehingga  harus  memiliki  atap  dari  fiberglass  atau
plastik  berwarna  hijau  atau  biru.  Tempat  ini  terbuka  dan  dapat  juga berupa  hamparan  tempat  gundukan  sampah  yang  ditutup  terpal  atau
plastik. d
Ruang pengeringan, ruang pengeringan seluas ruang komposting. e
Ruang  penggilingan  kompos,  ruang  ini  digunakan  untuk  menggiling kompos yang telah kering, penggilingan dilakukan hingga halus.
f Gudang,  luas  gudang  disesuaikan  dengan  kapasitas  produksi  dikalikan
tujuh. Tujuannya untuk mengantisipasi kemungkinan produk menumpuk selama  satu  minggu.  Gudang  harus  memiliki  aerasi  yang  baik,  bahkan
bila perlu diberi air conditioner. g
Kantor,  luas  kantor  sekitar  9  sembilan  m
2
.  ruangan  ini  diperkirakan cukup  untuk  memuat  1  satu  buah  lemari,  satu  buah  meja,  satu  buah
kursi dan satu buah bangku. h
Tempat parkir, luasnya diperkirakan cukup untuk bongkar muat truk. 3
Mesin dan peralatan Mesin  yang  diperlukan  antara  lain  mesin  pencacah,  mesin  penggiling  dan
penyaring  atau  pengayak,  mesin  mixing,  dan  mesin  pres  plastik.  Peralatan yang  diperlukan  antara  lain  cangkul,  sekop,  termometer,  timbangan,  golok,
ember  plastik  silang  air,  kran,  sepatu  karet,  masker,  sarung  tangan,  garu, cairan  disinfektan,  karung  ukuran  50  Kg  dan  kantong  plastik  kapasitas  100
Kg. 4
Tenaga kerja Total kebutuhan tenaga kerja untuk 10 IPST yang akan diaplikasikan di Kota
Bogor adalah 236 pekerja, dengan tujuh bidang pekerjaan, yaitu : 1 Kepala IPST,  2  Pengangkut  sampah,  3  Tenaga  teknis  dan  operator,  4  Teknisi
mesin,  5  Pemasaran,  6  Supir,  7  Administrasi  Keuangan  dan  Umum. Dalam kenyataanya, jumlah pekerja bisa dikurangi karena beberapa pekerjaan
bisa dirangkap oleh orang yang sama. 5
Diagram alir pengelolaan sampah pada instalasi pengolahan sampah
22 Sampah  diangkut  ke  lokasi  pengumpulan  untuk  selanjutnya  dipilah  antara
bahan organik, bahan untuk didaur ulang, serta bahan yang tidak dapat didaur ulang oleh pemulung dan tenaga kerja. Bahan yang bisa di daur ulang seperti
kertas, karet, plastik, kulit, kayu, botol plastik, besi, kawat, kaleng, dan kaca diambil  oleh  pemulung.  Sementara  bahan  yang  tidak  dapat  didaur  ulang
dibakar  atau  dikembalikan  ke  tanah  seperti  bebatuan,  tanah,  dan  keranjang bambu.
2.4.    Kajian Empiris