Analisis kimia dan fisika

Tabel 7. Formulasi minuman serbuk effervescent dengan perlakuan penambahan konsentrasi Na-alginat yang berbeda Bahan EF-1 EF-2 EF-3 EF-4 EF-5 EF-6 Jeruk 13 13 13 13 13 13 Alginat 1 2 3 4 5 Sukrosa 51,55 50,55 49,55 48,55 47,55 46,55 As.sitrat 4,4 4,4 4,4 4,4 4,4 4,4 As.tartrat 12,2 12,2 12,2 12,2 12,2 12,2 Na-bikarbonat 17,2 17,2 17,2 17,2 17,2 17,2 Aspartam 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 Garam 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Vitamin C 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 Jumlah 100 100 100 100 100 100 Sumber: modifikasi Wahyuningsih 2004

3.4. Prosedur Analisis

3.4.1. Analisis kimia dan fisika

Analisis kimia alginat meliputi perhitungan kadar rendemen, kadar susut pengeringan, analisis kadar abu, analisis pH, viskositas, serta derajat putih. 1 Rendemen FCC 1981 Rendemen natrium alginat yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut Sargassum sp. dihitung berdasarkan berat setelah pengeringan terhadap berat kering bahan baku. Perhitungan kadar rendemen natrium alginat menggunakan rumus sebagai berikut : Rendemen = Berat natrium alginat akhir g x 100 Berat rumput laut awal g 2 Kadar susut pengeringan AOAC 1995 Natrium alginat ditimbang sebanyak 2 gram dan ditempatkan dalam cawan porselen yang sebelumnya telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 16-24 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan. Untuk menghitung kadar air digunakan rumus sebagai berikut : Kadar susut pengeringan = Berat yang hilang g x 100 Berat kering contoh g 3 Analisis kadar abu AOAC 1995 Natrium alginat sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Contoh kemudian di panaskan hingga seluruhnya menjadi arang diatas penangas bunsen atau dikeringkan dalam oven selama 16-24 jam pada suhu 102-105 o C. Natrium alginat yang telah diarangkan selanjutnya di masukkan ke dalam furnace pada suhu 550 o C sampai diperoleh abu berwarna abu- abu keputihan dan ditimbang sampai bobot tetap. Untuk menghitung kadar abu digunakan rumus sebagai berikut : Kadar abu = Berat abu g x 100 Berat contoh g 4 Analisis pH Apriyantono et al. 1989 Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Natrium alginat sebanyak 3 gram ditimbang dan dihomogenisasi dengan 197 gram aquades. Kemudian pH homogenat diukur dengan pH-meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer. 5 Viskositas Cottrel dan Kovacs 1980 Pengukuran viskositas natrium alginat dilakukan dengan menggunakan viscometer pada suhu 20 o C dengan kecepatan 60 rpm dan 30 rpm. Contoh natrium alginat ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dengan 197 gram aquades dalam gelas piala yang telah diketahui beratnya. Setelah contoh larut sempurna. Kemudian larutan contoh dimasukkan ke dalam viscometer dan angka yang terbaca dikalikan sesuai dengan rpm yang digunakan. Kecepatan 60 rpm dikalikan 10, sedangkan untuk 30 rpm dikalikan dengan 5 sehingga nilai viskositas contoh dengan satuan centipoise cPs. 6 Derajat putih Kett Whiteness Laboratory 1981 Pengukuran derajat putih natrium alginat dilakukan dengan alat Whiteness meter. Whiteness meter terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan tepung yang sangat putih. Setelah itu natrium alginat dimasukkan ke dalam cawan sampai seluruh dasar cawan tertutup oleh contoh, lalu cawan dimasukkan pada alat yang telah dikalibrasi dan nilai yang dicari akan tertera pada jarum penunjuk. Nilai derajat putih natrium alginat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Derajat putih = Nilai pada alat x 100 Nilai kalibrasi 85,4 7 Total padatan terlarut Faridah et al. 2008 Total padatan terlarut dari minuman effervescent diukur dengan menggunakan alat Refraktometer ABBE. Larutan contoh yang akan diukur diteteskan pada prisma refraktometer. Nilai yang terbaca pada skala batas gelap dan terang menunjukkan besarnya total padatan terlarut pada produk tersebut dalam satuan Brix. 8 Total asam tertitrasi Apriyantono et al. 1989 Pengujian total asam pada minuman serbuk effervescent dilakukan dengan metode total asam tertitrasi. Contoh sebanyak 25 gram dilarutkan dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar, diambil 25 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi dengan asam oksalat. Indikator di tetesi 2-3 fenolftalein 1 dan larutan ditritasi sampai menunjukkan titik akhir titrasi yaitu berwarna merah muda. Hasil perhitungan total asam tertitrasi dinyatakan sebagai ml NaOH 0,1 N per 100 ml contoh. Perhitungan total asam tertitrasi menggunakan rumus sebagai berikut. TAT ml NaOH 0,1N100 ml = VI x N NaOH x fp x 100 0,1 x Berat Contoh g Keterangan : TAT = Total asam tertitrasi ml NaOH 0,1 N100 g VI = Jumlah larutan NaOH yang digunakan ml fp = Faktor pengenceran =100 ml25 ml 9 Volume buih Kusnadhi 2004 Volume buih dapat diukur dengan melarutkan effervescent ke dalam gelas ukur yang berisi 200 ml air sehingga volume buih yang terbentuk dapat terbaca. Volume buih yang terbentuk adalah volume terbesar selama proses pelarutan yang berlangsung. Nilai volume buih : Volume buih x 100 Banyak air ml 10 Nilai a w AOAC 1995 Nilai a w suatu produk dapat dibaca secara kuantitatif oleh sensor terdiri dari moisture dan temperatur sensor yang kemudian dikirim ke measuring converter sehingga dapat terlihat langsung di LC display. Cara penentuan aw yaitu pertama-tama a w meter TH 500 Novasina dihidupkan untuk selanjutnya standar dimasukkan dan ditunggu hingga hasil analisa alat dapat dibaca. Kemudian standar diambil dan diganti dengan sampel yang akan dianalisis. Hasil analisis dapat dibaca pada alat. 11 Vitamin C metode oksidimetri Apriyantono et al. 1989 Kandungan vitamin C dari serbuk effervescent ditentukan dengan cara titrasi iodoksidimetri. Sebanyak 10 g contoh dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml lalu disaring. Setelah itu, sebanyak 10 ml larutan contoh diambil, ditetesi indikator pati sebanyak 2-3 tetes dan ditritasi menggunakan larutan iod 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan penambahan warna larutan menjadi biru. Tiap ml iod equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar Vitamin C = VI x 0,88 x fp x 100 Berat Contoh g Keterangan : VI = Jumlah larutan iod 0,01 N yang digunakan ml fp = Faktor pengenceran = 100 ml10 ml 12 Kadar serat pangan metode enzimatik Sulaeman et al. 1993 dalam Kurniasih 1997. Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan contoh dan penentuan kadar serat pangan tidak larut IDF dan serat pangan larut SDF. 1 Persiapan contoh a Contoh homogen diekstrak lemaknya dengan petroleum benzena pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak contoh melebihi 6-8 . Penghilangan lemak dari contoh bertujuan untuk memaksimumkan degradasi pati. b Sebanyak 1 ml contoh dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Kedalamnya ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat menjadi suspensi. Penambahkan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl. c Sebanyak 100 µl termamyl dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 o C selama 15 menit, sambil sekali- kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan menggelatinisasi lebih dulu. d Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 200 ml air destilata dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. e Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 o C dan diagitasi selama 60 menit. f Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin. g Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 o C selama 60 menit sambil diagitasi. h Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5. i Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya porositas 2 yang mengandung 0,5 g celite kering serta tepat diketahui. Kemudian dicuci dengan 2x10 ml air destilata dan diperoleh residu dan filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk penentuan serat pangan larut. 2 Penentuan serat pangan tidak larut a Residu dicuci dengan 2x10 ml etanol 95 dan 2x10 ml aseton kemudian dikeringkan pada suhu 105 o C, sampai berat tetap sekitar 12 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator D1. b Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 500 o C selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin I1. 3 Penentuan serat pangan larut a Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 melintang. b Sebanyak 400 ml etanol 95 hangat 60 o C ditambahkan dan diendapkan selama 1 jam. c Larutan disaring dengan crucible kering porositas 2 yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2x10 ml etanol 78 , 2x10 ml etanol 95 , dan 2x10 ml aseton. d Endapan dikeringkan pada suhu 105 o C selama satu malam sampai berat konstan dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang D2. e Residu diabukan pada tanur 500 o C selama paling sedikit 5 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang I2. 4 Penentuan serat pangan total TDF Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan tidak larut IDF dan serat pangan larut SDF. Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tetapi tanpa penambahan contoh. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan yang baru. 5 Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF Nilai IDF = D1 – I1 – B1 x 100 W Nilai SDF = D2 – I2 – B2 x 100 W Nilai TDF = Nilai IDF + Nilai SDF Keterangan : W = Berat contoh g B = Berat blanko bebas serat g D = Berat setelah analisis dan dikeringkan g I = Berat setelah diabukan g 13 Kadar gula metode Cleg-Anthrone Apriyantono et al. 1989 Prinsip pengukuran kadar gula dengan metode Cleg-Anthrone adalah dengan dihancurkan contoh dengan menggunakan asam perklorat pati yang terhidrolisis bersama-sama dengan gula-gula yang larut dapat bereaksi dengan anthrone membentuk warna biru kehijauan dan dapat ditentukan jumlahnya secara kolorimetrik dinyatakan sebagai persen glukosa. Sebanyak 2,5 g contoh ditimbang, kemudian dipindahkan ke dalam gelas ukur 100 ml bertutup. Contoh ditambahkan dengan 10 ml air dan diaduk menggunakan gelas pengaduk untuk mendispersi contoh. Selanjutnya ditambahkan 13 ml asam perklorat 52 , lalu diaduk dengan gelas pengaduk selama 20 menit. Larutan diencerkan sampai 100 ml. Campuran tersebut dihomogenkan kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Campuran dilarutkan sampai tanda tera dengan air dan dihomogenkan. Sampel hasil ekstrak yang diperoleh diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan sampai 100 ml dengan air. Kemudian larutan dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu dimasukkan dengan cepat 5 ml pereaksi Anthrone ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditutup dan dihomogenkan. Contoh dipanaskan dalam penangas air selama 12 menit pada suhu 100 o C kemudian dimasukkan ke dalam cuvet berdiameter 1 cm dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Larutan glukosa standar 0,1 mgml dibuat dengan cara mengencerkan 100 mg glukosa dalam 100 ml air, kemudian diambil 10 ml larutan dan diencerkan menjadi 100 ml 1 ml = 0,1 mg glukosa. 14 Logam Pb AOAC 1990 Kadar logam Pb dianalisis dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometer pada panjang gelombang 283,3 nm. Prosedur pengukurannya yaitu sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan, setelah itu dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 135-150 o C. Cawan kemudian dipindahkan ke dalam tanur, sementara suhu dinaikkan hingga mencapai 500 o C. Contoh diambil dan didinginkan pada suhu kamar, lalu ditambahkan MgNO 3 sebanyak 2 ml dan digoyang dengan cara memutar. Contoh kemudian diuapkan pada pelat pemanas dan dimasukkan lagi ke dalam tanur dengan pengaturan suhu mencapai 500 o C. Setelah contoh dingin ditambahkan 10 ml HCl 1 N dan dilarutkan melalui pemanasan secara hati-hati dengan pelat pemanas. Kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan didinginkan. Setelah dingin, larutan abu diencerkan dengan larutan HCl hingga batas volume dan dikocok agar tercampur sempurna. Larutan blanko juga dibuat dengan perlakuan yang sama tanpa penambahan contoh. Larutan Standar Pb induk 1000 mgL dibuat dari larutan dengan merek dagang spektrosol. Larutan Pb 10 mgL dibuat dengan cara memindahkan 0,1 mL larutan baku 1000 mgL ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan sampai batas. Larutan standar Pb 0,5 mgL; 1,0 mgL; 2,0 mgL; 3,0 mgL dan 4,0 mgL dibuat dengan cara memindahkan 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 10 mgL ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas. Dari grafik Kurva Standar terdapat hubungan antara Konsentrasi C dengan Absorbansi A maka nilai yang dapat diketahui adalah nilai Slope dan Intersep, Kemudian nilai Konsentrasi sampel dapat diketahui dengan memasukkan ke dalam persamaan regresi linear dengan menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu: Y = Bx + A Dimana : Y = Absorbansi Sampel B = Slope X = Konsentrasi sampel A = Intersep Dari perhitungan regresi linear, maka dapat diketahui persentase dari sampel dengan menggunakan rumus : C sebenarnya = sampel Berat n pengencera faktor x preparat volume x pembacaan C Kadar logam Pb contoh dianalisis dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer yang telah dikalibrasi. Hasil analisis dapat diketahui melalui perhitungan rumus: Bs fp Bl Ct Absorban LB    Keterangan: Ct = Pembacaan AAS untuk contoh µgml Bl = Pembacaan AAS untuk blanko µgml fp = Faktor pengenceran ml Bs = Berat sampel µg LB = Logam berat µgml 15 Logam As AOAC 1990 Kadar logam As dianalisis menggunakan alat spektophotometer “Bausch Lomb” pada panjang gelombang 522 nm. Prosedur pengukurannya adalah sebagai berikut: sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam labu digesti kemudian ditambahkan 20 ml H 2 SO 4 .HNO 3 1:1. Labu digesti dihubungkan dengan kondensor dan digoyang-goyangkan hingga larutan bercampur. Selanjutnya labu dipanaskan dengan api kecil hingga mendidih, dan proses digesti diakhiri dengan pemanasan pada api besar sekitar 10 menit. Selama proses digesti berlangsung, air dingin dialirkan melalui kondensor sambil labu digoyang- goyangkan.Kemudian labu didinginkan pada suhu kamar dengan menempatkan pada gelas piala yang berisi air. Larutan sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, lalu ditambahkan berturut-turut 5 ml HCl 72 , 2 ml KI 15 , 8 tetes SnCl 2 dan aquades 14 . Kemudian ditambahkan 4 gram Zn. Setelah itu ditambahkan Ag diethyldithio carbonat sebanyak 4 ml. Sampel sudah siap untuk dianalisa dengan spektophotometer. Larutan blanko juga dibuat dengan perlakuan yang sama tanpa penambahan contoh. Larutan Standar As induk 1000 mgL dibuat dari larutan dengan merek dagang spektrosol. Larutan As 10 mgL dibuat dengan cara memindahkan 0,1 mL larutan baku 1000 mgL ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan sampai batas. Larutan standar As 0,5 mgL; 1,0 mgL; 2,0 mgL; 3,0 mgL dan 4,0 mgL dibuat dengan cara memindahkan 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 10 mgL ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas. Dari grafik Kurva Standar terdapat hubungan antara Konsentrasi C dengan Absorbansi A maka nilai yang dapat diketahui adalah nilai Slope dan Intersep, Kemudian nilai Konsentrasi sampel dapat diketahui dengan memasukkan ke dalam persamaan regresi linear dengan menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu: Y = Bx + A Dimana : Y = Absorbansi Sampel B = Slope X = Konsentrasi sampel A = Intersep Dari perhitungan regresi linear, maka dapat diketahui persentase dari sampel dengan menggunakan rumus : C sebenarnya = sampel Berat n pengencera faktor x preparat volume x pembacaan C Kadar logam As contoh dianalisis dengan menggunakan spektophotometer “Bausch Lomb” pada panjang gelombang 522 nm. Hasil analisis dapat diketahui melalui perhitungan rumus: Bs fp Bl Ct Absorban LB    Keterangan: Ct = Pembacaan AAS untuk contoh µgml Bl = Pembacaan AAS untuk blanko µgml fp = Faktor pengenceran ml Bs = Berat sampel µg LB = Logam berat µgml

3.4.2. Uji sensori SNI 01-2346-2006