Pernikahan TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERNIKAHAN DINI
Dalam kehidupan rumah tangga bagi manusia pernikahan membawa implikasi
dan tanggung jawab sosial yang sangat besar. Oleh karena itu pernikahan harus didasarkan oleh pondasi yang kuat dan kukuh agar tidak mudah runtuh.
5
Adapun dasar hukum yang menunjukkan pensyariatan nikah adalah sebagai berikut:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-
hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya maka kawinilah
wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilahseorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.” Q.S An-Nisa:3 Adapun menurut Rasul menikah adalah sunnah
karena Rasul pun melakukan hal tersebut dan beliau menginginkan para umatnya melakukan sunnahnya seperti
dalam salah satu hadistdari Anas ibn Malik r.a.:
“…. Akan tetapi aku shalat malam dan tidur, dan aku berpuasa serta berbuka, dan aku menikah. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku bukan dari
bagian ummatku.”
6
5
Muhammad Mutawwali Sya’rawi Fiqh Wanita Jakarta:Pena Pundi Aksara 2007h.95
6
Ibnu Hajar Al-Asqalani dan ditahqiq oleh Isham Ad-din As-Shababuthy, Bulughul Maraam Min Jam’i Adillatil Ahkam Cairo, Darul Hadits, h.216. Kitab An-Nikah. Hadits ke-909.
Sedangkan asal hukum nikah adalah mubah
7
dan hukum tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan seseorang yang akan melakukan pernikahan
hukum tersebut bisa menjadi wajib
sunnah
haram
atau makruh. Keempat hukum dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Sunnah Jumhur berpendapat bahwa hukum nikah adalah sunnah bagi mereka yang
tidak khawatir dirinya terjerumus ke perbuatan zina
bagi seseorang yang memungkinkan dan mampu untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang
diharamkan jika tidak menikah
maka nikah baginya hukumnya sunnah. Meskipun demikian
menikah tetap dianjurkan dan mungkin lebih utama daripada melakukan berbagai macam ibadah. Dasar pemikiran Jumhur adalah
firman Allah:
“….Maka nikahilah wanita-wanita lain selain yatim yang engkau senangi...”Q.S. Annisa: 3
Rasulullah Saw pun, melalui hadis yang telah disebutkan di atas dari Anas ibn Malik r.a, menegaskan bahwasannya pernikahan merupakan
sunnahnya.
8
7
Abdul Fatah Idris dan Abu Hamadi Fiqh Islam Lengkap Jakarta: Rineka Cipta 1994
h.98.
8
Ahmad Sudirman Abbas
Pengantar Pernikahan “Analisa Perbandingan Antar Madzhab,” Jakarta: Prima Heza Lestari
2006 h.9.
2. Wajib
9
Bagi orang yang sudah siap untuk melangsungkan pernikahan dan dia khawatir manakala tidak menikah
dia akan terjebak pada perzinaan
maka pernikahan baginya adalah wajib. sebab
menjaga diri dari sesuatu yang diharamkan zina adalah hukumnya wajib
sementara untuk mencegah perbuatan tersebut hanya bisa dilakukan dengan jalan menikah. Karena itu
hukum menikah adalah wajib. 3. Makruh
Seseorang yang dianggap makruh untuk melakukan pernikahan adalah seseorang yang belum pantas untuk menikah
belum mempunyai keinginan melangsungkan pernikahan serta belum memiliki bekal yang mapan untuk
melangsungkan pernikahan. 4. Haram
Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah
tanggasehingga apabila melangsungkan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
10
5. Mubah Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan
juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak
9
Sayyid Sabiq Fikih Sunnah Jilid 3 Jakarta: Cakrawala Publishing 2011, h.208-209.
10
Abdul Rahman Ghazaly Fikih Munakahat Jakarta: Kencana 2003h. 18-21.