Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata skor kualitas tidur yang bermakna p=0,000 antara hasil pre-test dan post-test.
Perbedaan ini berarti bahwa intervensi merendam kaki dengan air hangat berpengaruh terhadap kualitas tidur. Pengaruh ini dibuktikan dengan nilai
korelasi yaitu 0,827 yang artinya perbedaan rata-rata antara nilai pre tes dan post test mempunyai korelasi yang kuat. Hal ini juga dilengkapi dengan nilai
perbedaan rata-rata skor kualitas tidur antara pre test dan post test sebesar 5,700. Dengan demikian, merendam kaki dengan air hangat dapat
menurunkan skor PSQI dengan kata lain memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Penelitian terkait juga menunjukkan pengaruh merendam kaki dengan
air hangat terhadap kualitas tidur, seperti Moura silva, Pereira Tucano, dkk 2012 yang menemukan bahwa kualitas tidur meningkat setelah dilakukan
hydrotherapy indoor warm pool pada lansia dengan fibromyalgia dengan ditandai adanya penurunan skor antara sebelum dan sesudah intervensi
p=0,0001.
C. Skor Setiap Komponen Kualitas Tidur
Hasil analisis menunjukkan bahwa semua komponen kualitas tidur kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur,
gangguan tidur, pemakaian obat tidur, dan disfungsi disiang hari memiliki perbedaan skor yang bermakna p0,05 antara sebelum dan sesudah
merendam kaki dengan air hangat yang dilakukan menjelang tidur selama 5 hari berturut-turut 10 menit setiap perlakuan. Hasil ini membuktikan bahwa
merendam kaki dengan air hangat mempengaruhi semua komponen kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lamanya tidur, effisiensi tidur, gangguan tidur,
pemakaian obat tidur dan disfungsi disiang hari. Merendam kaki dengan air hangat mempunyai dampak bagi kualitas tidur, yang disebabkan adanya
perasaan rileks dan meningkatnya sekresi hormon serotonin Intan A, 2010.
Kondisi rileks yang ditimbulkan dari melakukan rendam kaki dengan air hangat menjelang tidur dapat menurunkan aktivasi Reticular
Activating System RAS yang menekan aktivitas korteks serebral ditambah dengan peningkatan kadar melatonin Ebben Spielman, 2006. Secara
fisiologi dibagian telapak kaki terdapat banyak syaraf terutama di kulit yaitu flexus venosus, dari mekanisme syaraf ini stimulasi diteruskan ke kornu
posterior kemudian dilanjutkan ke medula spinalis. Stimulus ini lanjut masuk ke batang otak tepatnya di bagian bawah pons dan medula, disinilah terjadi
efek soparifik ingin tidur Guyton Hall, 2010. Mekanisme ini ditunjukkan dengan penurunan skor pada komponen latensi tidur, lamanya
tidur dan effisiensi tidur. Pengukuran dari 20 responden, skor komponen latensi tidur menurun dari 2,35 pre test menjadi 1,40 post test yang artinya
terjadi penurunan lantensi tidur dari kisaran waktu 60 menit menjadi 30 menit. Latensi tidur adalah waktu yang dibutuhkan untuk tertidur atau waktu
untuk memulai tidur sampai tidur yang sesungguhnya. Skor komponen lamanya tidur menurun dari 2,40 pres test menjadi
1,40 post test yang artinya terjadi peningkatan jumlah jam atau durasi tidur. Lansia yang melakukan rendam kaki dengan air hangat sebelum tidur
mengalami peningkatan jumlah jam tidur menjadi skitar 6-7 jam yang
awalnya hanya 5-6 jam saja. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Khotimah 2012 dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa terapi rendam air
hangat pada kaki memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi sehingga meningkatkan kuantitas tidur, dengan nilai signifikansi
p 0,05. Secara fisiologis Bulbar Synchronizing Regional BSR mengambil alih dan melepaskan serotonin sehingga responden akan merasa
mengantuk dan mudah untuk jatuh tertidur. Keadaan ini membuat Reticular Activating System RAS sulit aktif sehingga kondisi tidur dapat
dipertahankan Potter Perry, 2011. Pengukuran skor komponen effisiensi tidur terjadi penurunan dari
1,25 pre test menjadi 0,50 post test yang artinya terjadi peningkatan persentasi efisiensi tidur responden. Effisiensi tidur dapat dinilai dari total
jumlah jam tidur dibagi dengan total waktu di tempat tidur, lalu dikalikan 100. Effisiensi tidur dikatakan baik, jika memiliki persentase yang tinggi,
dalam hal ini skor komponen effisiensi tidurnya kecil. Effisiensi tidur meningkat karena adanya pertambahan durasi tidur yang disertai dengan
berkurangnya waktu latensi tidur. Lansia juga mengalami penurunan frekuensi terbangun dimalam hari serta mudah untuk tertidur kembali.
Kondisi tidur yang nyenyak membuat persepsi responden terhadap kualitas tidurnya meningkat. Peningkatan kualitas tidur subjektif ditunjukkan dengan
penurunan skor komponen kualitas tidur subjektif dari 2,35 pre test menjadi 1,35 post test.
Beberapa komponen diatas, dipengaruhi oleh aktivitas serebral akibat kondisi relaksasi. Membaiknya latensi tidur, lamanya tidur dan durasi
tidur, mengakibatkan responden merasakan tidur yang nyenyak setelah diberikan terapi rendam kaki dengan air hangat. Tidur nyenyak ditandai
dengan sulit aktifnya Reticular Activating System RAS sehingga responden tidak lagi terlalu sensitif terhadap lingkungannya. Merendam kaki dengan air
hangat berperan dalam meningkatkan kadar melatonin dan menghambat RAS untuk aktif Guyton Hall, 2010 . Selain terhambatnya RAS untuk aktif,
kinerja saraf simpatis ditekan dan terjadi penurunan kadar epineprin yang membuat lansia tidur lebih nyenyak dan menurunkan frekuensi terbangun
ditengah malam. Mekanisme ini dibuktikan dengan menurunnya skor komponen gangguan tidur dari 2,40 pres test menjadi 1,50 post test.
Gangguan tidur adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau bangun lebih awal dari yang diinginkan Darmojo, 2009. Penurunan
frekuensi gangguan tidur ini dapat disebabkan oleh respon relaksasi atau posisi tidur pada saat menjelang tidur. Merendam kaki dengan air hangat
dapat mengendorkan otot sekaligus memiliki efek analgesik dan mengurangi gejala Restless Legs Syndrom RLS. Aliran darah yang lancar juga akan
mempengaruhi sistem transportasi nutrisi dan oksigen yang cukup untuk dibawa ke rongga dada serta paru-paru. Peningkatan kapasitas paru juga dapat
terjadi sehingga dapat mengurangi gejala Sleep Disordered Breathing SDB Darmojo, 2009.
Setelah kebutuhan pada malam hari terpenuhi, responden lebih merasa segar dipagi hari dan lebih bersemangat saat beraktivitas, dibuktikan
dengan adanya penurunan skor komponen disfungsi siang hari dari 2,05 pre test menjadi 1,50 post test yang artinya masalah disfungsi pada siang hari
menjadi berkurang. Hasil analisis menunjukkan nilai yang bermakna p0,05 yang berarti merendam kaki dengan air hangat dapat memperbaiki
kualitas tidur sehingga aktivitas responden disiang hari lebih baik. Responden memiliki aktivitas yang beragam, dari mulai sekedar mengurus rumah tangga
sampai bertani. Saat lansia beraktivitas, rangsangan cahaya,suara,sentuham yang diterima dari lingkungan akan diteruskan ke Reticular Activating System
RAS yang kemudian aktif dan kondinya terjaga. Kondisi ini akan berubah, jika lansia tidak memiliki kegiatan atau aktivitas, karena tidak ada rangsangan
yang mengaktivasi RAS maka terjadi penurunan impuls saraf yang dikirmkan ke korteks serebral sehingga menjadi kurang aktif mengantuk. Setelah
melakukan rendam kaki dengan air hangat, frekuensi mengantuk atau tertidur saat beraktivitas disiang hari terjadi penurunan.
Aktivitas yang berat disiang hari, membuat semua responden sering mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi keluhannya, seperti obat pegal-
pegal, obat nyeri, dan gejala ringan seperti sakit kepala dan flu. Mereka menkonsumsi obat untuk penyakit yang dideritanya dan memanfaatkan obat
tersebut untuk mengambil efek analgesik dan sedatifnya. Hal inilah yang harus diluruskan, bahwa efek sedatif bisa didapat dari merendam kaki dengan
air hangat menjelang tidur. Pada komponen penggunaan obat tidur atau jenis lainnya, sebanyak 20 responden menunjukkan hasil pengukuran sebelum
intervensi rendam kaki adalah 2,40 dan sesudah intervensi menjadi 1,85. Adanya penurunan pada hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi,
namun peneliti belum menemukan secara rinci dan secara fisiologis mengenai teori pengaruh rendam kaki dengan air hangat terhadap komponen
penggunaan obat. Penurunan skor pada komponen penggunaan obat terjadi akibat perubahan persepsi yang disebabkan adanya perubahan pola tidur
responden.
D. Keterbatasan Penelitian