Analisis Laju Angkutan Sedimen untuk Perencanaan Kantong Lumpur pada D.I. Perkotaan Kabupaten Batubara”

(1)

PADA D.I. PERKOTAAN KABUPATEN BATUBARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh : ARIS MUNANDAR

08 04040 012

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

Sungai adalah jalan air alami yang mengalir ke laut atau danau atau ke sungai yang lain. Selain mengalirkan air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu. Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transport), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Sedimentasi sungai juga berpengaruh terhadap daerah irigasi. Lokasi penelitian adalah Daerah Irigasi Perkotaan yang teletak pada Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara, dan letak koordinat bendung (weir) 3°15’34,9” LU dan 99°20’5 8” BT Bendung Gerak Perkotaan dibangun tahun 1985 memiliki 5 pintu. Dari hasil survei awal, tinggi sedimen pada saluran primer mencapai 0,8 m. Pada saluran primer Sta ± 10 km sudah tidak mampu lagi mensuplai air. Maka dengan areal irigasi ± 3.350 Ha diperkirakan akan berkurang suplai air, terutama di hilir areal.

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa prediksi erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon dengan menggunakan metode USLE dan menghitung sedimentasi pada DAS Bah Bolon. Lalu menganalisa laju angkutan sedimen dan menghitung volume sedimen yang masuk ke dalam saluran irigasi Perkotaan dengan menggunakan estimasi sedimen metode Yang’s, metode Engelund and Hansen, metode Shen and Hung, dan dengan metode Meyer Petter Muller (MPM). Kemudian dihitung berapa besar panjang dan lebar kantong lumpur sehingga dapat menampung besarnya sedimen yang masuk ke dalam jaringan irigasi Perkotaan

Hasil perhitungan yang dilakukan didapat bahwa besarnya erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon mencapai 31,331 ton/ha/tahun atau sebesar

3.574.604,08 ton/tahun dengan sedimentasi yang dihasilkan adalah sebesar

300.606,98 ton/tahun. Estimasi sedimen metode Y ng’ didapat hasil sedimen 18,888 ton/hari, dengan metode Engelund and Hansen didapat hasil sedimen 15,341 ton/hari, dengan metode Shen and Hung didapat hasil sedimen 0,448 ton/hari, dengan metode Sampling Meyer, Petter, and Muller (MPM) didapat hasil sedimen 33,385 ton/hari.

Maka dapat disimpulkan bahwa angkutan sedimen yang masuk ke saluran irigasi Perkotaan adalah 4,054 % dari yang dihasilkan DAS Bah Bolon. Metode estimasi angkutan sedimen yang dipakai dalam perhitungan muatan sedimen saluran irigasi Perkotaan adalah metode Sampling Meyer, Petter, and Muller karena hasilnya lebih memungkinkan dan jumlah muatan sedimen yang dihasilkan lebih besar daripada metode lainnya. Dari jumlah muatan sedimen maka didapat volume kantong lumpur Daerah Irigasi Perkotaan adalah 200 m3, dengan dimensi kantong lumpur adalah panjang 54 m dan lebar 6,6 m, dan kedalaman kantong lumpur pada saat kosong adalah 0,4525 m.


(3)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Kuasa-Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Analisis Laju Angkutan Sedimen untuk Perencanaan Kantong Lumpur pada D.I. Perkotaan Kabupaten Batubara” Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Bidang Studi Teknik Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun segi bahasa dan cara penyusunannya serta dari segi teori dan perhitungannya, oleh karena itu bersedia menerima kritikan dan saran yang membangun demi hasil yang lebih baik.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas bimbingan dan bantuan yang diberikan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ayahanda Burhanuddin dan Ibunda Murliana yang telah membesarkan, mendidik, selalu mendukung saya dalam do’a, memberikan dorongan material, sepiritual serta memotivasi saya dengan sabar dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku dosen pembimbing sekaligus orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga


(4)

membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT, selaku dosen pembanding/penguji yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dan telah banyak membantu dan membimbing saya dalam kuliah.

5. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

6. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

7. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada kakak, abang dan adik-adikku tersayang, yang mendukung penyelesaian Tugas Akhir ini. Bang Putra, Kak Nona, Kak Putri, dan kepada adik-adikku Andi, Aulia, Dinda, Kiki, Denni, dan lain-lain.

9. Adik Lia Arrumaisha yang telah memberikan motivasi, inspirasi, semangat, dan selalu mendukung serta medo’akan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

10.Semua sahabat-sahabatku khususnya kepada Fadil, Muazzi, Dedi, Khatab, Imam, Amec, Riza, Al, Andy, Denny, Hafizh obama, Fadhlan, Nelwan, Berry, dan Hafiz yang telah memberikan dukungan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.


(5)

Mustapa, Doni, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 13.Adik-adik Teknik Sipil USU yang telah membantu dan memberi semangat

kepada penulis; Rico 11, Reno 11, Subar 11, Dian 11, Arif gumit 11, Dhika 11, Sormin 11, Yazid 09, Azam 09, Khairun 09, Ian 09, Ari 10, Rahmat 10, Fauzi 10, Dikki 10, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

14.Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2014 Hormat Saya

Aris Munandar 08 0404 012


(6)

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan ... 4

1.5. Manfaat Penulisan ... 4

1.6. Metodologi Penelitian ... 5

1.7. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Umum ... 7

2.2Erosi ... 9

2.2.1 Mekanisme Erosi ... 10

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi ... 14

2.2.2.1Iklim ... 15


(7)

2.2.2.5Manusia ... 18

2.2.3 USLE Sebagai Model Perkiraan Besarnya Erosi ... 19

2.2.3.1Faktor Erosivitas Hujan (R) ... 20

2.2.3.2Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 20

2.2.3.3Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) ... 24

2.2.3.4Faktor Pengolahan Lahan (C) ... 25

2.2.3.5Faktor Konservasi Tanah (P) ... 25

2.3Sedimentasi ... 27

2.3.1 Pembagian Sedimen ... 32

2.3.2 Angkutan Sedimen ... 35

2.3.2.1Ukuran Partikel Sedimen ... 36

2.3.2.2Berat Spesifik Partikel Sedimen... 36

2.3.2.3Kecepatan Jatuh (Fall Velocity) ... 37

2.3.2.4Tegangan geser kritis ... 38

2.3.3 Persamaan Angkutan Sedimen ... 41

2.3.3.1Yang’s ... 41

2.3.3.2Engelund and Hansen ... 43

2.3.3.3Shen and Hungs ... 43

2.3.3.4Metode Sampling Meyer Petter Muller... 44

2.4Hubungan Erosi dengan Besarnya Sedimentasi ... 45

2.5Debit Air... 46


(8)

2.6.1 Dimensi Kantong Lumpur... 57

2.6.2 Kecepatan Endap ... 59

2.6.3 Volume Tampungan ... 60

2.6.4 Pemeriksaan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur ... 62

2.6.4.1Efisiensi pengendapan ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi Penelitian ... 66

3.2Metode Kerja ... 68

3.3Pelaksanaan Penelitian ... 70

3.3.1 Studi Pustaka ... 70

3.3.2 Survei Pengambilan Data ... 70

3.3.3 Pengujian Sampel ... 73

3.3.3.1Konsentrasi Sedimen ... 74

3.3.3.2Diameter Butiran Sedimen ... 76

3.3.3.3Berat Jenis Partikel (Specific Gravity) ... 77

3.3.4 Perhitungan Prediksi Volume Erosi dengan Metode USLE ... 78

3.3.5 Perhitungan Laju Angkutan Sedimen ... 83

3.3.6 Perencanaan Kantong Lumpur ... 86

3.3.7 Kesimpulan dan Saran... 88

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1Analisa Erosi ... 89


(9)

4.1.4 Faktor Penggunaan dan Pengelolaan Lahan (CP) ... 99

4.2Analisa Sedimentasi DAS ... 101

4.3Analisa Angkutan Sedimen Pada Saluran Irigasi Perkotaan ... 102

4.3.1 Perhitungan Angkutan Sedimen Dengan Formula Yang’s ... 106

4.3.2 Perhitungan Angkutan Sedimen Dengan Formula Engelund and Hansen ... 108

4.3.3 Perhitungan Transportasi Sedimen Dengan Formula Shen and Hung ... 110

4.3.4 Perhitungan Transportasi Sedimen Dengan Formula Meyer Petter Muller (MPM) ... 112

4.4Perencanaan Kantong Lumpur ... 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 127

5.2Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 129 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian

2.1 Kode Struktur Tanah ...22

2.2 Kode Permeabilitas Profil Tanah ...22

2.3 Nilai M untuk Beberapa Tekstur Tanah ...23

2.4 Nilai K untuk Berbagai Jenis Tanah ...24

2.5 Nilai CP untuk Berbagai Macam Penggunaan Lahan ...26

2.6 Nilai Faktor P untuk berbagai Tindakan Konservasi Tanah ...27

2.7 Pengaruh Luas DAS terhadap NLS ...30

2.8 Klasifikasi Kondisi Dasar Sungai ...35

2.9 Klasifikasi Ukuran Partakel Sedimen ...36

3.1 Data perhitungan kecepatan ...72

3.2 Pengujian Konsentrasi Sedimen ...76

3.3 Berat Jenis Partikel Sedimen ...77

4.1 Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (2001-2010) Sub DAS Bah Bolon ...91

4.2 Perhitungan Erosivitas Hujan (R) Sub DAS Bah Bolon ...92

4.3 Lokasi Pengamatan Hujan Sub DAS Bah Bolon ...92

4.4 Kemiringan lereng dan nilai faktor S pada Sub DAS Bah Bolon ....96


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Uraian

2.1 Nomograf untuk menghitung nilai erodibilitas tanah (K) dalam

satuan metrik (Wischmeier, et.al., 1971) ... 21

2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai (Fadlun, 2009) ... 29

2.3 Diagram Klasifikasi Angkutan Sedimen ... 32

2.4 Grafik Hubungan Diameter Butiran Dengan Kecepatan Jatuh Sedimen... 38

2.5 Gaya Yang Bekerja Pada Butiran di Dasar Sungai ... 39

2.6 Diagram Shields ... 41

2.7 Sketsa Isometris Alat Ukur Romijn ... 47

2.8 Gambar Skat Ukur Cipoletti ... 48

2.9 Gambar Skat Ukur Thompson ... 49

2.10 Gambar Alat Ukur Parshall Flume ... 50

2.11 Jenis-jenis Pelampung ... 52

2.12 Sketsa alur sungai untuk pengukuran kecepatan metode pelampung ... 53

2.13 Sketsa Pelampung Tungkai ... 54

2.14 Skema Kantong Lumpur ... 57

2.15 Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap untuk Air Tenang ... 60

2.16 Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur yang Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan... 61

2.17 Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbelensi (Camp, 1945 dalam KP-02) ... 64

2.18 Tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis sebagai fungsi besarnya butir untuk s = 2.650 kg/m3 (pasir) ... 65


(12)

3.1 Lokasi Penelitian Tugas Akhir... 67

3.2 Diagram Alir Penelitian ... 69

3.3 Sketsa Pengambilan Data di Lapangan ... 70

3.4 Penampang Saluran Primer Daerah Irigasi Perkotaan Debit Banjir... 71

3.5 Model Pelampung yang Digunakan ... 72

4.1 Peta Polygon Thiessen DAS Bah Bolon ... 93

4.2 Peta Jenis Tanah DAS Bah Bolon ... 95

4.3 Peta Kemiringan Lereng DAS Bah Bolon ... 98

4.4 Peta Penutup Lahan DAS Bah Bolon ... 100

4.5 Penampang Saluran Primer Daerah Irigasi Perkotaan ... 104

4.6 Peta DAS Bah Bolon ... 105

4.7 Grafik Perbandingan Hasil Perhitungan Angkutan Sedimen ... 114

4.8 Potongan Melintang Kantong Lumpur dalam Keadaan Konsong (Qs) ... 119

4.9 Potongan Memanjang Kantong Lumpur ... 120

4.10 Kondisi Existing Daerah Irigasi Perkotaan ... 121

4.11 Penampang Saluran Existing ... 122

4.12 Kantong Lumpur Rencana ... 123

4.13 Detail Kantong Lumpur Rencana ... 124

4.14 Detail Pintu Saluran Primer ... 125


(13)

DAFTAR NOTASI

Ae = Perkiraan besarnya jumlah erosi --- ton/ha/tahun R = Faktor erosivitas curah hujan tahunan rata-rata --- mm

Rm = Erosivitas Curah Hujan Bulanan --- cm (Rain)m = Curah hujan bulanan --- cm K = Indeks erodibilitas tanah

M = Persentase ukuran partikel a = Persentase bahan organik b = Kode kelas struktur tanah c = Kode Kelas permeabilitas tanah

LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng

L = Panjang lereng --- m S = Kemiringan lereng --- % z = Konstanta yang besarnya bervariasi tergantung besarnya

kemiringan lereng

C = Indeks pengelolahan lahan

P = Indeks upaya konservasi tanah atau lahan

Y = hasil sedimen persatuan luas --- ton/tahun Ws = Luas Daerah Aliran Sungai --- Ha NLS = Nisbah Pelepasan Sedimen --- %

= Kecepatan jatuh --- m/detik

s = Berat jenis sedimen --- kg/m3

= Berat jenis air --- kg/m3 ρ = Massa jenis air --- kg.s2/m4


(14)

d = Diameter sedimen --- mm � = Kinematik viscositas --- m2/s T = Suhu air --- C � = Tegangan geser --- kg/m2 � = Tegangan geser kritis --- kg/m2 d50 = Diameter sedimen 50% dari material/diameter rata-rata ---- mm

d90 = Diameter sedimen 90% dari material --- mm Vcr = Kecepatan kritis --- m/s

V = Kecepatan aliran --- m/s

Ss = Kemiringan sungai

U* = Kecepatan geser --- m/s

Ct = Konsentrasi sedimen total--- ppm

Re = Bilangan Reynold

As = Luas penampang sungai --- m2 P = Keliling basah --- m Rh = Jari-jari hidrolis --- m Q = Debit air --- m/detik3 ba = Lebar ambang --- m h = Tinggi permukaan air --- m D = Kedalaman saluran --- m B = Lebar saluran --- m Qs = Muatan sedimen --- m/detik3 Qsus = Beban layang --- m/detik3 qb = Tingkat bedload dalam saluran, berat per waktu dan


(15)

(Ks/Kr)S = Konstanta untuk mencari nilai Sr

Ps = Persentase Sedimentasi --- %

k = Koefisien pelampung

u = Kecepatan pelampung --- m/det λ = Kedalaman tungkai (h) per kedalaman air (d)

n = Koeffisien kekasaran dinding dan dasar saluran Manning K = Koeffisien kekasaran dinding dan dasar saluran Strickler w = Kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di

luar ukuran partikel yang direncana --- m/det w0 = Kecepatan endap rencana --- m/det v0 = Kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur --- m/det


(16)

 Foto Dokumentasi

 Data Primer dan Uji Laboratorium  Data Curah Hujan Bulanan 2001-2010  Peta Daerah Aliran Sungai Bah Bolon  Data Tata Guna Lahan

 Peta DEM


(17)

Sungai adalah jalan air alami yang mengalir ke laut atau danau atau ke sungai yang lain. Selain mengalirkan air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu. Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transport), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Sedimentasi sungai juga berpengaruh terhadap daerah irigasi. Lokasi penelitian adalah Daerah Irigasi Perkotaan yang teletak pada Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara, dan letak koordinat bendung (weir) 3°15’34,9” LU dan 99°20’5 8” BT Bendung Gerak Perkotaan dibangun tahun 1985 memiliki 5 pintu. Dari hasil survei awal, tinggi sedimen pada saluran primer mencapai 0,8 m. Pada saluran primer Sta ± 10 km sudah tidak mampu lagi mensuplai air. Maka dengan areal irigasi ± 3.350 Ha diperkirakan akan berkurang suplai air, terutama di hilir areal.

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa prediksi erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon dengan menggunakan metode USLE dan menghitung sedimentasi pada DAS Bah Bolon. Lalu menganalisa laju angkutan sedimen dan menghitung volume sedimen yang masuk ke dalam saluran irigasi Perkotaan dengan menggunakan estimasi sedimen metode Yang’s, metode Engelund and Hansen, metode Shen and Hung, dan dengan metode Meyer Petter Muller (MPM). Kemudian dihitung berapa besar panjang dan lebar kantong lumpur sehingga dapat menampung besarnya sedimen yang masuk ke dalam jaringan irigasi Perkotaan

Hasil perhitungan yang dilakukan didapat bahwa besarnya erosi yang terjadi pada DAS Bah Bolon mencapai 31,331 ton/ha/tahun atau sebesar

3.574.604,08 ton/tahun dengan sedimentasi yang dihasilkan adalah sebesar

300.606,98 ton/tahun. Estimasi sedimen metode Y ng’ didapat hasil sedimen 18,888 ton/hari, dengan metode Engelund and Hansen didapat hasil sedimen 15,341 ton/hari, dengan metode Shen and Hung didapat hasil sedimen 0,448 ton/hari, dengan metode Sampling Meyer, Petter, and Muller (MPM) didapat hasil sedimen 33,385 ton/hari.

Maka dapat disimpulkan bahwa angkutan sedimen yang masuk ke saluran irigasi Perkotaan adalah 4,054 % dari yang dihasilkan DAS Bah Bolon. Metode estimasi angkutan sedimen yang dipakai dalam perhitungan muatan sedimen saluran irigasi Perkotaan adalah metode Sampling Meyer, Petter, and Muller karena hasilnya lebih memungkinkan dan jumlah muatan sedimen yang dihasilkan lebih besar daripada metode lainnya. Dari jumlah muatan sedimen maka didapat volume kantong lumpur Daerah Irigasi Perkotaan adalah 200 m3, dengan dimensi kantong lumpur adalah panjang 54 m dan lebar 6,6 m, dan kedalaman kantong lumpur pada saat kosong adalah 0,4525 m.


(18)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan senyawa yang sangat penting untuk kehidupan di Bumi yang diketahui sampai saat ini. Semua makhluk hidup bergantung terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dan berperan penting dalam proses metabolisme. Didalam usaha pertanian selain sebagai alat transportasi makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan yang sangat penting dalam proses penguapan. Karena dalam proses penguapan, suhu tanaman akan tetap terjaga.

Sumber air di darat yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air yang mengalir di permukaan berupa aliran sungai. Sungai adalah jalan air alami yang mengalir ke laut atau danau atau ke sungai yang lain. Selain mengalirkan air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sungai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman di persawahan. Cara pensuplaian air dari sungai ke sawah biasanya digunakan sistem irigasi. Irigasi adalah pemberian air kepada tanah dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan bagi pertumbuhan tanaman, sehingga pada musim kemarau tanaman tidak kekurangan air dan pada musim penghujan air tidak berlebih. Salah satu Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Perkotaan, sekarang disebut dengan Daerah Irigasi Bah Bolon.

Pada Daerah Irigasi Perkotaan terdapat Bendung Perkotaan yang dipergunakan sebagai bangunan untuk menaikkan elevasi muka air yang akan


(19)

dialirkan untuk kegiatan irigasi. Bendung Perkotaan merupakan bendung gerak yang terletak pada Sungai Sipare-pare yaitu anak sungai dari Sungai Bah Bolon. Jaringan irigasi Sungai Sipare-pare termasuk kedalam Daerah Irigasi Bah Bolon.

Dari hasil wawancara, Bendung Gerak Perkotaan dibangun tahun 1985 memiliki 5 pintu yang bertujuan untuk mengendalikan elevasi muka air ketika banjir dan menyapu sedimen yang terdapat di hulu bendung. Sekarang hanya satu pintu yang masih berfungsi. Kerusakan dapat terjadi dikarenakan sedimen yang menumpuk di hulu bendung sudah sangat banyak, sehingga membuat pintu tidak dapat dibuka lagi. Akibat dari tidak berfungsinya pintu bendung, maka akan terjadi kenaikan elevasi dasar sungai pada hulu bendung setiap tahunnya.

Akibat sedimentasi sungai juga berpengaruh terhadap daerah irigasi dimana dari hasil survei awal, tinggi sedimen pada saluran primer mencapai 0,8 m. Pada saluran primer Sta 10±000 sudah tidak mampu lagi mensuplai air (debit air berkurang akibat sedimentasi), padahal saluran primer mencapai 19 km. maka dengan areal irigasi ± 3.350 Ha diperkirakan akan berkurang apabila suplai air irigasi terus menurun terutama di hilir areal.

Untuk mengatasi sedimen tersebut Kementrian PU yang berwenang menangani Daerah Irigasi Perkotaan melakukan pengerukkan sedimen dengan alat berat di saluran primer dan beberapa saluran skunder pada setiap tahunnya. Ini akan membutuhkan biaya operasional yang sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lama.

Didalam penelitian tugas akhir ini akan dianalisis laju angkutan sedimen untuk perencanaan kantong lumpur dalam upaya menanggulangi permasalahan yang terjadi pada jaringan irigasi di Daerah Irigasi Perkotaan. Dalam penelitian ini


(20)

maka perlu dilakukan pengujian sampel sedimen pada saluran jaringan irigasi, untuk mengetahui berapa volume sedimen yang masuk ke saluran irigasi per harinya, untuk mendapatkan panjang dan lebar atau dimensi dalam perencanaan kantong lumpur dan juga untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan sedimen dalam memenuhi valume tampungan dari kantong lumpur yang akan direncanakan.

1.2Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini antara lain: 1. Menghitung erosi yang terjadi pada Sungai Sipare-pare.

2. Melakukan analisis laju angkutan sedimen yang terdapat pada saluran irigasi Perkotaan.

3. Merencanakan kantong lumpur yang dapat memenuhi, sesuai dengan hasil analisis laju angkutan sedimen.

1.3Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah:

1. Sampel yang akan diuji pada laboratorium adalah sampel sedimen melayang (suspended load) dan sampel sedimen dasar (bed load).

2. Perhitungan angkutan sedimen didasarkan pada debit harian yang terjadi. 3. Perhitungan debit dilakukan secara tidak langsung.

4. Perencanaan kantong lumpur tidak mempertimbangkan lahan dan masalah sosial.

5. Tidak membahas analisa biaya dan aspek ekonomi pada perencanaan kantong lumpur.


(21)

1.4Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui prediksi volume erosi yang terjadi pada sekitar Sungai Sipare-pare.

2. Mengetahui laju angkutan sedimen besarnya volume sedimen yang terlewati saluran irigasi Perkotaan dari Sungai Sipare-pare.

3. Merencanakan kantong lumpur dalam menanggulangi permasalahan sedimentasi di saluran irigasi pada Sungai Sipare-pare.

1.5Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan tugas akhir Analisis Laju Angkutan Sedimen Untuk Perencanaan Kantung Lumpur Pada Daerah Irigasi Perkotaan Kabupaten Batubara adalah:

1. Dapat membantu pemerintah terkait yang menangani permasalahan di Daerah Irigasi Perkotaan.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan akan menganalisa laju angkutan sedimentasi dalam perencanaan kantong lumpur.


(22)

1.6Metodologi Penelitian

Tugas akhir ini disusun dalam ruang lingkup sebagai berikut:

1. Pengumpulan data primer berupa pengambilan sampel sedimen, mengukur debit yang masuk ke intake, dan foto dokumentasi lokasi penelitian.

2. Melakukan studi pustaka yang berasal dari buku, jurnal dan catatan kuliah. 3. Menguji sampel sedimen, baik sampel sedimen melayang maupun sedimen dasar dengan menganalisa ukuran butiran, tes hidrometer, dan kecepatan jatuh.

4. Pengumpulan data sekunder meliputi data curah hujan, peta lokasi, data tanah dan data tataguna lahan.

5. Menghitung besar erosi yang terjadi di sekitar sungai sipare-pare dengan menggunakan metode USLE.

6. Menganalisa laju angkutan sedimen dan menghitung volume sedimen 7. Merencanakan kantong lumpur dengan menghitung dimensi kantong

lumpur, dan mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi volume kantong lumpur.


(23)

1.7Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari: Bab I Pendahuluan

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, manfaat penulisan, lokasi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dijabarkan uraian teoritis tentang sedimen, kantong lumpur, dan metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.

Bab III Metodelogi Penelitian

Menjelaskan metodelogi mencakup konsep berpikir, diagram alir, lokasi penelitian, pengambilan data, analisa data, dan berbagai pendekatan yang dipakai dalam pelaksanaan penelitian.

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Berisikan pembahasan mengenai analisa perhitungan yang meliputi analisa prediksi erosi, laju angkutan sedimen dan perencanaan kantong lumpur.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bagian penutup yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisa dan pembahasan dan berisi saran mengenai hasil penelitian yang diperoleh untuk dijadikan gambaran serta masukan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Umum

Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang di ketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain dalam sistem tata surya dan hampir menutupi 71% permukaan bumi (Suripin, 2001).

Manusia mutlak membutuhkan air, begitu juga tumbuhan dan binatang. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Semua makhluk hidup di bumi mutlak membutuhkan air, tanpa air semua akan mati. Bisa dikatakan bahwa air merupakan salah satu sumber kehidupan.

Untuk tanaman, kebutuhan air juga mutlak dibutuhkan. Pada kondisi tidak ada air terutama pada musim kemarau tanaman akan segera mati. Sehinggga dalam pertanian disebutkan bahwa kekeringan merupakan merupakan bencana terparah dibandingkan dengan bencana lainnya. Bila kebanjiran tanaman masih bisa hidup, kekerungan pupuk juga masih bisa hidup.

Air bersifat sumber daya alam yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu turun sesuai dengan waktunya atau musimnya sepanjang tahun.

Sebagian air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke tempat-tempat yang rendah dan setelah mengalami bermacam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan disebut alur


(25)

sungai. Perpaduan antara alur sungai dengan aliran air di dalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984).

Daerah Aliran Sungai disingkat DAS adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul pada kawasan tersebut. Adapun DAS berguna untuk menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya melalui sungai.

Sumber daya air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung didalamnya. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah (UU No. 7 2004).

Dalam proses perjalanannya sumber daya air dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Daya air dipakai untuk energi misalnya pembangkit tenaga air (PLTA). Mata air dipakai sebagai salah satu sumber air, demikian pula waduk dipakai sebagai wadah air yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Air baku digunakan untuk irigasi, air bersih dipakai untuk keperluan domestik dan nondomestik. Secara alami dipakai tumbuhan (flora) dan binatang (fauna) untuk melangsungkan kehidupannya.

Sungai sebagai sumber air merupakan sumber alam yang memiliki multi fungsi bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah penyediaan air untuk pengairan/irigasi. Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Jaringan irigasi dalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, dan penggunaannya. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.


(26)

2.2Erosi

Secara umum erosi dan sedimentasi proses terjadinya perlepasan butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air dan angin kemudian diikuti dengan preoses pengendapan pada tempat yang lain (Suripin, 2001).

Lahan pertanian paling rentan terjadinya erosi. Lahan-lahan pertanian yang ditanami terus-menerus tanpa istirahat (fallow), dan tanpa disertai pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang baik dan tepat, khususnya daerah yang curah hujannya mencapai 1500 mm per tahun, akan mengalami penurunan produktif tanah. Penurunan kesuburan tanah ini bisa disebabkan oleh menurunnya tingkat kesuburan tanah, yang dikarenakan unsur hara dalam tanah hilang bersamaan dengan terjadinya proses erosi.

Bahaya erosi ini banyak terjadi pada daerah-daerah lahan kering yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat dari pengelolaan tanah yang keliru, tidak mengikuti kaidah-kaidah air dan tanah, dan akibat pola pertanian yang berpindah-pindah setiap tahunnya (shifting cultivation) (Suripin, 2001).

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena ativitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah.


(27)

2.2.1 Mekanisme Erosi

Erosi tanah terjadi melalui tiga tahapan, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap pengankutan oleh media yang erosif seperti pada aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap ke tiga yaitu pengendapan (Suripin, 2001).

Percikan air hujan merupakan penyebab terjadinya erosi tanah. Tetesan air hujan adalah media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa centimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tapi untuk lahan miring terjadi dominasi kearah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas baik oleh tetesan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin, 2001).

Ada beberapa bentuk erosi tanah yang dapat terjadi, yaitu: 1. Erosi Percikan

Erosi percikan (splash erosion) adalah proses terlepas dan terlemparnya partikel-partikel tanah dari massa tanah akibat tenaga kinetik air hujan bebas atau


(28)

sebagai air lolos secara langsung. Tenaga kinetik tersebut ditentukan oleh dua hal, massa dan kecepatan jatuhan air. Tenaga kinetik bertambah besar dengan bertambahnya besar diameter air hujan dan jarak antara ujung daun penetas (driptis) dan permukaan tanah (pada proses erosi di bawah tegakan vegetasi).

Ada tiga tahapan terjadinya erosi percikan, antara lain (Suripin, 2002):

 Terjadinya pengemburan yang cepat pada permukaan tanah sehingga kohesinya munurun, akibatnya laju erosi percikan meningkat.

 Terjadi pemadatan permukaan akibat pukulan air hujan yang jatuh sehingga tebentuk lapisan kerak tipis yang akan menurunkan jumlah partikel tanah yang terlempat ke udara dan meningkatkan air permukaan.

 Terjadinya turbulensi aliran permukaan yang mampu mengangkut sebagian lapisan kerak pada permukaan tanah.

2. Erosi Kulit

Erosi kulit (sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air limpasan (runoff). Tipe erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air limpasan yang mengalir ke tempat yang lebih rendah. Berdasarkan sumber tenaga penyebab erosi kulit, tenaga kinetik air hujan lebih penting karena kecepatan air jatuhan lebih besar, yaitu antara 0,3 sampai 0,6 m/dtk. Tenaga kinetik air hujan akan menyebabkan lepasnya partikel-partikel tanah dan bersama-sama dengan pengendapan sedimen di atas permukaan tanah, menyebabkan turunnya laju infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan partikel tanah. Bentang lahan dengan komposisi lapisan permukaan tanah atas yang rentan/lepas terletak diatas


(29)

lapisan bawah permukaan yang solid merupakan bentang lahan dengan potensi terjadinya erosi kulit besar. Besar kecilnya tenaga penggerak terjadinya erosi kulit ditentukan oleh kecepatan dan kedalaman air limpasan.

3. Erosi Alur

Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air limpasan yang terkonsentrasi sehingga membentuk alur-alur kecil. Hal ini terjadi ketika air limpasan masuk ke dalam cekungan permukaan tanah, kecepatan air limpasan meningkat dan akhirnya terjadilah laju angkutan sedimen.

Tipe erosi alur umumnya dijumpai pada lahan-lahan garapan dan dibedakan dari erosi parit (gully erosion) dalam hal erosi alur dapat diatasi dengan pengerjaan/pencangkulan tanah. Tipe erosi ini terbentuk oleh tanah yang kehilangan daya ikat partikel-partikel tanah sejalan dengan meningkatnya kelembapan tanah di tempat tersebut. Kelembapan tanah yang berlebihan akan mengakibatkan tanah longsor. Bersama dengan longsornya tanah, kecepatan air limpasan meningkat dan juga terkonsentrasi di tempat tersebut. Limpasan ini akan mengangkut sedimen hasil erosi dan ini menandai awal dari terjadinya erosi parit.

4. Erosi Parit

Erosi parit (gully erosion) akan membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi parit dapat diklasifikasikan sebagai parit bersambungan dan parit terputus-putus. Erosi parit terputus dapat dijumpai di daerah yang bergunung. Erosi tipe ini biasanya diawali oleh adanya gerusan yang melebar dibagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air limpasan yang besar.


(30)

Kedalaman erosi parit ini menjadi berkurang pada daerah yang kurang terjal. Erosi parit bersambungan berawal dari terbentuknya gerusan-gerusan permukaan tanah oleh air limpasan kearah tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan. Pada tahap awal, proses pembentukan erosi parit tampak mempunyai kecenderungan kearah keseimbangan dinamis. Pada tahap lanjutan, proses pembentukan erosi parit tersebut akan kehilangan karekteristik dinamika perkembangan gerusan-gerusan pada permukaan tanah oleh aliran air dan pada akhirnya terbentuk pola aliran-aliran kecil atau besar yang bersifat permanen. Namun demikian, proses pembentukan erosi parit tidak selalu beraturan seperti yang disebut diatas. Pada kondisi tertentu, terutama oleh perubahan-perubahan geologis karena pengaruh aktivitas manusia, proses erosi parit tidak pernah sampai pada tahap lanjutan. Secara umum erosi parit dapat terjadi serentak atau pada waktu yang berbeda.

5. Erosi Tebing

Erosi tebing (stream bank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing tanah oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan air sungai yang kuat terutama pada daerah tikungan-tikungan sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah oleh adanya gerusan aliran sungai dan oleh adanya longsoran tanah pada tebing sungai. Proses yang pertama berkorelasi dengan kecepatan aliran sungai. Semakin cepat laju aliran sungai (debit puncak atau banjir) semakin besar kemungkinan terjadinya erosi tebing. Erosi tebing sungai dalam bentuk gerusan dapat berubah menjadi tanah longsor ketika permukaan sungai surut (meningkatnya gaya tarik kebawah) sementara pada saat bersamaan tanah tebing sungai telah jenuh. Dengan demikian, longsoran


(31)

tebing sungai terjadi setelah debit yang kedua lebih ditentukan oleh keadaan kelembapan tanah di tebing sungai menjelang terjadinya erosi. Dengan kata lain, erosi tebing sungai dalam bentuk longsoran tanah terjadi karena beban meningkat oleh adanya kelembapan tanah yang tinggi dan beban ini lebih besar dari pada gaya yang mempertahankan tanah tetap pada tempatnya.

6. Erosi Internal

Erosi internal (internal or surface erosion) adalah proses tersangkutnya partikel-partikel tanah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan. Akibat erosi ini tanah menjadi kedap air dan udara, sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan atau erosi alur.

Erosi bawah permukaan juga berupa erosi terowongan (piping), diman tanah tersangkut kebagian ke bagian bawah dan terbentuk semacam pipa dan terowongan dari permukaan ke bawah tanah. Erosi jenis ini hanya terjadi di tanah-tanah tertentu yang kurang baik untuk pertanian.

7. Tanah Longsor

Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan dan pergerakan massa tanah pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Berbeda dengan jenis erosi yang lain, pada tanah longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam jumlah yang besar.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Pada dasarnya erosi adalah akibat dari interaksi kerja antara faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan. adapun faktor-faktor tersebut antara lain:


(32)

2.2.2.1Iklim

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu yang lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi.

Di daerah beriklim basah, faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, sehingga jumlah dan kecepatan aliran permukaan meningkat dan kerusakan oleh erosi juga meningkat. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per areal atau dinyatakan tinggi jumlah air yaitu mm. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau massa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun. Kemampuan hujan untuk menyebabkan erosi disebut daya erosi atau erosivitas hujan.

Intensitas curah hujan adalah menyatakan besar curah hujan yang jatuh dalah waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam (Rauf A, 2011).

2.2.2.2Topografi

Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur karakteristik topografi yang paling menentukan terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan dengan demikian memperbesar energi


(33)

angkut air. Kecepatan air limpasan yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas karena momentum air limpasan lebih besar dan kecepatan dan terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah.

Daerah tropis vulkanik dengan topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor. Oleh karena itu, dalam program konservasi tanah dan air di daerah tropis, usaha-usaha pelandaian permukaan tanah seperti pembuatan teras di lahan-lahan pertanian, peruntukan tanah-tanah dengan kemiringan lereng besar untuk kawasan lindung seringkali dilakukan. Usaha tersebut dilakukan terutama untuk menghindari terjadinya erosi yang dipercepat dan meningkatnya tanah longsor.

2.2.2.3Vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat kurang.

Adapun pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah sebagai berikut (Asdak, 2007):

1. Melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbuhan air hujan 2. Menurunkan kecepatan air limpasan

3. Menahan partikel-partikel tanah agar tetap pada tempatnya


(34)

Dalam meninjau vegetasi terhadap mudah-tidaknya tanah tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Telah dikemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena tumbuhan bawah merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Dengan kata lain, semakin rendah dan rapat tumbuhan bawah semakin efektif pengaruh vegetasi dalam melindungi permukaan tanah terhadap ancaman erosi karena akan menurunkan besarnya tumbukan tetesan air hujan ke permukaan tanah. Oleh karena itu dalam melaksanakan program konservasi tanah dan air melalui vegetasi, sistem pertanaman (tanah pertanian) dan pengaturan struktur tegakan (vegetasi hutan) diusahakan agar tercipta struktur pelapisan tajuk yang serapat mungkin. Hutan yang terpelihara dengan baik, terdiri dari pepohonan yang dikombinasikan dengan tanaman penutup tanah, seperti rerumputan, semak atau perdu, dan belukar merupakan pelindung tanah yang ideal terhadap bahaya erosi.

2.2.2.4Tanah

Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air dan sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan.


(35)

2.2.2.5Manusia

Manusia sangat berperan dalam mempercepat proses terjadinya erosi. Manusia merupakan faktor sangat menentukan apakah suatu tanah yang diusahakannya akan rusak atau produktif secara berkelanjutan. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijak sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Adapun faktor yang berkenaan dengan fungsi manusia terhadap tanah yang diusahakannya dengan erosi antara lain (Rauf A, 2011):

 Luas tanah pertanian yang diusahakan

 Sistem pengusaha tanah

 Status pengusahaan tanah

 Tingkat pengetahuan dan keterampilan

 Harga hasil usaha tani

 Ikatan hutan

 Pasar dan sumber keperluan usaha tani

 Infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan

 Mentalitas manusia itu sendiri

Meskipun faktor-faktor tersebut dapat diprediksi menggunakan teknologi canggih yang berkembang saat ini, tapi fenomena alam merupakan rahasia alam yang sangat sulit untuk diprediksi dengan tepat. Menurut Wischemeier dan Smith dalam Asdak (2007)menyebutkan bahwa ada empat faktor utama yang dianggap terlibat dalam proses erosi, yaitu; sifat tanah, topografi, dan vegetasi penutup tanah. Keempat faktor tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menentukan laju erosi tanah melalui sebuah persamaan umum yang dikenal sebagai USLE


(36)

2.2.3 USLE Sebagai Model Perkiraan Besarnya Erosi

Untuk menghitung prediksi erosi yang terjadi pada suatu DAS dapat menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Prediksi erosi adalah suatu pendugaan besarnya erosi yang dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah, topografi dan penggunaan lahan. Menyadari adanya keterbatasan dalam memperkirakan besarnya erosi untuk tempat-tempat di luar lokasi yang telah diketahui spesifikasi tanahnya tersebut, maka di kembangkan cara untuk memperkirakan besarnya erosi dengan menggunakan persamaan matematis seperti dikemukakan oleh Wischemeier dan Smith (1978) (Asdak, 2007).

USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi alur di bawah keadaan tertentu. USLE dikembangkan di USDA-SCS (United State Departemen of Agriculture-Soil Conservation Service) bekerja sama dengan Universitas Purdue oleh Wischemeier dan Smith, 1965. Berdasarkan analisis statistic terhadap lebih dari 10.000 tahun data erosi dan aliran permukaan, parameter fisik, dan pengelolaan di kelompokkan menjadi lima variabel utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan dengan numeris (Suripin, 2001).

Rumus USLE dapat dinyatakan sebagai:

Ae = R x K x LS x C x P ………(2.1) Dimana:

Ae = perkiraan besarnya jumlah erosi (ton/ha/tahun) R = faktor erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (mm) K = indeks erodibilitas tanah

LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolahan lahan


(37)

2.2.3.1Faktor Erosivitas Hujan (R)

Faktor erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebabkan timbulnya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan. Erosivitas hujan tahunan yang dapat dihitung dari data curah hujan yang diperoleh dari pengukuran hujan. Erosivitas hujan merupakan fungsi dari energi kinetik total hujan dengan intensitas hujan maksimum Selama 30 menit. Perlu diperhatikan juga bahwa curah hujan bulanan rata-rata yang digunakan adalah data jangka panjang minimal 5 tahun dan akan lebih baik jika 20 tahun atau lebih. Faktor erosivitas hujan bulanan (Rm) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Rm = 2.21 (Rain)m1.36……… (2.2)

Untuk memperoleh nilai R dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut:

R = 2.21 ∑ ………(2.3) Dimana:

R = Erosivitas Curah Hujan Tahunan Rata-rata (mm) Rm = Erosivitas Curah Hujan Bulanan (cm)

(Rain)m = Curah hujan bulanan (cm)

Nilai erosivitasi hujan setahun dihitung dihitung dengan menjumlahkan erosivitas hujan bulanan selama satu tahun (12 bulan).

2.2.3.2Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah, atau faktor kepekaan erosi tanah (K) merupakan daya tahan tanah baik terhadap pengelepasan dan pengangkutan, terutama tergantung pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser, kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi. Atau faktor erodibilitas tanah adalah jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun per


(38)

kerentanan tanah terhadap erosi air. Indeks erodibilitas tanah ini ditentukan untuk tiap satuan lahan. Indeks ini memerlukan data ukuran partikel tanah, % bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Data tersebut didapat dari hasil analisis laboratorium contoh tanah yang diambil di lapangan atau dari data dalam laporan survei tanah yang dilampirkan pada peta tanah. Ketersediaan peta satuan tanah pada penelitian ini sangat membantu dalam efisiensi waktu dan biaya dalam menentukan faktor K. Apabila tidak tersedianya peta satuan tanah maka faktor K dapat ditentukan dari penyelidikan lapangan dan menentukan nilai K dengan menggunakan nomograf seperti gambar 2.1 berikut.

Sumber: (Suripin, 2001)

Gambar 2.1 Nomograf untuk Menghitung Nilai Erodibilitas Tanah (K) Dalam Satuan Metrik (Wischmeier, et.al., 1971)


(39)

Tabel 2.1 Kode Struktur Tanah

Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode

Granuler sangat halus (< 1 mm) 1 Granuler halus (1 sampai 2 mm) 2 Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) 3 Berbentuk blok, pelat, masif 4

Sumber: Wischmeier dan Smith, 1978, dalam Suripin, 2001

Tabel 2.2 Kode Permeabilitas Profil Tanah

Kelas Permeabilitas Kecepatan Kode

Sangat lambat < 0,5 1 Lambat 0,5 – 2,0 2 Lambat sampai sedang 2,0 – 6,3 3 Sedang 6,3 – 12,7 4 Sedang sampai cepat 12,7 – 25,4 5

Cepat > 25,4 6

Sumber: Wischmeier dan Smith, 1978, dalam Suripin 2001

Tabel 2.1 dan tabel 2.2 digunakan untuk menentukan nilai kode yang terdapat pada nomograf untuk menghitung nilai erodibilitas tanah (k) dalam satuan metrik pada gambar 2.1.

Atau nilai K secara pendekatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Rauf A, 2011):

K = {2.7131,14.M (10-4 x 12 – a) + 3,25 (b - 2)+2,5(c - 3)} /100 ……...(2.4) Dimana:

K = Factor erodibilitas tanah M = Persentase ukuran partikel a = Persentase bahan organik b = Kode kelas struktur tanah c = kode Kelas permeabilitas tanah


(40)

Tabel 2.3 Nilai M untuk Beberapa Tekstur Tanah

Kelas Tekstur Tanah Nilai M

Lempung Berat 210 Lempung Sedang 750 Lempung Pasiran 1213 Lempung Ringan 1685 Geluh Lempung 2160 Pasir Lempung Liatan 2830 Geluh Lempungan 2830

Pasir 3035

Pasir Geluhan 1245 Geluh Berlempung 3770 Geluh Pasiran 4005

Geluh 1390

Geluh Liatan 6330

Liat 8245

Campuran merata 4000

Sumber: Suripin (2001)

Tabel 2.3 digunakan untuk menentukan nilai m (persentase ukuran partikel) dalam menghitung nilai k pada persamaan 2.4.

Nilai erodibilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan identifikasi jenis tanah dalam satuan pemetaan tanah. Tabel 2.4 memperlihatkan besaran nilai K untuk berbagai jenis tanah di Indonesia.


(41)

Tabel 2.4 Nilai K untuk Berbagai Jenis Tanah

NO Jenis Tanah Nilai K Rataan

1 Latosol (Haplorthox) 0,09 2 Latosol merah (Humox) 0,12 3 Latosol merah kuning (Typic haplorthox) 0,26 4 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,23 5 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,31 6 Regosol (Troporthents) 0,14 7 Regosol (Oxic dystropept) 0,12 – 0,16 8 Regosol (Typic entropept) 0,29 9 Regosol (Typic dystropept) 0,31 10 Gley humic (Typic tropoquept) 0,13 11 Gley humic (Tropaquept) 0,20 12 Gley humic (Aquic entroopept) 0,26 13 Lithosol (Litic eutropept) 0,16 14 Lithosol (Orthen) 0,29 15 Grumosol (Chromudert) 0,21 16 Hydromorf abu-abu (Tropofluent) 0,20 17 Podsolik (Tropudults) 0,16 18 Podsolik Merah Kuning (Tropudults) 0,32 19 Mediteran (Tropohumults) 0,10 20 Mediteran (Tropaqualfs) 0,22 21 Mediteran (Tropudalfs) 0,23

Sumber: (Asdak, 2007dan Rauf A, 2011)

2.2.3.3Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor LS, merupakan kombinasi antara faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) yang mana merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot


(42)

lahan. Nilai LS untuk sembarang panjang dan kemiringan lereng dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

LS = (L/22)z (0,006541S2 + 0,0456S + 0,065) ……… (2.5) Dimana:

L = panjang lereng (m)

S = kemiringan lereng (%), dan

z = konstanta yang besarnya bervariasi tergantung besarnya S. z = 0,5 jika S > 5%

z = 0,4 jika 5% > S > 3% z = 0,3 jika 3% > S > 1% z = 0,2 jika S < 1%

2.2.3.4Faktor Pengolahan Lahan (C)

Faktor menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan yang bertanaman tertentu dan dengan manajemen tertentu terhadap besarnya erosi yang tidak ditanami dan diolah bersih. Factor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Faktor C ditunjukkan sebagai angka perbandingan yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi dengan areal yang sama jika areal tersebut kosong dan ditanami secara teratur. Nilai faktor C berkisar antara 0.001 pada hutan tak terganggu hingga 1.0 pada tanah kosong.

2.2.3.5Faktor Konservasi Tanah (P)

Faktor konservasi tanah ialah tindakan pengawetan yang meliputi usaha-usaha untuk mengurangi erosi tanah yaitu secara mekanis maupun biologis/vegetasi. Nilai P berkisar dari 0 untuk tanah praktek pengendalian erosi sempurna, sampai bernilai 1 untuk tanah tanpa tindakan pengendalian erosi. Indeks penutupan vegetasi (C) dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan


(43)

konservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP. Tabel 2.5 menjelaskan nilai CP untuk berbagai macam penggunaan lahan.

Tabel 2.5 Nilai CP untuk Berbagai Macam Penggunaan Lahan

No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor CP

1 Tanah terbuka, tanpa tanaman 1 2 Belukar rawa 0.01

3 Rawa 0.01

4 Semak/belukar 0.3

5 Sawah 0.01

6 Pertanian lahan kering campur 0.19 7 Pertanian lahan kering 0.28 8 Hutan lahan kering sekunder 0.01 9 Hutan mangrove sekunder 0.01 10 Hutan rawa sekunder 0.01 11 Hutan tanaman 0.05 12 Pemukiman 0.95 13 Perkebunan 0.5

14 Tambak 0.001

15 Tumbuh air 0.001

Sumber: BPDAS Wampu-Sei Ular dalam Jayusri (2012)

Hasil perhitungan faktor erosi metode USLE akan diperoleh suatu prediksi erosi yang mempunyai nilai-nilai indeks yang kemudian di klasifikasikan berdasarkan jumlah tanah yang hilang akibat erosi tersebut. Nilai faktor P dalam berbagai tindakan konservasi di jelaskan di Tabel 2.6, yaitu:


(44)

Tabel 2.6 Nilai Faktor P untuk berbagai Tindakan Konservasi Tanah

No. Tanpa Tindakan Pengendalian Erosi Nilai P

1 Tanpa tindakan

pengendalian erosi 1

2 Terras bangku:

- konstruksi baik 0.04 - konstruksi sedang 0.15 - konstruksi kurang baik 0.35 - Terras tradisional 0.45

3 Strip tanaman:

- rumput bahia 0.4 - crotalaria 0.64 - dengan kontur 0.2

4

Pengelolaan tanah dan penanaman menurut garis kontur:

- kemiringan 0 – 8% 0.5 - kemiringan 8 – 20% 0.75

- kemiringan > 20% 0.9

Sumber: Suripin (2002) 2.3Sedimentasi

Proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel tanah menjadi partikel halus lalu menggelinding bersama aliran permukaan, sebagian akan tertinggal diatas tanah dan sebagian yang lain akan masuk kedalam sungai dan akan terbawa aliran menjadi angkutan sedimen


(45)

Sungai juga menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang masa existensinya dan terbentuklah lembah-lembah sungai. Volume sedimen yang sangat besar yang dihasilkan dari keruntuhan tebing-tebing sungai di daerah pegunungan dan tertimbun di dasar sungai tersebut, terangkut kehilir oleh aliran sungai. Karena di daerah pegunungan kemiringan sungai curam, gaya tarik aliran airnya cukup besar. Tetapi setelah aliran sungai mencapai daratan, maka gaya tariknya sangat menurun. Dengan demikian beban yang terdapat dalam arus sungai berangsur-angsur diendapkan. Karena itu ukuran butiran sedimen yang mengendap di bagian hulu sungai lebih besar dari pada di bagian hilir sungai (Sosrodarsono, 1984).

Proses sedimentasi pada alur sungai adalah sebagai berikut (Fadlun, 2009): a. Bagian Hulu

Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber sedimen yang tererosi. Pada bagian ini kecepatan aliran menjadi lebih besar karena umumnya alur sungai yang dilalui pada daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung yang kadang-kadang mempunyai ketinggian yang cukup besar dari muka air laut.

b. Bagian Tengah

Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai dari bagian hulu sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke musim.


(46)

c. Bagian Hilir

Alur sungai dibagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat. Keadaan ini sangat memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat labil.

Gambar 2.2 Sketsa Profil Memanjang Alur Sungai (Fadlun, 2009)

Bahan sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang pendek sebelum akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada di lahan atau diendapkan di tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke sungai. Persamaan umum untuk menghitung sedimentasi suatu DAS belum tersedia, untuk lebih memudahkan dikembangkan pendekatan berdasarkan luas area. Rasio sedimen terangkut dari keseluruhan material erosi tanah disebut Nisbah Pelepasan Sedimen/NLS (Sediment Delivery Ratio/SDR) yang merupakan fungsi dari luas area.


(47)

Nilai NLS mendekati satu artinya semua tanah yang terangkut erosi masuk ke dalam sungai. Kejadian ini hanya terjadi pada DAS atau Sub DAS kecil yang tidak memiliki daerah-daerah datar, tetapi memiliki lereng yang curam, banyak butir halus (liat) yang terangkut, memiliki kerapatan yang tinggi, atau secara umum dikatakan tidak memiliki sifat yang cenderung menyebabkan pengendapan sedimen diatas lahan DAS tersebut. Perhitungan Nisbah Pelepasan Sedimen (NLS) adalah perhitungan untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen dari suatu daerah tangkapan air. Perhitungan besarnya NLS dianggap penting dalam menentukan perkiraan realitas besarnya hasil sedimen total berdasarkan perhitungan erosi total yang berlangsung didaerah tangkapan air. Besarnya NLS dalam perhitungan-perhitungan erosi atau hasil sedimen untuk suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan luas DAS dan besarnya NLS seperti dikemukakan oleh Roehl (1962) dalam Asdak C. (2007). Nilai NLS sebagai fungsi luas daerah aliran sungai dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Pengaruh Luas DAS terhadap NLS

Luas Daerah Aliran Sungai Nisbah Pelepasan Sedimen (NLS)

(km2) %

0,1 53,0

0,5 39,0

1,0 35,0

5,0 27,0

10,0 24,0

50,0 15,0

100,0 13,0

200,0 11,0

500,0 8,5

26.000,0 4,9


(48)

Sedang cara lain untuk menentukan besarnya NLS adalah dengan menggunakan persamaan:

LS S ……… (2.6)

Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau berhenti. Peristiwa mengendap ini dikenal dengan proses sedimentasi, yaitu proses yang bertanggung jawab atas terbentuknya dataran-dataran aluvial yang luas dan banyak terdapat di dunia. Ini merupakan suatu keuntungan karena memberikan lahan untuk perluasan pertanian dan permukiman. Akan tetapi, sedimen yang dihasilkan oleh erosi yang cepat pada tanah salah kelola lebih banyak kerugian bagi kehidupan manusia. Sedimen yang terendapkan di dalam saluran, sungai, waduk, dan muara sungai akan menyebabkan pendangkalan badan air tersebut, yang dapat menimbulkan kerugian karena mengurangi fungsi badan air itu sendiri.

Besarnya perkiraan hasil sedimen menurut Asdak C.2007 dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Y ( LS) W ……… (2.7)

Dimana:

Y = hasil sedimen persatuan luas A = Erosi total

Ws = Luas Daerah Aliran Sungai NLS = Nisbah Pelepasan Sedimen

Besarnya nilai NLS dalam perhitungan hasil sedimen suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.8 hubungan antara luas DAS denganbesarnya NLS.


(49)

2.3.1 Pembagian Sedimen

Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai, material tersebut dapat terangkut kembali apabila kecepatan aliran cukup tinggi. Besarnya volume angkutan sedimen tergantung dari kecepatan aliran dan adanya kegiatan di palung sungai. Sebagai akibat dari perubahan volume angkutan sedimen adalah terjadinya pergerusan di beberapa tempat dan akan mengendap di tempat lain pada dasar sungai. Sehingga denga demikian bentuk dasar sungai akan selalu berubah. Untuk memperkirakan perubahan dasar sungai tersebut telah dikembangkan banyak rumus berdasarkan percobaan di lapangan maupun di laboratorium. Walaupun demikian perhitungan angkutan sedimen tidak teliti, karena (Loebis, 1993):

1. Interaksi antara aliran air dan angkutan sedimen adalah sangat komplek dan oleh karena itu sulit untuk dirumuskan secara matematis.

2. Pengukuran angkutan sedimen sulit dilaksanakan dengan teliti, sehingga rumus angkutan sedimen tidak dapat dicek dengan baik.

Angkutan sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan pembagian sebagai berikut (Loebis, 1993):

Gambar 2.3 Diagram Klasifikasi Angkutan Sedimen Berdasarkan

sumber asal sedimen

Angkutan material

dasar

Wash load

Bed load

Suspended load

Berdasarkan mekanisme


(50)

Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut mekanisme pengangkutannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu (Sosrodarsono, 1984):

a. Muatan dasar (bed load)

Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai.

b. Muatan melayang (suspended load)

Terdiri dari butiran halus yang ukurannya lebih kecil dari 0,1 mm dan senantiasa melayang di dalam aliran sungai. Partikel cendrung mengendap apabila kecepatan aliran melambat dan akan bergerak kembali karena turbulen aliran air sungai. Lebih-lebih butiran yang sangat halus, walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi butiran tersebut tetap tidak mengendap dan airnya akan tetap saja keruh dan sedimen semacam ini disebut muatan kikisan (wash load)

Untuk membedakan muatan laying dan muatan dasar cukup sulit. Kriteria umum untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (U*) dan kecepatan jatuh (W), yaitu apabila U*/W > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang (Fadlun, 2009).


(51)

Sedimen dari sungai harus dielakkan pada tubuh bendung beserta bangunan-bangunan pelengkapnya, sehingga tidak mencapai saluran pembawa (primer, sekunder, maupun tersier). Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan mempersingkat umur pelayanan jaringan irigasi karena pendangkalan dan penurunan kapasitas. Selanjutnya, penumpukan sedimen di petak sawah akan menaikkan permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk mencapai permukaan sawah dan mengairi sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa menyumbat pori-pori tanah dan menghambat penyerapan air oleh tanaman. Meskipun demikian tidak semua fraksi sedimen berpotensi merusak jaringan irigasi.

Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan konstruksi pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake. Dalam kondisi debit normal. Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa melewati pintu intake dan dapat mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi lanau dan lempung (< 70 µm) diperbolehkan masuk ke sawah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986). Fraksi pasir (> 0.063 mm), disisi lain, harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi pasir ini diusahakan untuk mengendap di penangkap sedimen (sediment trap/settling basin), yang berada di hilir pintu pengambilan (intake) (Hanwar dan Herdianto, 2007).

Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan sedimen yang dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga penjumlahan keduanya dapat didefinisikan sebagai total load transport. Beban total inilah yang disebut dengan angkutan sedimen (Ritonga, 2011).


(52)

2.3.2 Angkutan Sedimen

Pengertian umum angkutan sedimen adalah sebagai pergerakan butiran-butiran material dasar saluran yang merupakan hasil erosi yang disebabkan oleh gaya dan kecepatan aliran sungai. Di dalam perhitungan sifat-sifat sedimen yang dipakai adalah: ukuran, kerapatan atau kepadatan, kecepatan jatuh dan porositas. Laju angkutan sedimen, perubahan dasar dan tebing saluran, perubahan morfologi sungai dapat diterangkan jika sifat sedimennya diketahui (Ronggodigdo, 2011).

Prinsip dasar angkutan sedimen ayaitu untuk mengetahui perilaku sedimen pada kondisi tertentu, apakah keadaan sungai seimbang, erosi, maupun sedimentasi. Juga untuk prediksi kuantitas sedimen dalam proses tersebut. Proses yang terjadisecara alami ini kuantitasnya ditentukan oleh gaya geser aliran serta diameter butiran sedimen.

Angkutan sedimen dapat menyebabkan terjadinya perubahan dasar sungai. Angkutan pada suatu ruas sungai akan mengalami erosi atau pengendapan tergantung dari besar kecilnya angkutan sedimen yang terjadi sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.8.

Table 2.8 Klasifikasi Kondisi Dasar Sungai

Angkutan Sedimen, (T)

Perubahan dasar sungai Sedimen Dasar

T1 = T2 Seimbang Stabil

T1 < T2 Erosi Degradasi

T1 > T2 Sedimentasi Agradasi


(53)

Beberapa faktor yang mempengaruhi angkutan sedimen adalah: 2.3.2.1Ukuran Partikel Sedimen

Pengukuran ukuran butiran tergantung pada jenis bongkahan, untuk berangkal pengukuran dilakukan secara langsung, untuk kerikil dan pasir dilakukan dengan analisa saringan sedangkan untuk lanau dan lempung dilakukan dengan analisa sedimen. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan ukuran butir dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut (Ronggodigdo, 2011):

Tabel 2.9 Klasifikasi Ukuran Partakel Sedimen

No. Organisasi

Ukuran Butir (mm)

Kerikil Pasir Lanau Lempung (Gravel) (Sand) (Silt) (Clay) 1

MIT, Massachusetts Institute of

Technology

> 2 0,06-2 0,002-0,06 < 0,002

2

USDA, United States Department of Agriculture

> 2 0,05-2 0,002-0,05 < 0,002

3

AASHTO, American Associatetio of State Highway and

Transportation Officials

2-76,2 0,075-2

0,002-0,075 < 0,002

4 USCS, Unified Soil

Classification System 4,75-76,2 0,075-4,75 Fines (< 0,075) Sumber: Ronggodigdo (2011)

2.3.2.2Berat Spesifik Partikel Sedimen

Berat spesifik adalah berat sedimen per satuan volume dari bahan angkutan sedimen. Dirumuskan sebagai berikut:

..………. (2.8)

Dimana:


(54)

2.3.2.3 Kecepatan Jatuh (Fall Velocity)

Karakteristik dari sedimen adalah kecepatan jatuhnya atau fall velocity ( ), yang mana adalah kecepatan maksimum yang dicapai oleh suatu partikel akibat gaya gravitasi. Ukuran pasir yang tersuspensi dalam suatu sungai akan tergantung kepada nilai fall velocity-nya. Untuk suatu ukuran butiran sedimen yang besar, akan jatuh dengan cepat dan akan lebih sedikit mendapat tahanan dari air dibandingkan dengan butiran sedimen yang lebih halus.

Persamaan umum untuk mencari nilai fall velocity:

………

(2.9)

Dimana:

= kecepatan jatuh (m/det) = massa jenis sedimen (kg/m3) = massa jenis air (kg/m3) d = diameter sedimen (mm) v = viskositas kinematic (m2/det)

Nilai fall velocity ( ) juga dapat diketahui apabila diketahui diameter sedimen (d), temperatur air (°C) dan shape factor dari sedimen. untuk menentukan fall velocity dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 2.4 berikut:


(55)

Sumber: Grafik 1.3 buku sediment transport, Chi Ted Yang, halaman 10

Gambar 2.4 Grafik Hubungan Diameter Butiran Dengan Kecepatan Jatuh Sedimen

Yang mana:

√ ………(2. 0)

Dimana:

= factor bentuk

= diameter paling panjang sedimen = diameter paling pendek sedimen b = diameter rata-rata sedimen

2.3.2.4Tegangan geser kritis

Tegangan geser kritis merupakan parameter penting dalam angkutan sedimen. Pergerakan sedimen dipengaruhi oleh tegangan geser, kecepatan kritis dan gaya angkat. Partikel sedimen akan terangkat apabila tegangan geser dasar lebih besar dari tegangan geser kritis erosi dan tegangan geser kritis erosi melebihi tegangan geser kritis deposisi.


(56)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tegangan geser kritis sangat bergantung pada riwayat proses pengendapan dan konsolidasi. Untuk itu beberapa penelitian tegangan geser kritis sedimen kohesif biasanya dilakukan dengan menghubungkan antara tegangan geser dan massa jenis sedimen pada berbagai variasi ketinggian sampel.

Sedimen bergerak tergantung dari besarnya gaya seret dan gaya angkat dan dapat digambarkan pada gambar 2.5 sebagai berikut.

Gambar 2.5 Gaya Yang Bekerja Pada Butiran di Dasar Sungai

W’ ( s - )*g ……… (2.11)

FD = ……….. (2.12) FL = ……….. (2.13) Partikel sedimen akan mulai bergerak pada kondisi kecepatan geser kritis terlampaui, karena gaya dorong lebih besar dari gaya gesek.


(57)

Persamaan tegangan geser Shield adalah:

( - ) ……… (2.15)

Dimana: S , sehingga :

S

( - ) ………. (2.16)

Dimana:

D = kedalaman saluran (m) Ss = kemiringan saluran

d = diameter butiran sedimen (mm) = tegangan geser kritis

Apabila bilangan Reynold diketahui maka tegangan geser kritis dapat diketahui dengan melihat grafik 2.2 buku Sediment Transport, Chi Ted Yang halaman 22.

……… (2.17)

Dimana :

U* = kecepatan geser d = diameter sedimen

v = viskositas kinematic,

Viskositas kinematik dari air (v) adalah perbandingan antara viskositas dinamik ( ) dengan berat jenis air (ρ). Sebagian besar buku Mekanika Fluida mempunyai tabel dan diagram dari viskositas air sebagai fungsi dari temperatur. Misalnya harga yang mewakili v = 1.10-6 m2/s untuk air bersih pada suhu 20oC.

Viskositas kinematik juga dapat dihitung menggunakan rumus:

. 2 x 0 6

.0 0.0 0.00022 2

……… (2. )

Dimana :


(58)

Dengan melihat grafik di bawah ini maka akan didapatkan nilai critical stress.

Sumber: Chi Ted Yang (2003)

Gambar 2.6 Diagram Shields

Diagram Shields pada gambar 2.6 secara empiris menunjukkan bagaimana pendimensian tegangan geser kritis yang diperlukan untuk inisiasi pergerakan yang merupakan fungsi dari bentuk khusus partikel bilangan Reynolds, Rep atau

bilangan Reynold yang terkait dengan partikel tersebut. (Chi Ted Yang, 2003). 2.3.3. Persamaan Angkutan Sedimen

Rumus-rumus yang dipakai dalam perhitungan angkutan sedimen adalah persamaan- Y ’ , , S .

2.3.3.1Yang’s

Y ’ ( ) k f b k

konsep unit aliran listrik, yang dapat dimanfaatkan untuk prediksi materi bed load secara keseluruhan dengan konsentrasi diangkut dalam flumes, sampel sedimen


(59)

bed load pasir diambil dari sungai. Yang mendasarkan rumusnya pada konsep bahwa jumlah angkutan sedimen berbanding lurus dengan jumlah energi aliran. Energi per satuan berat air dapat dinyatakan dengan hasil kali kemiringan dasar dan kecepatan aliran. Energi per satuan besar air tersebut oleh Yang disebut sebagai unit stream power dan dianggap sebagai parameter penting dalam menentukan jumlah angkutan sedimen.

Data-data yang dipergunakan dalam pe b Y ’ :  Data sedimen

 Geometri saluran  Kecepatan aliran Analisa perhitungan:

Log C1 = 5.435 – 0.286 log - 0.457 log + – log

………...………(2.19)

Gw = ………..(2.20) Qs = Ct*Gw …..………..……….. (2.21) Dimana :

Ct = konsentrasi sedimen total

d50 = diameter sedimen 50% dari material dasar (mm)

= kecepatan jatuh (m/s) V = kecepatan aliran (m/s) Vcr = kecepatan kritis (m/s) Ss = kemiringan saluran U* = kecepatan geser (m/s) B = lebar saluran (m) D = kedalaman saluran (m)


(60)

2.3.3.2Engelund and Hansen

Engelund and Hansen (1967) persamaan Engelund-Hansen didasarkan pada pendekatan tegangan geser. Persamaan Engelund and Hansen dapat ditulis sebagai berikut :

q

s

= 0.05

2

[

0

( - )

]

2

[

0 ( - ) 0

]

2

……… (2.22)

Qs = B * qs ………. (2.23)

0 S ………..……….. (2.24)

Dimana :

= tegangan geser (kg/m2) Qs = muatan sedimen (kg/s) B = lebar saluran (m) D = kedalaman saluran (m) Ss = kemiringan saluran 2.3.3.3Shen and Hungs

Shen and Hung (1971) diasumsikan bahwa transportasi sedimen adalah begitu kompleks sehingga tidak menggunakan bilangan Reynolds, bilangan Froude, kombinasi ini dapat ditemukan untuk menjelaskan transportasi sedimen dengan semua kondisi. Shen and Hung mencoba untuk menemukan variabel yang dominan yang mendominasi laju transportasi sedimen, mereka merekomendasikan kemunduran persamaan berdasarkan 587 set data laboratorium. Persamaan Shen and Hung dapat ditulis sebagai berikut :

Log Ct = - 107404.459 + 324214.747* Y – 326309.589*Y2 + 109503.872*Y3………. (2.25)

Gw = ……… (2.26)


(61)

Y =

[

S

0.

0. 2

]

0.00

……… (2.2 )

Dimana :

Ct = konsentrasi sedimen total

V = kecepatan aliran (m/s) = kecepatan jatuh (m/s)

Ss = kemiringan sungai W = lebar saluran (m) D = kedalaman saluran (m) Qs = muatan sedimen (kg/s)

2.3.3.4Metode Sampling Meyer Petter Muller a. Suspended load

Besarnya beban layang dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Qs = 0,0864 x c x Qw ……… (2.2 )

Dimana:

Qsus = beban layang (ton/hari)

c = konsentrasi sedimen layang (mg/lt) Qw = debit saluran (m3/det)

b. Bed load

Besarnya beban dasar dihitung dengan menggunakan rumus Meyer-Petter-Muller sebagai berikut:

K K

2

S 0,0 ( - ) 0,2 b2 ……… (2.30) Dimana:

s = berat jenis air dan sedimen (kg/m3) R = jari-jari hidrolik (m)

Ss = kemiringan energi

d = diameter rata-rata sedimen (m) = massa jenis (kg/m3)

qb = tingkat bedload dalam saluran, berat per waktu dan lebar ((kg/s)/m)


(62)

Kemiringan energi didapat dari persamaan strickler:

S 2

K2

………. (2. )

Dimana:

V = kecepatan aliran

Dari persamaan 2.27. koeffisien dijelaskan oleh muller seperti:

K 26

0

6 ………. (2.

32)

Dimana:

d90 = Prosentase diameter lolos saringan 90 % (m) 2.4Hubungan Erosi dengan Besarnya Sedimentasi

Hubungan berlangsungnya erosi oleh air hujan di daerah tangkapan air dan besarnya sedimentasi yang terpantau di aliran sungai bagian bawah daerah tangkapan air tersebut erat kaitannya dengan sistem hidrologi DAS. Hujan sebagai masukan dalam sistem hidrologi DAS setelah mengalami proses akan menghasilkan keluaran berupa debit aliran dan muatan sedimen. Komponen-komponen masukan, proses, dan keluaran dalam sistem hidrologi DAS terkait satu sama lain dimana keluaran yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh masukan dan proses yang terjadi. Dengan demikian maka keluaran berupa muatan suspensi selain dipengaruhi oleh karakteristik fisik DAS sebagai komponen sistem proses, juga dipengaruhi oleh hujan yang merupakan komponen masukan. Secara lebih lanjut karakteristik aliran sungai juga berperan dalam transpor muatan suspensi yang merupakan material hasil erosi. Dengan demikian maka hujan dan karakteristik aliran memiliki pengaruh nyata dalam proses erosi hingga transportasi muatan suspensi sebagai material hasil erosi.


(63)

2.5Debit Air

Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi suatu lahan pertanian, maka debit air yang berada di bendung harus lebih dari cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran irigasi menuju sawah.

Agar penyaluran air f ’ k k efisien mungkin maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali dengan bantuan pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air irigasi dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani dalam memakai air irigasi.

Pengukuran debit air pengairan dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dalam pengukuran debit dapat dilakukan dengan beberapa metode dan alat-alat pengukur, sehingga dalam pelaksanaannya dapat mengalami kesulitan.

2.5.1 Pengukuran Debit Air Secara Langsung

Dalam pengukuran debit secara langsung digunakan beberapa alat pengukur yang langsung dapat menunjukkan ketersediaan air dan telah ada atau di telah bangun pada saluran irigasi.

Ada berbagai alat pengukuran debit yang biasa digunakan, antara lain: a. Alat Ukur Pintu Romijn:

Ambang dari pintu romijn dalam pelaksanaan pengukuran dapat dinaik-turunkan, yaitu dengan bantuan alat pengangkat. Pengukuran debit aliran dengan pintu romijn menggunakan rumus sebagai berikut:


(64)

………(2.33)

Dimna:

Q = debit air (liter/detik) ba = lebar ambang (m)

h = tinggi permukaan air (cm)

Sumber: KP-04 (hal: 36)


(65)

b. Sekat Ukur Cipoletti (Meetschot tipe Cipoletti)

Alat ini berbentuk trapezium, perbandingan sisi 1:4 lazim digunakan untuk mengukur debit air yang relative besar. Pengukuran dengan alat ini menggunakan rumus sebagai berikut:

………(2. 4)

Dimana:

Q = debit air (liter/detik) ba = lebar ambang (cm)

h = tinggi permukaan air (cm)

Gambar 2.8 Gambar Skat Ukur Cipoletti c. Sekat Ukur Thompson

Berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90º, dapat dipindah-pindahkan karena bentuknya sangat sederhana (portable). Lazim digunakan debit yang relatif kecil. Penggunaan dengan alat ini memperhatikan rumus sebagai berikut:

……….. (2.35)

Dimana:

Q = debit air (liter/detik) h = tinggi permukaan air (cm)


(66)

Gambar 2.9 Gambar Skat Ukur Thompson d. Alat Ukur Parshall Flume

Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dan bagian penyempitan, yang artinya debit air diukur oleh berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang menyempit dengan bagian dasar yang direndahkan. Karena ukuran lebar dan bagian yang menyempit berbeda-beda, maka penggunaan rumus bagi pelaksanaan pengukuran ini hendaknya disesuaikan dengan ukuran lebar bagian yang menyempit tadi. Dalam hal ini:

 Jika lebar penyempitan (W) = 7,62 cm, rumus yang digunakan:

0, , ……….. (2.36)

 Jika lebar penyempitan (W) = 15,24 cm, rumus yang digunakan:

0,26 , ……….. (2.37)

 Jika lebar penyempitan (W) = 22,86 cm, rumus yang digunakan:

0, 66 , ……….. (2.38)

Dimana:

Q = debit air (liter/detik) W dan Ha = cm


(67)

Gambar 2.10 Gambar Alat Ukur Parshall Flume 2.5.2 Pengukuran Debit Air Secara Tidak Langsung

Dalam pengukuran debit air secara tidak langsung yang sangat perlu diperhatikan adalah kecepatan aliran (V) dan luas penampang saluran (A). Sehingga rumus yang digunakan untuk mengukur debit aliran adalah:

Q = V x ……….. (2.39)

Dimana:

Q = debit aliran (m3/detik) V = kecepatan aliran (m/detik) A = luas penampang saluran (m2)

Kecepatan aliran dapat diukur dengan menggunakan pelampung (metode apung), dengan alat ukur arus (current meter), atau dengan menggunakan rumus.


(68)

1. Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung (metode apung)

Cara ini sangat mudah dilakukan walaupun dengan keadaan air yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang terhanyutkan, sehingga cara ini paling sering digunakan.

Tempat yang sebaiknya dipilih dalam pengukuran adalah bagian sungai atau saluran yang lurus dengan dimensi seragam, sehingga lebar permukaan air dapat dibagi dalam beberapa bagian dengan jarak lebar 0,25 m sampai 3 m tergantung kepada lebar permukaan.

Ada dua jenis pelampung yang sering digunakan, yaitu:  Pelampung permukaan

Untuk mengukur kecepatan aliran permukaan bisanya digunakan sepotong kayu atau bambu dengan panjang 15 sampai 30 cm, tebal atau diameter 5 cm. Supaya mudah dilihat, kayu itu dicat atau kadang-kadang pada malam hari dipasang bola lampu listrik kecil. Untuk mengukur kecepatan aliran juga bisa menggunakan botol.

Untuk mendapat harga yang teliti adalah sulit diketahui karena disebabkan oleh pengaruh angin atau perbandingan yang berubah-ubah dari kecepatan aliran permukaan terhadap kecepatan aliran rata-rata yang sesuai dengan keadaan sungai. Kecepatan rata-rata aliran pada penampang sungai yang diukur adalah kecepatan pelampung permukaan dikali dengan koeffisien 0,70 atau 0,90, tergantung dari keadaan sungai dan arah angin. Dr. Bazin menggunakan koeffisien 0,86 (Kartasapoetra, 1994).


(69)

 Pelampung tungkai

Pelampung tangkai dibuat dari sepotong/setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Pemberat itu dibuat dari kerikil yang dibungkus dengan jaring atau kain di ujung bawah tungkai.

Gambar 2.11 Jenis-jenis Pelampung

Beberapa saat sesudah pelepasan, pelampung itu tidak stabil. Jadi pelampung harus dilepaskan kira-kira 20-50 m di sebelah hulu garis observasi pertama, sehingga pada waktu observasi, pelampung itu telah mengalir dalam keadaan yang stabil. Hal ini akan dipermudah jika di sebelah hulu titik pelepasan terdapat jembatan. Mengingat posisi pelepasan itu sulit ditentukan, maka sebelumnya harus disiapkan tanda yang menunjuk posisi tersebut dengan jelas.


(1)

Sampel sedimen dasar saluran irigasi perkotaan


(2)

Praktikum Grain Size Sampel Sedimen Saluran Irigasi Perkotaan


(3)

Praktikum konsentrasi sedimen melayang


(4)

(5)

(6)