Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam

(1)

LITERASI INFORMASI SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TESIS

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd)

Oleh: Suci Nurpratiwi NIM. 21140110000023

Pembimbing:

Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D NIP. 19720704 199703 1 002

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i A. PADANAN AKSARA

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

B Be

T Te

ث Ts Te dan es

ج J Je

H Ha dengan garis bawah

خ Kh Ka dan Ha

د D De

Dz De dan Zet

ر R Er

ز Z Zet

س S Es

ش Sy Es dan Ye

ص S Es dengan garis bawah

ض D De dengan garis bawah

ط T Te dengan garis bawah

ظ Z Zet dengan garis bawah

ع ‘ Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh Ge dan Ha

ف F Ef

ق Q Ki

ك K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

و W We

H Ha

ء A Apostrof

ي Y Ye

B. VOKAL

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ــ A Fathah

ــ I Kasrah

ــ U Dammah

ي ــ Ai A dan i


(7)

ii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا-- Â A dengan topi di atas

ي-- Î I dengan topi di atas

و-- Û U dengan topi di atas

D. KATA SANDANG

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا, dialihaksarakan menjadi huruf (l), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsu bukan asy-syamsu dan al-rahim bukan ar-rahim. E. SYADDAH/TASYDID

Syaddah/tasydid dalam tulisan Arab dilambangkan dengan ــ, dalam alih aksara dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syiddah. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada huruf-huruf syamsiyyah yang didahului kata sandang. Misalnya kata مو لا tidak ditulis an-naum melainkan al-naum.

F. TA MARBÛTAH

Ta marbûtah jika berdiri sendiri dan diikuti oleh kata sifat (na’at) dialihaksarakan menjadi huruf (h). namun, jika huruf tersebut diikuti kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (t).

Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

1 سر م Madrasah

2 يماسإا م لا Al-jâmi’ah al-islâmiyyah


(8)

iii Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Suci Nurpratiwi

Tempat dan Tanggal Lahir : Tangerang, 01 November 1991

NIM : 21140110000023

Jurusan : Magister Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam” adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya sendiri, maka saya menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu siap dicabut gelar Magister saya.


(9)

iv

Tesis dengan judul “Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam” yang ditulis oleh Suci Nurpratiwi dengan NIM 21140110000023, telah diujikan pada sidang promosi tesis oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 04 Januari 2017. Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran-saran penguji sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Magister (S2) Pendidikan Agama Islam.


(10)

v Pembimbing dari

Nama : Suci Nurpratiwi

NIM : 21140110000023

Jurusan/Prodi : Magister Pendidikan Agama Islam

Judul Tesis : Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam

dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa tersebut di atas telah menyelesaikan penulisan Bab I, II, III, IV, V dan disetujui untuk mengikuti Ujian Promosi Tesis.

Jakarta, 28 Desember 2016 Dosen Pembimbing,


(11)

vi

Tesis ini berjudul “Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam” telah diujikan dalam Ujian Seminar Hasil Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 19 Desember 2016. Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran-saran penguji dan dilengkapi BAB I-V serta telah diterima sebagai salah satu syarat mengajukan pendaftaran Ujian Promosi Tesis.


(12)

vii

Suci Nurpratiwi. NIM: 21140110000023. Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam. Magister Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kesadaran literasi perlu ditingkatkan, karena rendahnya literasi informasi mengenai agama dapat menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan sosial keagamaan di masyarakat. Literasi informasi harus dipupuk dari mulai bangku sekolah, agar timbulnya kesadaran siswa untuk memiliki sikap keagamaan yang lebih baik. Lembaga pendidikan berperan penting untuk mencetak lulusan-lulusan yang memiliki sikap keagamaan yang baik dan memiliki pemikiran kritis. Guru dan perpustakaan sekolah menjadi tokoh sentral dalam terciptanya siswa yang kritis dan literasi terhadap berbagai informasi mengenai agama. Guru dan perpustakaan sekolah perlu memaksimalkan perannya dalam meningkatkan literasi informasi siswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengungkap peran guru dan perpustakaan sekolah terhadap peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian studi kasus. Data primer bersumber dari informan dan data langsung yang ditemui di lapangan, sedangkan data sekunder bersumber dari literatur-literatur yang berada di perpustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa guru PAI dan perpustakaan sekolah SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu telah berperan sangat baik dalam peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam. Peran guru PAI dalam hal ini adalah dengan penggunaan metode pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, guru menjadi contoh dalam penerapan literasi informasi, memberi tugas kepada siswa, membuat soal-soal analisis, melakukan kegiatan kolaborasi dengan perpustakaan, melaksanakan program literasi sekolah, dan mendukung adanya mata pelajaran karya ilmiah. Peran perpustakaan dalam peningkatan literasi informasi siswa adalah dengan penyediaan sumber informasi cetak dan elektronik, pustakawan membantu siswa dalam mengakses informasi, program-program perpustakaan sekolah, dan adanya siswa pustakawan (SIPUS). Dengan demikian, pelaksanaan literasi informasi di SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu sudah sangat baik, namun harus tetap ditingkatkan dan dikembangkan lagi sehingga kualitasnya semakin lebih baik.


(13)

viii

Suci Nurpratiwi. NIM: 21140110000023. The Role of Teachers and School Libraries to Increase The Information Literacy of Students in Islamic Religious Education. Graduate Program of Islamic Religious Education Faculty of Tarbiya and Teachers Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

Awareness of literacy needs to be improved, because of the low information literacy of religion can cause social problems in the religious community. Information literacy must be fostered from the start of school, so that emerge the consciousness of students to have religious attitude better. Educational institutions have an important role to create graduates that have a good religious attitude and able to think critically. Teachers and school library became the central figure in creating the students' critical thinking and literacy to the information about religion. Teachers and school library need to maximize its role in improving students' information literacy. This study was conducted to determine and reveal the role of teachers and school library to increase the information literacy of students in Islamic religious education in SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu. This study used a qualitative research approach, with a case study. The primary data sourced directly from informants and data found in the field, while secondary data sourced from literature in the library. Data was collected using observation, interview and documentation. Based on research that has been done, PAI teachers and school library in SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu have a good role in improving the information literacy of students in Islamic religious education. The role of PAI teacher in this case is the use of teaching methods that develop students' critical thinking skills, becoming the model in applying the information literacy, giving the assignments to the students, creating the analysis questions, conducting collaboration with the school library, implementing school literacy program and support the scientific works courses. The role of school library in improving the information literacy of students is by providing print and electronic resources, librarians help students to access the information, the programs of school library, and librarians students (SIPUS). Thus, the implementation of information literacy in SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu was already very good, but still must be improved and developed further so the quality is getting better.


(14)

ix


(15)

x

Alhamdulillahirabbil’alamin.. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan cucuran rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat beserta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, uswah hasanah yang menjadi junjungan bagi seluruh alam.

Berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Dede Rosyada, MA dan Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurun (FITK) Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA serta seluruh jajaran civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Program Magister Pendidikan Agama Islam FITK Dr. Sapiudin, M.Ag, serta Staf Sekretariat Magister Azkia Muharom Albantani, M.Pd.I dan Muslikh Amrullah, S.Pd yang telah banyak memfasilitasi, membimbing, dan mendukung penulis dalam penyelesaian penulisan tesis.

3. Pembimbing tesis Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D atas segala arahan, luangan waktu, motivasi, semangat dan dukungan penuh kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih telah banyak menginspirasi.

4. Dr. Jejen Musfah, MA yang telah menjadi penguji proposal tesis dan penguji tesis pada tahap-tahap selanjutnya. Terima kasih atas segala saran, masukan dan bimbingan kepada penulis dalam perbaikan penulisan tesis.

5. Kepala Sekolah (Dra. Aykah), Wakil Kepala (Muh. Ridwan, S.Si), Kepala Departemen MIPA dan Bahasa (Ika Zubaida, S.Pd), Kepala Departemen ILSOS dan Humaniora (Vivi Luthfiyanti, S.E), Guru PAI (Chairiman, MA dan Meta Saputra, S.H.I), dan Peserta Didik SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu yang telah memberi kesempatan dan bantuan kepada penulis untuk dapat meneliti dan mendapatkan data serta informasi yang diperlukan dalam penulisan tesis ini. Terima kasih untuk segala support yang telah diberikan.

6. Kepala Perpustakaan SMA Islam Al-Izhar (Fransisca Messakh), Staf bagian Administrasi (Yayat Duryatna, S. Hum), Layanan Teknis (Dwi Andriyan, S.Hum), Layanan Pemustaka (Wanty Zahara, SS), serta seluruh jajaran staf perpustakaan SMA Islam Al-Izhar untuk kepercayaan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan. 7. Ketua Siswa Pustakawan (SIPUS) Al-Izhar Pondok Labu, Syahla Sabila, yang telah

banyak membantu penulis dalam mendapatkan penjelasan mengenai perpustakaan. Terima kasih untuk keramahannya. Semoga tercapai cita-citamu kelak.

8. Guru PAI SMP Islam Al-Izhar (Yopi Fajar Suryadi, S.Pd.I) dan guru TIK SMA Islam Al-Izhar (Ari Zaid, S.Kom) yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data dan informasi di Al-Izhar.

9. Teristimewa Ayahanda Ahmad Sanusi, S.Pd dan Ibunda Dra. Siti Umayah yang tak henti mendoakan penulis dalam setiap keadaan, khususnya dalam penyelesaian penulisan tesis. Adik tersayang Rizqi Ilham, S.Pd dan Ahmad Fauzan Aziz. Beserta seluruh keluarga yang selalu mendoakan.

10. Teman seperjuangan Magister PAI 2014. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kemudahan dan keridhoan dalam mencapai kesuksesan dunia dan akhirat. Terima kasih telah menorehkan cerita yang begitu indah.


(16)

xi

menyelesaikan tesis. Semoga selalu mendapat kemudahan dan kasih sayang Allah SWT dalam setiap langkah. Juga diberi kelancaran dalam perjalanan menyelesaikan penulisan tesis.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih untuk segala bentuk bantuan, dukungan, berikut doa yang telah diberikan dalam perjalanan penulis menempuh penyelesaian tugas akhir ini, semoga Allah SWT membalasnya dengan sebaik-baik balasan. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat memberi manfaat bagi banyak pembaca, bagi dunia keilmuan, dan secara khusus bagi dunia pendidikan.

Jakarta, Desember 2016


(17)

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... i

SURAT PERNYATAAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ... v

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II LITERASI INFORMASI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Literasi Informasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 13

1. Pengertian Literasi ... 13

2. Macam-macam Literasi ... 14

3. Urgensi Literasi Informasi ... 19

4. Model-model Keterampilan Literasi Informasi ... 21

5. Standar Literasi Informasi di Sekolah ... 26

6. Literasi Informasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 28

B. Usaha Peningkatan Literasi Informasi dalam Pendidikan Agama Islam... 33

1. Peranan Guru ... 33

2. Peranan Perpustakaan Sekolah ... 41

3. Peranan Peserta Didik ... 45

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 47

D. Kerangka Teori dan Definisi Konseptual ... 48

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian ... 51

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 51

C. Lokasi Penelitian ... 52


(18)

xiii

F. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu ... 57

B. Peran Guru terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam ... 59

1. Metode Pembelajaran Guru PAI ... 59

2. Guru menjadi Contoh dalam Penerapan Literasi Informasi ... 64

3. Pemberian Tugas kepada Siswa ... 67

4. Pembuatan Soal Analisis ... 72

5. Kegiatan Kolaborasi dengan Perpustakaan ... 74

6. Program Literasi Sekolah ... 76

7. Mata Pelajaran Karya Ilmiah ... 78

C. Peran Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam ... 80

1. Penyediaan Sumber Informasi Cetak dan Elektronik ... 81

2. Peran Pustakawan dalam Membantu Siswa Mengakses Informasi ... 86

3. Program Perpustakaan Sekolah ... 87

4. Adanya Siswa Pustakawan (SIPUS) ... 91

D. Sikap Keagamaan Siswa dalam Kehidupan Sehari-hari ... 93

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 97

B. Saran ... 97


(19)

xiv

Tabel 2.1 Literasi informasi menurut Eisenberg dan Berkowitz ... 23

Tabel 3.1 Kisi-kisi wawancara guru Pendidikan Agama Islam ... 53

Tabel 3.2 Kisi-kisi wawancara siswa ... 53

Tabel 3.3 Kisi-kisi wawancara pustakawan ... 54

Tabel 4.1 Perbandingan metode mengajar ... 63

Tabel 4.2 Koleksi buku referensi dan buku umum perpustakaan SMA Islam Al Izhar... 82


(20)

xv

Grafik 4.1 Jumlah koleksi buku referensi perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ... 83 Grafik 4.2 Jumlah koleksi buku umum perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ... 83 Grafik 4.3 Jumlah koleksi yang dipinjam, jumlah peminjam, & pengunjung


(21)

xvi

Gambar 2.1 Model SCONUL Seven Pillars ... 21

Gambar 2.2 Model literasi informasi Empowering8 ... 24

Gambar 2.3 Kerangka teoretis penelitian ... 50

Gambar 4.1 Kegiatan belajar mengajar PAI di kelas. ... 61

Gambar 4.2 Perpustakaan kelas berisi wakaf buku siswa ... 69

Gambar 4.3 Siklus literasi informasi ... 71

Gambar 4.4 Koleksi karya ilmiah siswa ... 78

Gambar 4.5 Karya ilmiah siswa tentang masalah keagamaan ... 79

Gambar 4.6 Koleksi hasil karya siswa SMA Islam Al-Izhar ... 84

Gambar 4.7 Koleksi buku dan referensi agama perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ... 84

Gambar 4.8 Pustakawan membantu siswa mencari buku yang diperlukan... 86

Gambar 4.9 Siswa mencari buku dan informasi lainnya ... 91


(22)

xvii

Lampiran 1 Instrumen wawancara guru ... 103 Lampiran 2 Instrumen wawancara perpustakaan ... 112 Lampiran 3 Instrumen wawancara siswa ... 116 Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 122 Lampiran 5 Struktur organisasi SMA Islam Al-Izhar ... 126 Lampiran 6 Biodata dan buku bacaan guru PAI SMA Islam Al-Izhar ... 127 Lampiran 7 Fasilitas SMA Islam Al-Izhar ... 129 Lampiran 8 Struktur organisasi perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ... 130 Lampiran 9 Jenis layanan perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ... 131 Lampiran 10 Sumber referensi elektronik perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ... 132 Lampiran 11 Kumpulan tulisan siswa SMA Islam Al-Izhar... 133 Lampiran 12 Karya ilmiah siswa SMA Islam Al-Izhar ... 135


(23)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi yang kian besar melanda seluruh negara di dunia turut serta dalam memengaruhi perkembangan dunia. Perkembangan yang kian maju dewasa ini merupakan suatu bentuk dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak besar terhadap maraknya informasi yang ada di dunia. Dengan perkembangan teknologi yang berkembang cepat dan pesat tersebut turut pula mempengaruhi terhadap perkembangan informasi.

Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Keberadaan informasi saat ini seakan telah menjadi kebutuhan yang paling utama bagi individu, kelompok, maupun lembaga-lembaga di dunia. Informasi memiliki peran yang begitu besar dalam membangun suatu masyarakat dalam segala aspek kehidupan.

Karena peranannya yang besar, informasi dapat menjadikan suatu bangsa menjadi bangsa yang maju. Penggunaan dan pengelolaan informasi dengan baik dapat turut serta membangun kualitas sumber daya manusia suatu bangsa ke arah pencapaian tujuan bangsa tersebut, karena negara yang tergolong dalam kategori negara maju merupakan negara yang dapat mengolah suatu informasi dengan baik sehingga dapat digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya. Kekayaan alam suatu bangsa saat ini bukan lagi menjadi tolok ukur keunggulan bangsa tersebut, akan tetapi bertumpu pada keunggulan sumber daya manusianya (SDM). Sumber daya manusia (SDM) yang unggul dapat diperoleh dari tenaga terdidik atau generasi penerus bangsa yang mampu menjawab tantangan-tantangan zaman yang selalu berubah dan berkembang cepat. Sumber daya manusia (SDM) yang unggul tersebut dapat dicapai dengan proses pendidikan.

Seperti dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip Abuddin Nata, pendidikan berarti memelihara hidup ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yaitu memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan. (Nata, 2003: 10). Sehingga pendidikan adalah suatu cara yang dapat menghantarkan suatu bangsa menuju kemajuan di masa depan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas manusia sebagai insan cita.

Berkaitan dengan hal itu, pendidikan dewasa ini harus diarahkan pada peningkatan daya saing bangsa agar mampu berkompetisi dalam persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika pendidikan di sekolah diarahkan tidak semata-mata pada penguasaan dan pemahaman konsep-konsep ilmiah saja, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan siswa dalam mencari, menemukan, mensintesiskan dan menggunakan informasi yang didapatkan dengan baik.

Kompetisi ketat seperti yang terjadi sekarang ini, mengharuskan seseorang bekerja lebih keras guna mempersiapkan SDM yang sanggup dan mampu bersaing secara global. SDM yang berkualitas dan berdaya saing yang akan menjadi penggerak utama pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Hal ini sangat realistis karena Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam (SDA)


(24)

yang melimpah, tetapi, tidak didukung dengan ketersediaan SDM yang berkualitas dalam jumlah yang memadai. (Salmubi, 2007: 3).

Rendahnya kualitas SDM dapat menjadi bencana besar untuk negara ini karena pasar bebas mulai berjalan. Seiring dengan mulai dikerjakannya program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), pemerintah Indonesia perlu semakin aware terhadap peningkatan kompetensi masyarakat agar peluang kerja di Indonesia tidak diambil oleh tenaga kerja asing yang mempunyai kompetensi dan kualitas sumber daya yang lebih baik. (Amerta Social Consulting and Resourcing, 2015: para. 1).

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik mencatat ada sekitar 7,24 juta orang Indonesia yang masih menganggur atau sebanyak 6,18 persen Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus 2015. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. (BPS, 2015: para 3). Rendahnya sumber daya manusia tersebut salah satu faktornya disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini tercermin dari posisi sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang hanya menduduki peringkat 102 dari 174 negara. Peringkat 1, 2, dan 3 masing-masing diduduki oleh Kanada, Amerika, dan Jepang. Singapura dan Malaysia, masing-masing menduduki peringkat 34 dan 53. Jumlah doktor Indonesia juga hanya 65 orang per satu juta penduduk, sementara negara sekecil Israel memiliki 16.500 orang, Jepang 6.500 orang, Amerika 6.500 orang, dan Jerman 4.000 orang. (Marseno, 2004: para. 3).

Menurut Zuhdi, berdasarkan survey yang dilakukan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam ujian Program Penilaian Siswa Internasional (PISA), yang menilai seluruh siswa berusia 15 tahun terhadap pengetahuan dan keterampilan dalam mata pelajaran yang relevan dengan kehidupan masa depan mereka (Zuhdi, 2015: 146). Dengan peringkat tersebut, menjadi suatu keharusan agar dilakukan suatu pembaharuan dalam pendidikan di Indonesia.

Berangkat dari data tersebut, maka sudah semestinya institusi pendidikan membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru yang diperlukan di dalam tatanan ekonomi global, sehingga peserta didik memiliki sejumlah keunggulan untuk dapat bersaing, survive, dan berhasil. Harvey dan Mason (1996) menyatakan bahwa ada lima hal penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia di dalam persaingan global ini, yakni (1) pengetahuan, (2) kemampuan intelektual, (3) kemampuan bekerja dalam organisasi modern, (4) interpersonal skills, dan (5) keterampilan komunikasi.

Selanjutnya, dalam mendukung terlaksananya cita-cita luhur pendidikan nasional dan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia tersebut, penting dilaksanakannya pendidikan agama sebagai pondasi dasar terwujudnya manusia penerus bangsa yang memiliki keluhuran akhlak dan keteguhan iman. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 menjelaskan bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Pendidikan agama merupakan pendidikan yang mutlak diajarkan dan diberikan kepada setiap warga masyarakat. Pendidikan Agama Islam perlu dibelajarkan kepada siswa dengan pendekatan yang efektif. Di antaranya dengan


(25)

pendekatan keimanan, pengamalan, pembiasaan, emosional, fungsional, dan keteladanan (Puskur, 2003: 13). Atas dasar itu, maka pembelajaran agama Islam memerlukan sebuah proses pembelajaran yang komprehensif, aktif, kreatif, konstruktif, dan inovatif sehingga dapat mencapai keberhasilan yang maksimal. Pembelajaran agama perlu diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa memecahkan masalah-masalah agama dalam kehidupan sehari-hari. (Mukhsin, 2012: 4).

Dengan demikian, untuk mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing dalam lingkup global dan memiliki keluhuran akhlak dan keteguhan iman, diperlukan adanya kemampuan dan keterampilan khusus dalam memanfaatkan berbagai informasi yang didapatkan. Kemampuan untuk sadar dan terampil dalam menggunakan sumber informasi dengan baik dikatakan sebagai literasi terhadap informasi.

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung membuat jumlah informasi di dunia ini semakin banyak. Teknologi yang ada sekarang ini semakin memudahkan setiap orang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari mana saja dan dalam bentuk apapun. Dijelaskan oleh Sofa, “Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju memunculkan ribuan bahkan jutaan informasi berada di sekitar kita. Berbagai jenis media menyampaikannya hingga sampai kepada setiap orang. Media penghantarnya antara lain, lisan, media cetak, dan media non cetak.” (Sofa, 2010: 1)

Namun dari sekian banyak informasi yang ada, tidak semuanya informasi-informasi tersebut merupakan informasi-informasi yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan informasi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan, diperlukan suatu kemampuan khusus, kemampuan inilah yang disebut literasi informasi. Dari banyaknya informasi itu, masyarakat dapat saja terjebak ke dalam informasi yang tidak diinginkan, hal ini dikarenakan mudahnya akses informasi dari mana saja, diantara sumber yang paling potensial adalah media elektronik dan internet.

Mengenai media internet ini, banyak orang terutama siswa, cenderung menjadikan internet sebagai sumber informasi utama untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Akan tetapi, di balik kemudahan dan kecepatan dalam mengakses informasi, internet juga memiliki dampak yang negatif. Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi saat menelusuri informasi di internet diantaranya yaitu tidak berhasil mendapatkan informasi yang relevan, penelusuran menghabiskan banyak waktu namun sering mengalami kegagalan dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan, juga informasi yang tersedia tidak semuanya tepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya (Muin, 2014: 4). Oleh sebab itu, dalam penelusuran informasi diperlukan suatu keterampilan dalam menggunakan strategi.

Strategi tersebut salah satunya yaitu melalui kemampuan literasi terhadap informasi. Setiap orang perlu memiliki kemampuan literasi informasi yang baik. Untuk itu, di sekolah dibutuhkan suatu pembelajaran agar dapat mengembangkan kemampuan ini karena kebutuhan untuk menggunakan informasi terdapat pada semua tingkat lapisan masyarakat, baik rumah, tempat kerja, tidak terkecuali sekolah.

Sesuai dengan rumusan dari 21st Century Skills, Education, Competitiveness. Partnership for 21st Century menjelaskan, “salah satu kerangka kompetensi abad 21 adalah information, media, and technology skills.” Rumusan ini diyakini, akan


(26)

membawa kesuksesan dalam masyarakat informasi. (Partnership for 21st Century Learning, 2015: para 9).

Literasi informasi dalam pengertian ringkas diartikan sebagai keaksaraan informasi atau kemelekan informasi. Secara sederhana literasi informasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mencari, mempelajari, dan memanfaatkan berbagai sumber informasi dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk memecahkan masalah. Thompson mengemukakan:

Information literacy is knowing how to learn. It is knowing how to find information, evaluate it, and use it wisely and effectively. Information literacy skills include recognzing when information is needed, selecting appropriate sources from the overwhelming amount of available print and nonprint resources, evaluating the information for accuracy and pertinence, organizing the facts so that they make sense, creating knowledge by associating the new information with previous knowledge and experiences, and then using this knowledge wisely. (Thompson, 2000: 2).

Secara yuridis, literasi informasi mulai digalakkan oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2015 tentang Gerakan Literasi Sekolah. Adanya undang-undang tersebut diikuti dengan terbitnya buku Panduan Gerakan Literasi Informasi di Sekolah Menengah Atas menghimbau seluruh Sekolah Menengah Atas di Indonesia untuk menerapkan Gerakan Literasi Sekolah. Sedangkan dalam konteks normatif, literasi informasi ini telah secara jelas disebutkan dalam firman Allah surat Al-Alaq: 1-5.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq: 1-5). Literasi informasi juga berhubungan dengan konsep belajar seumur hidup (life long learning). Horton menjelaskan, “information literacy and lifelong learning have a strategic, mutually reinforcing relationship with each other that is critical to the success of every individual, organization, institution, and nation-state in the

global information society.” (Horton, 2006: 12). Konsep life long learning ini juga sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW:

“Hisyam ibn ‗Umar menyampaikan kepada kami, menyampaikan kepada kami Hafsh ibn Sulaiman, menyampaikan kepada kami Katsir ibn Syindzir dari Muhammad ibn Sirin dari Anas ibn Malik berkata, berkata Rasulullah SAW, menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (Majah, 2004: 224).


(27)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa seumur hidupnya seorang muslim wajib untuk selalu menuntut ilmu dimana saja dan kepada siapapun. Menuntut ilmu tidak mengenal batas usia. Hal tersebut mengartikan bahwa dalam Islam, seorang muslim harus dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Siswa di sekolah perlu menjadi seorang pembelajar seumur hidup. Kemampuan dan keinginan untuk terus belajar seumur hidupnya akan menjadikannya sebagai seseorang yang berhasil dalam memecahkan permasalahan, dapat menyediakan jalan keluar, dan menghasilkan ide baru serta petunjuk arah untuk masa depannya. Literasi informasi merupakan aspek utama untuk mewujudkannya. Literasi informasi merupakan dasar dari pembelajaran mandiri dan pembelajaran sepanjang hayat. Melalui kemampuan ini, diharapkan seseorang dapat membekali diri untuk belajar secara mandiri selama hidupnya.

Zurkowski menyebutkan, informasi yang tersedia saat ini sangat banyak hingga seseorang dapat mengalami kesulitan untuk mengevaluasinya. Dengan menyadari bahwa kemampuan pencarian informasi tiap individu berbeda dari segi waktu serta beragamnya ketersediaan informasi, maka ada celah bagi individu untuk tidak dapat menggunakan informasi dengan pemahaman yang baik dan maksimal. Lebih lanjut Zurkowski berpendapat bahwa orang yang terlatih dalam menerapkan sumber-sumber informasi dalam pekerjaan mereka, dapat dikatakan information literate (Zurkowski, 1974: 6).

Ernest Boyer (1997) menyadari bahwa memberdayakan peran informasi merupakan tujuan penting dari pendidikan. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk merubah informasi menjadi pengetahuan baru. Literasi informasi merupakan bagian dari kebutuhan informasi seseorang dan merupakan suatu kemampuan dalam mengidentifikasi, menempatkan, mengevaluasi, mengorganisasi dan untuk mengefektifkan informasi yang ada untuk menyelesaikan masalah, dan diperlukan kembali untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat informasi, juga merupakan bagian dari dasar hak asasi manusia dalam long life education yang harus terus dikembangkan.

Upaya peningkatan kemampuan literasi informasi bagi anak perlu secara terus menerus dilakukan agar sumber daya manusia (SDM) dapat ditingkatkan. Teori konstruktivisme Piaget (Sanjaya, 2007: 227), meyakini bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek, akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk sementara setelah itu dilupakan.

Informasi yang baik adalah informasi yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, serta dapat berguna bagi banyak orang. Informasi yang baik bukanlah informasi yang menimbulkan keraguan terhadap orang yang mendapatkannya.

Rendahnya literasi informasi dapat menjadi ancaman yang serius karena dapat mempengaruhi kredibilitas seseorang dalam kehidupannya dan pekerjaannya yang secara langsung berpengaruh terhadap kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa. Sedangkan pengolahan dan pemanfaatan informasi secara baik akan berdampak terhadap meningkatnya sumber daya manusia, sehingga berpengaruh baik pula terhadap kemajuan suatu bangsa.


(28)

Dalam dunia pendidikan, biasanya siswa mendapatkan informasi hanyalah bisa dari guru saja, akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman serta canggihnya teknologi, saat ini informasi tidak hanya didapatkan dari guru, melainkan siswa dapat secara mandiri mengakses informasi. Guru hanyalah sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam proses belajarnya. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah siswa dapat mencari tahu informasi yang berkaitan dengan agama dari media cetak seperti buku sumber, koran, jurnal, maupun dari media elektronik diantaranya televisi, radio, internet termasuk didalamnya sosial media.

Dengan banyaknya sumber-sumber informasi, tidak jarang pula siswa mengalami kebingungan dalam merujuk dan memahami serta memilih mana informasi yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa, sumber yang paling akurat dan dapat dipercaya. Sehingga dari adanya kebingungan tersebut menimbulkan kesalahpemahaman pada diri siswa dalam mendapatkan informasi yang sesuai. Dalam hal ini pulalah diperlukan adanya suatu keterampilan dalam menganalisis informasi sebaik-baiknya, siswa perlu memiliki kemampuan literasi informasi. Kemampuan ini diperlukan agar tidak menimbulkan pemahaman agama yang parsial kepada siswa.

Kesadaran literasi perlu ditingkatkan, karena rendahnya literasi informasi mengenai agama dapat menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan sosial keagamaan di masyarakat. Literasi informasi harus dipupuk dari mulai bangku sekolah, agar timbulnya kesadaran siswa untuk memiliki sikap keagamaan yang lebih baik, karena tercapai tidaknya suatu proses pembelajaran terlihat pada praktik dan sikap keberagamaan yang ditunjukkan oleh siswa. Sikap keberagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya kepada agama. Sikap ini perlu dimiliki siswa untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman dan pengamalan agama mereka setelah mempelajarinya di kelas. Sikap keberagamaan ini menjadi penting, karena setelah siswa mengetahui tentang informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam, apakah mereka menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitarnya atau tidak.

Banyak siswa yang memiliki sikap keagamaan yang masih rendah. Hal tersebut terlihat dari kenyataan bahwa walaupun siswa telah mengetahui dan mempelajari pentingnya menerapkan sikap keagamaan yang baik, namun siswa tidak melakukan hal tersebut. Selain itu masih rendahnya jumlah siswa yang berakhlakul karimah, banyak siswa yang tidak menjalankan ibadah seperti shalat, puasa, banyak pula terjadi tawuran sesama pelajar. Hal ini menjadi fokus kajian tersendiri bagi para guru agama, bagaimana menumbuhkan sikap dan pemahaman keagamaan yang baik dalam diri siswa.

Belum lama ini ditemukan literatur-literatur yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah yang terdapat unsur SARA. Yakni terdapat nilai-nilai yang dikategorikan sebagai pemahaman ekstrim dalam Islam di dalam buku pelajaran. Hal tersebut tentu mengejutkan banyak pihak, terlebih guru dan pihak sekolah. Maka dari itu, pemahaman yang menyeluruh mengenai Islam perlu diajarkan semenjak dari sekolah. Hal ini merupakan sebuah tugas besar bagi guru Pendidikan Agama Islam untuk berupaya dalam membangun


(29)

pemikiran kritis siswa, sehingga siswa dapat literasi terhadap informasi-informasi yang datang kepadanya.

Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti LIPI Anas Saidi, saat ini anak muda Indonesia semakin radikal, paham radikalisme ini terjadi karena proses Islamisasi yang dilakukan di kalangan anak muda berlangsung secara tertutup. Paham-paham ekstrim maupun nilai-nilai intoleransi dapat saja diajarkan oleh guru-guru agama di dalam kelas. Data yang ditunjukkan oleh PPIM berdasarkan penelitian terhadap guru PAI yang berada di 11 kabupaten kota di Indonesia menyatakan bahwa guru PAI memiliki sikap intoleran pada non-muslim dan muslim minoritas, terdapat temuan bahwa 87% responden tidak setuju jika non-muslim menjadi kepala sekolah, 80% tidak setuju non-non-muslim menjadi kepala dinas, 89% tak setuju jika non-muslim menjadi kepala daerah, dan 81% tidak setuju memberikan izin pendirian rumah ibadah agama lain di wilayahnya. Intoleransi guru PAI dalam penelitian tersebut juga tidak hanya terhadap kelompok agama lain, namun terhadap sesama muslim dari kelompok berbeda seperti Syiah dan Ahmadiyah. 80% responden tidak setuju mengakomodir kelompok Syiah dan Ahmadiyah, dan 23% responden setuju terhadap penutupan atau perusakan masjid kelompok minoritas muslim. (PPIM, 2016: para 11). Dengan begitu, guru-guru tersebut bisa saja mengajarkan paham yang mereka yakini kebenarannya kepada siswa.

Selain itu, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian LIPI yang dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Pranowo—juga seorang guru besar sosiologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta—pada Oktober 2010 hingga Januari 2011 mengungkapkan hampir 50 persen pelajar setuju tindakan radikal. Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3 persen siswa dan 14,2 persen membenarkan serangan bom. (Berita UIN Online, 2016: para 15). Data-data tersebut menunjukkan bahwa rendahnya keimanan dalam membentengi diri serta rapuhnya daya kritis dalam memahami ajaran agama Islam sehingga dapat menyebabkan fanatik buta dalam beragama.

Di masyarakat kita saat ini, pengaruh modernisasi sangat begitu nyata. Segala sesuatu dituntut untuk serba cepat dan juga instan. Dalam mencari berbagai informasi yang dibutuhkan secara cepat, tidak jarang orang memanfaatkan internet. Bahkan siswa di sekolah pun memanfaatkan internet untuk memudahkan mereka mendapatkan informasi untuk memenuhi pemahaman mereka terhadap agama. Padahal, banyak pula sumber-sumber informasi di internet yang belum tentu menyediakan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan begitu, siswa memanfaatkan internet untuk dapat memahami agama secara cepat. Sedangkan hal ini sudah tentu tidak benar karena mempelajari agama tidak dapat dilakukan secara instan agar terhindar dari taklid buta. Dengan demikian perlu adanya kemampuan dalam menyaring informasi-informasi tersebut dengan baik, sehingga informasi yang didapatkan tidak dengan mudah dapat diterima begitu saja, melainkan perlu dianalisis terlebih dahulu.

Di sisi lain, menurut Nata, memang banyak faktor yang diduga berpotensi memicu terjadinya tindakan terorisme, radikalisme agama dan konflik sosial di masyarakat. Antara lain karena perebutan kekuasaan politik dan kedudukan, sentimen dan fanatisme keagamaan dan kesukuan, serta kekalahan dalam berkompetisi memperebutkan berbagai peluang yang tersedia (Nata, 2014: 235).


(30)

Apabila dicermati, hal-hal tersebut bisa saja terjadi karena lemahnya pengetahuan masyarakat tentang agama Islam dan tidak memiliki sikap keagamaan yang baik, toleransi misalnya.

Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah tersebut adalah dengan cara memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa terjadinya berbagai tindakan SARA itu disebabkan karena keyakinan, pandangan, pola pikir, motivasi dan kecenderungan tertentu yang dimiliki manusia, dan untuk mengubah keadaan yang demikian itu yang paling strategis dan efektif adalah jika dilakukan melalui pendidikan agama. Sehingga penting bagi lembaga pendidikan untuk mencetak lulusan-lulusan yang memiliki sikap keagamaan yang baik, memiliki pemikiran kritis terhadap agama, dan dapat mengamalkan ajaran agamanya sesuai dengan ajaran Islam yang kaffah.

Lembaga pendidikan perlu berusaha mengembangkan sikap kritis siswa. Siswa di sekolah harus banyak mengetahui informasi yang berkaitan dengan sejarah Islam masa lalu juga Islam kontemporer sekarang ini. Karena hal ini dapat memperkaya pengetahuan siswa serta siswa dapat menyaring dan mensintesiskan pengetahuan-pengetahuannya, sehingga siswa tidak lagi kesulitan dalam menjawab persoalan-persoalan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak mudah terbawa kepada aliran-aliran sesat ataupun pergaulan bebas.

Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan adanya praktek literasi informasi dalam dunia pendidikan. Literasi informasi sangat berkaitan erat dengan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan terhadap semua aspek kehidupan. Literasi informasi menuntut kemampuan menganalisis suatu informasi untuk digunakan secara tepat untuk memecahkan masalah. Dikemukakan oleh Thompson,

information literacy instruction isn’t limited to teaching students just how to learn,

it includes teaching them how to think and solve problem. (Thompson, 2000: 77). Untuk menjadi literate, siswa harus memiliki daya kritis terhadap informasi yang didapatkannya. Namun kemampuan berpikir kritis ini tidak dapat berkembang begitu saja, melainkan harus dibiasakan. Berpikir kritis merupakan indikator pokok penunjang literasi informasi. Di sekolah, kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Guru perlu mengasah daya kritis siswa agar siswa literate terhadap informasi di sekitarnya.

Guru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan (Majid dan Dian, 2006: 166), karena guru merupakan tokoh utama dalam terwujudnya perkembangan siswa, pembentukan karakter atau kemampuan siswa. Sebagai seorang fasilitator, guru memiliki peran penting dalam menumbuhkan sikap kritis dan sikap literate siswa terhadap informasi.

Kualitas proses belajar-mengajar ditentukan antara lain oleh pendekatan atau metode pengajaran yang digunakan oleh guru. Dikemukakan oleh Chickering & Gamson sebagaimana dikutip oleh KyoungNa Kim, 2009: 24, “learning is not a spectator sport. Students do not learn much just sitting in classes listening to teachers, memorizing prepackaged assignments, and spitting out answers. They must talk about what they are learning, write reflectively about it, relate it to past experiences, and apply it to their daily lives. They must make what they learn part

of themselves”.

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, guru memiliki peranan penting dalam berkembangnya kemampuan literasi informasi siswa dalam


(31)

informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam. Pembelajaran yang dilakukan di kelas perlu menunjang tumbuhnya kemampuan kritis siswa. Siswa harus dibiasakan bersikap kritis terhadap informasi yang didapatkannya, karena indikator seseorang yang literasi adalah ia memiliki daya kritis yang tinggi. Maka metode dan model pembelajaran yang digunakan guru sangat mempengaruhi. Metode pembelajaran harus mengedepankan sikap kritis siswa, metode mengajar yang konvensional dan cenderung bersifat ekspositoris menyebabkan siswa tidak dapat mengeksplor potensi berpikir kritisnya. Lisa G. Snyder dan Mark J. Snyder (2008: 92) menyebutkan empat hal yang sering membuat terhambatnya integrasi

berpikir kritis dalam pendidikan, yaitu“(1) lack of training, (2) lack of information,

(3) preconceptions, and (4) time constraints.”

Pada kenyataannya, dari hasil penelitian Jamhari Makruf di sejumlah sekolah (SMA, MA, MTs dan SMP) di wilayah Jakarta dan Tangerang Selatan menunjukkan bahwa pengajaran Pendidikan Agama Islam oleh guru-guru agama sangat tidak menarik bagi siswa, sehingga monoton dan membosankan. Lebih jauh, peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat tersebut mengatakan

bahwa,“pengajaran yang membosankan ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.” (Makruf, 2014: para. 2). Maka perlu ada model dan metode yang menarik bagi siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam sehingga siswa menyenangi Pendidikan Agama Islam dan literasi terhadap informasi-informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam.

Rendahnya budaya membaca yang ditanamkan di lingkungan sekolah juga merupakan salah satu pemicu rendahnya siswa yang memiliki kemampuan literasi informasi. Walaupun pada dasarnya setiap siswa dapat berpikir, namun untuk mampu berpikir secara kritis perlu dilatih dan dibiasakan. Seluruh warga sekolah perlu memiliki komitmen dalam menunjang peningkatan kemampuan tersebut.

Di sisi lain, orang yang melek informasi juga harus dapat memanfaatkan perpustakaan. Sesuai dengan Permendiknas No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah, perpustakaan sekolah perlu memberikan bimbingan literasi informasi kepada pemustakanya. Maka dalam hal ini, untuk dapat menjadikan siswa yang literasi terhadap informasi, mereka harus pula dapat memanfaatkan perpustakaan dengan baik. Untuk mewujudkan hal tersebut tidak hanya diperlukan peran guru tetapi juga pustakawan. Guru dan pustakawan harus dapat berkolaborasi untuk dapat mewujudkan komunitas sekolah yang literate.

Teachers and library media specialist must deliberately foster thinking and problem-solving abilities by creating proper classroom environments, teaching helpful techniques, modeling good thinking behaviors, and providing ample opportunities for problem solving experiences.” (Thompson, 2000: 81).

Perpustakaan sekolah merupakan sumber informasi di sekolah. Perpustakaan menjadi salah satu sarana dalam menunjang proses belajar dan mengajar di sekolah. Disebutkan dalam Pedoman Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan oleh IFLA/UNESCO, misi perpustakaan sekolah adalah menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar berfungsi secara baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan. (IFLA/UNESCO, 2002: 6). Maka perpustakaan sekolah memiliki peran penting bagi terpenuhinya kebutuhan informasi siswa. Namun, masih minimnya kesadaran perpustakaan di sekolah-sekolah yang menerapkan progam-program yang mendukung berkembangnya kemampuan literasi informasi siswa merupakan suatu hambatan tersendiri.


(32)

Di beberapa negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia, pendidikan keterampilan informasi (information skills) telah mampu dilakukan oleh masing-masing sekolahnya sendiri. Adapun di Indonesia, literasi informasi belum banyak diterapkan. Dengan kenyataan yang ada bahwa umumnya perpustakaan sekolah di Indonesia kebanyakan dikelola seadanya dengan koleksi yang minim dan sangat memprihatinkan serta tanpa adanya upaya pemberdayaan peran perpustakaan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang penulis lakukan kepada salah seorang guru di SMA Islam Al-Izhar, didapatkan data awal bahwa pembelajaran di SMA Islam Al-Izhar mengedepankan keterampilan berpikir kritis, dengan cara dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran. Setiap guru diharuskan menggunakan pendekatan pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) dan Evidence Based Practice (EBP) dalam menyampaikan materi pelajaran. Sehingga dengan begitu siswa terbiasa untuk dapat berpikir kritis dan dapat literasi dalam menanggapi informasi yang datang kepadanya.

SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu menargetkan peserta didiknya agar menjadi peserta didik yang mampu bersaing di era globalisasi. Hal ini terlihat dalam standar kompetensi lulusan satuan pendidikan di SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu. Disebutkan bahwa siswa SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu nantinya, harus dapat membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam setiap pengambilan keputusan. (Al-Izhar, 2014, para. 4).

Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui lebih jauh bagaimana peran guru dan perpustakaan sekolah SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu dalam peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam. Di samping penulis juga ingin membuktikan teori, bahwa masyarakat perlu melek terhadap informasi, dan bahwa banyaknya informasi yang ada di masyarakat tidak berarti selalu berdampak negatif terhadap seseorang, dampak positif ataupun negatif bergantung kepada pemanfaatan informasi tersebut dengan bijak, juga bergantung pada keterampilan pemilihan informasi yang dibutuhkan atau tidak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka dapat dicermati berbagai faktor yang memiliki hubungan dengan literasi informasi. Dan apabila masalah tersebut dijabarkan, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Banyak munculnya paham-paham keagamaan yang sering memicu konflik sesama muslim.

2. Banyaknya siswa yang setuju terhadap kekerasan untuk solidaritas agama. 3. Siswa kesulitan dalam menjawab persoalan-persoalan keagamaan dalam

kehidupan sehari-hari.

4. Terdapat beberapa kasus paham radikalisme agama masuk di dalam buku teks pelajaran siswa di sekolah.

5. Rendahnya literasi informasi siswa mengenai Pendidikan Agama Islam. 6. Guru jarang mengajak siswa terlibat untuk mengembangkan kemampuan


(33)

7. Banyaknya sumber informasi dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam sehingga membuat siswa bingung dalam menentukan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya.

8. Perpustakaan sebagai garda depan tumbuhnya kemampuan literasi informasi masih belum sepenuhnya memahami peranannya.

9. Rendahnya sikap keagamaan siswa dalam kehidupan sehari-hari. C. Batasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah, banyak permasalahan yang dapat diteliti, namun dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada permasalahan guru dan perpustakaan sekolah terhadap peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka masalah yang akan diteliti dan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran guru dan perpustakaan sekolah terhadap peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan perumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui peran guru dalam peningkatan kemampuan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu. b. Mengungkap metode peningkatan literasi informasi yang dilakukan

perpustakaan SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu.

c. Menganalisis kemampuan literasi informasi Pendidikan Agama Islam siswa SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu.

F. Manfaat Penelitian a. Teoretis

Bagi akademisi, penelitian ini sebagai inspirasi kajian guna melakukan penelitian-penelitian selanjutnya khususnya mengenai peran guru dan perpustakaan sekolah terhadap peningkatan kemampuan literasi informasi dan sikap keagamaan dalam Pendidikan Agama Islam.

b. Praktis

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, diharapkan bermanfaat bagi: 1. Dunia pendidikan secara umum dalam menambah khazanah ilmu

khususnya tentang peran guru dan perpustakaan terhadap peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam.

2. Guru-guru Pendidikan Agama Islam sebagai pengetahuan baru pentingnya kemampuan literasi informasi bagi siswa dalam Pendidikan Agama Islam. 3. Lembaga pendidikan sekolah atau madrasah sebagai masukan dalam upaya

membiasakan serta mengembangkan budaya literasi informasi dalam Pendidikan Agama Islam yang baik pada siswa, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan.


(34)

4. Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) sebagai masukan untuk mempersiapkan lulusan-lulusan khususnya guru PAI yang literasi terhadap informasi-informasi keagamaan.

5. Peneliti lanjutan, sebagai bahan masukan dan referensi khususnya berkaitan dengan upaya peningkatan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam.


(35)

13

LITERASI INFORMASI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Literasi Informasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Literasi

Istilah literasi didefinisikan dalam berbagai pengertian. Masing-masing pengertian berbeda dalam penyajiannya, akan tetapi memiliki kesamaan dalam makna. Maka dari itu, perlu diuraikan definisi literasi secara menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang maknanya.

Literasi secara bahasa dalam Oxford Dictionaries diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis (Oxford Dictionaries: 2016). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata literacy diterjemahkan secara bebas menjadi literasi. Kata literasi tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia ataupun Tesaurus Bahasa Indonesia, akan tetapi istilah yang dapat ditemukan yang bermakna sama dengan kemampuan baca tulis adalah aksara dan keberaksaraan (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1996: 25).

Kata literasi ditemukan dalam Kamus Bahasa Melayu Nusantara yang merupakan hasil karya kolaborasi tiga negara yaitu Brunei, Indonesia dan Malaysia pada tahun 2003 yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei di Bandar Seri Begawan. Entri literasi tersebut digunakan di negara Brunei dan Malaysia yang berarti kebolehan (kemampuan) menulis dan membaca; celik huruf, keberaksaraan (Latuputti, 2013: 2). Dapat disimpulkan bahwa secara kebahasaan istilah literasi baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Melayu mempunyai makna yang sama, yaitu kemampuan membaca dan menulis.

Thompson berpendapat bahwa secara sederhana literasi memang berarti sebagai kemampuan membaca, atau kemampuan seseorang dalam memperoleh sebuah makna dari kata-kata (Thompson, 2000: 1). Senada dengan hal tersebut, Blake dan Hanley (1995: 89) dalam Cambridge Assessment menyatakan: “The attribute of literacy is generally recognised as one of the key educational objectives of compulsory schooling. It refers to the ability to read and write to an

appropriate level of fluency.” (Cambridge Assessment, 2013: 8). Literasi muncul seiring dengan banyaknya masyarakat dunia yang tidak dapat membaca ataupun menulis dengan baik. Keadaan ini dapat menyebabkan suatu bangsa sulit untuk mencapai kemajuan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia. Tingginya tingkat buta huruf tersebut membuat istilah literasi muncul sebagai suatu solusi dalam memberantas buta huruf. Sehingga dapat dipahami bahwa literasi pada awalnya diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam usaha untuk dapat membaca dan menulis (melek huruf), sebagai jalan dalam memberantas buta huruf atau illiteracy.

OECD (Organization for Economic Country Development) mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan suatu informasi yang tercetak dalam kegiatan sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja maupun di masyarakat—untuk mencapai tujuan seseorang, dan mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang. (Cambridge Assessment, 2013: 10).

Di samping itu, tidak jauh berbeda, PISA (Program for International Student Assessment) mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam memahami, menggunakan, merenungkan dan terlibat dengan teks tertulis dalam


(36)

rangka mencapai tujuan seseorang, untuk mengembangkan pengetahuan dan potensinya, serta untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat. Sedangkan ETS (Educational Testing Service) Literacy Tests mendefinisikan literasi sebagai “how well adults can use printed and written information to function in society, to achieve their goals, and to develop their knowledge and potential” (ETS, 2016: para 1).

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa terdapat dua hal yang patut dicermati dari pengertian literasi, pertama, pada awalnya istilah literasi ini hanyalah sebuah istilah yang merujuk pada kemampuan membaca dan menulis (melek huruf) seseorang sebagai kebalikan dari atau sebagai sebuah usaha untuk pemberantasan buta huruf. Kedua, bersamaan dengan perkembangan zaman, didukung dengan program literasi global yang dilakukan oleh UNESCO, pengertian literasi ini tidak lagi terbatas hanya pada kemampuan membaca dan menulis semata, akan tetapi menjadi lebih luas yaitu mencakup kemampuan seseorang dalam memahami, menggunakan, menyeleksi terhadap suatu data ataupun informasi baik tertulis maupun tidak tertulis untuk dapat digunakan dalam mencapai tujuan seseorang, juga untuk dapat mengembangkan pengetahuan serta potensi dirinya.

2. Macam-macam Literasi

Kemajuan teknologi telah menyebabkan perkembangan terhadap literasi. Terdapat beberapa macam istilah yang terkait dengan literasi di era modern. Dalam perkembangan teknologi informasi dan internet dewasa ini, timbul beberapa perkembangan yang mendorong perubahan konsep literasi awal, menjadi konsep baru literasi yang memiliki pengertian yang berkaitan dengan beberapa keahlian baru yang harus dimiliki siswa.

Menurut Arsidi (2010: para 1) International Literacy Institute telah menjelaskan bahwa pengertian literasi sendiri sekarang sudah berkembang dan

diartikan menjadi sebuah “range” keahlian yang relatif (tidak absolut) untuk

membaca, menulis, berkomunikasi dan berfikir secara kritis. Karena itu maka Tapio Varis, Ketua umum UNESCO untuk Global E-Learning mengatakan bahwa dengan berkembangnya teknologi komputer dan informasi, maka literasi bisa dibagi menjadi beberapa jenis. Berikut macam-macam literasi:

a.

Literasi Media (Media Literacy)

Baran, dkk dalam Syarifuddin (2014: 154) mendefinisikan literasi media sebagai kemampuan yang efektif dan efisien untuk memahami dan memanfaatkan konten media massa atau the ability to effectively and efficiently comprehend and utilize mass media content. Tujuan dari adanya literasi media yaitu sebagai penguatan akses terhadap informasi, untuk mendukung dan menumbuhkembangkan lingkungan pendidikan, serta menginspirasi untuk mengembangkan akses terhadap berbagai sumber informasi.

Kemampuan literasi media ini diperlukan akibat semakin banyaknya informasi dari berbagai media yang tidak diimbangi dengan kecakapan dalam mengkonsumsinya, sehingga dibutuhkan suatu pemahaman dalam mengkonsumsi media secara sehat.

Selanjutnya, Baran, dkk (Syarifuddin, 2006: 154) mengungkapkan beberapa elemen dari literasi media, diantaranya yaitu:


(37)

1) An awareness of the impact of media (kesadaran atas dampak media pada individu)

2) An understanding of the process of mass communication (pemahaman pada proses komunikasi massa)

3) Strategies of analyzing and discussing media massages (pengembangan strategi yang digunakan untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesan media)

4) An understanding of media content as a text that provides insight into our culture and our lives (pemahaman pada konten media sebagai sebuah teks yang memberi wawasan pada kultur dan kehidupan manusia)

5) The ability to enjoy, understand, and appreciate media content (kemampuan untuk menikmati, memahami dan mengapresiasi konten media)

6) An understanding of the ethical and moral obligations of media practitioners (memahami tuntutan etika dan moral dari para praktisi media)

7) Development of appropriate and effective production skills (mengembangkan kemampuan-kemampuan produksi secara memadai dan efektif).

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa literasi media adalah kemampuan seseorang untuk dapat memberdayakan dirinya dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengomunikasikan isi pesan media, serta mengantisipasi apabila pesan tersebut berdampak tidak baik terhadap diri maupun lingkungannya. Antisipasi tersebut dapat dilakukan dengan cara kontrol terhadap konten-konten media.

b.

Literasi TIK (Communication, Information, and Technology Literacy) Keberadaan teknologi informasi dan komunikasi, dalam hal ini internet, telah memberikan dampak berupa perubahan yang besar bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan yang mempermudah manusia dalam memproses dan mempertukarkan informasi secara cepat tersebut telah memudahkan manusia dalam beraktivitas sehari-hari.

Di tengah keberagaman bentuk dan jenis informasi, manusia dituntut tidak hanya dapat membaca dan menulis informasi saja, akan tetapi bagaimana memanfaatkan kemajuan dan perkembangan teknologi dalam memudahkan aktivitas. Dalam hal ini literasi TIK diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan teknologi dan informasi untuk mencapai tujuan.

Fenomena perkembangan TIK memang telah merambah ke seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam waktu yang relative cepat. Salah satu model untuk mengukur tingkat literasi TIK di masyarakat biasanya digunakan Personal Capability Matuarity Model (P-CMM). Dalam hal ini literasi TIK dikategorikan atas lima tingkatan, yaitu:

1) Tingkat nol = jika seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari


(38)

2) Tingkat satu = jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali, dimana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi untuk mencarinya.

3) Tingkat dua = jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi untuk membantu aktivitas sehari-hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya.

4) Tingkat tiga = jika seorang individu telah memiliki standar penguasaan dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang diberlakukannya dan secara konsisten mempergunakan standar tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitas sehari-hari.

5) Tingkat empat = jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan kinerja aktivitas kehidupan sehari-harinya melalui pemanfaatan informasi dan teknologi.

6) Tingkat lima = jika seorang individu telah menganggap infomasi dan teknologi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai perilaku dan budaya hidupnya (Balitbang SDM Kominfo, Arifianto, (ed), 2013: 42).

Dari keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa literasi TIK merupakan kemampuan seseorang yang berkaitan dengan pemahaman, nilai-nilai, keterampilan, pengalaman, dan kapabilitasnya yang terkait dengan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

c.

Literasi Informasi (Information Literacy)

Literasi informasi terdiri dari dua kata, yaitu literasi dan informasi. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa inggris literacy dan information. Literacy menurut arti katanya mengandung makna melek huruf dan yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis. Sedangkan information berarti pengetahuan yang diperoleh dari investigasi, pemikiran atau pembelajaran (Merriam Webster, 2015).

Literasi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam memahami, menggunakan, menyeleksi terhadap suatu data baik tertulis maupun tidak tertulis untuk dapat digunakan dalam mencapai tujuan seseorang, juga untuk dapat mengembangkan pengetahuan serta potensi diri. Sedangkan informasi menurut Estabrook sebagaimana dikutip oleh Pawit M Yusup adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat. Informasi sesungguhnya dapat berupa data atau fakta, akan tetapi dapat juga bukan. (Yusup, 2010: 2).

Dari keterangan di atas, jelas bahwa informasi menjadi sumber yang penting dalam dunia ekonomi, dan informasi menjadi komponen dasar dalam pendidikan karena informasi merupakan elemen pokok penunjang kemajuan teknologi dan perubahan ilmiah.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak kalangan meyakini bahwa peradaban masa depan adalah peradaban masyarakat informasi (information society) dengan pengertian bahwa informasi sudah menjadi suatu hal yang utama, dan interaksi antar manusia sudah berbasis teknologi


(39)

informasi dan komunikasi. Dengan berkembangnya teknologi, saat ini informasi dapat diperoleh dan dipublikasikan dengan mudah. Namun di sisi lain, kemudahan ini dapat pula membuat masyarakat mengalami kebingungan dalam memilih informasi mana yang dapat dipercaya, atau siapa sumber yang layak dikutip. Sehingga dapat memunculkan adanya kekhawatiran akan pemanfaatan informasi itu sendiri.

Apabila dirunut mengenai awal mula adanya istilah literasi informasi, sebenarnya istilah ini sudah mulai diperkenalkan pertama kali oleh Paul G. Zurkowski pada tahun 1974 dalam konteks lingkungan kerja. Zurkowski merupakan seorang Presiden dari Information Industry Association. Ia menggunakan istilah literasi informasi untuk menggambarkan teknik dan kemampuan untuk memanfaatkan berbagai alat-alat serta sumber-sumber informasi yang primer untuk memecahkan masalah dalam pekerjaan. Kemudian ia mengusulkan bahwa prioritas utama dari program US National Commission on Libraries and Information Science adalah membangun sebuah program utama untuk mencapai literasi informasi universal di tahun 1984, dikarenakan informasi yang tersedia sangat banyak sehingga menurutnya seseorang dapat mengalami kesulitan untuk mengevaluasinya. Lebih lanjut Zurkowski berpendapat bahwa orang yang terlatih dalam menerapkan sumber-sumber informasi dalam pekerjaan mereka, dapat dikatakan information literate (Zurkowski, 1974: 6).

Definisi literasi informasi juga banyak bermunculan. Dalam tulisannya, George (2013) seperti yang dikutip oleh Hanna Latuputti mengungkapkan bahwa:

Literasi informasi mencakup seperangkat keterampilan untuk memecahkan masalah atau untuk membuat keputusan, baik untuk kepentingan akademisi ataupun pribadi, melalui proses pencarian, penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efisien, efektif dan beretika.

Literasi informasi berkaitan dengan keterampilan teknologi informasi, namun memiliki implikasi yang lebih luas bagi individu, sistem pendidikan, dan untuk masyarakat, seseorang yang literate terhadap informasi selalu mengembangkan beberapa keterampilan teknologi. (American Library Association, 2000). Keterangan ini menunjukkan bahwa literasi informasi selalu berkaitan erat dengan pemanfatan teknologi.

Sedangkan UNESCO (2004) menjelaskan literasi informasi mengarah pada pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi; juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat.

American Association of School Librarians (AASL), sebuah asosiasi pustakawan sekolah di Amerika menggambarkan ciri-ciri siswa yang berliterasi informasi yaitu:


(40)

Siswa yang melek informasi akan mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten. Siswa yang melek informasi mempertimbangkan informasi dengan hati-hati dan bijaksana untuk menentukan bagaimana kualitas informasi tersebut. Siswa memahami prinsip-prinsip tradisional dan prinsip yang baru dalam menilai keakuratan, validitas, relevansi, kelengkapan, dan berpihak seimbang dan tidak memihak terhadap informasi. Siswa menerapkan prinsip-prinsip ini kepada seluruh sumber dan format informasi serta menggunakan logika dan penilaian untuk menerima, menolak, atau mengganti informasi untuk memenuhi kebutuhan tertentu. (American Association of School Librarian, 1998: 2).

Sesuai dengan pandangan tersebut, Puri (2011: 2) menjelaskan, State University of New York memberikan definisi literasi informasi sebagai kemampuan untuk mengenali saat informasi dibutuhkan, ditempatkan, dievaluasi untuk kemudian digunakan secara efektif dan sekaligus mengkomunikasikannya ke dalam berbagai bentuk dan jenis.

Menurut penulis, berbagai pendapat di atas, pada hakikatnya merujuk kesimpulan yang sama yaitu proses mampunya seseorang dari mulai mengakses informasi hingga dapat mengkomunikasikan isi informasi yang didapatkannya dengan baik dan penuh etika.

Dari uraian panjang para ahli mengenai literasi informasi, apabila dilihat secara lebih dekat menggunakan kacamata agama, sebenarnya secara normatif dalam Islam, literasi informasi ini telah berabad-abad lebih dahulu diperkenalkan dan diperintahkan, bahkan sebelum Paul Zurkowski memperkenalkannya dalam bidang pekerjaan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Q.S Al-Alaq, Allah SWT berfirman:

ۡق

ۡأر

ب

ۡس

كبر

ي

ق خ

٢

ق خ

ۡ

س إ

ۡ

ق ع

١

ۡق

ۡأر

كبر

ۡۡكأ

ر

١

ي

ع

ب

ۡق

ع

ۡ

س إ

ا

ۡ

ۡعي

ۡ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 1-5).

Kata “Bacalah” dalam ayat tersebut apabila ditafsirkan memiliki arti yang lebih luas. Ayat ini merupakan wahyu pertama yang turun kepada Rasulullah SAW untuk diperintahkan kepada umat manusia. Kata

“Bacalah” pada ayat tersebut tidak saja diartikan secara tekstual sebagai keadaan seseorang untuk membaca buku, kitab, atau membaca segala sesuatu yang berkaitan dengan teks. Akan tetapi, tafsir dari kata “Bacalah”

tersebut bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk selalu membaca setiap keadaan yang terjadi di muka bumi ini, tentunya dengan tetap berkeyakinan bahwa segala yang terjadi tidak lain adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah SWT semata.


(41)

Dengan berdasarkan pada wahyu pertama tersebut, Q.S Al-Alaq ayat 1-5, maka memiliki kemampuan literasi informasi merupakan suatu keniscayaan. Karena literasi informasi merupakan kemampuan seseorang

dalam upaya untuk “membaca” setiap keadaan ataupun informasi-informasi yang ada di dunia, dengan tujuan tidak hanya agar dapat mencapai kesuksesan dalam hidup seseorang secara personal, akan tetapi menjadi lebih luas yaitu meningkatkan perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi suatu negara.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa literasi informasi merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mencari, memilih, mengolah, menganalisis, dan menggunakan informasi yang tersedia sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kata lain literasi informasi adalah kemampuan ketika seseorang mengetahui kapan dan mengapa ia membutuhkan suatu informasi, dimana ia mendapatkannya, dengan cara apa ia mendapatkannya, bagaimana mengevaluasi dan menggunakan informasi tersebut untuk selanjutnya dapat dikomunikasikan dengan cara yang baik dan bijak.

Dari berbagai macam literasi yang sudah dipaparkan di atas, baik literasi media, literasi TIK, maupun literasi informasi, dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas mengenai literasi informasi.

3. Urgensi Literasi Informasi

Pesatnya perkembangan teknologi dan besarnya jumlah informasi yang tersedia menjadikan literasi informasi sebagai keterampilan yang sangat penting. Beragamnya media yang digunakan untuk memuat informasi menjadi tantangan bagi seseorang dalam mengevaluasi, menyaring, memahami dan menentukan informasi yang dibutuhkan. Eisenberg menjelaskan, in this age of the information highway and globalization, the development of information literacy has come to the forefront of the educational stage. (Eisenberg, 2004: 40).

Seseorang yang memiliki kemampuan literasi informasi akan mampu mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain dengan efektif.

Keterampilan penting yang terkandung dalam konsep literasi informasi adalah keterampilan pemecahan masalah, berpikir kritis, berpikir kreatif, mengenali pola, memahami hubungan, dan mentransfer pengetahuan dari satu disiplin ilmu ke disiplin ilmu yang lain. Semua ini adalah kemampuan yang memungkinkan siswa untuk memperoleh makna dari informasi. Literasi informasi juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi motivasi diri dalam belajar (Thompson, 2000: 2). Selain itu, sesuai dengan rumusan dari 21st Century Skills, Education, Competitiveness, Partnership for 21st Century menjelaskan, salah satu kerangka kompetensi abad 21 adalah kemampuan literasi (melek) informasi, literasi media, dan literasi teknologi informasi dan komunikasi (Partnership for 21st Century: 2015). Rumusan ini diyakini akan membawa kesuksesan dalam tercapainya sebuah masyarakat informasi yang baik.

Untuk mengetahui ciri seseorang yang memiliki kemampuan literasi informasi, Christina S. Doyle dalam Information Literacy in an Information Society: A Concept for the Information Age membagi karakteristik seseorang yang


(1)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan masalah sosialisasi pada anak-anak remaja.

1.6 Hipotesis

Hipotesis saya adalah bahwa teman sebaya sangatlah berpengaruh dalam perilaku sehari hari remaja, dan faktor teman sebaya sangatlah berpengaruh kepada apakah perilaku itu baik atau tidak.

1.6 Sistematika Penulisan BAB I,

Merupakan pendahuluan mengenai latar belakang pemilihan tema penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis dan manfaat dari penelitian.

BAB II,

Berisi tentang landasan teori yang menjelaskan pengertian judul. BAB III,

Berisi tentang metode penelitian, membahas tentang jenis penelitian cara dan proses dalam melakukan penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI 1. Remaja

1.1 Pengertian Remaja

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. rentang usia ini dapat dibagi menjadi dua bagian,yaitu usia 12/13 tahun


(2)

sampai dengan17/18 tahun adalah remaja awal. dan usia 17/18 sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya(Hurlock 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menegah2

1.2 Remaja Menurut Hukum

Konsep “remaja” bukan lah berasal dari bidang hukum. melainkan berasal dari bidang ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi, Paedadogi. Selain bidang- bidang tersebut, konsep “remaja” adalah sebuah konsep yang relatif baru.

Di Indonesia sendiri, konsep “remaja” tidak dikenal dalam sebagian undang- undang yang berlaku. 3

2. Perilaku Menyimpang 2.1 Definisi

Adapun definisi perilaku menyimpang perilaku menyimpang (deviant behavior) adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat4

2.2 Menurut Ahli a. Paul B. Horton

Penyimpangan adalah setiap perilaku yanb dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

b. James Vander Zander

Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai suatu hal tercela dan di luar batas-batas toleransi.

c. Robert M. Z. Lawang

Perilaku menyimpang adalah semua tindakan menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.5

2.3 Penyebab

2Mohammad Ali, Mohammad Asrori. 2014. “Psikologi Remaja” ( Bumi Aksara) halaman 9

3 Sarwono, Sarlito. 2013. Psikologi Remaja , Rejawali Pers , 20 4 Sosiologi, Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bagja waluya hal 88 5 Sosiologi, Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bagja waluya hal 88


(3)

a. Faktor Subjektif

Faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).

b. Faktor Objektif

2.4 Faktor Penyebab a. Faktor dari dalam

Intelegensi atau tingkat kecerdasan, usia, jenis kelamin dan kedudukan seseorang dalam keluarga. Misalnya: seseorang yang tidak normal dan pertambahan usia.

b. Faktor dari luar

Kehidupan rumah tangga atau keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan dan media massa. Misalnya: seorang anak yang sering melihat orang tuanya bertengkar dapat melarikan diri pada obat-obatan atau narkoba. Pergaulan individu yang berhubungan teman-temannya, media massa, media cetak, media elektronik.

2.5 Bentuk

a. Berdasarkan sifat.

1). Penyimpangan bersifat positif

Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkayawawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.

2). Penyimpangan bersifat negative

Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk seperti pencurian, perampokan, pelacuran, dan pemerkosaan.

b. Berdasarkan pelaku

1). Penyimpangan individual (individual deviation)

Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan.


(4)

Penyimpangan kelompok adalah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompok yang bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, sekelompok orang menyelundupkan narkotika atau obat-obatan terlarang lainnya.

3). Penyimpangan campuran (combined deviation)

Penyimpangan seperti itu dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok didalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan dan mengabaikan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, remaja yang putus sekolah dan pengangguran yang frustasi dari kehidupan masyarakat, dengan di bawah pimpinan seorang tokoh mereka mengelompok ke dalam organisasi rahasia yang menyimpang dari norma umum (geng).

3. Teman Sebaya atau Peer Group

3.1 Pengertian kelompok teman sebaya

Kelompok sebaya adalah kumpulan dua orang atau lebih yang saling berkaitan, berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam perilaku untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai- nilai dan pola hidup sendiri, di mana persahabatan dalam periode teman sebaya penting sekali karena merupakan dasar primer mewujudkan nilai- nilai dalam suatu kontak sosial. Jadi kelompok teman sebaya merupakan media bagi anak untuk mewujudkan nilai- nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggung jawab dan kompetisi.

Para anggota kelompok ini cenderung mempengaruhi keyakinan dan perilaku seseorang.

3.2 Hakekat kelompok teman sebaya

Anak berkembang di dalam dua dunia sosial:

a. Dunia orang dewasa, yaitu orang tuanya, guru- gurunya dan sebagainya. b. Dunia teman sebaya, yaitu sahabat- sahabatnya, kelompok bermain,

perkumpulan- perkumpulan. pengertian.

3.3 Macam- macam Kelompok teman sebaya

Menurut Hurlock (1999 : 215) ada beberapa lima macam kelompok teman sebaya dalam remaja, antara lain :

a. Teman Dekat : Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat.


(5)

b. Teman Kecil : Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman- teman dekat.

c. Kelompok Besar : Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta dan berkencan. Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat berkurang di antara anggota- anggotanya sehingga terdapat jarak social yang lebih besar di antara mereka.

d. Kelompok Terorganisasi : Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. Banyak remaja yang mengikuti kelompok seperti ini merasa diatur dan berkurang minatnya ketika berusia 16- 17 tahun.

e. Kelompok Gang : Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan mengikuti kelompok gang. Anggota biasanya terdiri dari anak- anak sejenis dan minat mereka melalui adalah untuk menghadapi penolakan teman- teman melalaui perilaku anti sosial.

3.4 Fungsi

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Santrock (2007:55) mengemukakan bahwa salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah:

a) Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga

b) Memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman

sebaya.

BAB III METODOLOGI 1. Lokasi dan Waktu

Penelitian yang penulis lakukan untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan untuk karya ilmiah ini adalah dengan melakukan penelitian di Desa X. Penulis akan mengikuti kegiatan Penelitian Lingkungan Aspek Sosial dan


(6)

Alam (PLASA) yang diselenggarakan setiap tahun oleh SMA Al-Izhar Pondok Labu.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah warga di desa Randukurung, Garut, Jawa Barat. 2.2 Sampel Penelitian

Sampel yang diambil penulis untuk melengkapi peneltian ini adalah anak – anak remaja di desa Randukurung, Garut, Jawa Barat.

3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah dengan metode penelitian secara deskriptif. dan secara survey. data yang diperoleh dengan cara wawancara, dan observasi.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang penulis lakukan: 1. Wawancara

Bercakap dengan beberapa narasumber 2. Observasi

Mengamati subjek dan lingkungan sekitarnya

5. Alur Kerja

Memilih Tema Studi Pustaka Penelitian

Pengelolaan KI Selesai KI Disidangkan


Dokumen yang terkait

Peran guru pendidikan agama islam di sekolah multikultural

5 42 98

Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Multikultural

0 8 98

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Minat Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Di MTs Muhammadiyah Surakarta Dan Smp Ta’mirul Islam S

1 6 22

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Minat Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Di MTs Muhammadiyah Surakarta Dan Smp Ta’mirul Islam S

0 2 20

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Di SMK Muhammadiyah Kartasura.

0 1 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Di SMK Muhammadiyah Kartasura.

0 2 16

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

0 0 64

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM (2)

0 2 74

BAB II PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANGANI SISWA INTROVERT PADA MATA PELAJARAN PAI MELALUI PENDEKATAN BEHAVIORISTIK A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian dan Peran Guru Pendidikan Agama Islam - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 1 34

PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN LITERASI INFORMASI SISWA

0 1 11