Dapat disimpulkan dari berbagai pengertian di atas metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan oleh para guru pada saat berlangsungnya
pembelajaran, untuk mengadakan interaksi guru dengan siswa. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan
siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing.
Metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Metode pengajaran dapat digambarkan secara umum
yang merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk pelaksanaan pembelajaran, ada beberapa metode pembelajaran yang dapat
dipilih. Setiap metode memiliki ciri khas tertentu dalam penggunaannya yang perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Metode
pembelajaran yang dapat digunakan antara lain metode presentasi, metode diskusi, metode permainan, metode simulasi, metode ceramah, metode tanya
jawab, metode demonstrasi, metode penemuan, metode latihan, dan metode kerja sama Warsita, 2008: 273.
Dengan demikian, di dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran
yang diinginkan. a.
Jenis-jenis Metode Pembelajaran Metode pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru
boleh memilih metode pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Metode merupakan salah satu faktor penting dalam
proses pembelajaran untuk menetukan keberhasilan belajar. Metode merupakan cara yang dipakai seorang pendidik untuk menyampaikan materi
kepada siswa. Pemilihan metode pembelajaran pada dasarnya perlu disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik. Seorang
pendidik tidak hanya memberikan materi ataupun penilaian saja namun seorang pendidik perlu memberikan metode yang berpengaruh kepada hasil
dari proses pembelajaran siswanya.
Berbagai metode harus disiapkan oleh pendidik, pendidik haru memiliki metode pengajaran yang bervariasi, berencana dan berlanjut. Pendidik harus
selalu mempunyai ide-ide yang kreatif untuk menunjang dan meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar. Dalam kegiatan proses pembelajaran
khususnya pada pembelajaran PAI lebih membutuhkan proses pembelajaran pemahaman dan pengamalan, guru juga dapat memanfaatkan media
pembelajaran agar dapat memberikan pengajaran yang maksimal.
Beberapa metode pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan sebuah metode yang dilakukan oleh guru dengan cara mencontohkan terlebih dahulu kepada siswa. Dalam
pelaksanaan demonstrasi, guru harus sudah yakin bahwa seluruh siswa dapat memperhatikan dan mengamati terhadap objek yang akan
didemonstrasikan.
Menurut Sutikno 2009: 96 metode demonstrasi adalah metode membelajarkan dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan
urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui
penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan yang sedang disajikan.
Demonstrasi sebagai metode mengajar dimana seorang guru atau seorang demonstrator, atau seorang siswa yang memperlihatkan
kemampuannya kepada orang lain. Dalam hal ini demonstrasi yang dimaksud adalah suatu metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana
proses terjadinya sesuatu, tujuannya agar siswa memiliki pengalaman melihat, mendengar, serta dapat menirukan materi yang diberikan.
2. Metode Peniruan Pemodelan
Pada penggunaan sebuah metode pembelajaran, seorang pendidik tidak cukup dengan hanya menggunakan satu metode tetapi harus berbagai
metode. Peserta didik yang belajar PAI dapat terlihat peningkatan kemampuannya dengan melihat seberapa jauh gurunya mencontohkannya.
Misalnya pada saat guru mencontohkan cara membaca ayat-ayat al-Quran kepada siswa, maka siswa secara otomatis akan ikut menirukan apa yang
dicontohkan oleh gurunya. Guru mencontohkan pelafalan ayat demi ayat, bagaimana makhrajnya, dan hokum tajwidnya.
Dengan demikian metode pengajaran peniruan khususnya pada pelajaran PAI sangatlah penting untuk mencapai hasil yang diinginkan,
guru harus benar-benar menguasai materi untuk mencapai sebuah tujuan pembelajaran.
3. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah menurut Hasibuan dan Moedjiono
1993:13 adalah: Cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.
Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah merupakan seuatu cara belajar mengajar dimana bahan disajikan oleh guru secara
monologue sehingga pembicaraan bersifat satu arah. Kelemahan dari
metode ini adalah siswa cenderung pasif, dan kurang cocok untuk pembentukan keterampilan dan sikap, karena siswa menganggap
semua informasi yang didapatkan hanya dari guru sehingga ada keterbatasan dari siswa untuk lebih memperluas informasi yang
diberikan guru dengan metode tersebut. Disamping beberapa kelemahan di atas, metode ceramah juga memilki
beberapa kelebihan menurut Sanjaya 2010:148 diantaranya: a
Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pkok-pokoknya
oleh guru dalam waktu yang singkat. b
Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Sehingga guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang
mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
c Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas oleh karena
sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.
4. Metode Tanya Jawab
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhori dijelaskan sebagai berikut:
”Ismail menyampaikan kepada kami, beliau berkata, menyampaikan kepadaku Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar
bahwasanya Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya di antara pohon- pohon ada pohon yang tidak jatuh daunnya, pohon tersebut seperti
orang muslim, beritahu aku pohon apakah itu?” Orang-orang menyangka pohon tersebut adalah pohon belukar, sedangkan aku
menduga pohon tersebut ada lah pohon kurma. Abdullah berkata, “Ya
Rasulullah, beritahu kami pohon apakah itu?” Maka Rasulullah menjawab, “Pohon kurma”. al-Asqalani, 2002: 271.
Terlihat dalam hadits tersebut Rasulullah SAW menerapkan metode tanya jawab dalam menyampaikan pengajaran. Metode tanya jawab sering
dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam mendidik akhlak para sahabat. Pelajaran yang dapat diambil dari hadits tersebut yaitu seorang guru dapat
menguji kemampuan muridnya dengan apa yang tersembunyi dan memberitahukannya jika mereka tidak mengetahui hal tersebut.
Menurut Djamarah, “dalam mengajar, metode bertanya merupakan
teknik penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa dan dapat pula dari siswa kepada guru
” Djamarah, 2000: 50. Dialog yang terbangun dari tanya jawab akan
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah
tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah SAW menanyakan kepada para
sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
Dalam proses tanya jawab terdapat pola hubungan interaksi multi arah. Dalam memberikan pertanyaan, guru yang demokratis tidak akan
menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya. Selain itu, ia pun tidak akan
menjelaskan sampai tuntas tentang apa jawaban dari pertanyaan yang diajukannya. Dari pertanyaan ini akan muncul beberapa orang yang akan
berinteraksi di dalam pertanyaan tersebut. Dalam penggunaan metode mengajar di dalam kelas, tidak hanya guru saja yang senantiasa berbicara
seperti halnya metode ceramah, melainkan mencakup pertanyaan pertanyaan dan penyumbang ide-ide dari pihak siswa.
Dengan metode tanya jawab, pertanyaan yang diajukan mengumpan siswa berpikir kritis pada pokok bahasan yang sedang dipelajari.
5. Metode Pembelajaran Berbasis Multimedia Presentasi
Multimedia adalah media presentasi dengan menggunakan teks, audio dan visual sekaligus. Menurut Hofstteter 2001 sebagaimana dikutip oleh
Rusman, multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak video dan animasi
dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai untuk melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi.
Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoretis, digunakan dalam pembelajaran klasikal dengan
group belajar yang cukup banyak di atas 50 orang. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projektor yang memiliki jangkauan pancar
yang lebih besar. Kelebihan media ini adalah menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik, dan sound menjadi satu
kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa.
Menurut teori “quantum learning” peserta didik memiliki modalitas belajar yang berbeda yang dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu visual, auditif,
dan kinestetik. Keberagaman modalitas belajar ini dapat diatasi dengan menggunakan perangkat media dengan sistem multimedia, sebab masing-
masing peserta didik yang berbeda tipe belajar dapat diwakili oleh multimedia.
Dengan demikian pembelajaran Pendidikan Agama Islam menggunakan multimedia presentasi dapat mempermudah guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran serta mempermudah siswa dalam memahami materi pembelajaran di kelas.
6. Metode Diskusi
Tukar informasi antara dua orang atau lebih untuk menyelesaikan suatu persoalan dapat dikatakan sebuah diskusi. Kata diskusi berasal dari
bahasa l atin yaitu “discussus” yang berarti “to examine”, “investigate”
memeriksa, menyelidik. Secara umum diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal
dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau
pemecahan masalah. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW bersama para sahabat terutama untuk mencari kata sepakat.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak berdiskusi, meskipun pada dasarnya beliau memiliki wewenang untuk membuat
keputusan sendiri. Tetapi, sebagai bentuk rasa keguruan yang terdapat padanya, beliau tidak merasa bosan bahkan sering mengadakan diskusi
dengan para sahabat, apabila ada persoalan bersama.
Engkoswara mengemukakan beberapa tujuan guru menggunakan metode diskusi diantaranya sebagai berikut:
1 Memupuk anak untuk berani mengeluarkan pendapat tentang sesuatu
persoalan secara bebas. 2
Supaya anak berpikir sendiri, tidak hanya menerima pelajaran dari guru.
3 Memupuk perasaan toleran, memberi kesempatan dan menghargai
pendapat orang lain. 4
Melatih anak-anak untuk menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya Engkoswara, 1988: 50.
Metode diskusi dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah siswa. Metode ini pun dapat memberi pesan moral
kepada siswa yaitu agar siswa memiliki sikap tenggang rasa dan rasa saling membantu dengan temannya.
2. Peranan Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah merupakan sumber informasi di sekolah. Perpustakaan merupakan salah satu sarana dalam menunjang proses belajar dan
mengajar di sekolah. Undang-undang Republik Indonesia No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Pasal 23 Ayat 1 menyebutkan bahwa setiap
sekolahmadrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional pendidikan.
Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada pada lembaga pendidikan sekolah, yang merupakan bagian integral dari sekolah, dan menjadi
sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah Perpustakaan Nasional RI, 2000.
Erliya Wijayanty menyebutkan bahwa International Federation of Library Associations and Institutions
IFLAUNESCO pada tahun 2000 mengeluarkan manifesto tentang perpustakaan sekolah. Manifesto yang dicetuskan adalah
“perpustakaan sekolah dalam pengajaran dan pembelajaran untuk semua, perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide yang merupakan dasar
keberhasilan fungsional dalam masyarakat masa kini yang berbasis pengetahuan dan informasi. Perpustakaan sekolah membekali siswa berupa
keterampilan pembelajaran sepanjang hayat serta imajinasi, memungkinkan mereka hidup sebagai warga negara yang bertanggu
ng jawab” Wijayanty, 2012: 8.
Penyelenggaraan perpustakaan sekolah harus sejalan dengan visi misi sekolah dengan mengadakan bahan bacaan bermutu sesuai kurikulum,
menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan bidang studi, dan kegiatan penunjang lainnya. Disebutkan dalam Pedoman Perpustakaan Sekolah yang
dikeluarkan oleh IFLAUNESCO, misi perpustakaan sekolah adalah menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar berfungsi secara
baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan. IFLAUNESCO, 2002: 6.
Standar Nasional Indonesia untuk Perpustakaan Sekolah menjabarkan tujuan dari perpustakaan sekolah yaitu menyediakan pusat sumber belajar
sehingga dapat membantu pengembangan dan peningkatan minat baca, literasi informasi, bakat serta kemampuan peserta didik.
Menurut Yusuf, tujuan dari perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut: a.
Mendorong dan mempercepat proses penguasaan teknik membaca para siswa.
b. Membantu menulis kreatif bagi para siswa dengan bimbingan guru dan
pustakawan. c.
Menumbuhkembangkan minat dan kebiasaan membaca para siswa.
d. Menyediakan berbagai macam sumber informasi untuk kepentingan
pelaksanaan kurikulum. e.
Mendorong, menggairahkan, memelihara, dan memberi semangat membaca dan memberi semangat belajar bagi para siswa.
f. Memperluas, memperdalam dan memperkaya pengalaman belajar para siswa
dengan membaca buku dan koleksi lain yang mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi yang disediakan oleh perpustakaan.
g. Memberikan hiburan sehat untuk mengisi waktu senggang melalui kegiatan
membaca, khusus buku-buku dan sumber bacaan lain yang bersifat kreatif, ringan, seperti fiksi, cerpen dan lainnya. Yusuf, 2007: 3.
Adapun tujuan perpustakaan sekolah secara khusus menurut Mudjito 1999: 21 adalah untuk meletakkan dasar-dasar siswa agar dapat belajar secara
mandiri, memupuk minat dan bakat para siswa, juga minat mereka dalam membaca. Perpustakaan juga perlu mengembangkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah atas usaha dan tanggung jawabnya sendiri, mengembangkan kemampuan imajinatif siswa, serta mengembangkan
kemampuan siswa untuk mencari dan menemukan, mengelola dan memanfaatkan informasi.
Mengenai fungsi perpustakaan, menurut Darmono perpustakaan mengemban beberapa fungsi sebagai berikut:
1 Fungsi Informasi
Fungsi perpustakaan sebagai informasi adalah untuk memupuk daya kritis siswa dalam menemukan sumber informasi dan sebagai sarana layanan
informasi dalam menunjang proses belajar mengajar. 2
Fungsi Pendidikan Perpustakaan sebagai sarana kegiatan belajar mengajar untuk membantu
siswa dalam memperjelas pengetahuan tentang pelajaran yang diperolehnya di dalam kelas.
3 Fungsi Kebudayaan
Perpustakaan sebagai tempat melestarikan kebudayaan, baik kebudayaan lokal, daerah, maupun nasional. Yakni dengan meningkatkan mutu
kehidupan dengan memanfaatkan berbagai informasi sebagai rekaman budaya bangsa untuk meningkatkan taraf hidup dan mutu kehidupan
manusia baik secara individu maupun secara kelompok. Perpustakaan juga harus membangkitkan minat terhadap kesenian dan kehidupan, mendorong
tumbuhnya kreativitas dalam berkesenian, menumbuhkan budaya baca di kalangan pengguna, dan mengembangkan sifat dan sikap hibungan manusia
yang positif serta menunjang kehidupan antara budaya yang harmonis.
4 Fungsi Rekreasi
Perpustakaan sebagai tempat rekreasi, dengan membaca buku dapat menghilangkan kejenuhan siswa dan guru dari rutinitas belajarmengajar
serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan. 5
Fungsi Penelitian Perpustakaan menyediakan berbagai informasi untuk menunjang
kegiatan penelitian. Informasi yang disajikan meliputi berbagai jenis dan bentuk informasi, sesuai dengan kebutuhan lembaga.
6 Fungsi Deposit
Sebagai fungsi deposit perpustakaan berkewajiban menyimpan dan melestarikan semua karya cetak dan karya rekam yang diterbitkan di
wilayah Indonesia. Perpustakaan yang menjalankan fungsi deposit secara nasional adalah Perpustakaan Nasional.
Peran strategis perpustakaan di sekolah sebagai sumber belajar, sesuai fungsinya sebagai sarana informasi, penelitian, pendidikan dan rekreasi, pada
pelaksanannya perlu didukung oleh banyak factor, diantaranya kelengkapan sarana prasarana yang memadai, kelengkapan koleksi baik buku maupun non
buku, profesionalitas pengelola, serta peran aktif pemustaka atau pengguna. Maka pengembangan serta pemanfaatan segala macam bentuk daya dukung,
materiil maupun immaterial, menjadi sebuah keniscayaan bagi keberlangsungan fungsi perpustakaan tersebut.
2.1 Unsur-unsur Utama Perpustakaan Sekolah
Peran perpustakaan semakin penting sebagai salah satu sarana penunjang suasana belajar dan pembelajaran di sekolah. Keberadaan tenaga
perpustakaan yang professional diharapkan mampu merencanakan program perpustakaan sekolah, melaksanakan program, mengembangkan koleksi,
hingga mengembangkan kebiasaan membaca di kalangan pelajar dan guru Musfah, 2015: 106.
Unsur-unsur utama dalam perpustakaan sekolah salah satunya adalah pustakawan. Pustakawan sekolah adalah tenaga kependidikan berkualifikasi
serta professional yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah, didukung oleh tenaga yang mencukupi, bekerjasama
dengan semua anggota komunitas sekolah dan berhubungan dengan perpustakaan umum dan lain-lainnya. Pada fase awal cukup diperlukan
pustakawan yang memiliki keterampilan sebagai berikut: a
Administrasi bahan pustaka mulai dari stampling sampai pada shelving. b
Klasifikasi c
Katalogisasi d
Sirkulasi e
Administrasi anggota f
Sirkulasi statistik LIPI, 2009: para 6. Pustakawan perlu memiliki kemampuan untuk dapat mengajarkan
keterampilan literasi informasi secara efektif, dan harus mengetahui cara yang paling baik untuk membuat siswa membangun kemampuan berpikir kritis
mereka. Sehingga siswa dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat, dapat belajar secara mandiri dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir
kritisnya.
Di samping pustakawan, unsur penting lainnya adalah jumlah koleksi. Perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang mempunyai koleksi yang
lengkap, berupa buku-buku, majalah, jurnal, dan lainnya yang dapat menjadi sumber informasi sekolah. Menurut pendapat Shaikh, sebagaimana dikutip
oleh Musfah, sebuah buku dikatakan bagus salah satunya jika dapat mendorong pemikiran bebas dan mengembangkan semangat penyelidikan,
penelitian, dan bekerja Musfah, 2015: 106.
Pada umumnya koleksi perpustakaan sekolah dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1 Koleksi referensi
2 Koleksi buku non-fiksi
3 Koleksi buku fiksi
4 Koleksi serial atau majalah
5 Koleksi non buku, berupa rekaman suara, rekaman gambar, rekaman video
atau film, rekaman file komputer, atlas, peta globe, panflet, brosur, dan lain-lain.
6 Koleksi deposit dan buku random. Koleksi deposit adalah koleksi dari
karya-karya yang lahir di lingkungan sekolah yang dapat berupa perorangan maupun organisasi.
IFLA International Federation Library Association membuat standar yang perlu dipenuhi oleh perpustakaan sekolah dalam hal koleksi buku, yaitu
perpustakaan hendaknya menyediakan 10 buku per siswa. Sekolah yang kecil hendaknya memiliki paling sedikit 2.500 judul buku materi perpustakaan
yang relevan dan mutakhir agar persediaan buku seimbang untuk seluruh siswa. Paling sedikit 60 koleksi perpustakaan terdiri dari buku non fiksi
yang berkaitan dengan kurikulum. LIPI, 2009: 3.
Selain koleksi dan tenaga perpustakaan, pengguna perpustakaan merupakan unsur yang paling utama pada suatu perpustakaan, karena untuk
mereka lah perpustakaan dibangun dan dikembangkan. Pengguna utama perpustakaan sekolah adalah siswa dan guru. Namun, perpustakaan dapat
memiliki kebijakan tersendiri untuk melayani pengguna perpustakaan yang lain, diantaranya adalah alumni sekolah, orang tua siswa, komite sekolah,
masyarakat di lingkungan sekolah, dan organisasi-organisasi yang bekerja sama dengan sekolah. Yulianingsih, 2011: 37.
2.2 Program Perpustakaan Sekolah
Beberapa strategi dan program perpustakaan sekolah yang dapat diterapkan dalam rangka menumbuhkan kebiasaan membaca siswa dan
meningkatkan kemampuan literasi adalah sebagai berikut: a
Melakukan tour perpustakaan b
Menyediakan sumber bacaan yang bervariasi c
Membaca dengan suara keras d
Lingkar sastra e
Mendongeng f
Mengundang penulis cerita g
Mengadakan kuis forum buku atau book talk h
Memutar film i
Pameran perpustakaan j
Mendisplay karya siswa Yulianingsih, 2011: 38. 2.3
Literasi Informasi dalam Permendiknas Dalam Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenga
Perpustakaan, perpustakaan sekolah harus memberikan bimbingan literasi informasi kepada pemustakanya. Pustakawan harus memiliki beberapa
kompetensi untuk melakukan hal tersebut. Kompetensi yang perlu dimiliki
oleh seorang pustakawan dalam memberikan literasi informasi adalah sebagai berikut:
a Mengidentifikasi kemampuan dasar literasi informasi pemustaka
Pustakawan melihat kemampuan literasi yang sudah dimiliki siswa apakah sudah baik atau masih perlu mendapat perhatian yang serius, karena
hal tersebut akan berpengaruh dalam pemberian materi literasi informasi. b
Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pemustaka
Setelah melihat kemampuan literasi siswa, kemudian pustakawan membuat suatu panduan yang dapat diadopsi dari model-model yang sudah
ada atau dapat membuat sendiri dan juga perlu disesuaikan dengan jenjang pendidikan siswa. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
c Membimbing pemustaka hingga mencapai literasi informasi
Langkah berikutnya adalah menerapkan panduan yang telah dibuat sebelumnya kepada siswa. Pustakawan berusaha agar siswa dapat
memahami materi yang disampaikan agar mereka nantinya dapat menerapkannya.
d Mengevaluasi bimbingan literasi informasi
Setelah kegiatan bimbingan selesai, evaluasi sangat penting dilakukan. Hal ini perlu dilakukan agar diketahui seberapa efektif bimbingan yang
telah dilakukan. Apakah siswa mengerti yang telah disampaikan atau tidak, apabila mayoritas siswa tidak memahami apa yang disampaikan maka
sistem bimbingan perlu ditinjau ulang agar tujuan yang semula ditetapkan dapat tercapai secara maksimal.
e Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolahmadrasah
Pustakawan memiliki peran yang penting dalam menumbuhkan minat baca di kalangan siswa. Dapat dilakukan dengan hal yang sangat sederhana
seperti membuat suasana perpustakaan nyaman. Minat baca dapat mendorong siswa pada rasa ingin tahu yang tentu saja akan berguna saat
mereka belajar. Mereka tidak begitu saja menerima informasi tapi juga mencari tahu kebenarannya. Sofa, 2010: 16.
Tentunya, dalam menumbuhkan kemampuan literasi informasi siswa, selain perpustakaan, guru juga memiliki peran yang sama. Harus ada
pemahaman yang sejalan antara guru dengan perpustakaan dalam upaya menciptakan siswa yang literasi, sehingga kolaborasi guru dengan
perpustakaan sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan bersama, yaitu menciptakan siswa-siswa yang literasi terhadap informasi.
Dengan begitu, jelaslah bahwa perpustakaan bertanggung jawab terhadap tersedianya beragam informasi yang dapat dibaca dan diakses oleh seluruh warga
sekolah. Maka terciptanya kemampuan literasi informasi yang baik siswa di sekolah tidak terlepas dari adanya peranan perpustakaan sekolah, karena
perpustakaan sekolah dapat memupuk kemampuan berpikir kritis siswa dan menjadikan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat.
3. Peranan Peserta Didik
Selain guru, komponen lainnya dalam proses pendidikan yang juga penting adalah peserta didik. Proses pembelajaran tidak mungkin terjadi tanpa adanya
peserta didik. Peserta didik adalah pribadi yang unik yang mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang. dalam pandangan modern, siswa tidak hany
dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengorganisasikan setiap kegiatan
pembelajaran dan menghargai peserta didik sebagai subyek yang memiliki potensi.
Dengan demikian, siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar, yaitu sebagai
berikut: a.
Aktivitas visual visual activities seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi.
b. Aktivitas lisan oral activities seperti bercerita, tanya jawab, diskusi, dan
menyanyi. c.
Aktivitas mendengarkan listening activities d.
Aktivitas gerak motor activities seperti senam, menari, melukis. e.
Aktivitas menulis writing activities seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
Fungsi peserta didik dalam proses belajar mengajar tidak hanya sebagai objek saja, melainkan sebagai subjek. Karena dalam keberhasilan belajar, sebenarnya
peserta didiklah yang menentukan, bukan guru. Sehingga guru hendaknya membimbing dan mengarahkan peserta didik ke arah tercapainya kompetensi
mereka sesuai potensi yang dimilikinya.
Dengan dasar pandangan tersebut di atas, maka tugas peserta didik dapat dilihat dari beberapa aspek sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran secara
efektif dan efisien. Daradjat menilai, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadikan peserta didik lebih efektif dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
a Hendaknya peserta didik mengetahui tujuan dari pembelajaran, sehingga ia tahu
sejauh mana pembelajaran yang harus diserap dan dicerna dari materi yang diajarkan.
b Peserta didik hendaknya memiliki niat yang murni dalam mencari ilmu,
sehingga timbul keikhlasan dalam proses belajar mengajar. c
Hendaknya ada kesadaran dalam diri peserta didik bahwasanya belajar khususnya Pendidikan Agama Islam bukan hanya menyentuh ranah kognitif
dan menghafal saja, namun dapat diimplementasikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d Kesadaran akan pentingnya ilmu tentunya menjadi salah satu kewajiban peserta
didik. Karena yang membedakan seseorang itu terdidik dan tidak adalah dengan ilmu yang diamalkan dalam kehidupannya. Daradjat, 2008: 268.
Dalam pembelajaran, perlu adanya hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik. Sehingga segala hal yang menjadi problematika peserta didik dapat
diatasi dengan tepat. Hubungan timbal balik feed back antara guru dan peserta didik secara tidak langsung akan meningkatkan keefektifan belajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penulis tertarik meneliti peran guru PAI di sekolah dan peran perpustakaan sekolah dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi siswa dalam
hubungannya dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Sejalan dengan penelitian ini, penelitian yang hampir sama pernah dilakukan
Hanna Chaterina George yang membahas Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah: Studi Kasus Penerapan Program Literasi Informasi di Perpustakaan
Sekolah Santa Angela Bandung. Penelitian tersebut mendeskripsikan penerapan literasi informasi oleh Perpustakaan Sekolah Santa Angela dan bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang bagaimana kebijakan sekolah dalam pelaksanaan program literasi informasi, perencanaanya, pelaksanaannya serta pengevaluasian
program ini. Untuk itu, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan paradigma kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini menghasilkan
model dan pola penerapan literasi informasi di Perpustakaan Santa Angela dalam bentuk bagan selain menjawab apa yang menjadi tujuan penelitian. Bagan ini
dinamakan Model LISA dan Pola LISA. LISA adalah singkatan dari Literasi Informasi Santa Angela.
Ludya Arica Bakti dalam penelitiannya berjudul Hubungan Literasi Informasi dengan Publikasi Hasil Penelitian Peneliti di Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI. Penelitiannya membahas hubungan literasi informasi dengan publikasi hasil penelitian peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi
– LIPI. Hasil penelitian menyarankan bahwa peneliti khususnya di lingkungan Pusat Penelitian
Bioteknologi – LIPI lebih mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan
literasi informasi; pengembangan strategi organisasi berupa pembuatan program literasi informasi; perlunya keterlibatan perpustakaan dalam kegiatan literasi
informasi. Nur Fauziah juga dalam penelitiannya membahas literasi informasi, yaitu
Upaya Guru dalam Pengembangan Literasi Informasi Siswa Pada Mata Pelajaran PAI Studi Kasus di SMPN 27 Jakarta. Penelitiannya menyimpulkan bahwa
walaupun guru belum memahami dan mengetahui secara mendalam mengenai konsep literasi informasi namun mereka sudah mulai mengarahkan siswanya untuk
dapat menjadi individu yang selalu berpikir kritis dan pembelajar sepanjang hayat. Walaupun begitu, pelatihan yang selama ini diberikan guru untuk para siswa
secara berkala memiliki sedikit saja manfaatnya dalam mengembangkan literasi informasi siswa. Sehingga diperlukan adanya pelatihan khusus mengenai literasi
informasi siswa agar para siswa dapat memahami secara mendalam bagaimana cara menjadi individu yang literate.
Penelitian Rindyasari dengan judul Literasi Informasi Guru. Penelitian ini berfokus pada literasi informasi guru dalam menunjang kompetensi
profesionalismenya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi informasi guru masih harus terus dikembangkan. Secara keseluruhan literasi informasi yang
dimiliki guru SMA PIIP sudah baik hanya perlu beberapa pengembangan. Diperlukan adanya kolaborasi antara seluruh komunitas sekolah secara baik agar
dapat bekerjasama dalam membangun generasi yang literate terhadap informasi.
Selanjutnya, Erliya Wijayanty. Penelitiannya berjudul Kemampuan Literasi Informasi Siswa di SMP Negeri 4 Depok bertujuan untuk mengidentifikasi
kemampuan literasi informasi siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Depok dalam mengerjakan tugas makalah dan juga mengidentifikasi peran serta perpustakaan
sekolah dalam menunjang kebutuhan informasi para siswa SMP Negeri 4 Depok. Hasil penelitian tersebut memnunjukkan bahwa siswa kelas VIII telah memiliki
kemampuan literasi informasi yang baik dalam mengerjakan makalah dan perpustakaan sekolah sudah baik dalam penyediaan sumber informasi namun
masih terdapat beberapa kekurangan.
Selain tersebut di atas, penelitian lain juga dilakukan oleh Kartilawati dan Mawaddatan Warohmah dalam jurnal
Ta‘dib, Vol. XIX, No. 01, Edisi Juni 2014 Palembang. Penelitiannya berjudul Profesionalisme Guru Pendidikan Agama
Islam di Era Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dalam penelitian tersebut Kartilawati menyebutkan bahwa guru PAI harus menyikapi kemajuan teknologi
informasi melalui dua cara, yaitu 1 mengadopsi dampak positif, dan 2 menolak dampak negatif teknologi informasi. Era teknologi informasi telah membawa
perubahan paradigma guru di antaranya, guru bukan lagi sebagai sumber utama dalam pembelajaran melainkan bagian dari sumber belajar. Peran guru PAI di era
teknologi informasi yiatu, 1 literasi melek informasi, 2 literasi media, dan 3 literasi TIK. Pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung profesionalisme
guru dapat dilakukan dengan cara : 1 memanfaatkan komputer sebagai alat pengolah data seperti Microsoft Word, Excel, dan Powerpoint, dan sebagai media
pembelajaran, 2 memanfaatkan internet sebagai sumber belajar, dan sarana komunikasi dan berbagi informasi melalui email, mailing list, facebook, dan blog.
Dari beberapa penelitian di atas terdapat kesamaan pembahasan tentang variabel
‗literasi informasi‘ namun berbeda dalam objek penelitian. Baik Sitti Husaebah, Kartilawati, Nur Fauziah, Hanna, Ludya, Rindyasari, maupun Erliya
melakukan penelitian dengan mengungkapkan dan menjelaskan literasi informasi yang dipakai pada objek penelitian masing-masing. Begitu juga dengan penulis
sendiri, melakukan penelitian dengan mengungkap, menganalisis, dan menjelaskan kemampuan literasi informasi siswa SMA Perguruan Islam Al-Izhar Pondok Labu
dalam Pendidikan Agama Islam.
D. Kerangka Teori dan Definisi Konseptual
Agar penelitian ini lebih terarah sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka diperlukan kerangka konseptual.
Literasi informasi, seperti yang didefinisikan oleh American Library Association
ALA, mengacu pada kemampuan untuk “mengenali kapan informasi yang dibutuhkan dapat ditemukan, dievaluasi, dan digunakan secara efektif”
American Library Association, 1989. Pada tahun-tahun sejak ALA merumuskan definisi ini, para peneliti menemukan pentingnya keterampilan literasi informasi di
berbagai lingkungan, termasuk dalam rumah, perusahaan laboratorium penelitian, dan lembaga pendidikan. Di satu sisi, dalam konteks pendidikan, literasi informasi
dipandang sebagai perolehan dan pengembangan dari satu set keterampilan yang erat kaitannya dengan literasi perpustakaan dan cara belajar dalam konteks formal
Lloyd, 2005. Literasi informasi merupakan suatu kekuatan yang diharapkan dapat memperkaya pengetahuan sumber daya manusia agar sesuai dengan kebutuhan dunia
kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ludya, 2012: 7.
Literasi informasi dalam Pendidikan Agama Islam perlu dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Hal ini sebagai usaha dalam
menumbuhkan sikap literate siswa terhadap informasi-informasi yang berkaitan
dengan agama Islam sehingga dapat tercipta suatu pengetahuan keberagamaan yang baik dalam diri siswa. Dengan banyaknya sumber informasi baik sumber tertulis,
sumber lisan maupun sumber elektronik, maka informasi yang berkaitan dengan agama Islam mudah sekali didapatkan. Akan tetapi, dari banyaknya sumber-sumber
tersebut, belum tentu menyajikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya kualitasnya. Dengan begitu, siswa akan kesulitan dalam menentukan informasi mana
yang sesuai dengan kebutuhannya. Hingga dampak yang paling serius adalah siswa dapat terjebak kepada kesalahpahaman terhadap agama Islam, yang mengakibatkan
banyaknya fenomena dan konflik sosial di sekitar kita saat ini. Dengan terpupuknya dan berkembangnya kemampuan literasi informasi dalam agama Islam, siswa
kemudian diharapkan dapat memiliki sikap keberagamaan yang tinggi. Diantaranya dengan rajin beribadah kepada Allah SWT, menerapkan ajaran agama Islam dalam
kehidupannya sehari-hari, hormat terhadap sesama, menolong orang lain yang membutuhkan bantuan, serta memiliki sikap toleransi kepada pemeluk agama lain.
Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan literasi informasi siswa adalah dengan bimbingan dari guru yang professional dalam proses pembelajaran di
kelas, guru dapat memilih model pembelajaran yang menunjang kemampuan berpikir kritis siswa, karena berpikir kritis merupakan indikator tercapainya
kemampuan literasi informasi yang baik, sehingga siswa dapat literasi terhadap informasi-informasi yang ia dapatkan. Di samping itu guru juga dapat mengarahkan
siswa untuk mengakses sumber-sumber informasi yang relevan dengan pendidikan agama Islam, yaitu sumber yang dapat dipercaya, akurat, dan sesuai dengan nilai-
nilai al-Quran dan Hadits. Guru dapat memberikan pencontohan yang baik kepada siswa mengenai kebiasaan-kebiasaan dalam penggunaan informasi-informasi. Di
samping juga guru dapat memberikan beberapa bentuk penugasan kepada siswa untuk melatih kemampuan literasi informasi mereka.
Selain itu, program-program yang menunjang terhadap minat membaca siswa juga perlu digalakkan, sehingga siswa memiliki keinginan untuk terus mencari
informasi yang ia butuhkan, dan tidak merasa cepat puas dengan informasi yang ia dapatkan. Sekolah harus menjamin ketersediaan sumber-sumber informasi yang
dapat digunakan oleh siswa dalam pemenuhan kebutuhannya selama proses pembelajaran. Dalam hal inilah diperlukan adanya upaya dari perpustakaan sekolah.
Berikut gambaran kerangka teori dalam proses peningkatan kemampuan literasi informasi siswa dalam Pendidikan Agama Islam melalui peran guru dan
perpustakaan sekolah.
INFORMASI
GURU PERPUSTAKAAN
1. Metode
pembelajaran 2.
Pemodelan guru 3.
Penugasan membuat makalah
4. Kolaborasi dengan
perpustakaan 5.
Program literasi sekolah
6. Mata
pelajaran karya ilmiah
LITERATE INFORMASI
1. Sumber informasi
cetak elektronik 2.
Peranan tenaga
Pustakawan 3.
Program Perpustakaan
Sekolah
Gambar 2.3 Kerangka Teoretis Penelitian untuk Memahami Peran Guru dan Perpustakaan Sekolah Terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan Agama Islam
SISWA
51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
“Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendi dikan” Sugiyono,
2015: 6. Artinya, metode penelitian adalah suatu hipotesa seorang peneliti dengan memperhatikan dari banyak sumber, fenomena, dan aktifitas untuk dilakukan
analisa dan diuji untuk mendapatkan hasil atau data dari suatu peristiwa. Metode penelitian dalam penelitian ini merupakan rangkaian kegiatan proses
penelitian tentang kemampuan literasi informasi dan sikap keberagamaan siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Islam Al-Izhar Pondok
Labu. Dengan metode penelitian yang tepat, penulis berkeyakinan akan mendapatkan hasil yang relevan, teruji dengan analisis mendalam, dan berkorelasi
antara teori dan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. A.
Objek dan Subjek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah peran guru dan perpustakaan sekolah terhadap peningkatan kemampuan literasi informasi dalam pelajaran
Pendidikan Agama Islam, sedangkan subjek penelitian adalah siswa SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. “Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok Sukmadinata,
2012: 60.” Pendekatan kualitatif menurut Lincoln dan Guba dalam Musfah 2016: 54 disebut sebagai “Naturalistik Inquiry”. Penggunaan pendekatan ini
dikarenakan cara pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dalam latarsetting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti. Melalui
pendekatan kualitatif, peneliti berusaha mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan subyek penelitian, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran mereka tentang program tertentu. Peneliti juga berusaha melihat fenomena di lingkungan penelitian, dan berusaha memahami dan memberi
makna terhadap rangkaian peristiwa yang dilihat dan didengarnya.
Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis penelitian studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang berusaha untuk
menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau situasi. Emzir,
2010: 20. Penelitian studi kasus bertujuan untuk melengkapi deskripsi detail yang kaya a thick description tentang situasi, untuk menangkap kompleksitas
penuh dan keunikan dari informasi kasus tersebut. Emzir, 2010: 22. Menurut Stake, 1995; dan Yin 2009, 2012 dalam Creswell, case studies are a design of
inquiry found in many fields, especially evaluation, in which the researcher develops an-in depth analysis of a case, often a program, event, activity,
process, or one or more individuals. Cases are bounded by time and activity,