Peran Guru terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa dalam Pendidikan

Tabel 4.1 Perbandingan metode mengajar Lecturelisten Actively engaged Individual effort Group effort Subjects Integration Facts Problem centered Sage on the stage Guide on the side Spokenwritten All resources RRR 42 hours Authenticportfolio Insular programs Community collaboration Menurut keterangan yang didapat dari siswa, metode pembelajaran yang diberikan guru tidak membuat bosan untuk belajar PAI, karena sering kali presentasi, siswa dibuat kelompok kemudian guru meminta untuk presentasi tentang suatu tema atau materi. Apabila tidak paham siswa sering mengajukan berbagai macam pertanyaan, bahkan terkadang pertanyaan di luar materi. Seringkali di dalam kelas siswa membahas mengenai kasus yang terupdate, kasus LGBT misalnya. Menurut keterangan siswa lain, cara guru memberikan materi di kelas adalah guru memberikan materi lewat slide, siswa bertanya kemudian saling diskusi dan saling memberi masukan. Pertanyaan terkadang berada di luar materi, yang terkadang juga ada kaitannya. Siswa mengetahui informasi ter-update tentang masalah keagamaan di televisi. Siswa menganggap isu itu tidak baik dan melanggar etika dan norma. Siswa dapat menganalisis bahwa perbuatan tersebut tidak baik setelah siswa melakukan kegiatan asosiasi informasi yang ia dapatkan dengan informasi lama yang telah didapat sebelumnya. Mengenai isu atau kasus-kasus keagamaan yang sedang hangat diperbincangkan, siswa menilai bahwa banyak kasus-kasus yang tidak benar untuk diikuti atau dicontoh. Siswa tidak langsung mempercayai informasi-informasi yang didapatkan dari sumber-sumber yang kurang terpercaya, misalnya dari sosial media. Karenanya, siswa selalu membandingkan informasi yang ia dapatkan dengan informasi dari sumber lain yang lebih akurat. Mengenai informasi-informasi yang ada di media sosial, apabila informasinya positif dan dilakukan tidak berdosa, siswa berpendapat bahwa tidak ada salahnya untuk diterapkan. Tetapi apabila ia tidak mengetahui kebenaran informasi tersebut, maka terlebih dahulu siswa melihat konteksnya seperti apa dan sambil mencari informasi yang sama melalui internet. Sehingga informasi yang didapatkan tidak langsung dipercaya begitu saja. Dari hasil penelitian tersebut, pada intinya, seluruh metode pembelajaran yang digunakan guru PAI SMA Islam Al-Izhar memang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Guru menyadari sepenuhnya bahwa upaya untuk menjadikan siswa yang kritis adalah dimulai dari pembelajaran yang dilakukan di kelas. Rasa ingin tahu siswa akan tumbuh seiring dengan kesempatan yang diberikan guru. Siswa tidak enggan untuk mengajukan pertanyaan, memberikan informasi kepada teman, maupun menyampaikan pendapatnya karena didukung dengan metode pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu, seluruh metode pembelajaran yang digunakan oleh guru PAI SMA Islam Al-Izhar dapat mendorong peningkatan kemampuan literasi siswa terhadap informasi-informasi yang mereka dapatkan. Pertama, bahwa metode pembelajaran yang digunakan guru PAI mampu membuat siswa menyusun pertanyaan berdasarkan kebutuhan informasinya, hal tersebut sesuai dengan Standar 1 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 3. Kedua, siswa mampu mengenali kebutuhan akan informasi Standar 1 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 1. Ketiga, dengan metode presentasi, siswa mampu mengintegrasikan informasi baru ke dalam pengetahuan seseorang, sesuai dengan Standar 3 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 2. Keempat, siswa telah mampu memilih informasi yang sesuai untuk masalah atau pertanyaan, hal ini sesuai dengan Standar 2 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 4. Kelima, metode diskusi membuat siswa untuk mampu membagi pengetahuan dan informasi dengan orang lain. Siswa mampu bekerja sama dengan orang lain untuk mengidentifikasi masalah informasi dan mencari solusi. Hal tersebut sesuai dengan standar 9 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 3. Keenam, dengan siswa dapat membedakan informasi positif maupun negatif yang mereka dapatkan dari media, mengindikasikan bahwa mereka telah mampu mencapai Standar 2 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 2 dan 3, yaitu siswa telah mampu membedakan antara fakta, pandangan, dan opini, serta siswa telah mampu mengidentifikasi informasi yang tidak akurat dan menyesatkan.

2. Guru menjadi Contoh dalam Penerapan Literasi Informasi

Tugas guru bukan hanya mengajar. Mengingat ungkapan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” mengartikan bahwa seorang guru begitu besar peranannya terhadap keberhasilan siswanya dalam belajar. Tidak hanya bertugas untuk mendidik siswa memiliki pengetahuan yang luas, akan tetapi guru juga mengemban tugas untuk menjadi sosok panutan yang baik bagi seluruh siswa-siswanya. Menjadi seorang guru perlu memiliki kepribadian yang mantap, sehingga dapat memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil seb agai sosok yang patut “digugu” yakni ditaati nasehat atau ucapan nya dan “ditiru” dicontoh sikap dan perilakunya. Tampilan kepribadian guru akan banyak mempengaruhi minat dan antusiasme siswa-siswanya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pribadi guru yang santun, menghargai, jujur, ikhlas dan dapat diteladani, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Guru harus dapat membangkitkan semangat dan motivasi siswa, menjadi seorang yang kreatif dan bersikap tanggung jawab, sehingga seluruh sikap dan perbuatannya harus mencerminkan kepribadian yang baik dan patut dicontoh bagi siswa. Guru sebagai seseorang yang banyak melakukan interaksi dengan siswa di sekolah, harus dapat memberikan kontribusi yang lebih banyak dalam hal mentransfer konsep literasi informasi kepada siswa. Peran guru PAI untuk peningkatan kemampuan literasi informasi siswa juga dilakukan dengan pemberian contoh dalam menggunakan sumber atau referensi. Ketika diskusi di kelas berlangsung, dalam pemberian pendapat, guru acap kali menekankan kepada siswa agar memberikan pendapat berdasarkan referensi yang valid . Artinya, untuk pembiasaan hal tersebut, guru perlu melakukan pencontohannya di kelas. Menurut Mulyasa sebagaimana dikutip oleh Musfah, pribadi guru sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Secara teoretis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab menjadi teladan. Musfah, 2015: 47.. Sebagai seorang role model, dalam menyampaikan materi guru PAI SMA Islam Al-Izhar menggunakan referensi yang sesuai. Guru PAI dituntut untuk menyampaikan materi pelajaran atau menyampaikan gagasan berdasarkan referensi dan sumber yang terpercaya. Dengan kata lain, teorinya harus jelas. Karena hal ini akan berdampak sekali terhadap pemahaman siswa dan keakuratan informasi yang diberikan guru. Selain itu, hal tersebut dilakukan untuk memperkaya pengetahuan siswa, juga menarik perhatian siswa. Biasanya guru PAI menggunakan referensi al- Quran dan hadits, juga kitab-kitab klasik, namun sesekali juga guru menambahkan dari buku sumber yang lain. Di samping membolehkan siswa menggunakan sumber lain, guru PAI pun ikut aktif membantu siswa dalam mencari dan mengakses sumber informasi yang relevan dengan materi yang dipelajari atau dengan tugas yang dibebankan kepada siswa. Guru PAI juga membiasakan untuk gemar membaca buku, karena hal tersebut akan dicontoh oleh para siswanya. Berdasarkan keterangan yang didapatkan, beberapa sumber yang menjadi bahan bacaan guru bukanlah buku yang memberikan pemahaman yang ekstrim kepada pembacanya, buku-buku tersebut tidak mengindikasikan terdapat nilai-nilai intoleransi. Buku-buku yang dibaca oleh guru PAI merupakan buku referensi keagamaan yang sudah banyak dijadikan rujukan dalam mempelajari agama Islam. Buku yang dibaca adalah sebagai penunjang untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas bagi guru dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Islam kepada siswa. Dalam Undang-undang guru dan dosen, setidaknya menjadi guru yang kompeten memang perlu memiliki berbagai kompetensi baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru tidak hanya sekedar mengetahui materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secara luas dan mendalam. Sikap dan tindakan guru baik secara langsung maupun tidak, akan menjadi acuan bagi siswa. Maka guru harus mencontohkan perilaku yang baik agar siswa dapat mengikutinya. Sebagaimana tercantum dalam Q.S al-Ahzab ayat 21: ۡ ق سر يف ۡ اك ه سح ٌ ۡسأ ة ฀ ْا جۡري اك ه ۡ يۡ رخٓأۡ رك ه ريثك ฀ ا ١٢ “Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah ”. Demikianlah, pendidik harus mampu meneladani Rasulullah SAW, karena beliau merupakan sebaik-baiknya teladan dalam segala segi kehidupan. Menurut Musfah Musfah, 2015: 47, dalam syair Arab dis ebutkan “Perbuatan satu orang di hadapan seribu orang lebih baik dari pada perkataan seribu orang di hadapan satu orang. ” Dengan membiasakan memberi contoh sikap dan kebiasaan yang baik sebagai teladan, diharapkan siswa akan meniru kebiasaan baik guru untuk sering dan rajin membaca buku. Dengan rajin membaca buku, siswa akan banyak tahu mengenai informasi-informasi. Semakin banyak membaca, semakin siswa akan dapat mengkritisi dan memilah informasi-informasi yang sesuai dengan yang ia butuhkan. Hal tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan literasi informasi siswa. Terkait buku sumber materi pelajaran PAI yang digunakan, guru PAI SMA Islam Al-Izhar hanya mencukupkan dari satu buku pelajaran saja yaitu buku pelajaran Pendidikan Agama Islam karya Margiono, dkk dengan penerbit Yudhistira. Tujuan pengkhususan penggunaan satu buku tersebut yaitu karena untuk menghindari cakupan yang terlalu luas, sedangkan jam pelajaran PAI sangat terbatas. Namun demikian, meskipun buku pelajaran PAI yang wajib digunakan siswa dalam pembelajaran hanyalah satu, namun guru sering menyampaikan di depan kelas bahwa yang guru sampaikan belum tentu benar, dan guru tetap mempersilahkan siswa untuk mencari dan menggunakan buku atau sumber yang lain yang mungkin kandungannya lebih baik untuk dibaca dan untuk mengerjakan tugas. Siswa juga diperbolehkan menggali informasi dari guru mengajinya di rumah sebagai tambahan informasi dari yang telah didapatkan di sekolah. Dengan kata lain, agar siswa kaya akan informasi, dalam mengerjakan tugas yang diberikan, guru PAI SMA Islam Al-Izhar memperbolehkan siswa mencari dan mengkaji informasi dari sumber atau tempat yang lain. Secara khusus, hal tersebut dilakukan guru PAI dalam rangka mendukung program yang sedang digalakkan oleh SMA Islam Al-Izhar yakni literasi di sekolah, sehingga apapun yang guru dan siswa baca, tulis, maupun sampaikan harus berdasarkan data sebagai acuan. Menurut keterangan guru PAI, terdapat seorang siswa yang memiliki pemahaman keagamaan yang lebih tinggi dari pada siswa yang lainnya, karena menurutnya ideologi keagamaan dari orang tuanya di rumah sangat tinggi dan sedikit berbeda dengan yang lain. Dalam hal tersebut, guru tetap berusaha memberikan arahan. Yaitu ketika pembelajaran berlangsung guru menyampaikan bahwa dalam Islam, terdapat beberapa ulama yang berbeda pendapat tentang suatu hal, di antaranya adalah perbedaan pendapat para imam mazhab. Setiap mazhab memiliki pandangan yang berbeda walaupun pada esensinya adalah sama. Sehingga dengan seringnya guru melakukan penyampaian itu, diharapkan pemahaman siswa menjadi lebih komprehensif. Guru menghimbau kepada siswa bahwa “apa yang sedang kita pahami itu adalah jangan dianggap sesuatu hal yang paling benar, apabila ada seseorang yang melakukan ibadah berbeda dengan yang kita lakukan caranya, tidak langsung di-judge dan dihakimi bahwa hal itu salah, melainkan dikaji terlebih dahulu ”. Hal tersebut dilakukan guru agar dapat menambah wawasan keagamaan para siswa. Di sisi lain, menurut pemahaman siswa, bahwa siswa mengetahui banyaknya perbedaan pendapat para imam mazhab mengenai penafsiran al-Quran tentang suatu hal, ia menambahkan, karena tidak tahu mana yang lebih benar, siswa memilih untuk menjalankan saja sekalipun itu sifatnya sunah, menurutnya yang penting mendapat pahala. Dengan begitu, penulis menyimpulkan bahwa guru PAI SMA Islam Al-Izhar telah berupaya untuk membuat siswa literasi terhadap informasi dimulai dari pencontohan yang diberikan guru dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru mencontohkan dan menegaskan kepada siswa untuk selalu menggunakan referensi yang akurat dan terpercaya dalam kegiatan pengambilan informasi, baik untuk tugas-tugas maupun untuk segala kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pencontohan tersebut, guru membuat siswa untuk mampu mengembangkan dan menggunakan strategi yang baik untuk mencari informasi, sesuai dengan Standar 1 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 5, dan bahwa siswa telah mengetahui adanya perbedaan-perbedaan pendapat para imam mazhab terhadap suatu persoalan, menunjukkan bahwa siswa telah mampu meneliti kualitas dari proses dan produk pencarian informasi pribadi, sebagaimana Standar 6 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 1. Namun begitu, penulis memandang agar dapat tercapainya literasi informasi Pendidikan Agama Islam siswa secara maksimal, dalam pembelajaran di kelas, guru PAI juga perlu senantiasa mengajak dan meminta siswa untuk lebih banyak membaca literatur-literatur keagamaan. Di samping guru semakin sering mengajarkan tentang nilai-nilai toleransi di dalam kehidupan, baik terhadap sesama muslim, juga terhadap non-muslim.

3. Pemberian Tugas kepada Siswa

Tugas merupakan sesuatu yang sudah tak asing lagi bagi siswa di sekolah. Ibarat belajar adalah sebuah lomba untuk dimenangkan, maka tugas adalah sebagai latihannya. Semakin banyak tugasnya, maka semakin besar kesempatan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Secara psikologis, hal tersebut dilakukan agar dapat melatih dan membiasakan siswa untuk terbiasa menghadapi suatu keadaan sulit di kehidupannya mendatang. Penugasan yang diberikan sebagai bentuk latihan agar suatu saat para siswa dapat melaksanakan tugas yang sesungguhnya di masyarakat. Hal ini penting dilakukan, karena sebagai manusia yang hidup di masyarakat, siswa tidak akan lepas dari tugas-tugas yang harus dipecahkan. Keterampilan dalam melaksanakan tugas yang diberikan selama belajar, diharapkan dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Nata, 2009: 186. Dalam pemberian tugas kepada siswa, guru PAI SMA Islam Al-Izhar memberikan penugasan yang sifatnya dapat membuat siswa peka terhadap lingkungan, sehingga siswa bisa mengkritisi terlebih dahulu dan tidak langsung menerima informasi begitu saja. Setelah pembelajaran di dalam kelas berakhir, dalam upaya memberikan pemahaman yang menyeluruh dan berbekas kepada siswa, guru PAI memberikan beberapa jenis penugasan. Bentuk tugas disesuaikan dengan materi yang sedang dipelajari. Di antara bentuk-bentuk penugasan tersebut yaitu penugasan membuat makalah, tugas pemaknaan, tugas laporan, dan tugas kalam berbicara. Penugasan membuat makalah dilakukan oleh siswa yang sebelumnya sudah dibagi ke dalam beberapa kelompok. Untuk kelas X, membuat makalah belum dituntut untuk dibuat dengan baik terkait isi materi, karena di kelas X guru hanya menekankan agar siswa memahami konsep-konsep penting dalam pembuatan makalah saja. Berbeda dengan kelas XI, yakni sudah mulai dituntut untuk membuat makalah dengan baik terkait teknik penulisan, sumber pengutipan, maupun isi materi yang dimuat, karena kelas XI sudah memulai mempelajari mata pelajaran Karya Ilmiah. Sehingga guru PAI memandang bahwa siswa kelas XI sudah dapat mengetahui cara pembuatan makalah yang baik. Mata pelajaran Karya Ilmiah sebagai mata pelajaran muatan lokal sangat membantu guru PAI dalam menjadikan siswa memiliki keterampilan yang bagus dalam pembuatan tugas makalah. Dalam pembuatan tugas makalah tersebut, referensi sumber yang guru persyaratkan kepada siswa adalah minimal menggunakan dua buku sumber. Penilaian lebih banyak difokuskan kepada isi, sedangkan teknis penulisan menjadi penilaian sekunder. Ketika buku sumber yang dijadikan referensi sifatnya terbatas, maka guru menganjurkan siswa untuk mengakses sumber-sumber tertentu di internet yang sudah guru ketahui keotentikannya. Tidak jarang guru pun menyarankan siswa untuk mengakses jurnal-jurnal yang erat kaitannya dengan tugas makalah siswa. Pada akhirnya, tugas membuat makalah ini menuntut siswa untuk dapat pandai dalam mencari, mengolah, membandingkan, serta menggunakan informasi yang didapatkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat dituangkan dalam bentuk makalah yang sarat akan pengetahuan yang bermakna. Di samping tugas pembuatan makalah, guru PAI SMA Islam Al-Izhar sering memberikan tugas pemaknaan kepada siswa. Tugas pemaknaan dimulai dengan siswa terlebih dahulu diminta oleh guru untuk mencari dan memahami isu-isu dan informasi terkini seputar hal-hal keagamaan, kemudian guru meminta siswa untuk menanggapinya dalam bentuk draft opini. Ketika waktu penugasan berakhir, beberapa siswa diminta memaknai nilai-nilai yang terdapat dalam tugas mereka. Setelah kegiatan selesai, kemudian guru mengaitkannya dengan materi yang hendak dipelajari pada pertemuan hari itu. Tujuan dari adanya tugas pemaknaan ini adalah agar siswa dapat memaknai nilai-nilai kehidupan yang positif dan negatif dari isu-isu tersebut, kemudian dapat memetik hikmah sebagai pelajaran bagi siswa dan siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Bentuk tugas pemaknaan ini dilakukan guru karena disesuaikan dengan Kompetensi Dasar dari Kurikulum 2013 revisi. Karena di kurikulum, materi PAI lebih banyak berorientasi kepada kesadaran dan pengamalan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sedikit berbeda dengan beberapa bentuk tugas-tugas sebelumnya, menurut keterangan guru PAI, terkadang ketika belajar di kelas dalam memahami suatu materi, guru memberikan suatu pertanyaan. Kemudian didiskusikan. Pertanyaan tersebut selanjutnya akan membawa siswa untuk harus membaca buku atau referensi di luar buku teks yang ada, dengan mencarinya di perpustakaan, ataupun mencari video-video yang terdapat hubungan dengan materi. Hal tersebut dilakukan sebagai tugas laporan. Dari memahami makna dari buku yang telah dibaca, kemudian guru menugaskan siswa untuk mempraktekkannya di lingkungan mereka dan mencari pembenaran alasan mengapa mereka melakukan itu dari referensi atau buku-buku yang mendukung tentang pekerjaan yang mereka lakukan. Menurut guru, hal tesebut dilakukan untuk membuat siswa dapat berpikir secara logis. Sebagai seorang akademisi, siswa akan mempunyai dasar yang kuat yang mendukung pekerjaan mereka dari data atau sumber yang mendukung hal tersebut. Setelah selesai siswa ditugaskan membuat laporan dengan bentuk kegiatan apa yang mereka lakukan, alasan mengapa siswa melakukan hal tersebut, disertai dengan bukti kegiatan berupa dokumentasi. Bentuk tugas laporan seperti ini salah satunya dilakukan dalam tugas wakaf buku. Agar siswa dapat memahami dengan utuh makna wakaf, maka guru meminta siswa untuk mewakafkan satu buku yang dimilikinya. Karena SMA Islam Al-Izhar menerapkan sistem moving class, yaitu siswa berpindah kelas ketika pergantian jam mata pelajaran, sehingga setiap guru memiliki satu ruangan khusus untuk mata pelajarannya sendiri. Tugas wakaf buku diberikan kepada siswa dengan siswa diberikan kebebasan untuk mewakafkan buku yang dimilikinya, dengan ketentuan yang diberikan guru yaitu harus dibuat laporan mengenai buku apa yang diwakafkan, dimana siswa mewakafkannya, alasan siswa mewakafkan buku tersebut dan alasan pemilihan tempat mewakafkan, disertai bukti berupa dokumentasi. Pada kedua guru PAI yang masing-masing memiliki ruang kelas sendiri, selalu terlihat perpustakaan kecil yang berisi buku-buku hasil wakaf siswa. Setiap siswa dibolehkan untuk membacanya dan menjadikannya sebagai rujukan dalam pembuatan tugas. Gambar 4.2 Perpustakaan kelas berisi wakaf buku siswa Selain tugas makalah, pemaknaan dan laporan, terdapat pula tugas kalam berbicara. Kalam merupakan program penugasan berbentuk ceramah singkat atau kultum yang dilaksanakan setelah shalat zuhur berjamaah dengan penceramahnya adalah siswa. Tugas kalam diwajibkan bagi seluruh siswa SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu ketika menginjak kelas XII. Tugas kalam dapat disebut sebagai ujian praktek agama yang harus diikuti siswa sebagai syarat kelulusan. Kegiatan ini berlangsung setiap hari Senin sampai Kamis dengan dua orang siswa penceramah setiap harinya. Dalam mengikuti kegiatan ini, siswa menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan agama maupun kasus-kasus agama yang sedang terjadi. Dalam penyampaian tersebut terlihat bahwa siswa dapat menghubungkan materi yang disampaikan dengan informasi yang ada. Sebelum mendapatkan giliran untuk menyampaikan tema ceramahnya, siswa terlebih dahulu banyak membaca buku-buku yang terkait dengan tema yang akan disampaikan. Dengan begitu siswa memiliki kemampuan memahami dan membandingkan informasi-informasi yang ia terima dari banyaknya sumber yang siswa baca. Guru PAI memandang bahwa adanya tugas kalam adalah sebagai upaya untuk membuat siswa literasi terhadap informasi juga untuk melatih siswa agar dapat berani berbicara di depan banyak orang. Banyaknya bacaan yang siswa baca untuk mendapatkan informasi tentang tema kalam dan yang paling sesuai dengan kebutuhannya membuat siswa mengetahui cara pencarian informasi dengan benar. Sehingga sikap kritis siswa terhadap agama sudah terbangun. Siswa sudah dapat mengkritisi dan memahami informasi yang salah dan benar, dan bagaimana membuat solusi terhadap suatu permasalahan. Sehingga guru berkesimpulan bahwa sebagian besar siswa SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu telah literasi terhadap informasi-informasi yang ada. Hal ini selain terlihat dari kegiatan pembelajaran di kelas, juga terlihat dengan adanya program kalam yang wajib diikuti oleh seluruh siswa SMA Islam Al-Izhar. Selain itu juga ada project aksi sosial ke panti asuhan sebagai tugas kelompok. Adapun tugas langsung di dalam kelas, yaitu tugas membaca ayat al-Quran atau mengaji. Dalam menilai tugas ini guru membuat empat indikator penilaian tes baca, yaitu penilaian makhraj, penilaian kelancaran membaca, penilaian tajwid, dan penilaian siswa memahami makna. Masing-masing penilaian memiliki point masing- masing. Penilaian makhraj memiliki 10 point. Kelancaran membaca 30 point. Tajwid 25 point, dan paham makna ayat mendapat 35 point. Pemahaman makna ayat memiliki point yang lebih besar dari pada yang lainnya karena orientasi dari tugas tersebut adalah sebagai kajian tematik terhadap ayat-ayat al-Quran. Dari uraian di atas, penulis memandang bahwa adanya berbagai bentuk penugasan yang dilakukan guru PAI merupakan salah satu upaya dalam pembiasaan berpikir kritis dan analitis siswa. Sehingga dalam pembelajaran, adanya pelibatan siswa atau partisipasi langsung dari siswa dapat mempengaruhi keberhasilan dan ketercapaian tujuan pembelajaran. “Guru harus mendorong semua siswa untuk melakukan eksplorasi secara luas terhadap sumber-sumber pembelajaran. Siswa dalam memperoleh pengetahuannya tidak hanya sekedar lebih tergantung atau terbatas pada guru dan buku ajar semata. Para siswa sepatutnya juga dapat menemukan secara mandiri informasi yang mereka butuhkan dimana saja hal tersebut memungkinkan berada.” Hakim, 2006: 120. Dengan demikian, pemberian tugas kepada siswa dapat merangsang dan menumbuhkan kreativitas para siswa, mengembangkan kemandirian mereka, memberikan keyakinan tentang apa yang dipelajari di kelas, membina kebiasaan siswa untuk selalu mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi, membuat siswa lebih bergairah dalam belajar, serta membina tanggung jawab dan disiplin para siswa. Seluruh tugas yang diberikan guru tersebut adalah dalam rangka mengedepankan siswa untuk menjadi seorang problem solver. Dan hal ini merupakan suatu indikator literasi informasi, karena seseorang yang literate informasi adalah ia yang dapat memecahkan suatu masalah. Guru PAI SMA Islam Al-Izhar membiasakan pemberian tugas yang menuntut siswa untuk dapat memecahkan masalah. dengan upaya guru menjadikan siswanya untuk dapat terbiasa memecahkan suatu masalah dalam tugas, guru selalu meminta alasan yang rasional terhadap apa yang mereka lakukan. Dengan begitu maka akan terbangun kebiasaan berpikir siswa yang mengedepankan pencarian solusi. Hal tersebut dapat meningkat seiring dengan seringnya siswa mendapatkan tugas dari guru. Kemampuan siswa yang dapat memecahkan masalah ini sesuai dengan Standar 3 Literasi Informasi Sekolah, yaitu siswa mampu mengaplikasikan informasi ke dalam pemikiran kritis dan pemecahan masalah Indikator 3. Praktik pendidikan di sekolah harus mencakup pelbagai hal yang melatih siswa menjadi problem solver, siswa yang kelak dapat bertahan hidup dalam segala macam kondisi; memahami kelebihan dan kekurangannya; pendidikan semacam ini akan mampu bertahan terhadap segala tantangan zaman, dan melahirkan generasi yang bermutu. Musfah, 2015: 57. Dengan berbagai tugas yang diberikan, memungkinkan siswa tidak hanya menggunakan satu sumber informasi saja dalam pembelajaran, namun berbagai sumber. Artinya peran guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi yang melulu memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, namun lebih dari itu yaitu sebagai fasilitator yang membekali anak didiknya dengan berbagai keterampilan informasi agar mereka dapat secara mandiri melakukan pengembangan diri baik dari segi kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Guru PAI SMA Islam Al-Izhar melakukan pembelajaran berbasis sumber resource based learning, yaitu pembelajaran yang fokusnya pada apa yang siswa lakukan dengan menggunakan sumber-sumber informasi seperti surat kabar, buku, video, software komputer, dan online database untuk memfasilitasi memudahkan siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Dengan pembelajaran berbasis sumber siswa menjadi mandiri, hal tersebut merupakan salah satu standar kriteria kemampuan literasi informasi. Tugas-tugas yang diberikan guru menuntut agar berkembangnya daya kritis siswa. Langkah-langkah yang dilaksanakan siswa dalam pengerjaan tugas hingga pada penyelesaian tugas telah sesuai dengan siklus literasi informasi. Gambar 4.3 Siklus literasi informasi. Tugas-tugas tersebut mengarahkan siswa agar mereka dapat mengetahui kebutuhan akan informasinya dalam mengerjakan tugas, bagaimana mencari informasi setelah mereka mengetahui kebutuhan informasi mereka, kemudian menghubungkan informasi baru yang mereka dapatkan dari hasil pencarian informasi dengan informasi lama yang telah mereka miliki sebelumnya, hingga mereka dapat membuat informasi yang baru berdasarkan hasil asosiasi berpikirnya, kemudian mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi tersebut, hingga menggunakan informasi. Hal ini sesuai dengan Standar 1 Literasi Informasi Sekolah AASL, yaitu siswa yang berliterasi informasi dapat mengakses informasi secara efektif dan efisien Indikator 1 sampai 5, Standar 2 Literasi Informasi Sekolah AASL yaitu siswa dapat mengevaluasi informasi secara kritis dan keseluruhan Indikator 1 sampai 4, dan Standar 3 Literasi Informasi Sekolah AASL, siswa dapat menggunakan informasi secara akurat dan kreatif Indikator 1 sampai 4. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu literasi terhadap informasi. Siswa pun mampu untuk menghargai prinsip kebebasan intelektual, mampu menghargai hak produk intelektual, dan mampu menggunakan teknologi informasi secara bertanggung jawab, karena dalam pembuatan tugas guru mengharuskan siswa untuk mencantumkan sumber yang digunakan, hal ini sesuai Standar 8 Literasi Informasi Sekolah AASL Indikator 1, 2, dan 3.

4. Pembuatan Soal Analisis

Untuk dapat melakukan penilaian kemampuan siswa secara baik, guru perlu mengetahui aspek apa yang akan dinilai dan dicapai, juga dengan cara apa kompetensi yang diharapkan dicapai. Maka perlu dibuat sebuah instrumen penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa. Dengan terbuatnya instrumen, maka akan mudah untuk dilakukan sebuah proses penilaian terhadap siswa mengenai keberhasilan dan ketercapaian proses pembelajaran. Penilaian oleh guru adalah suatu proses yang dilakukan melalui langkah- langkah perencanaan. Penilaian dapat dilakukan melalui berbagai teknik atau cara, seperti penilaian unjuk kerja performance, penilaian sikap, penilaian tertulis paper and pencil test , penilaian projek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerjakarya peserta didik portfolio, dan penilaian diri. Penilaian atau evaluasi dilakukan guru dilihat dari berbagai aspek. Penilaian yang dilakukan guru PAI SMA Islam Al-Izhar terhadap siswanya yaitu dengan pembuatan soal yang mengedepankan aspek Deep of Knowledge atau pendalaman pengetahuan. Guru PAI SMA Islam Al-Izhar selalu menghadiri forum guru yaitu suatu perkumpulan guru mata pelajaran PAI dari setiap unit Perguruan Islam Al-Izhar, mulai dari unit SD, SMP, sampai SMA. Forum tersebut dilaksanakan satu kali dalam satu bulan. Forum ini digunakan untuk berbagi pengalaman dan metode pembelajaran sesama guru PAI di setiap unit, juga untuk pembuatan pelevelan soal. Soal-soal yang sudah dibuat akan diberikan kepada guru dari unit lain untuk sama-sama saling mengoreksi dan memberi saran yang lebih baik guna tercapainya standar kompetensi siswa. Aspek pelajaran PAI merupakan aspek yang sama dalam setiap jenjang pendidikan, yaitu terdiri dari aspek aqidah, akhlak, fiqih, dan sejarah, hanya saja perbedaannya terlihat dalam tingkatan pemahamannya, sehingga terdapat suatu gradasi atau penjenjangan dalam pembuatan soal. Tingkatan SMA merupakan tingkatan yang paling tinggi, sehingga dalam pembuatan soal tidak lagi banyak menekankan aspek hafalan, namun lebih kepada pemahaman. Sehingga siswa SMA dituntut untuk memiliki pemaknaan yang lebih luas. Juga karena materinya lebih banyak kepada analisis, maka soal yang dibuat mengedepankan kemampuan analisis siswa. Dalam pemberian soal-soal ketika dilaksanakan ujian, guru mengedepankan aspek Deep of Knowledge DOK, sehingga siswa dituntut tidak hanya sekedar menghafal, tahu, dan memberi jawaban saja, melainkan dapat menganalisis soal dan memberikan jawaban berdasarkan hasil analisisnya. Penilaian Deep of Knowledge DOK dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana level tingkat kedalaman perolehan pengetahuan siswa. Dengan menggunakan DOK seorang guru dapat mengembangkan melakukan penilaian yang ketat sesuai dengan tuntutan Standar Kompetensi Lulusan SKL kurikulum. Selain itu, dengan menggunakan DOK guru juga dapat melakukan penjenjangan kompetensi pengetahuan peserta didik. Berikut ini tingkatan dalam penilaian Deep of Knowledge DOK: a Level 1: Mengingat Kembali dan Reproduksi Membutuhkan penarikan kembali informasi seperti fakta, definisi, istilah, atau prosedur sederhana, serta melakukan proses sains sederhana atau prosedur. Level 1 hanya membutuhkan peserta didik untuk menunjukkan respon hafalan, menggunakan rumus yang sudah dikenal, melakukan prosedur yang ditetapkan, seperti penulisan resep makanan, ekperimen dengan serangkaian urutan langkah kerja yang jelas. Kata kerja yang digunakan dalam DOK level 1 seperti mengidentifikasi, mengingat, mengenali, menggunakan, menghitung, dan mengukur. Kata kerja tersebut merupakan kerja kognitif dan diklasikasikan di tingkat mengingat kembali dan reproduksi atau “recall and reproduction” atau Level 1. Seorang siswa ketika menjawab permasalahan item soal DOK pada level 1, jawabannya tidak mengharuskan untuk diketahui atau dipecahkan oleh siswa itu sendiri, atau jika pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab item soal secara otomatis menyediakan kunci jawaban untuk setiap item soal, maka item soal tersebut dapat diklasifikasikan DOK level 1. Dan apabila pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab soal tidak secara otomatis memberikan kunci jawaban penyelesaian, maka item soal tersebut kemungkinan dapat diklasifikasikan pada DOK Level 2. b Level 2: Keterampilan dan Konsep Isi atau proses pengetahuan yang terlibat di DOK level 2 memiliki tingkat kompleksitas yang lebih rumit dari pada di level 1. Oleh karena siswa harus membuat beberapa keputusan. Kata kerja operasional yang umum digunakan pada klasifikasi pengetahuan level 2 adalah mengklasifikasi, mengatur, memperkirakan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menampilkan data, dan membandingkan data. Suatu tindakan yang menggunakan kata kerja ini memerlukan lebih dari satu langkah. Pengetahuan DOK level 2 meliputi kegiatan melakukan pengamatan dan mengumpulkan data; mengklasifikasikan, pengorganisasian, dan membandingkan data, dan mengatur dan menampilkan data dalam tabel dan grafik. Penggunaan kata kerja yang sama pada tujuan pembelajaran, seperti menjelaskan kemungkinan penggunaan kata kerja menjelaskan atau “menafsirkan” dapat berada pada tingkat klasifikasi DOK yang berbeda, tergantung pada kerumitan kompleksitas pengetahuan yang diperlukan dalam tindakan. Misalnya, “menafsirkan” informasi dari grafik sederhana, membutuhkan informasi bagaimana membaca dan menginterprestasikan grafik, termasuk kategori DOK Level 2. Suatu tindakan yang memerlukan interpretasi pengetahuan yang mengandung kompleksitas, seperti membuat interprestasi makna tentang grafik dan menjelaskan makna informasi yang terkandung dalam grafik, dapat dikatagorikan DOK Level 3. c Level 3: Berpikir Strategis Berfikir strategis memerlukan tingkat kedalaman pengetahuan yang lebih tinggi dari DOK Level sebelumnya, yaitu tingkat berfikir yang memiliki kompleksitas seperti penalaran, perencanaan, dan menggunakan bukti. Tuntutan pengetahuan kognitif DOK Level 3 sangat kompleks dan abstrak. Kompleksitas tidak tergantung hanya dari fakta saja, melainkan juga dapat bersumber dari beberapa jawaban, dan dimungkinkan juga membutuhkan urutan atau tahapan didalam penalaran. Dalam kebanyakan kasus, jika siswa diminta untuk menjelaskan pemikiran DOK Level 3; dan apabila penjelasan dalam kalimat yang diberikan merupakan pengetahuan yang sangat sederhana, maka pengetahuan ini dapat dikategorikan pada DOK level 2. Suatu tindakan yang memiliki lebih dari satu jawaban dan siswa dituntut untuk membenarkan suatu respon, maka kategori pengetahuan ini berada pada DOK level 3. Tindakan yang termasuk dalam DOK level 3, meliputi kegiatan mendeskripsikan kesimpulan dari pengamatan; mengutip bukti dan mengembangkan argumen logis dalam konsep berfikir; menjelaskan fenomena dalam konsep, dan menggunakan konsep-konsep untuk memecahkan permasalahan yang tidak rutin. d Level 4: Berpikir Secara Luas Kategori DOK level 4 memerlukan daya kognitif tinggi dan sangat kompleks. Pada level 4 siswa diminta untuk membuat beberapa koneksi ide yang berhubungan dalam satu area atau antar area pengetahuan dan harus memilih atau merancang satu pendekatan di antara banyak alternatif tentang bagaimana situasi dapat dipecahkan. Banyak instrumen penilaian tidak dapat mencakup kegiatan penilaian yang dapat diklasifikasikan sebagai level 4. Namun, standar, tujuan, dan tujuan dapat dinyatakan sedemikian rupa untuk mengharapkan siswa untuk melakukan berpikir secara luas. “Mengembangkan generalisasi dari hasil yang diperoleh dan strategi yang digunakan dan menerapkannya terhadap situasi masalah” adalah contoh tujuan pembelajaran yang merupakan level 4. Kinerja penilaian dan kegiatan penilaian terbuka yang membutuhkan pemikiran yang signifikan akan berada pada level 4. Level 4 membutuhkan penalaran desain, eksperimental dan perencanaan yang kompleks, dan mungkin akan memerlukan jangka waktu, baik untuk meneliti ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh suatu tujuan, atau untuk melaksanakan beberapa langkah dari item penilaian. Namun, periode perpanjangan waktu bukan merupakan faktor yang membedakan jika pekerjaan yang dibutuhkan adalah hanya berulang dan tidak memerlukan pemahaman konseptual yang signifikan dan berpikir tingkat tinggi. PPPPTK Malang, 2015: para 4. Hemat penulis, pembuatan soal analisis yang dilakukan guru PAI SMA Islam Al-Izhar ini sangat baik karena dapat terus membuat siswa berpikir kritis, siswa tidak hanya diajarkan untuk dapat menghafal ataupun menjawab soal-soal saja, melainkan mereka dibiasakan untuk dapat menganalisis. Hal ini akan berdampak baik bagi kehidupan siswa di masa mendatang, baik terhadap kemampuan pikirnya, maupun sikapnya. Sehingga dengan pembuatan soal-soal analisis tersebut maka dapat tercapainya Standar 2 Literasi Informasi Sekolah AASL yaitu siswa mampu menentukan akurasi, relevansi, dan komprehensif Indikator 1.

5. Kegiatan Kolaborasi Guru dengan Perpustakaan

Sesuai dengan Permendiknas No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah, perpustakaan sekolah perlu memberikan bimbingan literasi informasi kepada pemustakanya. Maka dalam hal ini, untuk dapat menjadikan siswa yang melek terhadap informasi, siswa harus pula dapat memanfaatkan perpustakaan dengan baik. Untuk mewujudkan hal tersebut tidak hanya diperlukan peran guru tetapi juga pustakawan. Guru dan pustakawan harus dapat berkolaborasi untuk dapat mewujudkan komunitas sekolah yang literate . “Teachers and library media specialist must deliberately foster thinking and problem-solving abilities by creating proper classroom environments, teaching helpful techniques, modeling good thinking behaviors, and providing ample opportunities for problem solving experiences .” Thompson, 2000: 81. School library media specialists were polled regarding ways to initiate collaboration with teachers and administrators ” Department of Defense Education Activities [DoDEA] Conference dalam Riedling, 2004: 25. Dalam wawancara yang penulis lakukan kepada guru dan kepala sekolah SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu, setiap semester SMA Islam Al-Izhar selalu mengadakan kegiatan kunjungan setiap mata pelajaran ke perpustakaan. Mengenai frekuensi sering tidaknya, diberikan kebebasan kepada setiap guru. Secara umum, SMA Islam Al-Izhar telah memiliki program perwalian yang dilaksanakan pada hari Senin dan Kamis. Program tersebut dikomandoi oleh setiap wali kelas. Dalam program perwalian, siswa diarahkan oleh wali kelas untuk pergi ke perpustakaan untuk melakukan aktivitas di perpustakaan, baik membaca, mengerjakan tugas, maupun diskusi bersama teman. Program ini bertujuan agar siswa menyukai membaca dan meningkatkan kemampuan literasi siswa. Namun, secara khusus dalam mata pelajaran PAI, guru belum melakukan kolaborasi dengan perpustakaan secara langsung. Kolaborasi dengan perpustakaan hanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dalam bentuk anjuran kepada siswa untuk mencari buku-buku di perpustakaan terkait tugas pembuatan makalah. Barulah ketika di akhir semester dan materi pelajaran sudah selesai, guru mengajak siswa ke perpustakaan untuk membaca buku-buku agama, namun hanya sebagai untuk menambah wawasan saja. Menurut pustakawan SMA Islam Al-Izhar, apabila dilihat dari statistik kunjungan, guru agama cenderung lebih jarang ke perpustakaan, karena lebih banyak memanfaatkan buku-buku yang ada di kelas hasil dari wakaf siswa. Biasanya guru agama terhambat oleh terbatasnya jam pelajaran PAI, sedangkan materi pelajaran yang perlu dipelajari relatif banyak. Namun demikian, apabila guru agama hendak mengajak siswa belajar di perpustakaan, terlebih dahulu guru bertanya mengenai ada atau tidaknya buku tentang materi yang akan dibahas, apabila jumlahnya hanya sedikit, terkadang guru meminta agar perpustakaan mencarikannya. Sehingga ketika siswa tiba di perpustakaan, buku sudah disiapkan dan siswa tidak lagi mencari ke rak. Dari sisi jumlah koleksinya, buku-buku agama menempati urutan keempat jumlah terbanyak di samping ilmu-ilmu sosial, sejarah, dan teknologi. Koleksi referensinya yaitu tafsir, al-Quran, dan hadits. Ketika siswa tiba di perpustakaan didampingi wali kelasnya untuk melaksanakan program perwalian, pustakawan selalu memberikan beberapa permainan. Permainan sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan anak sehingga mereka lebih dapat menikmati penggunaan perpustakaan. Perpustakaan membuat semacam kegiatan kuis dengan siswa diharuskan mencari buku. Pada mulanya pustakawan memotong kertas, di kertas tersebut ditulis judul buku. Judul buku itu kemudian siswa buat per kelompok lalu siswa mencarinya di OPAC hingga siswa mendapatkan buku yang dimaksud. Menurut pustakawan, dari mulai siswa mencari buku hingga menemukannya di rak buku, sedikit banyak dapat membuat siswa memperoleh pengetahuan baru. Setelah buku yang dimaksud diperoleh oleh siswa, siswa kemudian diwajibkan untuk membuat sinopsis buku. Kegiatan ini bertujuan agar siswa mengetahui tata letak setiap buku dan mengetahui beberapa sinopsis dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Untuk program yang sifatnya tentatif, perpustakaan bekerja sama dengan guru agama, terutama Pak Chairiman. Kegiatan yang dilakukan salah satunya adalah ketika siswa melakukan karya tulis, atau tugas yang lainnya, guru mewajibkan siswa mengambil satu atau dua sumber dari perpustakaan, sehingga tidak semua sumbernya melulu dari internet. Bahkan guru PAI terkadang tidak memperkenankan siswa mencari informasi melalui beberapa search engine di internet, melainkan harus dari perpustakaan sebagai daftar pustakanya. Dengan adanya kolaborasi antara guru dengan perpustakaan, diharapkan dapat membantu siswa SMA Islam Al-Izhar untuk terpenuhinya Standar 7 Literasi Informasi Sekolah AASL, yaitu siswa menghargai prinsip akses ke informasi yang memadai Indikator 2. Hemat penulis, seyogyanya kegiatan kolaborasi antara guru PAI dan perpustakaan perlu semakin sering dilakukan. Guru PAI agar menggiatkan kembali kegiatan kunjungan kelas untuk belajar di perpustakaan. Sehingga dapat menanamkan minat siswa untuk menyukai membaca buku-buku keagamaan. Dengan begitu siswa akan semakin tahu mengenai informasi-informasi keagamaan yang lebih luas, dan siswa dapat mengeksplor pengetahuan keagamaannya, karena informasi yang didapatkan dari buku pelajaran PAI di kelas sifatnya terbatas. Guru PAI juga dapat melakukan kegiatan kolaborasi dengan perpustakaan dengan tanpa perlu mendampingi siswa. Siswa diberikan keleluasaan untuk belajar mandiri di perpustakaan dengan tetap meminta laporan dari siswa —dapat berupa pemberian tugas yang dikirim via email —juga laporan dari pustakawan mengenai kegiatan belajar siswa di perpustakan. Sehingga kegiatan kolaborasi tersebut tidak dilakukan secara reguler.

6. Program Literasi Sekolah

SMA Islam Al-Izhar merupakan sekolah unggul yang memiliki komitmen tinggi terhadap keberhasilan pembelajaran siswa di seluruh aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. SMA Islam Al-Izhar telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang menuntun siswa agar dapat literasi terhadap materi maupun informasi yang ada di sekitar. Berkenaan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2015 mengenai Gerakan Literasi Sekolah, SMA Islam Al-Izhar memperkuat program yang sebelumnya sudah diterapkan ini dengan menerapkan program Gerakan Literasi Sekolah setiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Pada hari tersebut siswa diberikan waktu selama 10 menit untuk membaca buku. Siswa diminta untuk membawa buku dari rumah ataupun guru memanfaatkan buku-buku di perpustakaan kelas untuk dibaca. Buku yang digunakan adalah buku di luar dari buku pelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan siswa dan untuk menumbuhkan rasa cinta siswa terhadap membaca. Dalam kegiatan 10 menit membaca itu, siswa SMA Islam Al-Izhar lebih banyak memanfaatkan waktu 10 menit untuk membaca novel, tidak begitu banyak siswa yang membaca buku agama. Hanya beberapa siswa membaca buku agama yang berkaitan dengan tugas Karya Ilmiahnya. Namun walaupun begitu, menurut keterangan guru PAI, guru tetap memberi anjuran dan saran agar siswa membaca juga buku terkait agama namun yang sifatnya ringan, dengan tujuan agar dapat membantu siswa mendapatkan pengetahuan agama yang lebih, mengingat waktu jam belajar agama di kurikulum SMA sangat terbatas, dan aktivitas di luar sekolah atau di rumah belum tentu seluruh siswa belajar agama. Tujuan adanya kegiatan membaca ini adalah sebagai berikut: 1 Memotivasi siswa untuk mau dan terbiasa membaca 2 Menunjukkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan 3 Memperkaya kosakata dalam bahasa tulisan 4 Menjadi sarana berkomunikasi antara peserta didik dan guru 5 Mengajarkan strategi membaca 6 Guru sebagai teladan membaca reading role model. Sesuai dengan panduan Gerakan Literasi Sekolah yang diatur oleh Kemendikbud, maka ruang lingkup kegiatan ini antara lain sebagai berikut: 1 Lingkungan fisik sekolah ketersediaan fasilitas, sarana prasarana literasi. 2 Lingkungan sosial dan afektif dukungan dan partisipasi aktif semua warga sekolah dalam melaksanakan kegiatan literasi SMA. 3 Lingkungan akademik adanya program literasi yang nyata dan bisa dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah. Dalam Panduan GLS yang diterbitkan oleh Kemendikbud, untuk melaksanakan literasi di sekolah, diperlukan beberapa prinsip. Berikut ini prinsip kegiatan literasi di tahap pembiasaan: a. Guru menetapkan waktu 15 menit membaca setiap hari. Sekolah bisa memilih menjadwalkan waktu membaca di awal, tengah, atau akhir pelajaran, bergantung pada jadwal dan kondisi sekolah masing-masing. Kegiatan membaca dalam waktu pendek, namun sering dan berkala lebih efektif daripada satu waktu yang panjang namun jarang misalnya 1 jam minggu pada hari tertentu. b. Buku yang dibacadibacakan adalah buku nonpelajaran. c. Peserta didik dapat diminta membawa bukunya sendiri dari rumah. d. Buku yang dibacadibacakan adalah pilihan peserta didik sesuai minat dan kesenangannya. e. Kegiatan membacamembacakan buku di tahap ini tidak diikuti oleh tugastugas yang bersifat tagihanpenilaian. f. Kegiatan membacamembacakan buku di tahap ini dapat diikuti oleh diskusi informal tentang buku yang dibacadibacakan. Meskipun begitu, 9 tanggapan peserta didik bersifat opsional dan tidak dinilai. g. Kegiatan membacamembacakan buku di tahap ini berlangsung dalam suasana yang santai, tenang, dan menyenangkan. Suasana ini dapat dibangun melalui pengaturan tempat duduk, pencahayaan yang cukup terang dan nyaman untuk membaca, poster-poster tentang pentingnya membaca. h. Dalam kegiatan membaca dalam hati, guru sebagai pendidik juga ikut membaca buku selama 15 menit. Seluruh prinsip yang ditetapkan Kemendikbud telah dilaksanakan oleh SMA Islam Al-Izhar. Oleh karena itu, penulis memandang bahwa SMA Islam Al-Izhar telah menerapkan literasi informasi kepada siswa. Sesuai dengan tujuannya, bahwa program literasi ini diperuntukkan agar siswa dapat membudayakan kebiasaan membaca buku. Semakin sering siswa membaca, maka semakin siswa literasi terhadap informasi-informasi.

7. Mata Pelajaran Karya Ilmiah

Dalam menunjang keberhasilan program Gerakan Literasi Sekolah yang dicanangkan oleh pemerintah, SMA Islam Al-Izhar memasukkan muatan lokal literasi ke dalam kurikulum sekolah yang kemudian mata pelajarannya disebut mata pelajaran Karya Ilmiah. Pelajaran karya ilmiah bertujuan untuk membudayakan literasi sehingga siswa dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat. Karya ilmiah diajarkan di kelas XI semester pertama, namun pengaplikasiannya di semester kedua dengan melakukan penelitian di luar sekolah selama beberapa hari mencari masalah. Produk akhir dari mata pelajaran karya ilmiah tersebut adalah sebuah karya, yakni laporan dalam bentuk karya ilmiah dengan mengangkat masalah yang telah siswa temukan secara langsung ketika melakukan penelitian. Gambar 4.4 Koleksi karya ilmiah siswa Sekolah memberikan kebebasan mengenai tema yang hendak diteliti oleh para siswa. Dari banyaknya siswa yang mengangkat tema mengenai kehidupan sosial, politik, kesehatan, ada pula siswa yang mengangkat tema keagamaan, diantaranya dengan menulis tentang permasalahan korupsi, perbandingan antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, juga perilaku menyimpang. Setiap guru mata pelajaran ditugaskan untuk menjadi pembimbing siswa disesuaikan dengan tema-tema yang siswa ambil. Guru PAI membimbing siswa yang menulis tema keagamaan. Selain itu, secara umum praktek literasi juga dilakukan oleh seluruh guru mata pelajaran di SMA Islam Al-Izhar, dengan cara memberikan tugas kepada siswa untuk menyelesaikan membaca berbagai macam buku dalam jangka waktu satu tahun pelajaran. Satu guru mata pelajaran dapat berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain untuk memberikan tugas membaca buku. Seluruh buku-buku yang dibaca oleh siswa minimal berjumlah lima buah buku. Gambar 4.5 Karya ilmiah siswa tentang masalah keagamaan Berdasarkan hasil analisis penulis terhadap beberapa karya ilmiah siswa yang bertemakan keagamaan, berikut beberapa point yang dapat penulis kemukakan: 1. Siswa sudah memiliki kemampuan penulisan yang baik, hal ini diketahui dari teknik penulisan yang siswa gunakan, siswa sudah memahami tata cara pembuatan karya ilmiah dari mulai latar belakang masalah hingga pembuatan daftar pustaka. 2. Siswa telah mengetahui dengan baik permasalahan-permasalahan keagamaan yang perlu dan penting untuk diteliti. Beberapa tema atau masalah yang siswa jadikan penelitian merupakan masalah-masalah yang menarik. Sehingga untuk tingkatan siswa SMA, penulis menganggap mereka sudah memiliki kemampuan pada taraf yang baik sekali mengenai keingintahuannya terhadap masalah agama tersebut. 3. Siswa menggunakan beberapa sumber informasi yang akurat dalam pembuatan karya. Referensi yang siswa gunakan berasal dari sumber-sumber informasi yang valid. Siswa menyertakan setiap sumber dalam setiap pengutipan. Di samping siswa menggunakan sumber dari buku-buku, siswa juga menggunakan referensi dari penelitian orang lain tesis dan sumber dari internet. 4. Siswa telah dapat menganalisis dengan baik terhadap informasi-informasi terkait permasalahan yang mereka ambil. Dengan informasi-informasi yang siswa dapatkan dari beberapa sumber, juga informasi dari hasil wawancara, setidaknya dapat memilah informasi, dan siswa dapat memiliki pendapat dan solusi sendiri mengenai permasalahan keagamaan yang mereka teliti. 5. Sumber buku yang digunakan dalam penelitian jumlahnya masih sedikit dan terbatas, padahal perpustakaan SMA Islam Al-Izhar kaya akan buku-buku keagamaan. Dalam hal ini guru PAI perlu semakin mengarahkan siswa agar dapat lebih banyak menggunakan buku-buku sumber dalam penelitiannya. Sehingga penggunaan sumber dari internet tidak terlalu mendominasi. Mata pelajaran karya ilmiah dapat mengembangkan penguasaan siswa untuk mampu mengenali bahwa informasi yang akurat dan komprehensif adalah dasar pengambilan keputusan yang baik dan siswa mampu mengidentifikasi berbagai macam sumber informasi yang potensial Standar 2 Literasi Informasi Sekolah AASL, Indikator 2 dan 4. Namun begitu, menurut penulis agar siswa SMA Islam Al-Izhar semakin literate terhadap informasi-informasi agama, dalam pembuatan karya ilmiah guru perlu lebih banyak mengarahkan siswa agar dapat semakin banyak membuat karya yang mengangkat tema-tema keagamaan. Dalam pandangan penulis, guru PAI SMA Islam Al-Izhar telah berperan aktif untuk melakukan peningkatan kemampuan literasi informasi siswa. Ini diketahui dengan penggunaan beberapa metode-metode pembelajaran yang seluruhnya menekankan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Dalam pembelajaran guru sering mengaitkan materi pembelajaran dengan topik yang baru-baru, guru memberikan contoh dalam penggunaan referensi, memberikan tugas dan membuat soal-soal analisis, melaksanakan program literasi sekolah, mendukung adanya mata pelajaran karya ilmiah, dan melakukan kegiatan kolaborasi antara guru PAI dengan perpustakaan SMA Islam Al-Izhar. Sehingga dengan upaya-upaya tersebut siswa SMA Islam Al-Izhar menjadi sangat kritis menanggapi informasi. Banyak siswa yang bertanya mengenai masalah-masalah keagamaan di kelas, walaupun hal tersebut terkadang berada di luar dari materi pembahasan menunjukkan bahwa siswa SMA Islam Al-Izhar peduli terhadap informasi yang beredar, mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, walaupun sebagian besar dari mereka tidak lantas begitu saja menerima informasi-informasi tersebut.

C. Peran Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Literasi Informasi Siswa

dalam Pendidikan Agama Islam Perpustakaan merupakan tempat dimana siswa dapat mengeksplor, mengadakan penjelajahan ilmiah secara lebih luas terhadap berbagai subyek secara mandiri dan demokratis terhadap apa yang dikaji agar memperoleh pengetahuan lebih dalam dari sekedar apa yang diperoleh di dalam kelas. Perpustakaan juga sepatutnya berperan sebagai sarana yang dapat membantu para siswa untuk memperluas cakrawala imajinasinya, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir secara jernih, kreatif serta kritis terhadap sumber-sumber yang telah mereka pilih untuk dibaca, didengar ataupun dilihat. Perpustakaan Bustanil Arifin SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu merupakan perpustakaan dengan fasilitas yang sangat baik. Memiliki areal yang luas dan berlokasi strategis yakni berada di pusat kegiatan pembelajaran, menjadikan perpustakaan SMA Islam Al-Izhar mudah dijangkau oleh para pemustaka. Dengan pencapaiannya dalam mendapatkan akreditasi A dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan tampil menjadi juara pertama perpustakaan SMA se-DKI Jakarta, menjadi bukti bahwa perpustakaan SMA Islam Al-Izhar sarat akan prestasi. Di samping guru, perpustakaan SMA Islam Al-Izhar menjadi poros kedua dalam menunjang keberhasilan pendidikan di SMA Islam Al-Izhar. Perpustakaan memainkan peran yang begitu penting dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Dengan visinya menjadi pusat pendidikan yang menumbuhkembangkan intelektual Islam berwawasan luas, perpustakaan SMA Islam Al-Izhar mengupayakannya dengan misi menjadi perpustakaan sekolah dalam pendidikan dan pembelajaran untuk semua. Misi tersebut sesuai dengan manifesto perpustakaan sekolah IFLAUNESCO. “Perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide yang merupakan dasar keberhasilan fungsional dalam masyarakat masa kini yang berbasis pengetahuan dan informasi. Perpustakaan sekolah membekali murid berupa keterampilan pembelajaran sepanjang hayat serta imajinasi, memungkinkan mereka hidup sebagai warganegara yang bertanggungjawab ”. IFLAUNESCO, 2000. Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan, informasi, dan dokumentasi, perpustakaan SMA Islam Al-Izhar bertugas untuk membantu pelaksanaan motto sekolah, sebagai sarana pengembangan dan penunjang kegiatan pendidikan, juga menjadi tempat penyimpanan karya tulis siswa dan guru. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, diperlukan perubahan pola pikir yang digunakan sebagai landasan pelaksanaan kurikulum. Pembaharuan pola proses belajar mengajar yang sebelumnya terfokus pada guru teacher based learning menjadi terfokus pada kebutuhan kompetensi siswa atau pendekatan “resource based learning”, perlu didukung dengan keahlian menggali informasi bagi para siswanya. Sudarnoto, 2006: 109. Jauh sebelum adanya program literasi sekolah, perpustakaan SMA Islam Al- Izhar telah menerapkan program literasi informasi bagi para siswa. Karena perpustakaan menaungi seluruh unit pendidikan yang berada di Perguruan Islam Al- Izhar, maka pengenalan literasi sudah dimulai dari TK, yaitu dengan diperkenalkannya tata cara tertib kunjungan, bagaimana berkunjung ke perpustakaan dan mengenal bacaan-bacaan sederhana. Ketika kelas 1-2 Sekolah Dasar, siswa diperkenalkan untuk tahu dimana tempat buku-buku. Kelas 3 Sekolah Dasar siswa mengenal Online Public Access Catalogue OPAC. Sehingga untuk tingkat SMP dan SMA siswa sudah mulai membuat penelitian sederhana dari yang mereka temukan di perpustakaan. Adapun beberapa upaya yang dilakukan perpustakaan SMA Islam Al-Izhar dalam peningkatan literasi informasi siswa adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan Sumber Informasi Cetak dan Elektronik

Untuk menciptakan generasi yang cinta buku, selain dibutuhkan lingkungan membaca yang menyenangkan dengan segala keramahan, diperlukan juga adanya fasilitas buku dan sumber-sumber informasi lainnya dalam jumlah yang memadai. Berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi penulis di perpustakaan Bustanil Arifin SMA Islam Al-Izhar, penyediaan sumber informasi tercetak dan elektronik terbilang sudah sangat memadai. Menurut keterangan yang didapatkan dari pustakawan, bahwa memperkaya koleksi adalah hal yang paling utama dalam menciptakan lingkungan sekolah yang literate. Perpustakaan menyediakan tema- tema atau materi kurikulum yang diajarkan di SMA Islam Al-Izhar. Ketika siswa mencari sumber untuk pengayaan dalam materi, perpustakaan menyediakan koleksi yang berkaitan dengan materi. Pada prinsipnya, untuk hal-hal atau sumber informasi yang berkaitan dengan perpustakaan, perpustakaan akan selalu menyiapkan. Selain berbentuk cetak atau buku, perpustakaan juga menyediakan sumber informasi elektronik berupa film dan CD. Selain itu ada juga majalah, ensiklopedia, dan beragam jenis lainnya. Berikut beberapa koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan SMA Islam Al- Izhar: a Buku Teks b Buku Langka c Majalah Tempo, Info Komputer, Intisari, HAI, National Geographic d Surat Kabar Republika, Kompas, The Jakarta Post e Audio Visual f Ornamen Etnik Di Ruang Perpustakaan terdata di komputer g Karya Siswa Terkait buku-buku keagamaan, perpustakaan juga memiliki koleksi yang baik. Perpustakaan menyediakan buku pelajaran Pendidikan Agama Islam, koleksi al- Quran, kamus agamakamus Bahasa Arab, kitab-kitab hadits, ensiklopedia agama Islam, majalah agama, koran yang memuat informasi keagamaan, serta buku-buku bacaan lainnya sudah sangat memadai dan lengkap. Hal ini terlihat dari jumlah koleksi perpustakaan sekolah SMA Islam Al-Izhar Pondok Labu yang sudah cukup banyak dan bervariasi. Mengenai koleksi elektronik, koleksi CD dan DVD yang berisi ilmu pengetahuan agama jumlahnya relatif sedikit. Walaupun begitu, perpustakaan menyediakan fasilitas internet dan wifi, sehingga dapat memberi kemudahan bagi siswa dalam mengakses materi yang mereka butuhkan dari sumber internet. Untuk searching katalog online, disediakan enam unit komputer. Siswa juga dibebaskan untuk membawa laptop ke perpustakaan. Tabel 4.2 Koleksi buku referensi dan buku umum perpustakaan SMA Islam Al- Izhar. JENIS NO. CLASS SUBJEK JUDUL EKS. 000 Karya Umum 94 135 100 Psikologi 74 76 200 Agama 130 164 300 I lmu Sosial 157 186 400 Bahasa 44 78 500 I lmu Alam 156 216 600 Teknologi 222 250 700 Olahraga dan Seni 185 192 800 Kesusasteraan 8 10 900 Sejarah dan Geografi 119 159 1189 1466 000 Karya Umum 460 582 100 Psikologi 754 1089 200 Agama 961 1709 300 I lmu Sosial 1619 2205 400 Bahasa 217 435 500 I lmu Alam 483 727 600 Teknologi 981 1607 700 Olahraga dan Seni 546 1833 800 Kesusasteraan 511 1896 900 Sejarah dan Geografi 1219 2076 7751 14159 1861 3143 10801 18768 RE FE RE NS I UM UM JUMLAH JUMLAH FI KSI TOTAL Grafik 4.1 Jumlah koleksi buku referensi perpustakaan SMA Islam Al-Izhar s.d Juli 2016. Grafik 4.2 Jumlah koleksi buku umum perpustakaan SMA Islam Al-Izhar s.d Juli 2016. Jumlah keseluruhan buku umum dan referensi termasuk juga buku fiksi di perpustakaan sampai dengan Juli 2016 berjumlah 10801 judul dengan 18.768 eksemplar. Seluruh koleksi telah diolah dengan menggunakan sistem klasifikasi Dewey Decimal Classification DDC. Jenis-jenis bahan pustaka yang menjadi koleksi perpustakaan adalah sebagai berikut: 50 100 150 200 250 94 74 130 157 44 156 222 185 8 119 135 76 164 186 78 216 250 192 10 159 Judul Eks. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 460 754 961 1619 217 483 981 546 511 1219 1861 582 1089 1709 2205 435 727 1607 1833 1896 2076 3143 JUDUL EKS. 1 Koleksi buku pelajaran non buku paket. Koleksi buku ini adalah buku-buku yang dapat memberikan pengayaan bagi para siswa dalam memahami atau mendalami berbagai topik pembahasan yang dipelajari di kelas. 2 Koleksi buku fiksi. Yaitu buku-buku cerita anak dan remaja. 3 Koleksi referensi dan priodikal majalah 4 Koleksi audio visual serta multimedia 5 Koleksi karya para siswa. Koleksi ini terdiri dari tugas-tugas karya ilmiah para siswa, juga hasil karya lomba para siswa yang telah dipentaskan dalam bentuk drama. Gambar 4.6 Koleksi hasil karya siswa SMA Islam Al-Izhar 6 Koleksi khusus. Koleksi jenis ini terdiri dari benda-benda berupa berbagai boneka lengkap dengan busana pakaian bangsa-bangsa di dunia. Pada koleksi ini juga ada yang berupa beberapa sampel benda lain yang berasal dari suku-suku bangsa di Indonesia maupun di dunia, seperti berupa rumah adat, senjata-senjata, dan souvenir lainnya. Gambar 4.7 Koleksi buku dan referensi agama perpustakaan SMA Islam Al-Izhar. Dengan banyaknya koleksi perpustakaan SMA Islam Al-Izhar ini menggambarkan bahwa perpustakaan telah berupaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang literasi terhadap informasi. Karena pengadaan koleksi merupakan suatu keniscayaan dalam menggalakkan kegiatan literasi.

Dokumen yang terkait

Peran guru pendidikan agama islam di sekolah multikultural

5 42 98

Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Multikultural

0 8 98

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Minat Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Di MTs Muhammadiyah Surakarta Dan Smp Ta’mirul Islam S

1 6 22

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Minat Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Di MTs Muhammadiyah Surakarta Dan Smp Ta’mirul Islam S

0 2 20

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Di SMK Muhammadiyah Kartasura.

0 1 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Di SMK Muhammadiyah Kartasura.

0 2 16

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

0 0 64

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM (2)

0 2 74

BAB II PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANGANI SISWA INTROVERT PADA MATA PELAJARAN PAI MELALUI PENDEKATAN BEHAVIORISTIK A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian dan Peran Guru Pendidikan Agama Islam - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 1 34

PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN LITERASI INFORMASI SISWA

0 1 11