dibuat antara notaris dengan salah satu pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan notaris
baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban secara penuh.
Dalam hal ini pertanggungjawaban notaris bukan saja secara moral tetapi secara hukum dimana notaris dapat dituntut dan diberikan sanksi. Semua kegiatan
yang dilakukan oleh notaris khususnya dalam membuat akta akan selalu senantiasa dimintakan pertanggungjawabannya. Jika akibat kelalaian atau kesalahannya dalam
membuat akta dapat dibuktikan maka dapat dimintakan pertanggungjawabannya baik secara perdata maupun pidana. Pengenaan sanksi
159
terhadap notaris bergantung dari besarnya kesalahan yang dibuat notaris. Oleh karena itu sikap kewaspadaan juga
dituntut dari notaris. Dengan terbuktinya notaris bersalah maka notaris tersebut dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum onrechtsmatige daad.
C. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Minuta Akta Yang Rusak Atau Hilang Akibat Bencana Alam
159
Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris, misalnya pelanggaran terhadap Pasal 50 dan Pasal 51 UUJN yang berakibat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan jika akta tersebut telah ditandatangani oleh penghadap dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya, ganti kerugian dan bunga kepada yang
berkepentingan, yang dalam Pasal 85 UUJN mengatur pengenaan sanksi terhadap notaris dapat berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau
pemberhentian dengan tidak hormat.
Bencana alam tsunami yang diawali dengan terjadinya gempa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD, khususnya Kota Banda Aceh yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
hari Minggu tanggal 26 Desember 2004, pukul 07.50 WIB telah menghancurkan sepertiga wilayah Kota Banda Aceh. Musibah gempa bumi yang berskala sangat kuat
yaitu 8,9 Skala Richter telah terjadi di Samudera Hindia di lepas pantai barat luar Pulau Sumatera. Gempa yang kemudian menyebabkan gelombang tsunami ini telah
memporak-porandakan sebagian besar wilayah Aceh dan Nias di wilayah Indonesia, sebagian wilayah Thailand, Sri Langka, Maladewa Maldives, Bangladesh, Burma,
bahkan sampai ke pantai Somalia di Afrika Timur.
160
Menurut informasi Media Center Posko Utama Satkorlak PBB Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai dengan tanggal 9 Maret 2005, jumlah jenazah
yang telah dievakuasi mencapai 125.825 jiwa, sedangkan jumlah orang yang hilang diperkirakan mencapai 94.246 orang.
161
160
Buku Utama Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Propinsi Sumatera Utara, Hal.
1
Bencana tsunami tersebut merupakan kejadian bencana alam terbesar di Indonesia sepanjang dasawarsa terakhir dari segi korban jiwa dan kehancuran sarana
dan prasarana umum. Bencana tersebut telah mengakibatkan hilangnya manusia, hancurnya rumah, bangunan, dan infrastruktur, hilangnya benda-benda, dokumen
identitas dan dokumen transaksi hukum lainnya. Pasca bencana tsunami tersebut telah mengakibatkan terjadinya sebagian tindak kejahatan seperti penjarahan, dugaan
terjadinya perdagangan anak child trafficking, pemalsuan laporan mark up jumlah pengungsi serta tidak berfungsinya lembaga publik secara normal. Kondisi tersebut
161
Agus Budi Wibowo dan Rusdi Sufi, Kisah di Balik Peristiwa Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh, Dinas Pariwisata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2005, Hal. 32
Universitas Sumatera Utara
diatas menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan secara normal tidak dapat dijalankan, termasuk sistem pemerintahan dan sistem hukum yang
ada. Ketidaknormalan sistem pemerintahan dan hukum yang terkena bencana alam di Provinsi Aceh khususnya Kota Banda Aceh terfokus pada 3 tiga kendala yaitu
infrastruktur fisik, infrastruktur hukum dan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang menjalankan sistem pemerintahan banyak yang meninggal atau hilang,
infrastruktur fisik untuk menjalankan sistem pemerintahan hancur, catatan atau dokumen yang diperlukan untuk menjalankan sistem pemerintahan dan hukum ikut
musnah. Pasal 1 butir ke 13 dalam UUJN menerangkan bahwa Notaris mempunyai
kewajiban untuk menyimpan dan memelihara dokumen-dokumen yang berhubungan dengan notaris namun bencana alam tsunami merupakan suatu keadaan alam yang
tidak terduga yang menyebabkan rusak atau hilangnya minuta akta notaris yang juga merupakan bagian dari protokol notaris, maka kejadian ini bukan kesengajaan dan di
luar jangkauan nalar dari notaris yang bersangkutan sehingga notaris yang terkena bencana alam tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya terhadap
minuta akta yang rusak atau hilang tersebut sebab bencana yang timbul akibat faktor alam seperti gempa bumi, tsunami dan bencana alam lainnya bukan karena kelalaian
notaris. Rusak atau hilangnya minuta akta notaris tersebut terjadi di luar kekuasaan
Universitas Sumatera Utara
notaris karena Tsunami adalah merupakan Force Majeure Keadaan memaksa
162
jadi keadaannya berada di luar kekuasaan manusia.
163
Ada perbedaan terhadap pertanggungjawaban yang dilakukan oleh notaris untuk minuta aktanya yang rusak atau hilang karena keadaan memaksa force
majeure seperti bencana alam dan karena kelalaian notaris sendiri. Dalam keadaan force majeure, tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, karena kerusakan atau
kehilangan yang terjadi di luar kemampuan Notaris yang bersangkutan. Sedangkan untuk minuta akta yang hilang atau rusak karena kesalahan atau kelalaian notaris
sendiri, maka notaris yang bersangkutan akan diminta pertanggungjawaban. Meskipun notaris tidak dapat
dimintakan pertanggungjawabannya terhadap minuta akta yang hilang atau rusak tersebut akibat bencana alam, tetapi notaris mempunyai tanggung jawab moral untuk
segera melaporkan mengenai telah terjadinya bencana alam yang mengakibatkan rusaknya kantor notaris termasuk hilangnya dokumen-dokumen notaris kepada
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sekarang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
164
Apabila ada sertifikat yang dipegang oleh notaris, misalnya sebelum bencana alam terjadi datang klien ke kantor notaris untuk dibuatkan akta jual beli dimana
serifikat asli yang menjadi objek perjanjian tersebut dipegang oleh notaris untuk
162
Force majeure adalah suatu keadaan memaksa yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang tidak dapat diduga dan dihindari oleh setiap orang karena bersifat alamiah tanpa unsur
kesengajaan.
163
Hasil wawancara dengan Bapak T.Abdurrahman selaku Notaris dan PPAT di Kota Banda Aceh, pada tanggal 31 Mei 2011
164
Hasil wawancara dengan Cakmat Harahap, selaku Ketua Majelis Pengawas Daerah Banda Aceh, pada tanggal 10 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
dilakukan cek bersih. Kemudian pada saat akan dilakukan cek bersih terjadi bencana alam yang mengakibatkan kantor notaris menjadi rusak dan sertifikat asli yang ada di
tangan notaris ikut hilang. klien yang merupakan pemegang hak dari sertifikat tersebut datang kepada notaris untuk meminta sertifikat asli yang dipegang oleh
notaris karena ia juga ikut menjadi korban bencana alam. Notaris tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya, tetapi ada tanggung jawab moral yang
seharusnya dilakukan oleh notaris. Tanggung jawab notaris hanya sebatas melaporkan sertifikat tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional BPN yang
dilandasi surat keterangan dari kepolisan yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut telah hilang akibat bencana alam disertai surat pengantar dari notaris untuk
dimintakan sertifikat pengganti. Mengenai biaya penggantian sertifikat dibebankan kepada klien yang merupakan pemegang hak tersebut. Sedangkan bila sertifikat
tersebut hilang ditangan notaris karena kelalaian notaris sendiri maka notaris yang bersangkutan harus bertanggung jawab secara penuh terhadap sertifikat yang hilang
tersebut yaitu semua biaya pengurusan dan penggantian sertifikat ditanggung oleh notaris yang bersangkutan.
165
Pelaksanaan notaris sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon notaris disumpah atau mengucapkan janji berdasarkan agama masing-masing sebagai
Notaris. Sumpah atau janji sebagai Notaris mengandung makna yang sangat dalam
165
Hasil wawancara dengan Ibu Elly Safiana, selaku notaris di Kota Banda Aceh pada tanggal 05 Agustus 2011
Universitas Sumatera Utara
yang harus dijalankan dan mengikat selama menjalankan tugas jabatan sebagai notaris.
Sumpah atau janji tersebut mengandung dua hal yang harus dipahami, yaitu:
166
1. Notaris wajib bertanggungjawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji
yang diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan;
2. Notaris wajib bertanggungjawab kepada negara dan masyarakat, artinya
negara telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta
yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa Notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke
dalam bentuk akta notaris, dan percaya bahwa Notaris mampu menyimpan segala keterangan atau ucapan yang diberikan di hadapan Notaris.
166
Habib Adjie, Op. Cit., Hal. 35
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS DALAM