f. Melanggar etika danatau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan. 2.
Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada angka 1.
D. Klausula Baku
Mungkin tidak semua orang pernah mendengar istilah klausula baku ini, namun pada kenyataannya klausula baku ini sering kali kita temui dalam kegiatan
sehari-hari. Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 UUPK, Klausula Baku diartikan sebagai “setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen”. Bagi sebagian orang, klausula baku ini juga sering disebut sebagai “standard contract atau take it or leave it contract”. Dengan telah dipersiapkan
terlebih dahulu ketentuan-ketentuan dalam suatu perjanjian, maka konsumen tidak dapat lagi menegosiasikan isi kontrak tersebut. Jika dilihat dari hal ini, maka ada
ketimpangan yang terjadi antara para pihak. Hubungan hukum yang diwarnai oleh suasana take it or leave it ini sudah
sangat banyak dan meluas merasuk dalam masyarakat kita. Hampir semua hubungan hukum yang menyangkut barang dan atau jasa konsumen seakan-akan
telah dikuasai oleh bentuk perjanjian ini.
41
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, Prinsip take it or leave it ini memberikan kebebasan kepada pihak konsumen
untuk memilih atau menentukan sendiri keberadaan ikatan perjanjian tersebut.
41
AZ. Nasution, Op.cit., hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
Apabila ia telah menandatangani perjanjian secara hukum dianggap sudah menyetujui atau menyepakati isinya, dan apabila ia tidak menyetujui tentunya
tidak akan menandatanganinya. Tanda tangan merupakan tanda kesepakatan.
42
Ketentuan menerapkan klausula baku ini, pihak pembuat kontrak sering kali menggunakan kesempatan tersebut untuk membuat ketentuan-ketentuan yang
lebih menguntungkan pihaknya. Terlebih jika posisi tawar antara para pihak tersebut tidak seimbang, maka pihak yang lebih lemah akan dirugikan dari
kontrak tersebut. Tentu harus ada perlindungan bagi konsumen dalam keadaan- keadaan tersebut. Hal tersebut terdapat dalam aturan-aturan dalam
UUPK. Dalam UUPK ini diatur mengenai hal-hal apa saja yang dilarang bagi seorang pelaku usaha. Dalam Pasal 18 UUPK disebutkan bahwa :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen danatau perjanjian apabila: 1.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 2.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4.
Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
42
Sanusi Bintang, Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 107.
Universitas Sumatera Utara
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Selain hal tersebut pelaku usaha juga dilarang untuk mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Hal seperti ini sering kali dilakukan oleh pelaku usaha di bidang telekomunikasi, dimana sering kali
terdapat tanda bintang dibawah dengan tulisan yang kecil sekali yang menyatakan “syarat dan ketentuan berlaku”. Sebetulnya yang dilarang oleh UUPK ini
bukanlah mengenai ada atau tidaknya tanda “syarat dan ketentuan berlaku”, namun yang dilarang adalah keadaan dimana akibat tulisan yang kecil tersebut
membuat konsumen menjadi tidak ada ada ketentuan seperti itu. Karena itu, jika tulisan seperti itu masih dapat dilihat dengan jelas oleh konsumen, hal tersebut
tidaklah melanggar ketentuan dalam UUPK ini. Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha mengenai Klausula baku tersebut, maka perjanjian
tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian baku yang menempatkan posisi tidak seimbang antara pelaku usaha dan konsumen, pada akhirnya akan melahirkan perjanjian yang akan
merugikan konsumen. UUPK tidak merumuskan pengertian perjanjian baku, tapi menggunakan istilah klausula baku.
43
Klausula baku merupakan setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Dalam hukum perjanjian, istilah klausula
baku disebut juga dengan klausula eksonerasi. Pasal 1 angka 10 UUPK telah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan klausula baku adalah setiap aturan
atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klausula baku banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak dan dalam bahasa umum sering disebut sebagai disclamer yang bertujuan
untuk melindungi pihak yang memberikan suatu jasa tertentu. Berikut beberapa contoh klausula baku:
1. Formulir
Pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan “bank tidak bertanggung jawab atas
43
Irsan Armadi, Klausula Baku dalam Perlindungan Konsumen, tersedia pada www.hariansumutpos.com
, diakses tanggal 12 September 2014.
Universitas Sumatera Utara
kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran atau koresponden, sub agen lainnya atau pegawai lainnya.”
44
2. Kuitansi atau faktur pembelian barang
Kuitansi atau faktur pembelian barang sering didapat saat seseorang membeli barang atau kuitansi pembayaran parkir. Terhadap kuitansi pembayaran pada
umumnya tertera tulisan “barang yang tidak diambil dalam 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan.”
45
Pasal 18 UUPK menjelaskan ketentuan pencantuman klausula baku, yaitu: 1.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
44
Irma Devita Purnamasari,” Klausula Baku VS Perlindungan Terhadap Konsumen”, diunduh dalam http :irmadevita.com2012klausula-baku-vs-perlindungan-terhadap-konsumen.
Diakses pada tanggal 25 Maret 2014.
45
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya; h.
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknyasulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. 3.
Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka
1 dan angka 2 dinyatakan batal demi hukum. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
Undang-undang ini. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen atas adanya pencantuman
klausula baku yang berkemungkinan membawa konsumen kepada hal yang akan merugikannya, maka diperlukan pengawasan yang tentunya dilakukan oleh
lembaga yang telah diberi kewenangan untuk itu. Dalam UUPK Pasal 52,
Universitas Sumatera Utara
lembaga yang diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang kemudian disingkat dengan BPSK. Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen Pasal 1 angka 11
UUPK.
E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Terkait dengan tanggung jawab pelaku usaha, ada baiknya diberikan beberapa contoh kasus yang mana para pelaku usaha sangat kurang untuk
melakukan tanggung jawab atas segala kerugian yang telah ditimbulkannya. Pelaku Usaha yang menjalankan usaha produk makanan berkemasan plastik yang
mengandung cacat tersembunyi di Kota Pematang Siantar, akan bersedia memberi ganti rugi kepada konsumen jika benar-benar produk makanan berkemasan plastik
telah merugikan konsumen.
46
Lain halnya yang terjadi di Pontianak, disebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi makanan dan minuman kemasan tidak layak konsumsi tidak
semuanya bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen yang mengalami kerugian akibat dari makanan dan minuman kemasan tidak layak
konsumsi. Penyebab hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran hukum dari pelaku usaha untuk melakukan kewajiban hukumnya terhadap konsumen
tersebut.
47
46
M. Sadar, Moh. Taufik Makarao, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Jakarta: Akademia, 2012, hlm. 67.
47
Ibid., hlm. 69.
Universitas Sumatera Utara
Tanggung jawab pelaku usaha pada prinsipnya telah diatur dalam Pasal 19-28 UUPK, oleh karena itu apa yang terjadi di 2 dua daerah tersebut diatas
seharusnya pelaku usaha bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Berikut tanggung jawab pelaku usaha yang tertuang
dalam Pasal 19-28 UUPK, yaitu: 1.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan; 2.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari
setelah tanggal transaksi; 4.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan; 5.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen; 6.
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut;
Universitas Sumatera Utara
7. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri;
8. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila
penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing;
9. Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha menutup kemungkinan
bagi jaksa untuk melakukan pembuktian; 10.
Pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 aya t 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan konsumen; 11.
Pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen
apabila: a.
Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang danatau jasa tersebut;
b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Universitas Sumatera Utara
12. Pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau
gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas
barang danatau jasa yang tersebut; 13.
Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 satu tahun wajib menyediakan
suku cadang danatau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan;
14. Pelaku usaha bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan
konsumen apabila pelaku usaha tersebut: a.
Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas perbaikan;
b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan. 15.
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan danatau garansi yang disepakati danatau yang diperjanjikan;
16. Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen, apabila: a.
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
Universitas Sumatera Utara
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli
atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. 17.
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA DEVELOPER PERUMAHAN, PEMILIK
RUMAH DAN PT. PLN PERSERO DALAM KAWASAN PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Perjanjian Jual Beli Rumah Dalam Kawasan Perumahan