Pemilihan Tipe Drainase Vertikal Pemasangan Drainase Vertikal

65 S S R R S S Drains R = 0,546 S Square pattern R = 0,525 S Triangular pattern d e d s d w u = 0 z l l d z u = 0 r w r s dQ 1 debiel dQ 2 k h k R k w vertical drain smear cushion S = d s d w Gambar 3.3 Pengaruh smear dan tahanan drain After Hansbo, 1981.

3.2.4.5 Pemilihan Tipe Drainase Vertikal

Dalam pemilihan tipe drainase vertical perlu diperhatikan besar diameter ekivalen, kapasitas pembuangan, fleksibilitas dan ketahanannya. Kapasitas pembuangan yang umum digunakan adalah sama atau lebih dari 100 m 3 tahun. Pemilihan filter atau jeket pelindung harus sedemikian rupa sehingga permaebilitas yang besar dapat diperoleh, namun tetap dapat menghindarkan partikel tanah yang kecil masuk melalui filter tersebut. Gambar 3.4 menunjukkan rencan pola drainase dan zona pengaruh antara drainase. Gambar 3.4 Rencana pola drainase dan zona pengaruh antar drainase Bergado, 1996 Universitas Sumatera Utara 66 Drainase vertical biasanya dipasang dengan pola persegi empat atau pola segitiga seperti pada Gambar 3.4. Zona pengaruh drainase R adalah variable tidak bebas, karena merupakan fungsi jarak spasi drainase S. Untuk drainase yang dipasang dengan pola persegi empat: R = 0,546.S 3.2 Untuk drainase yang dipasang dengan pola segi tiga. R = 0,525.S 3.3 Pola persegi empat sangat cocok digunakan membuat dan mengontrol di lapangan. Meskipun demikian, pola segi tiga juga banyak digunakan karena dapat membuat konsolidasi lebih seragam antar drainase dibandingkan dengan pola persegi empat Holts et al., 1991.

3.2.4.6 Pemasangan Drainase Vertikal

Pemasangan drainase vertical pada lapisan tanah lunak dilakukan dengan menggunakan mandrel selonsong baja dengan penampang tubular. Mandrel tersebut dipasang pada alat pengarah atau leader pada suatu crane. Drainase vertical yang berada didalam mandrel kemudian ditanamkan ke lapisan lunak sampai kedalaman tanah keras. Ujung dari drainase vertical kemudian dijepit pada lapisan tanah keras dan mandrel kemudian diangkat ke permukaan lapisan tanah dengan meninggalkan drainase vertical pada lapisan tanah tersebut. Universitas Sumatera Utara 67 Gambar 3.5 Pemancangan PVD Dari berbagai jenis teknik perbaikan tanah lunak yang telah diuraikan diatas, maka pada Tugas Akhir ini yang akan dibahas adalah PVD, hal ini dikarenakan dalam pembahasan ini ditekankan pada cara mempercepat konsolidasi atau penurunan, supaya pembangunan konstruksi dapat segera dilaksanakan.

3.3 Desain Drainase Vertikal

Metode yang digunakan untuk menghitung desain Prefabricated Drainage Vertical PVD ini adalah metode yang diperkenalkan oleh Hansbo 1981. Desain PVD ini hanya akan dilakukan pada satu titik saja yang dianggap paling kritis. Tinjauan dilakukan pada titik yang memiliki ketebalan tanah lunak paling tebal dari sepanjang runway Bandara Internasional Kualanamu, yaitu pada titik BH-2 STA 0+700 dengan ketebalan sebesar 10 meter. Sedangakan derajat konsolidasi yang ditargetkan adalah 90. Dimensi PVD yang digunakan dalam tugas akhir ini Universitas Sumatera Utara 68 adalah lebar = 10 cm dan tebal = 0,5 cm dan pola yang digunakan adalah pola segitiga.

3.4 Persamaan Desain Umum Untuk Drainase Vertikal

Laju konsolidasi dalam keadaan prakompresi pada umumnya dianalisis dengan menggunakan teori konsolidasi untuk drain satu demensi yang dikembangkan oleh Terzagih. Persamaan tersebut adalah: = 3.4 Dimana: = derajat konsolidasi rata-rata dari pita drainase vertical = penurunan konsolidasi pada waktu antara m = penurunan konsolidasi akhir m Nilai U v berkaitan dengan factor waktu T v tanpa dimensi, yaitu: T v = C v .tH d 3.5 C v = koefisien konsolidasi untuk drainase vertical m 2 hari t = waktu hari H d = panjang drainase vertical Sedangkan derajat konsolidasi rata-rata terhadap aliran air vertical adalah: 3.6 Universitas Sumatera Utara 69 Teori Terzaghi hanya untuk mengaplikasikan konsolidasi primer utama dan berdasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Tanah lempung dianggap homogen 2. Pori tanah berisi air tanah jenuh sempurna 3. Hukum Darcy berlaku 4. Koefisien permaebilitas adalah konstan 5. Partikel tanah dan air dianggap tidak termampatkan 6. Pemampatan dan aliran air adalah satu dimensi Teori konsolidasi untuk vertikal drain telah dikembangkan oleh Barron 1948 untuk menganalisis kinerja drain pasir. Barron menggunakan asumsi- asumsi dasar sebagai berikut: 1. Lempung bersifat jenuh dan homogeny 2. Semua regangan kompresif dalam masa tanah terjadi dalam arah vertical 3. Tidak ada aliran pori 4. Berlaku hokum Darcy untuk permaebilitas. Koefisien permaebilitas k tidak tergantung pada lokal. 5. Air pori dan butiran mineral bersifat inkompresif bila dibandingkan dengan kerangka lempung. 6. Tambahan increment beban pada awalnya dipengaruhi oleh tekanan air pori berlebih. 7. Tidak ada tekanan air pori berlebih dalam drain Universitas Sumatera Utara 70 8. Zona pengaruh dari tiap-tiap drain berbentuk silinder

3.5 Modifikasi Persamaan Desain Umum

Hansbo telah memodifikasikan persamaan yang telah dikembangkan oleh Barron untuk aplikasi drain PVD. Dengan menggunakan pendekatan teorotis yang sama dengan Barron, modifikasi Hansbo memperlakukan asumsi-asumsi penyederhanaan akibat dimensi fisik dan karakteristik drain PVD. o Jarak drain Persamaan 3.1 dapat disederhanakan sebagai berikut: F n = [n 2 n 2 -1]1nn – 3n 2 – 1 4n 2 3.7 F n = [n 2 n 2 -1]1nn – ¾ - ¼ n2 3.8 Dengan anggapan 1n 2 = 0, dank arena secara khusus n adalah 20 atau lebih, dan n 2 n 2 -1 = 1, maka persamaan 2.27 dapat disederhanakan menjadi : Fn = 1 n ɳ - ¾ 3.9 o Pengaruh tahanan terhadap drain Karena drain PVD mempunyai permaebilitas yang terbatas dalam arah memanjang missal karena kapasitas aliran air drainase vertical yang terbatas, Hansbo telah mengembangkan factor pengaruh drain Fr dengan menganggap bahwa hukum Darcy juga berlaku pada aliran air sepanjang sumbu vertical drain. Persamaan yang dihasilkan adalah sebagai berikut: = 3.10 Universitas Sumatera Utara 71 Dimana: z = jarak dari ujung aliran air drainase ke drain m L = panjang drain bila drain hanya terjadi pada satu ujung saja m k ɳ = koefisien permaebilitas arah horizontal untuk tanah tak terganggu mhari q w = kapasitas aliran air drainase yang ditentukan dengan menggunakan gradient hidraulik = 1. Jika drain memiliki permaebilitas terbatas misalnya kapasitas aliranair vertical terbatas, maka factor pengaruh drain pada persamaan 3.10 adalah fungsi kedalaman. Karena itu, Uh tidak konstan dengan factor kedalaman. o Pengaruh gangguan tanah smear zone Barron telah mengembangkan persamaan perhitungan besarnya pengaruh dari gangguan tanah selama pemasangan dengan menyatakan zona gangguan dengan suatu pengurangan permaebilitas. Factor pengaruh gangguan yang dihasilkan adalh Fs dan jika digabungkan dengan Fn dan Fr akan menjadi: Fn + Fs + Fr = 1nDdw-34 = khks-1 1ndsdw + ӆzL-zkhqw 3.11 Dimana: ds = diameter zona tanah terganggu sekeliling drain m dw = diameter ekivalen dari pita drain vertical m Universitas Sumatera Utara 72 ks = koefisien permaebilitas arah horizontaldalam tanah terganggu mhari

3.6 Konsolidasi Radial

Persamaan differensial untuk proses konsolidasi radial diturunkan sebagai berikut: 3.12 Dimana: u = tegangan air pori rata-rata akibat pembebanan pada sembarang titik kNm 2 t = waktu setelah tanah mengalami pembebanan hari r = jarak radial dari pusat drainase ke titik yang di pertimbangkan m c h = koefisien konsolidasi horizontal Sedangkan untuk konsolidasi regangan vertical sepadan equal vertical strain dan ideal tidak terdapat efeek smear dan tahan sumur, solusi yang diberikan Barron sebagai berikut: 3.13 3.14 3.15 Universitas Sumatera Utara 73 Dimana: = factor waktu secara horizontal = koefisien konsolidasi untuk drain horizontal = diameter ekivalen dari silinder tanah m Hansbo 1979 mengusulkan bahwa diameter ekivalen untuk drainase vertical, dw seharusnya mempunyai keliling yang sama seperti silinder. Jarak spasi diameter ekivalen dari silinder tanah d e : d e = 1,13s untuk pola persegi 3.16 d e = 1,05s untuk pola segitiga 3.17 Diameter ekivalen drainase vertical d w , d w = 2a + b ӆ 3.18 Dimana: n = rasio spasi drainase = d e d w d e = diameter ekivalen dari silinder tanah m d w = diameter drainase vertical m a = lebar drainase vertical m b = tebal drainase vertical m Universitas Sumatera Utara 74

3.7 Kombinasi Konsolidasi Vertikal dan Konsolidasi Radial

Carillo 1942 mengusulkan persamaan untuk mendapatkan derajat konsolidasi rata-rata untuk aliran air vertical dan aliran air radial U, yang dapat dihitung persamaan: 1 – U = 1 – Uv x 1 – Ur 3.19 U = 1 - [1 – Uv 1 – Ur] 3.20 Laju waktu untuk total penurunan, Sc dengan drainase vertical dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Sc = U x S ult 3.21 Setelah penurunan sudah mencapai 90, yang diamati dengan pelat penurunan, maka baru dapat dilakukan pekerjaan perkerasan. Settlement Plate SP adalah salah satu instrument geoteknik yang berfungsi untuk memonitor proses settlement pada pekerjaan perbaikan tanah dengan sistem Preloading Timbunan pra beban bangunan. SP berfungsi untuk memonitor settlement value besaran penurunan tanah yang timbul akibat proses Preloading. Penurunan tanah harus dimonitoring untuk memastikan bahwa proses settlement yang terjadi, masih dalam koridor “aman”. Aman dalam arti tidak beresiko menimbulkan sliding longsor terhadap bangunan yang ada disekitar lokasi timbunan, maupun terhadap timbunan itu sendiri. Cara pemasangannya adalah SP dipasang pada bidang tanah dasar yang akan ditimbun, kemudian dicek vertikalisasinya dengan waterpass, kaki telapak SP diurug supaya SP berdiri dengan kokoh dan tidak roboh kemudian tiang SP diberi kode dan ditempeli datum. Cara kerja SP :  SP dipasang pada lapisan tanah dasar dan dibaca posisi initial readingnya Universitas Sumatera Utara 75  Timbunan preload lapis pertama dimulai. Ideal perlayer timbunan = 70 cm  Timbunan preload lapis kedua dicompact, sehingga timbunan akan mengalami penurunan dan otomatis SP akan ikut turun juga  Timbunan dilanjutkan lapis kedua dengan ketebalan 70 cm. Elevasi top timbunan sebelum dicompact = + 1.30  Top timbunan kedua dicompact sampai dengan standar kepadatan dalam spesifikasi teknis. Setelah itu dilakukan tes kepadatan dengan CBR system.  Timbunan dilanjutkan lapis ketiga dengan ketebalan 70 cm. Elevasi top timbunan sebelum dicompact = +1.92  Top timbunan lapis ketiga dicompact sampai dengan standar kepadatan dalam spesifikasi teknis. Setelah itu dilakukan tes kepadatan dengan CBR system Hatmoko, 2009. Gambar 3.6 Settlement plate, ukuran 600mm x 600mm, tebal 10mm Universitas Sumatera Utara 76

3.8 Langkah-langkah dalam mendesain drainase vertikal

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mendesain drainase vertikal 1. Menentukan nilai koefisien konsolidasi horizontal, Ch Ch = 1,2 – 3 Cv 3.22 2. Menentukan nilai derajat konsolidasi arah vertikal, Uv 3.23 3.24 Dimana: Tv = faktor waktu drainase vertikal Cv = koefisien konsolidasi vertikal t = waktu konsolidasi ke-n h = tebal lapisan terkonsolidasi 3. Menentukan faktor waktu radial, Tr s = spasi antar PVD de = diameter hidrolis = 1.05 x s pola segitiga Diameter ekivalen PVD adalah: 3.25 3.26 Universitas Sumatera Utara 77 4. Menentukan derajat konsolidasi radial, Ur Dengan memperhitungkan smear zone, persamaan derajat konsolidasi, Ur adalah: Ur = 1 – exp 3.27 Dimana, F = F n + F S 3.28 F n = 3.29 F s = 3.30 Menurut Hansbo 2004, untuk pemasangan mandrel yang non-bundar: 3.31 3.32 Ur = 3.33 5. Menentukan nilai derajat konsolidasi total, U 1-U = 1-Uv x 1-Ur 3.34 U = 1 – 1-Uv 1 – Ur 3.35 6. Menghitung besar penurunan konsolidasi Sc pada waktu ke-n Sc = U x Sult 3.36 Universitas Sumatera Utara 78

BAB IV APLIKASI

4.1 Umum

Setelah dibahas mengenai permasalahan pada tanah lunak dan teknik perbaikan tanah lunak, maka akan dibahas pengaplikasiannya di lapangan. Dalam hal ini data yang digunakan adalah data-data sekunder dari pembangunan Bandara Kualanamu. Dalam hal ini pembangunan runway Bandara Kualanamu mengalami masalah karena tanah dasarnya merupakan tanah lunak. Maka untuk mencapai elevasi desain perkerasan dilakukan penimbunan.

4.2 Perbaikan Tanah Lunak

4.2.1 Perbaikan tanah lunak dengan vertical drain.