15 gambut adalah: mengandung bahan organik, daya dukung rendah dan kadar
air tinggi, butirannya tidak berbentuk amorphous granular, berserat kasar dan halus, bersifat asam dengan nilai pH bervariasi antara 5,5
– 6,5 dan kadang-kadang netral atau alkali.
2.3 Permasalahan Tanah Lunak
2.3.1 Tanah Dasar
Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian atau tanah permukaan timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan yang lainya. Menurut Sukirman 1995, tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 50
– 100 cm di atas mana akan diletakkan lapis pondasi bawah konstruksi jalan raya. Tanah dasar yang baik
untuk konstruksi perkerasan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi setempat atau dengan tambahan timbunan dari lokasi lain yang telah dipadatkan dengan
tingkat kepadatan tertentu, sehingga mempunyai daya dukung yang mampu mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat
perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah. Secara
geoteknis, daya dukung tanah ditentukan oleh banyak hal. Pentingnya kekuatan dari tanah dasar menjadi point utama dalam ukuran kekuatan dan keawetan
struktur perkerasan selama umur layanan. Umumnya permasalahan yang terjadi menyangkut tanah dasar berupa perubahan bentuk tetap, sifat mengembang dan
daya dukung tidak merata. Bahan subgrade akan berpengaruh terhadap daya dukung tanah dasar tersebut. Semakin bagus spek tanah untuk subgrade maka
Universitas Sumatera Utara
16 akan semakin besar daya dukung tanah tersebut. Terutama untuk tanah dasar
berupa tanah timbunan. Kekuatan tanah dasar biasanya dinyatakan dengan CBR. California Bearing Ratio
, yaitu perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan dengan bahan penetrasi bahan standar, pada tingkat penetrasi dan kecepatan
penetrasi yang sama. Cara ini biasa distandarkan olehAASTHO dan Bina Marga di Indonesia. Daya dukung yang lain kemudian dikorelasikan dengan nilai CBR.
Di Indonesia daya untuk dukung tanah dasar DDT pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR California Bearing Ratio, yaitu
nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 dalam memikul
beban lalu lintas. Nilai daya dukung tanah dasar DDT pada proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen
sesuai dengan SKBI-2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar.
Nilai daya dukung tanah untuk perencanaan konstruksi perkerasan jalan raya dapat ditentukan antara lain dengan metode California Bearing Ratio CBR.
Nilai CBR adalah bilangan perbandingan antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2 19,35 cm2
dengan kecepatan penetrasi 0,05 inch menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus suatu bahan standar tertentu. Nilai CBR dinyatakan dalam
persen.Nilai CBR merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan struktur perkerasan jalan raya. Semakin besar nilai CBR, semakin
besar pula daya dukung tanah dasar sehingga untuk beban lalu lintas yang sama akan membutuhan ketebalan perkerasan yang lebih tipis. Ditinjau dari sisi
Universitas Sumatera Utara
17 finansial, pengurangan ketebalan perkerasan akan berdampak pada penghematan
biaya konstruksi jalan. Karakteristik Daya Dukung yaitu hasil-hasil pengujian DCP hanya dapat
digunakan secara langsung untuk memperkirakan nilai CBR bila saat pengujian kadar air tanah mendekati kadar air maksimum. Karena tidak selalu
memungkinkan untuk merencanakan program pengujian selama musim hujan, maka untuk menentukan nilai CBR sebaiknya digunakan hasil uji CBR
laboratorium rendaman dari contoh lapangan. Kecuali untuk tanah dengan kondisi berikut:
a Tanah rawa jenuh yang mempunyai sifat sulit untuk dipadatkan di lapangan. Untuk kasus ini CBR hasil laboratorium tidak relevan untuk digunakan.
Pengukuran dengan DCP harus digunakan untuk mendapatkan nilai CBR. b Lapisan lunak yang terletak lebih dari 200 mm di bawah muka tanah dasar
desain. Kondisi ini sering terjadi pada daerah aluvial kering musiman. Kondisi ini harus diidentifikasi dengan pengujian DCP dan harus diperhitungkan dalam
penentuan desain. Bila data tidak cukup tersedia, penentuan segmen seragam dilakukan
melalui gabungan data DCP dan penilaian visual. Nilai CBR karakteristik adalah nilai minimum dari:
• data CBR laboratorium rendaman 4 hari, atau • data DCP, atau
• Nilai CBR asumsi yang ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
18 Jika tanah dasar langsung diatas tanah asli jenuh atau menjadi jenuh
selama pelaksanaan dan tidak dapat dikeringkan sampai cukup untuk dapat dilakukan pemadatan secara mekanis, maka:
• nilai CBR laboratorium tidak boleh digunakan untuk desain; • pondasi jalan harus termasuk lapisan penopang;
• harus disiapkan separator geotekstil diantara tanah asli dan lapis penopang; • bila dilakukan desain secara mekanistis, lapis penopang capping layer
dianggap mempunyai Modulus Resilien 30 MPa CBR 3 dan tanah asli di bawah lapis penopang tersebut harus diperhitungkan mempunyai nilai modulus
resilien 20 MPa. Geotekstil harus dipasang di bawah lapis penopang capping layer
langsung pada tanah yang jenuh. Penggunaan geotekstilgeogrid dapat digunakan bila terbukti mengakibatkan penghematan biaya atau keuntungan lain.
Dalam SKBI-2.3.26.1987, berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya,CBR dapat dibagi atas:
1. CBR lapangan, disebut juga CBR
inplace
atau field CBR. Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi
tanah saat itu dimana tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan saat kadar air tanah tinggi atau dalam kondisi terburuk
yang mungkin terjadi.
Universitas Sumatera Utara
19 2. CBR lapangan rendaman Undisturb saoked CBR
Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapngan pada keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan maksimum.
Pemeriksanaan dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di
daerah yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak di daerah yang badan jalanya sering terendam air pada musim hujan dan kering
pada musim kemarau. se-dangkan pemeriksaan dilakukan di musim kemarau. 3. CBR rencana titik CBR laboratorium design CBR
Data CBR yang digunakan adalah harga-harga CBR dari pemeriksaan lapangan dan uji laboratorium. Dari data CBR ditentukan nilai CBR terendah, kemudian
ditentukan harga CBR yang mewakili atau CBR segmen. Selain daya dukung tanah hal yang mempengaruhi tanah dasar adalah
kadar air. Semakin tinggi kadar air maka daya dukung tanah itu akan semakin jelek.
Persyaratan material tanah dasar yang digunakan untuk tanah dasar harus memenuhi ketentuan sesuai dengan spesifikasi. Material berplastisitas tinggi
golongan A-7-6 tidak boleh digunakan sebagai lapisan tanah dasar Pengendalian Mutu Pekerjaan Tanah, Balai Geoteknik Jalan, hal 37
. Menurut AASHTO, tanah berplastisitas tinggi termasuk golongan A-7-6. Kelas A-7-6 adalah jenis tanah
kelempungan berplastisitas tinggi dengan tingkatan umum “sedang sampai jelek”.
Batasan kelas A-7-6 antara lain : 1. Lolos saringan no 200 36
2. Batas cair 41
Universitas Sumatera Utara
20 3. Indeks plastisitas LL-30
Apabila material tanah dasar tidak memenuhi spesifikasi di atas, maka tanah tersebut terlebih dahulu harus distabilisasi sebelum dilakukan proses
pekerjaan berikutnya. Masalah-masalah yang dihadapi dalam tanah dasar merupakan masalah
yang sudah umum dijumpai selama proses pekerjaannya. Adapun masalah- masalah yang sering dijumpai pada pekerjaan tanah dasar Sukirman, 1992
adalah sebagai berikut: 1. Perubahan bentuk tetap, yaitu perubahan bentuk akibat beban lalu lintas.
Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. 2. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah, yaitu perubahan yang terjadi
akibat perubahan kadar air yang didukung tanah tersebut. 3. Perubahan bentuk karena daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar
ditentukan secara pasti pada daerah dan macam tanah yang mempunyai sifat dan kedudukan yang berbeda.
4. Perubahan bentuk akibat terjadinya lendutan dan pengembangan kenyal yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.
5. Perubahan bentuk akibat dilakukannya tambahan pemadatan, karena terjadinya penurunan oleh beban tanah dasar tidak dipadatkan secara baik,
dimana daya dukung tidak optimal.
2.3.2 Timbunan di atas Tanah Lunak