Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan membahas tentang hal-hal yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian. Bab ini terdiri dari: 1 latar belakang masalah; 2 identifikasi masalah; 3 pembatasan masalah; 4 rumusan masalah; 5 tujuan penelitian; dan 6 manfaat penelitian. Uraian selengkapnya ialah sebagai berikut:

1.1 Latar Belakang Masalah

Proses membangun kecerdasan bangsa adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Namun mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, apalagi jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam artikel tentang potret pendidikan di Indonesia menjelaskan bahwa Human Development Report HRD, United Nation Development Programme UNDP melaporkan Indeks Pembangunan Pendidikan untuk semua pendidikan di Indonesia menurun dari peringkat 65 pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011 Abd. Majid 2013. Hal ini jelas menjadi sorotan khususnya kepada tenaga pendidik di Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui pemerolehan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara. 2 Sekolah merupakan lembaga formal pendidikan yang menjadi harapan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru menjadi sentra untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas. Undang-Undang No 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Dengan demikian guru berperan besar terhadap kualitas pendidikan, peningkatan ini melalui keberhasilan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran yang dilakukan guru berupaya memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat 91 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Guru profesional tidak hanya dihadapkan pada tantangan untuk menampilkan pembelajaran kreatif namun juga tantangan untuk mengendalikan perilaku siswa. Perilaku yang harus dikendalikan adalah perilaku yang membuat gaduh, mencari perhatian dan perilaku yang menyebabkan siswa lain tidak berkonsentrasi. Guru harus mampu meminimalisir hal tersebut agar dapat menciptakan pembelajaran yang nyaman untuk peserta didiknya. Lingkungan kelas yang kondusif dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa. Oleh karena itu, peran lingkungan sangat penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran. 3 Koswara dan Halimah 2008: 109 mengungkapkan untuk mencapai tujuan belajar dengan mudah, lingkungan kelas harus ditata sedemikian rupa menjadi lingkungan yang kondusif, yang dapat mempengaruhi siswa secara positif dalam belajar. Lingkungan belajar yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi anak dalam belajar, penyajian bahan pelajaran dapat disuguhkan dengan penuh makna serta memberi kesan tersendiri kepada siswa. Oleh karena itu, agar dapat mengelola kelas dengan baik guru harus memperhatikan berbagai kompenen agar tujuan pembelajaran tercapai. Komponen tersebut tidak hanya menyangkut peserta didik tetapi juga menyangkut lingkungan fisik tempat peserta didik berada. Menurut Mulyasa 2011: 91 “pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran”. Dalam pengelolaan kelas guru harus melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Salah satu aspek yang diperlukan adalah keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh Mulyasa 2011: 69. Seperti yang telah disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga profesional. Mudlofir 2013: 75 mengemukakan bahwa “guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya”. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki guru menjadi bekal utama dalam melaksanakan tugas mengajarnya. 4 Hal ini akan menghasilkan suatu pembelajaran yang maksimal dan nyaman untuk peserta didik. Perilaku guru menjadi acuan atau teladan bagi peserta didiknya. Siswa akan menyerap sikap-sikap, merefleksikan perasaan-perasaan, menyerap keyakinan-keyakinan, meniru tingkah laku, dan mengutip pernyataan-pernyataan gurunya Suyanto dan Asep Jihad 2013: 16. Oleh karena itu, guru harus memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu memberikan contoh yang baik dan dapat menanamkan perilaku yang baik pula kepada peserta didik. Elizabeth B. Hurlock dalam Suyanto dan Asep Jihad 2013: 17 mengemukakan bahwa guru yang memiliki kepribadian sehat salah satu cirinya yaitu dapat mengontrol emosi. Hal ini berkaitan dengan kecerdasan emosional guru. Guru mampu menghadapi frustasi, depresi atau stres secara positif atau konstruktif tidak destruktif merusak. Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman 2005: 45 yang menyatakan ciri kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk memotivasi sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa. Mulyasa 2011: 161 mengemukakan pembelajaran dapat ditingkatkan kualitasnya dengan mengembangkan kecerdasan emosional emotional quotient, karena ternyata melalui pengembangan intelegensi saja tidak mampu menghasilkan manusia yang utuh seperti yang diharapkan oleh pendidikan nasional. Dalam pandangan tentang kecerdasan emosional Goleman dalam Mudlofir 2013: 146 menyebutkan untuk mempunyai kecerdasan emosional ada lima 5 tahapan, yaitu kesadaran diri self-awareness, pengaturan diri self-regulation, motivasi motivation, empati empathy, dan keterampilan sosial social skill. Dengan kecerdasan emosional guru mengerti bagaimana seharusnya dalam bersikap dan berinteraksi dengan peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Wiyani 2013: 44 menjelaskan bah wa “kelas yang baik adalah kelas yang bersifat menantang, dapat merangsang peserta didik untuk belajar, serta memberikan rasa aman dan kepuasan kepada peserta didik dalam belajar”. Dengan kata lain kecerdasan emosional menuntut guru sebagai pengelola kelas dapat menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didiknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mareta Parlina Rachman dan Awaluddin Tjalla 2008 yang berjudul “Keterampilan Pengelolaan Kelas dilihat dari Jenis Kelamin dan Kecerdasan Emosi Guru Sekolah Luar Biasa” yaitu diperoleh analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test pada kecerdasan emosional, diperoleh nilai t sebesar 9,732 dengan signifikansi 0,000 p 0,05. Hal ini berarti ada perbedaaan yang signifikan dalam keterampilan pengelolaan kelas antara guru yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dengan keterampilan pengelolaan kelas guru yang mempunyai kecerdasan emosional rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murni Elfrida Naibaho yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kemampuan Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Belajar di SMP Negeri 41 Medan” yaitu terdapat hubungan positif dan berarti antara kecerdasan emosional dan kemampuan komunikasi interpersonal secara bersama-sama dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 41 6 Medan sebesar 20,15 dan sisanya sebesar 79,85 di luar kecerdasan emosional, hal ini menandakan semakin tinggi kecerdasan emosional guru dan kemampuan interpersonal, maka akan semakin tinggi motivasi belajar siswa. Dengan demikian, kecerdasan emosional menjadi faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu melalui pengelolaan pembelajaran yang maksimal oleh guru. Dari uraian penjelasan tersebut, maka diperoleh kecerdasan emosional guru yang baik maka dapat tercipta pengelolaan kelas yang baik pula. Guru berperan menciptakan pengelolaan kelas yang kondusif bagi peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, selain itu guru bertugas melaksanakan pembelajaran dengan baik dan meminimalisir gangguan yang mungkin muncul selama pembelajaran berlangsung. Tujuan yang dimaksud yaitu peserta didik dapat memahami materi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang meningkat atau tinggi menunjukkan pembelajaran guru dikatakan berhasil. Sebaliknya, apabila hasil belajar siswa rendah maka pembelajaran guru dikatakan kurang berhasil. Dalam wawancara yang dilakukan oleh kompas dengan Sisdiono Ahmad, Ketua Dewan Pendidikan Kota Tegal 5 Mei 2012 menyatakan bahwa di Tegal, Jawa Tengah, standar nilai kelulusan UN SD yang ditetapkan oleh 153 SDMI di wilayah tersebut hanya 3,34 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, 2,43 untuk mata pelajaran Matematika, dan 2,95 untuk mata pelajaran IPA. Standar nilai ini tergolong rendah. Nilai minimal kelulusan tiap mata pelajaran UN dan nilai rata- 7 rata ketiga mata pelajaran UN ditentukan sendiri oleh sekolah berdasarkan kesepakatan dengan komite sekolah Anna 2012. Sedangkan untuk wilayah Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan nilai Ujian Sekolah US tahun 2014 untuk tiga mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA diperoleh jumlah rata-rata 19,26 atau hanya 6,42 untuk setiap mata pelajaran. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah Daerah Binaan 1 Kecamatan Tegal Selatan yang jumlah rata-ratanya 19,69. Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa penentuan standar kelulusan yang rendah ini tentu diakibatkan dari hasil belajar siswa tidak maksimal. Jika hasil belajar siswa tinggi tentu standar kelulusan akan tinggi juga. Standar kelulusan yang masih rendah ini seharusnya menjadi tugas guru untuk memperbaiki kemampuan mengajarnya. Guru perlu memperbaiki pembelajarannya agar kemampuan peserta didik meningkat. Guru diharuskan menciptakan pembelajaran efektif sebagai penentu keberhasilan penguasaan materi peserta didik. Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh keterampilan guru dalam mengelola kelas. Selain itu, pengelolaan kelas yang baik diperoleh dari guru yang menonjolkan sikap dan perilaku yang membuat siswa nyaman di kelas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa Kepala Sekolah Dasar di Dabin 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru masih perlu ditingkatkan lagi. Pengelolaan kelas tidak hanya pada pembelajarannya saja, namun juga pengelolaan terhadap lingkungan fisik atau ruang kelas. Guru yang dapat mengelola kelas dengan baik terlihat dari pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan menantang bagi peserta didik. 8 Pembelajaran guru menggunakan metode dan media yang bervariasi akan lebih memotivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Guru selain sebagai pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan juga berperan sebagai penanaman moral kepada peserta didik. Dalam hal ini, masih ada beberapa guru yang dalam tugas mengajarnya hanya mementingkan penyampaian materi saja. Guru kurang memiliki sosial emosional yang baik dengan peserta didik sehingga mengakibatkan hubungan antara guru dan peserta didik hanya sebatas guru dan siswa. Padahal sebagai seorang guru hendaknya bisa menjadi orang tua dan juga teman bagi peserta didik. Dengan begitu maka tercipta adanya hubungan yang baik dengan peserta didik, guru akan lebih dihormati dan peserta didik akan lebih nyaman dan terbuka kepada guru. Selain itu, hubungan yang baik akan tercipta oleh pembawaan guru yang ramah, semangat, dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar. Hal ini berkaitan dengan emosional guru dalam mengajar. Masih ada beberapa guru yang terkadang kurang bisa mengontrol emosinya, sehingga peserta didik menjadi takut dan tidak nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Dengan demikian, pembawaan guru dalam mengajar dan hubungan sosial emosional yang diciptakan guru memengaruhi keberhasilan pengelolaan kelas. Apabila pengelolaan kelas dilakukan secara optimal maka hasil belajar siswa tentu akan maksimal. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pengelolaan Kelas di SD Negeri Daerah Binaan 2 Kecamatan Tegal Selatan Kota Tegal”. 9

1.2 Identifikasi Masalah