45 sayur-sayuran lainnya. Karena rasanya yang enak, Jamur Merang sering diolah
lebih lanjut oleh masyarakat menjadi sup Jamur Merang, soto Jamur Merang, Keripik Jamur Merang dan jenis makanan-makanan lainnya yang digemari
oleh masyarakat Yuli, 2003. Jamur Merang dapat dipanen sekitar 10 hari setelah peletakan bibit.
Panen dilakukan pada stadium kancing, sebelum stadium perpanjangan Sinaga, 1990 dalam Suntiowangi, 1997. Harga Jamur Merang pada stadium
kancing dan telur relatif tinggi di pasaran Chang dan Hayes, 1978 dalam Suntiowangi, 1997. Menurut Bautista 1990 dalam Suntiowangi 1997, laju
respirasi merupakan indeks yang baik untuk memperkirakan umur sayuran setelah dipanen. Laju respirasi yang tinggi menandakan laju kerusakan yang
tinggi pula. Laju respirasi jamur termasuk sangat tinggi diatas 200 mg CO2 kg jam sehingga jamur dikategorikan sayuran yang mudah rusak. Pada Tabel
3 ini disajikan nilai gizi Jamur Merang dan beberapa bahan pangan lainnya. Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Jamur Merang dan Beberapa Jenis Bahan Pangan
Lainnya. Bahan
Protein g
Lemak g
Karbohidrat g
Mineral g
Energi kal
Jamur Merang
3,8 0,2 3,5 0,8
28 Daging
Sapi 18,8
14,0 - 1,18 207
Telur Ayam 12,8
11,05 0,7
0,24 162
Susu Sapi 3,2
3,5 4,3
0,21 61
Bayam 3,5 0,5 6,5 0,34
36 Buncis 2,4
0,2 7,7 0,11 35
Kangkung 3,0 0,3 5,4 0,13 29
Sumber : Karjono, 1992
B. KERIPIK
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, keripik adalah penganan yang terbuat dari kentang, ubi kayu, bahan-bahan lain yang diiris tipis dan
kemudian digoreng secara deep fat frying. Sedangkan istilah keripik simulasi pertama kali digunakan untuk produk kentang potato chips yang diolah
dengan cara membentuk adonan, dibuat lembaran tipis, dicetak, dan digoreng
46 Matz, 1984. Sedangkan dalam pembuatan Keripik Jamur tidak dilakukan
proses pencetakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Keripik Jamur bukan merupakan keripik simulasi.
Selain kentang, penggunaan bahan lain seperti ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung ubi garut, tepung kacang merah dan campuran tepung kentang
dengan tepung tapioka serta berbagai penambahan flavor yang bervariasi juga telah banyak dilakukan Susila, 1999. Penggunaan bahan-bahan untuk
meningkatkan cita rasa, seperti lemak, garam, dan bumbu penyedap juga dapat dilakukan untuk meningkatkan cita rasa Matz, 1984 dalam Inne, 2003.
Bahan baku yang umum digunakan dalam pembuatan keripik simulasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahan utama dan bahan tambahan.
Bahan utama yang digunakan untuk membuat keripik adalah bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi, terutama kandungan patinya. Hal
ini dikarenakan pati mempunyai fungsi yang cukup penting sebagai pembentuk tekstur keripik Matz, 1984.
Diperlukan bahan-bahan tertentu dalam pembuatan Keripik Jamur. Bahan-bahan tersebut antara lain : paru sapi, tepung terigu, tepung beras,
tepung maizena, telur ayam, garam dapur, bumbu-bumbu seperti bawang putih, merica, dan MSG. Paru sapi dan telur digunakan sebagai penguat rasa
dan mampu menghilangkan aroma Jamur yang kurang disukai oleh konsumen. Penambahan paru sapi mempunyai pengaruh yang penting dalam hal rasa dan
aroma dari Keripik Jamur itu sendiri, penambahan adonan dari tepung terigu, tepung beras dan maizena dengan ukuran tertentu mampu meningkatkan daya
terima konsumen, hal tersebut tampak dari kerenyahan dan penampakan dari produk yang dihasilkan. Pembuatan Keripik Jamur secara umum di Wonosobo
dapat dilihat pada Gambar 2. Terigu adalah tepung yang berasal dari penggilingan gandum yang
telah dibersihkan. Terigu yang digunakan dalam pembuatan keripik harus yang baik. Menurut Inglett 1974, Tepung terigu yang baik adalah tepung
putih krem dengan bau yang enak, rasa sedikit manis, dan bila diremas dengan kuat dalam tangan cenderung bersatu dengan baik dan kemudian dapat dengan
47 mudah berderai. Tepung terigu ini mengandung 7-22 protein, minimal
tersusun dari 5 jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin, pro-
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Keripik Jamur di Wonosobo
48 tease yang larut dalam garam dan gliadin yang larut dalam alkohol 70 dan
glutenin yang larut dalam asam atau basa. Dalam pembuatan keripik, tepung terigu berfungsi sebagai pembentuk struktur dan mempermudah dalam
pembuatan adonan. Tepung Beras mengandung Amilosa 17 dan Amilopektin 83 Cecil
et al., 1982 dalam Prihantoro, 2003. Menurut Bean 1986 dalam Prihantoro
2003, menyatakan bahwa penggunaan tepung beras lebih dari 10 dalam suatu poduk makanan memerlukan perhatian atas karakteristik tepung beras
tersebut. Nisbah amilosa dan Amilopektin dan suhu gelatinisasi merupakan faktor utama yang menentukan kesesuaian tepung beras dengan spesifikasi
produk yang dikehendaki. Menurut Amalia 2002 dalam Prihantoro 2003, kamaboko ikan mas dengan penambahan perlakuan tepung beras mempunyai
sifat terbaik dibandingkan dengan tepung sagu, meliputi warna, rasa, penampakan, tekstur, dan aroma.
Maizena merupakan salah satu bahan pengikat. Menurut Tanikawa motohiro dan Akiba 1985 di dalam Hapsariningsing 2003 bahan pengikat
adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air dalam adonan. Fungi bahan pengikat adalah untuk menurunkan penyusutan akibat
pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari adonan. Maizena yang
bermutu baik adalah maizena yang mutunya sesuai dengan SNI 1995, yaitu memenuhi persyaratan antara lain: tidak berbau, mempunyai rasa normal pati,
warna putih normal, tidak terdapat benda asing dan potongan serangga dan tidak terdapat jenis pati lain selain pati jagung Hapsariningsih, 2003.
Kandungan amilosa pada maizena adalah 24, sedangkan kandungan amilopektinnya adalah 76 Inglet, 1970 dalam Hapsariningsih, 2003.
Penambahan telur dalam pembuatan keripik dengan tujuan untuk memberi warna dan flavor yang khas dan juga menambah nilai nutrisi.
Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik pada crumb keripik. Protein putih telur mempunyai kemiripan seperti gluten pada tepung
terigu. Proses penggorenganpemanasan mengakibatkan pengerasan lapisan protein dan memberikan struktur yang baik pada remah crumb. Telur juga
49 memberi pengaruh emulsifying dengan adanya lesitin sehingga dapat
memperbaiki stabilitas crumb. Lesitin sebagian besar terkandung pada kuning telur, kandungan lesitin 7-10 dari total kandungan lemak pada telur
Marvan, 2001. Dalam pembuatan keripik, air berfungsi sebagai agen pengeras, karena
dapat bergabung dengan protein tepung dan membantu pembentukan adonan. Air yang digunakan dalam pembuatan keripik harus memenuhi syarat air
minum yang bersih, yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa Matz, 1984.
Bahan tambahan lain yang digunakan dalam pembuatan keripik antara lain adalah flavoring material, garam dan gula pereduksi Matz, 1984. Jenis
gula pereduksi yang dapat digunakan dalam pembuatan keripik antara lain glukosa, maltosa, dan sukrosa Matz, 1984.
Pada pembuatan Keripik, garam dapur mempunyai peranan dalam memberi citarasa, memperkuat tekstur dan mengikat air. Dalam pembuatan
adonan, penggunaan garam dapur 1-3 dapat memperkuat lembaran adonan dan mengurangi kelengketan Matz, 1984. Selain garam dapur, dalam
pembuatan keripik juga ditambahkan flavor dan bumbu-bumbu sebagai penyedap seperti bawang putih, merica, dan penyedap rasa MSG.
Pada pembuatan Keripik Jamur proses penggorengan mempunyai peranan yang penting dalam menghasilkan produk yang berkualitas.
Penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan dengan pemanasan dalam ketel yang berisi minyak. Dalam proses penggorengan
minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, dan menambah nilai gizi kalori dalam bahan pangan Ketaren, 1986.
Pada umumnya sistem penggorengan bahan pangan ada dua macam, yaitu penggorengan biasa dan “deep frying” bahan pangan yang digoreng
terendam dalam minyak. Penggorengan dalam sistem “deep frying” pada suhu 163-178
o
C baik digunakan untuk menggoreng kacang dan keripik kentang Ketaren, 1986. Menurut Hui 1996 keuntungan sistem
penggorengan Deep-fat frying antara lain : diperoleh produk dengan rasa, flavor,
tekstur, dan mouthfeel yang baik; terbentuk lapisan coating yang
50 akan membentuk kerenyahan; diperoleh produk dengan warna kecoklatan
yang mengundang selera; terjadi penyerapan minyak ke dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap mouthfeel yang diinginkan; produk yang telah
digoreng dapat dengan mudah direkonstitusi dalam penggorengan, oven konvensionel, dan oven microwave; suhu penggorengan biasanya di atas
177
o
C akan memberikan efek blanch pada produk. Proses blanching bisanya digunakan untuk inaktivasi enzim, mengurangi udara intraseluler, mengurangi
volume, dan menghancurkan beberapa mikroorganisme dan beberapa proses penggorengan didesain untuk menghancurkan mikroorganisme patogen; dan
minyak merupakan medium transfer panas yang sangat baik. Dalam pembuatan Keripik Jamur di pabrik, proses penggorengan masih bersifat
konvensional sehingga penggorengan dilakukan dua kali, dengan tujuan untuk meratakan proses pemanasan sehingga produk matang secara merata dan
mencegah terjadinya kegosongan pada produk. Contoh proses penggorengan secara deep-fat frying pada Pembuatan Keripik Jamur di Wonosobo dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Penggorengan Deep-Fat Frying Pada Pembuatan Keripik Jamur
Makanan yang digoreng dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian terluar yaitu bagian yang berwarna coklat kekuningan sebagai hasil reaksi
pencoklatan, dimana warna ini dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan, suhu dan lama penggorengan. Bagian kedua crust adalah bagian yang
merupakan hasil dehidrasi pada waktu penggorengan dan bagian dalam core
51 yang banyak menyerap minyak. Fungsi minyak adalah untuk mengempukkan
bahan crust. Pada umumnya semakin lama waktu penggorengan akan semakin banyak minyak yang terserap. Suhu minyak yang rendah akan
menyebabkan terjadinya kekerasan yang tidak diinginkan pada makanan. Semakin luas permukaan bahan yang digoreng maka semakin banyak minyak
yang terserap Suman, 1983 dalam Rahmawati, 2004. Minyak yang dipergunakan sebaiknya tidak berbentuk emulsi dan
bertitik asap di atas suhu penggorengan, minyak yang sesuai adalah minyak yang terhidrogenasi kecuali minyak zaitun Ketaren, 1986. Penambahan
minyak atau lemak dalam proses pembuatan Keripik Jamur memiliki peranan yang khusus. Lemak merupakan salah satu bahan yang dapat ditambahkan
dalam pembuatan keripik. Lemak yang dapat ditambahkan dalam pembuatan keripik dapat berupa monogliserida, digliserida, dan trigliserida Liepa, 1976
dalam Matz, 1984. Menurut Ketaren 1986, monogliserida dan digliserida dapat membentuk komplek dengan pati dan mempermudah penanganan
adonan yang tergelatinisasi Matz, 1984. Selain penggunaan monogliserida dan digliserida, dalam pembuatan keripik juga dapat ditambahkan shortening,
margarin, mentega maupun minyak. Menurut Ketaren 1986, tujuan penambahan lemak atau minyak
dalam bahan pangan adalah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi kalori serta memberikan cita rasa yang gurih
dari bahan pangan. Jumlah lemak yang ditambahkan penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan jumlah lemak yang ditambahkan cukup
berpengaruh terhadap mutu keripik. Jumlah lemak yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu keripik, sehingga keripik menjadi lunak. Sedangkan,
jumlah lemak yang terlalu rendah juga berpengaruh terhadap mutu keripik Liepa, 1976 dalam Matz, 1984.
C. PERILAKU DAN PREFERENSI KONSUMEN