Mempelajari pengembangan flavor produk keripik jamur dieng di Wonosobo

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGEMBANGAN FLAVOR PRODUK

KERIPIK JAMUR DIENG DI WONOSOBO

Oleh

ASEP ARYANTO F24102015

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MEMPELAJARI PENGEMBANGAN FLAVORKERIPIK JAMUR DIENG DI WONOSOBO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : ASEP ARYANTO

F24102015

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(3)

MEMPELAJARI PENGEMBANGAN FLAVOR KERIPIK JAMUR DIENG DI WONOSOBO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh ASEP ARYANTO

F24102015

Dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1984 Di Wonosobo

Tanggal lulus : 25 Agustus 2006

Menyetujui, Bogor, Agustus 2006

Ir. Darwin Kadarisman, MS Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP


(4)

Asep Aryanto. F24102015. Mempelajari Pengembangan Flavor Produk Keripik Jamur Dieng di Wonosobo. Di bawah Bimbingan : Ir. Darwin Kadarisman, MS. 2006

RINGKASAN

Keripik Jamur Dieng merupakan salah satu makanan khas yang berasal dari kota Wonosobo. Keripik Jamur memiliki penampakan dan warna yang bervariasi sesuai dengan bentuk dan jenis Jamur yang digunakan. Keripik Jamur Dieng pada umumnya dibuat dari Jamur Merang (Volvariella volvaceae) yang ditanam di Pegunungan Dieng. Keripik Jamur Dieng memiliki rasa asin gurih dan berwarna coklat kehitaman dengan flavor yang khas, yaitu flavor paru. Meskipun harganya yang relatif mahal, namun keripik ini selalu menjadi target wisatawan sebagai oleh-oleh. Penambahan paru sapi, telur, bumbu-bumbu dan dengan adanya proses penggorengan mampu meningkatkan nilai gizi dan kelezatan dari Keripik Jamur tersebut.

Keripik Jamur Dieng saat ini hanya diproduksi dengan satu flavor, yaitu flavor paru, dengan harga yang relatif mahal. Dengan adanya penambahan perisa untuk mensubstitusi paru sapi diharapkan mampu menciptakan produk Keripik Jamur dengan flavor yang beragam. Namun hal tersebut tergantung dari keinginan dan selera konsumen sendiri dalam mengkonsumsi Keripik Jamur, flavor mana yang lebih disukai.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk Keripik Jamur dengan penambahan berbagai perisa, dan mempelajari penerimaan dan preferensi konsumen terhadap Keripik Jamur dengan berbagai flavor tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada produsen dalam pengembangan produk Keripik Jamur, terutama dalam hal flavor yang lebih disukai oleh konsumen.

Penelitian ini dilakukan sebanyak empat tahap. Tahap pertama dari penelitian ini adalah pemilihan merek dari produk Keripik Jamur yang akan digunakan sebagai sampel pada pembuatan Keripik Jamur dengan flavor yang bervariasi, pada tahap ini dilakukan uji Rangking terhadap dua merek yang berbeda yaitu merek Candi Dieng dan Cendawan Mas. Tahap kedua adalah pembuatan produk baru, yaitu produk Keripik Jamur dengan penambahan perisa (barbeque, pedas manis, keju, dan jagung bakar). Pembuatan produk dilakukan di pabrik Keripik Jamur yang produk Keripik Jamurnya lebih disukai oleh konsumen (pada Tahap pertama). Tahap ketiga adalah uji preferensi dan penerimaan konsumen terhadap keempat Keripik Jamur berperisa di atas. Tahap Keempat adalah uji preferensi konsumen terhadap Keripik Jamur dengan flavor paru dan Keripik Jamur berperisa yang paling disukai oleh konsumen pada Tahap ketiga. Selanjutnya dilakukan uji deskripsi terhadap atribut bentuk, warna, aroma, rasa dan kerenyahan pada Keripik Jamur dengan flavor paru, Keripik Jamur berperisa yang paling disukai oleh konsumen pada Tahap ketiga dan Keripik Jamur tanpa paru/ perisa, sebagai data penunjang.

Berdasarkan hasil dari Tahap pertama, diketahui bahwa Keripik Jamur dengan merek Candi Dieng lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan merek Cendawan Mas. Berdasarkan uji Friedman yang telah dilakukan, diketahui bahwa kedua produk tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Setelah dilakukan uji


(5)

hedonik terhadap keempat produk Keripik Jamur berperisa (flavor barbeque, keju, pedas manis dan jagung bakar) diketahui bahwa keempat produk Keripik Jamur tersebut (flavor barbeque, keju, pedas manis dan jagung bakar) dapat diterima oleh konsumen. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA), diperoleh hasil bahwa penambahan perisa berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan umum konsumen terhadap keempat Keripik Jamur berperisa (P<0,05), setelah diuji lanjut dengan uji duncan diketahui bahwa Keripik Jamur dengan flavor barbeque tidak berbeda nyata terhadap Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar, sedangkan Keripik Jamur dengan flavor pedas manis tidak berbeda nyata terhadap Keripik Jamur dengan flavor keju, hal tersebut dapat diketahui dari letak subsetnya.

Setelah dilakukan uji rangking terhadap keempat produk Keripik Jamur berperisa (Keripik Jamur dengan flavor barbeque, keju, pedas manis dan jagung bakar), diperoleh hasil bahwa Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar paling disukai oleh konsumen dibandingkan dengan ketiga produk lainnya, dengan nilai rata-rata rangking terendah dibandingkan dengan ketiga produk lainnya, yaitu sebesar 1,77. Berdasarkan uji Friedman diketahui bahwa keempat produk Keripik Jamur tersebut berbeda nyata (P<0,05).

Setelah dilakukan uji rangking terhadap produk Keripik Jamur dengan flavor paru (produk lama) dan Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar (produk baru yang paling disukai oleh konsumen). Diketahui bahwa konsumen lebih menyukai produk Keripik Jamur dengan flavor paru daripada Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar, hal itu tampak dari nilai rata-rata rangking untuk produk Keripik Jamur dengan flavor paru lebih rendah dari Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar, yaitu sebesar 1,4 Berdasarkan uji Friedman terhadap kedua produk tersebut, diperoleh hasil bahwa kedua produk tersebut berbeda nyata (P>0,05).

Setelah dilakukan uji deskripsi sebagai data penunjang terhadap atribut bentuk, warna, aroma, rasa dan kerenyahan, diperoleh hasil bahwa Keripik Jamur dengan flavor paru memiliki keunggulan dalam rasa dan kerenyahan, sedangkan Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar memiliki keunggulan dalam bentuk, warna dan aroma. Penambahan perisa maupun paru sapi dalam pembuatan Keripik Jamur berpengaruh secara nyata terhadap atribut aroma (P<0,05) setelah dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA), setelah diuji lanjut dengan uji duncan diperoleh hasil bahwa aroma Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar tidak berbeda nyata terhadap Keripik Jamur dengan flavor paru, sedangkan aroma Keripik Jamur tanpa paru/ perisa berbeda nyata terhadap aroma Keripik Jamur dengan flavor paru maupun Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar, hal tersebut dapat diketahui dari letak subsetnya.


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, serta Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Mempelajari Pengembangan Flavor Produk Keripik Jamur Dieng Di Wonosobo.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Mama yang selalu menyebutkan namaku di dalam setiap doanya, yang selalu menitikkan air mata demi kebahagiaan dan masa depanku, buat Bapak yang selalu memberikan semangat, dukungan dan perjuangan demi kesuksesanku serta adik-adikku tersayang, Dedi dan Devi atas segala canda tawa, derai air mata dan cinta kasihnya. Semoga Allah selalu menjaga kebahagiaan hidup kita bersama.

2. Ir. H. Darwin Kadarisman MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan nasehat yang membangun kepada penulis selama perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir M. Arpah, M.Si dan Antung Sima, STP atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan saran yang diberikan pada saat sidang skripsi penulis.

4. Prof Dr Ir H Aman Wirakarta Kusumah atas nasehat, bimbingan dan dukungan yang pernah diberikan saat menjadi dosen pembimbing.

5. Dra. Waysima, Msc atas nasehat, saran, dan segala solusi yang telah diberikan.

6. Rekan-rekan sebimbingan, Tono, Evi, Hani, dan Q-ko terima kasih atas kebersamaan terutama saat bimbingan selama ini.

7. Rekan-rekan kelompok praktikum, Dadik, Endang, Julia, Rohana dan Ami, terima kasih atas kerjasamanya saat praktikum selama ini.


(7)

8. Rekan-rekan TPG ’39 terutama untuk anak-anak kelas A yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Buat Ajeng (makasih ya Jeng buat semua nasehat, saran, kritikan dan bantuan yang dah lo berikan, gw ga tau gimana jadinya kalo gw ga kenal ama lo, the best deh pokoknya) Papank (makasih pank dah mau jadi sobat baik gw, mau dengerin semua curhatan gw), Didin (makasih din dah mau jadi sobat yang baik buat gw), Ulik (makasih buat nasehat, saran dan semua kelakuan anehnya), Deddy (makasih buat persahabatannya), Dadik (temen satu kelompok yang sangat baik, seneng banget bisa jadi sobat lo) Bobby, Ijal, Ririn, Ansor, Ijul, Heru, Tin-tin, Alin, Evrin, Aponk, Vivi,Yayah, Maya, Yelita, Nyayak, Desma, Nea, Susan, Dora, Tante, Inggrid, Sinta, Nenek, Farah, Nui, Tukep, Tissa, Inal, Kiki, Steisi, Herold, Prasna terimakasih atas persahabatan yang telah kalian berikan selama ini

9. Buat para senior di Agria Swara, Mas Arvin, Mbak Pipink, Mas Dian, Mas Hendra, Mbak Nina, Fandi, Teh Susan, Mbak Rina, Mbak Onya, Mbak Wulan, Mas Rigil terima kasih atas semua nasehat, saran, persaudaraan dan ilmu yang telah kalian berikan sehingga penulis menjadi penyanyi yang berbakat seperti sekarang.

10.Buat Rekan-rekan dan adik-adik tersayang di Agria Swara terimakasih atas kebersamaan, persaudaraan, dan persahabatan yang telah kalian berikan. Terutama untuk My Bridge: Ripheh (makasih ya buat semua kebersamaan yang dah lo kasih, cepetan duonk selesein gambarnya, jangan paparipi mulu), Hestie (makasih buat editannya, curhatnya, gw ga tau gimana jadinya kalo ga ada lo dalam hidup gw), Helmy (makasih ya jeng dah jadi sobat Ary yang over baiknya, kalo kita dah ga ketemu lagi pesen ary jadilah orang yang jauh lebih dewasa lagi), Budhie (meskipun gw jadi pembokat lo tapi yang jelas gw lebih tampan khan dari lo dan lebih langsing tentunya...thanks for all ya jeng!!!!), Paulina (Banyak hal yang gw pelajari dari lo paul, nice have best friend like you), Nyonyota (makasih ya nyot buat semua hal yang dah lo kasih ke gw, ga tau deh gimana hidup gw tanpa semua bantuan lo), Pahmela (tiada seindah rambut kriting lo dan badan cungkring lo....thanks ya mee buat semua gosipan yang dah kita perbuat), Pute (sukses ya put buat semua cita-cita lo, jadi ga kita ngajar bareng???), Hilmeh (makasih buat Laptopnya ya....truz nyanyi bareng


(8)

ya meh), Teguh (jadi ke Amrik ga???mending ga usah lah...nyenyong aja disini guh), Dimas (wuh...makin gonjreng aja siy dim, apa siy rahasianya), Andi (keep on singing ya....teman satu suara). Buat Imas, Tince, Putri, Amay, Gita, Greth, Ika, Widhi, Sri, Ajeng, Alim, Rijan, keep on singing ya....semangat ya buat bangun Agria supaya lebih jaya lagi. Buat rekan-rekan yang lainnya makasih atas semua warna kehidupan yang telah kalian goreskan dalam hitam putih lembar kehidupan gw.

11.Buat anak-anak The Voices Ensemble Choir (Yopi, Didhut, Firman, Kevin, Ocep, Pandu, Frans, Lia, Nita, Amel, Stela, Lisa, Ipeh, Natasya, Julia, Kak Pepi) yang telah memberikan doa dan dukungan selama sidang.

12.Seluruh staf dan laboran di Departemen TPG.

13.PT Candi Dieng dan PT Cendawan Mas atas informasi yang telah diberikan. 14.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tulisan ini masih banyak kekurangan yang masih perlu disempurnakan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga tulisan ini masih bermanfaat bagi kita semua di masa mendatang.

Bogor, Agustus 2006


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) ... 3

B. KERIPIK ... 6

C. PERILAKU DAN PREFERENSI KONSUMEN ... 12

D. PERISA ... 15

E. ANALISIS SENSORI ... 18

D. KONDISI UMUM INDUSTRI KERIPIK JAMUR DI WONOSOBO . 23

III. BAHAN DAN METODE ... 26

A. PENDEKATAN PENELITIAN ... 26

B. BAHAN DAN ALAT ... 26

C. METODE PENELITIAN ... 27


(10)

A. Pemilihan Merek Produk Keripik Jamur ... 36

B. Uji Penerimaan dan Preferensi Konsumen terhadap Keempat Keripik Jamur berperisa ... 37

C. Uji Preferensi Konsumen antara produk Keripik Jamur berperisa yang paling disukai oleh konsumen dengan produk lama (Keripik Jamur dengan flavor paru) ... 40

D. Uji Deskripsi ... 43

1. Bentuk ... 43

2. Warna ... 44

3. Aroma... 45

4. Rasa ... 46

5. Kerenyahan ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kandungan Jamur Merang per 100 g Bahan ...4 Tabel 2. Komposisi Asam Amino Esensial dan Non-Esensial Jamur Merang

Dalam 100 g Berat Kering Bahan ...4 Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Jamur Merang dan Beberapa Jenis Bahan Pangan Lainnya ...6

Tabel 4. Informasi Terakhir Jumlah Unit Industri Kecil di Kabupaten Wonosobo ...24 Tabel 5. Hasil uji Duncan Terhadap Keempat Keripik Jamur Berperisa ...38

Tabel 6. Nilai Rata-Rata Rating Terhadap Atribut Bentuk, Warna, Aroma, Rasa dan Kerenyahan Pada Ketiga Produk Keripik Jamur dan Hubungan Antara Penambahan Paru/ Perisa Terhadap Atribut- Atribut Tersebut ...42 Tabel 7. Hasil uji Duncan Terhadap Atribut Aroma ...43


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jamur Merang (Volvariella volvaceae) ...5

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Keripik Jamur di Wonosobo ...8

Gambar 3. Penggorengan Deep-Frying pada Keripik Jamur ...11

Gambar 4. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ...27

Gambar 5. Prosedur Pengujian Keripik Jamur di Lokasi Pengujian ...28

Gambar 6. Penyajian Keripik Jamur Pada Saat Pengujian Kepada Konsumen ..30

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Keripik Jamur Berperisa ...31

Gambar 8. Nilai Rata-Rata Rangking Terhadap Penilaian Umum Kedua Merek Keripik Jamur ...36

Gambar 9. Produk yang Diujikan Kepada Konsumen Dalam Pemilihan Sampel...37

Gambar 10. Nilai Rata-Rata Hedonik Terhadap Keripik Jamur Dengan Flavor Barbeque, Keju, Pedas Manis, dan Jagung Bakar ...38

Gambar 11. Nilai Rata-Rata Rangking Terhadap Penilaian Umum Keempat Keripik Jamur Berperisa ...39

Gambar 12. Keripik Jamur Dengan Flavor Pedas Manis, Keju, Barbeque, dan Jagung Bakar ...40

Gambar 13. Nilai Rata-Rata Rangking Terhadap Penilaian Umum Keripik Jamur dengan Flavor Paru dan Keripik Jamur dengan Flavor Jagung Bakar ...41

Gambar 14. Spider Web Terhadap Atribut-Atribut Produk Keripik Jamur ...44


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Format Isian Uji rangking Terhadap Keripik Jamur Merek Cendawan Mas dan Candi Dieng ...55 Lampiran 2. Format Isian Uji Hedonik Terhadap Keempat Keripik Jamur Berperisa ...55 Lampiran 3. Format Isian Uji Rangking Terhadap Keripik Jamur Flavor Paru

dan Keripik Jamur Flavor Jagung Bakar ...56 Lampiran 4. Format Isian Uji Rating Terhadap Keripik Jamur Flavor Paru,

Jagung Bakar dan Keripik Jamur Tanpa Paru/ Perisa Jagung Bakar ...56 Lampiran 5. Hasil Uji Friedman Terhadap Merek Keripik Jamur Candi Dieng

dan Cendawan Mas ...57 Lampiran 6. Hasil ANOVA Terhadap Keempat Keripik Jamur Berperisa ...58 Lampiran 7. Hasil Uji Duncan terhadap keempat Keripik Jamur berperisa ...58 Lampiran 8. Hasil Uji Friedman terhadap keempat produk Keripik Jamur berperisa ...58 Lampiran 9. Hasil Uji Friedman terhadap Keripik Jamur dengan Flavor Paru,

dan Jagung Bakar ...59

Lampiran 10. Hasil ANOVA Terhadap Bentuk Produk Keripik Jamur Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru

Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...59

Lampiran 11. Hasil Uji Duncan Terhadap Bentuk Produk Keripik Jamur Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru

Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...59

Lampiran 12. Hasil ANOVA Terhadap Warna Produk Keripik Jamur Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Baka ...60


(14)

Lampiran 13.Hasil Uji Duncan Terhadap Warna Produk Keripik Jamur Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...60 Lampiran 14.Hasil ANOVA Terhadap Aroma Produk Keripik Jamur Flavor

Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...60

Lampiran 15. Hasil Uji Duncan Terhadap Aroma Produk Keripik Jamur Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...61 Lampiran 16. Hasil ANOVA Terhadap Rasa Produk Keripik Jamur Flavor

Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...61 Lampiran 17.Hasil Uji Duncan Terhadap Rasa Produk Keripik Jamur Flavor

Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...61

lampiran 18. Hasil ANOVA Terhadap Kerenyahan Produk Keripik Jamur Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...62 lampiran 19. Hasil Uji Duncan Terhadap Kerenyahan Produk Keripik Jamur

Flavor Paru, Jagung Bakar dan Produk Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru Sapi/ Perisa Jagung Bakar ...62

Lampiran 20. Data Hasil Uji Rangking Terhadap Keripik Jamur Merek Candi Dieng dan Cendawan Mas ...63

Lampiran 21. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Keempat Keripik Jamur Berperisa ...64

Lampiran 22. Data Hasil Uji Rangking Terhadap Keempat Keripik Jamur Berperisa ...68 Lampiran 23. Data Hasil Uji Rangking Terhadap Keripik Jamur Dengan Flavor

Jagung Bakar dan Flavor Paru ...69 Lampiran 24. Data Hasil Uji Rating Terhadap Keripik Jamur Dengan Flavor

Paru, Jagung Bakar dan Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru/ Perisa Jagung Bakar Terhadap Atribut Bentuk, Warna dan Aroma ..70 Lampiran 25 Data Hasil Uji Rating Terhadap Keripik Jamur Dengan Flavor

Paru, Jagung Bakar dan Keripik Jamur Tanpa Penambahan Paru/ Perisa Jagung Bakar Terhadap Atribut Rasa dan Kerenyahan ...70


(15)

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wonosobo merupakan kabupaten yang terletak pada 7o11o dan 7o36o LS, 109o43o dan 110o4oBT berjarak 120 km dari ibukota propinsi Jawa Tengah. Wonosobo memiliki ketinggian berkisar antara 270-2250 m di atas

permukaan air laut (Anonim a, 2005). Wonosobo dikenal telah melahirkan beragam makanan khas yang begitu unik dan digemari oleh wisatawan baik

dalam negeri maupun luar negeri. Makanan khas yang terkenal dari Wonosobo antara lain : Keripik Jamur, Kacang Dieng, Buah Carica, Gerubi,

Tempe Kemul, Mie Ongklok, dan masih banyak lagi yang lainnya. Keripik Jamur merupakan makanan khas daerah Wonosobo dengan rasa asin gurih, berwarna coklat kehitaman dan dengan flavor yang khas, yaitu flavor paru. Meskipun harganya yang relatif mahal, namun keripik ini

selalu menjadi target wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, sebagai oleh-oleh. Keripik Jamur Dieng pada umumnya dibuat dari Jamur

Merang (Volvariella volvacea) yang ditanam di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Jamur Merang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut Sinaga (2000), Jamur Merang mengandung nutrisi yang penting artinya bagi gizi manusia. Bila dibandingkan dengan sayuran lainnya seperti kubis, jamur

merang memiliki kandungan protein dan lemak yang cukup tinggi. Jamur Merang memiliki penampakan warna tudung yang beraneka ragam (Karjono, 1992), yaitu putih, abu-abu dan hitam. Perbedaan warna ini

disebabkan oleh perbedaan varietas (bibit) yang digunakan atau perbedaan penyinaran dan sirkulasi udara saat penanaman. Jamur merang berwarna tudung putih lebih disukai masyarakat dibandingkan dengan jamur merang

berwarna hitam.

Pengolahan Jamur Merang menjadi Keripik Jamur mampu meningkatkan nilai guna dari jamur itu sendiri, terutama dilihat dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan Keripik Jamur lebih besar dibandingkan dengan menjual Jamur Merang itu sendiri. Proses pengolahan


(16)

tersebut. Penambahan paru sapi, telur, bumbu-bumbu dan dengan adanya proses penggorengan mampu memberikan cita rasa dan penampakan yang

khas dan juga menambah nilai gizi dari Keripik Jamur tersebut. Seiring dengan perkembangan jaman, konsumen semakin menuntut adanya produk pangan yang bergizi serta mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi dirinya. Keripik Jamur yang berada di pasar saat ini hanya terdapat dalam satu flavor yang khas, yaitu flavor paru. Dewasa ini telah banyak bermunculan produk pangan dengan flavor yang beraneka ragam. Oleh karena itu, penelitian mengenai penggunaan perisa dengan berbagai flavor pada produk Keripik Jamur dirasakan perlu untuk dilakukan. Produk Keripik Jamur dengan flavor yang baru dan bervariasi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang dan menginginkan

adanya perubahan.

B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengembangkan produk Keripik Jamur dengan menggunakan berbagai jenis perisa.

2. Mempelajari penerimaan dan preferensi konsumen terhadap Keripik Jamur dengan berbagai flavor tersebut.

C. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada produsen dalam pengembangan produk Keripik Jamur, terutama dalam hal


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamur Merang (Volvariella volvaceae)

Klasifikasi Jamur Merang (Volvariella volvacea) menurut Singer (1975) Di dalam Sinaga (1990) adalah sebagai berikut :

Kelas : Basidiomycetes Sub Kelas : Homobasidiomycetes

Seri : Hymenomycetes Ordo : Agaricus Famili : Pluteaceae

Jamur Merang memiliki penampakan warna tudung yang beraneka ragam menurut Karjono (1992), warna tudung Jamur Merang yaitu putih, abu-abu dan hitam. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan varietas

(bibit) yang digunakan atau perbedaan penyinaran dan sirkulasi udara saat penanaman. Jamur Merang berwarna tudung putih lebih disukai masyarakat

dibandingkan dengan Jamur Merang berwarna hitam.

Menurut Sinaga (1990) dalam Suntiowangi (1997), Jamur Merang berspora merah muda, bertudung, mempunyai cawan (volva) dan batang. Stadia perkembangan buahnya dimulai dengan stadium kepala jarum (pin head), kancing kecil (tiny button), kancing (button), telur (egg), perpanjangan (elongation) dan dewasa (mature). Stadia kancing dan telur merupakan stadia

yang paling tepat untuk panen, karena stadia ini paling disukai konsumen (Yulianti, 1997).

Jamur Merang memilki tekstur dan cita rasa yang khas, nilai gizi yang cukup lengkap karena Jamur Merang mengandung unsur karbohidrat, protein,

lemak, dan mineral. Hasil analisa zat gizi Jamur Merang segar dan Jamur Merang kering yang dilakukan di laboratorium Food and Nutrition Research


(18)

Tabel 1. Komposisi Kandungan Jamur Merang per 100 g Bahan Komposisi Kandungan segar Kandungan kering

Air (persen) 87,7 14,9

Energi (kal) 39,0 274,0

Protein (gram) 3,8 16,0

Lemak (gram) 0,6 0,9

Total karbohidrat (gram) 6,0 64,6

Serat (gram) 1,2 4,0

Abu (gram) 1,0 3,6

Kalsium (mg) 3,0 51,0

Besi (mg) 1,7 6,7

Thiamin (mg) 0,11 0,9

Riboflavin (mg) 0,17 1,06

Niacin (mg) 8,3 19,7

Asam askorbat (mg) 8,0 -

Fosfor (mg) 94,0 223,0

Jamur Merang mempunyai kandungan asam amino yang cukup lengkap. Hasil analisa menunjukkan komposisi asam amino Jamur Merang sangat bervariasi tergantung dari galur, komposisi substrat pertumbuhan, cara

budidaya, ketelitian analisa serta metode analisa yang digunakan (Li dan Chang 1982 dalam Novianti, 2001). Komposisi asam amino Jamur Merang

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Esensial dan Non-Esensial Jamur Merang dalam 100 g Berat Kering Bahan

Asam Amino Esensial

Berat Kering (gram)

Asam Amino non esensial

Berat Kering (gram)

Isoleusin 1,0502 Alanin 1,3203


(19)

Lanjutan Tabel 2

Lysine 2,1858 Asam aspartik 1,7746

Methionin 0,3383 Glutamin 3,0814

Fenilalanin 0,7961 Glycin 0,9569

Threonin 1,0603 Histidin 1,1513

Valin 1,6623 Prolin 1,3237

Tyrosin 1,4898 Serin 1,0202

Tryptophan 0,4505 - -

Sumber : Li dan Chang 1982 dalam Novianti, 2001

Perubahan fisiologis yang dapat terjadi apabila Jamur Merang tidak mengalami perlakuan khusus antara lain penurunan kadar air yang drastis serta penyusutan berat Jamur Merang (Yuli, 2003). Jamur Merang memiliki

kadar air yang tinggi dan air ini hilang dengan cepat melalui respirasi dan transpirasi. Penyimpangan warna dan bau terjadi karena perubahan fisiologis

pada Jamur Merang. Perubahan warna ini terjadi karena adanya proses Browning akibat enzim maupun bukan enzim. Sedangkan penyimpangan bau

diakibatkan terjadinya oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam lemak tak jenuh. Penyimpangan bau juga diakibatkan adaya oksidasi protein dan berkembangnya mikroorganisme penyebab kebusukan (Cho 1982 dalam

Kurniadi, 1994).

Gambar 1. Jamur Merang Pada Stadium Kancing dan Telur

Jamur Merang selain memiliki rasa yang enak seperti daging ayam juga memilki kandungan protein yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan


(20)

sayur-sayuran lainnya. Karena rasanya yang enak, Jamur Merang sering diolah lebih lanjut oleh masyarakat menjadi sup Jamur Merang, soto Jamur Merang,

Keripik Jamur Merang dan jenis makanan-makanan lainnya yang digemari oleh masyarakat (Yuli, 2003).

Jamur Merang dapat dipanen sekitar 10 hari setelah peletakan bibit. Panen dilakukan pada stadium kancing, sebelum stadium perpanjangan (Sinaga, 1990 dalam Suntiowangi, 1997). Harga Jamur Merang pada stadium

kancing dan telur relatif tinggi di pasaran (Chang dan Hayes, 1978 dalam Suntiowangi, 1997). Menurut Bautista (1990) dalam Suntiowangi (1997), laju

respirasi merupakan indeks yang baik untuk memperkirakan umur sayuran setelah dipanen. Laju respirasi yang tinggi menandakan laju kerusakan yang tinggi pula. Laju respirasi jamur termasuk sangat tinggi (diatas 200 mg CO2/ kg/ jam) sehingga jamur dikategorikan sayuran yang mudah rusak. Pada Tabel

3 ini disajikan nilai gizi Jamur Merang dan beberapa bahan pangan lainnya.

Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Jamur Merang dan Beberapa Jenis Bahan Pangan Lainnya.

Bahan Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Mineral (g)

Energi (kal)

Jamur Merang 3,8 0,2 3,5 0,8 28

Daging Sapi 18,8 14,0 - 1,18 207

Telur Ayam 12,8 11,05 0,7 0,24 162

Susu Sapi 3,2 3,5 4,3 0,21 61

Bayam 3,5 0,5 6,5 0,34 36

Buncis 2,4 0,2 7,7 0,11 35

Kangkung 3,0 0,3 5,4 0,13 29

Sumber : Karjono, 1992

B. KERIPIK

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, keripik adalah penganan yang terbuat dari kentang, ubi kayu, bahan-bahan lain yang diiris tipis dan kemudian digoreng secara deep fat frying. Sedangkan istilah keripik simulasi

pertama kali digunakan untuk produk kentang (potato chips) yang diolah dengan cara membentuk adonan, dibuat lembaran tipis, dicetak, dan digoreng


(21)

(Matz, 1984). Sedangkan dalam pembuatan Keripik Jamur tidak dilakukan proses pencetakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Keripik Jamur bukan

merupakan keripik simulasi.

Selain kentang, penggunaan bahan lain seperti ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung ubi garut, tepung kacang merah dan campuran tepung kentang dengan tepung tapioka serta berbagai penambahan flavor yang bervariasi juga

telah banyak dilakukan (Susila, 1999). Penggunaan bahan-bahan untuk meningkatkan cita rasa, seperti lemak, garam, dan bumbu penyedap juga dapat

dilakukan untuk meningkatkan cita rasa (Matz, 1984 dalam Inne, 2003). Bahan baku yang umum digunakan dalam pembuatan keripik simulasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang digunakan untuk membuat keripik adalah bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi, terutama kandungan patinya. Hal

ini dikarenakan pati mempunyai fungsi yang cukup penting sebagai pembentuk tekstur keripik (Matz, 1984).

Diperlukan bahan-bahan tertentu dalam pembuatan Keripik Jamur. Bahan-bahan tersebut antara lain : paru sapi, tepung terigu, tepung beras, tepung maizena, telur ayam, garam dapur, bumbu-bumbu seperti bawang putih, merica, dan MSG. Paru sapi dan telur digunakan sebagai penguat rasa dan mampu menghilangkan aroma Jamur yang kurang disukai oleh konsumen. Penambahan paru sapi mempunyai pengaruh yang penting dalam hal rasa dan aroma dari Keripik Jamur itu sendiri, penambahan adonan dari tepung terigu, tepung beras dan maizena dengan ukuran tertentu mampu meningkatkan daya terima konsumen, hal tersebut tampak dari kerenyahan dan penampakan dari produk yang dihasilkan. Pembuatan Keripik Jamur secara umum di Wonosobo

dapat dilihat pada Gambar 2.

Terigu adalah tepung yang berasal dari penggilingan gandum yang telah dibersihkan. Terigu yang digunakan dalam pembuatan keripik harus yang baik. Menurut Inglett (1974), Tepung terigu yang baik adalah tepung putih krem dengan bau yang enak, rasa sedikit manis, dan bila diremas dengan kuat dalam tangan cenderung bersatu dengan baik dan kemudian dapat dengan


(22)

mudah berderai. Tepung terigu ini mengandung 7-22% protein, minimal tersusun dari 5 jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin, pro-


(23)

tease yang larut dalam garam dan gliadin yang larut dalam alkohol 70% dan glutenin yang larut dalam asam atau basa. Dalam pembuatan keripik, tepung

terigu berfungsi sebagai pembentuk struktur dan mempermudah dalam pembuatan adonan.

Tepung Beras mengandung Amilosa 17% dan Amilopektin 83% (Cecil et al.,1982 dalam Prihantoro, 2003). Menurut Bean (1986) dalam Prihantoro

(2003), menyatakan bahwa penggunaan tepung beras lebih dari 10% dalam suatu poduk makanan memerlukan perhatian atas karakteristik tepung beras tersebut. Nisbah amilosa dan Amilopektin dan suhu gelatinisasi merupakan faktor utama yang menentukan kesesuaian tepung beras dengan spesifikasi produk yang dikehendaki. Menurut Amalia (2002) dalam Prihantoro (2003), kamaboko ikan mas dengan penambahan perlakuan tepung beras mempunyai

sifat terbaik dibandingkan dengan tepung sagu, meliputi warna, rasa, penampakan, tekstur, dan aroma.

Maizena merupakan salah satu bahan pengikat. Menurut Tanikawa motohiro dan Akiba (1985) di dalam Hapsariningsing (2003) bahan pengikat

adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air dalam adonan. Fungi bahan pengikat adalah untuk menurunkan penyusutan akibat

pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari adonan. Maizena yang

bermutu baik adalah maizena yang mutunya sesuai dengan SNI 1995, yaitu memenuhi persyaratan antara lain: tidak berbau, mempunyai rasa normal pati,

warna putih normal, tidak terdapat benda asing dan potongan serangga dan tidak terdapat jenis pati lain selain pati jagung (Hapsariningsih, 2003). Kandungan amilosa pada maizena adalah 24%, sedangkan kandungan amilopektinnya adalah 76% (Inglet, 1970 dalam Hapsariningsih, 2003).

Penambahan telur dalam pembuatan keripik dengan tujuan untuk memberi warna dan flavor yang khas dan juga menambah nilai nutrisi. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik pada crumb

keripik. Protein putih telur mempunyai kemiripan seperti gluten pada tepung terigu. Proses penggorengan/pemanasan mengakibatkan pengerasan lapisan protein dan memberikan struktur yang baik pada remah (crumb). Telur juga


(24)

memberi pengaruh emulsifying dengan adanya lesitin sehingga dapat memperbaiki stabilitas crumb. Lesitin sebagian besar terkandung pada kuning

telur, kandungan lesitin (7-10%) dari total kandungan lemak pada telur (Marvan, 2001).

Dalam pembuatan keripik, air berfungsi sebagai agen pengeras, karena dapat bergabung dengan protein tepung dan membantu pembentukan adonan.

Air yang digunakan dalam pembuatan keripik harus memenuhi syarat air minum yang bersih, yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa

(Matz, 1984).

Bahan tambahan lain yang digunakan dalam pembuatan keripik antara lain adalah flavoring material, garam dan gula pereduksi (Matz, 1984). Jenis

gula pereduksi yang dapat digunakan dalam pembuatan keripik antara lain glukosa, maltosa, dan sukrosa (Matz, 1984).

Pada pembuatan Keripik, garam dapur mempunyai peranan dalam memberi citarasa, memperkuat tekstur dan mengikat air. Dalam pembuatan adonan, penggunaan garam dapur 1-3% dapat memperkuat lembaran adonan

dan mengurangi kelengketan (Matz, 1984). Selain garam dapur, dalam pembuatan keripik juga ditambahkan flavor dan bumbu-bumbu sebagai

penyedap seperti bawang putih, merica, dan penyedap rasa (MSG). Pada pembuatan Keripik Jamur proses penggorengan mempunyai peranan yang penting dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan dengan pemanasan dalam ketel yang berisi minyak. Dalam proses penggorengan minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, dan menambah nilai gizi (kalori) dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Pada umumnya sistem penggorengan bahan pangan ada dua macam, yaitu penggorengan biasa dan “deep frying” ( bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak). Penggorengan dalam sistem “deep frying” pada

suhu 163-178oC baik digunakan untuk menggoreng kacang dan keripik kentang (Ketaren, 1986). Menurut Hui (1996) keuntungan sistem penggorengan Deep-fat frying antara lain : diperoleh produk dengan rasa, flavor, tekstur, dan mouthfeel yang baik; terbentuk lapisan (coating) yang


(25)

akan membentuk kerenyahan; diperoleh produk dengan warna kecoklatan yang mengundang selera; terjadi penyerapan minyak ke dalam bahan pangan

yang berpengaruh terhadap mouthfeel yang diinginkan; produk yang telah digoreng dapat dengan mudah direkonstitusi dalam penggorengan, oven konvensionel, dan oven microwave; suhu penggorengan biasanya di atas 177oC akan memberikan efek blanch pada produk. Proses blanching bisanya digunakan untuk inaktivasi enzim, mengurangi udara intraseluler, mengurangi

volume, dan menghancurkan beberapa mikroorganisme dan beberapa proses penggorengan didesain untuk menghancurkan mikroorganisme patogen; dan

minyak merupakan medium transfer panas yang sangat baik. Dalam pembuatan Keripik Jamur di pabrik, proses penggorengan masih bersifat konvensional sehingga penggorengan dilakukan dua kali, dengan tujuan untuk

meratakan proses pemanasan sehingga produk matang secara merata dan mencegah terjadinya kegosongan pada produk. Contoh proses penggorengan

secara deep-fat frying pada Pembuatan Keripik Jamur di Wonosobo dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Penggorengan Deep-Fat Frying Pada Pembuatan Keripik Jamur

Makanan yang digoreng dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian terluar yaitu bagian yang berwarna coklat kekuningan sebagai hasil reaksi pencoklatan, dimana warna ini dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan,

suhu dan lama penggorengan. Bagian kedua (crust) adalah bagian yang merupakan hasil dehidrasi pada waktu penggorengan dan bagian dalam (core)


(26)

yang banyak menyerap minyak. Fungsi minyak adalah untuk mengempukkan bahan (crust). Pada umumnya semakin lama waktu penggorengan akan semakin banyak minyak yang terserap. Suhu minyak yang rendah akan menyebabkan terjadinya kekerasan yang tidak diinginkan pada makanan. Semakin luas permukaan bahan yang digoreng maka semakin banyak minyak

yang terserap (Suman, 1983 dalam Rahmawati, 2004).

Minyak yang dipergunakan sebaiknya tidak berbentuk emulsi dan bertitik asap di atas suhu penggorengan, minyak yang sesuai adalah minyak

yang terhidrogenasi kecuali minyak zaitun (Ketaren, 1986). Penambahan minyak atau lemak dalam proses pembuatan Keripik Jamur memiliki peranan

yang khusus. Lemak merupakan salah satu bahan yang dapat ditambahkan dalam pembuatan keripik. Lemak yang dapat ditambahkan dalam pembuatan keripik dapat berupa monogliserida, digliserida, dan trigliserida (Liepa, 1976 dalam Matz, 1984). Menurut Ketaren (1986), monogliserida dan digliserida

dapat membentuk komplek dengan pati dan mempermudah penanganan adonan yang tergelatinisasi (Matz, 1984). Selain penggunaan monogliserida dan digliserida, dalam pembuatan keripik juga dapat ditambahkan shortening,

margarin, mentega maupun minyak.

Menurut Ketaren (1986), tujuan penambahan lemak atau minyak dalam bahan pangan adalah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan

pangan, menambah nilai gizi (kalori) serta memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan. Jumlah lemak yang ditambahkan penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan jumlah lemak yang ditambahkan cukup berpengaruh terhadap mutu keripik. Jumlah lemak yang terlalu banyak dapat

menurunkan mutu keripik, sehingga keripik menjadi lunak. Sedangkan, jumlah lemak yang terlalu rendah juga berpengaruh terhadap mutu keripik

(Liepa, 1976 dalam Matz, 1984).

C. PERILAKU DAN PREFERENSI KONSUMEN

Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2002), perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk


(27)

dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Engel, Blackwell dan miniard (1993) dalam Sumarwan

(2002), perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Menurut Nugroho (2002) dalam Rahmawati (2004), perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing-masing

individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, mendapatkan, menggunakan atau mengatur barang dan jasa. Menurut Sumarwan (2002), perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang

mendorong tindakan tersebut sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal tersebut

di atas atau sebelum mengevaluasi.

Dalam konteks Perilaku Konsumen, sikap didefinisikan sebagai predeposisi yang dipelajari untuk berperilaku menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten terhadap objek yang diberikan (produk, brand, pelayanan, iklan, dll). Terdapat tiga komponen sikap yaitu komponen

kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan persepsi dan pengetahuan konsumen tentang produk dan jasa. Komponen afektif memfokuskan pada emosi dan perasaan konsumen pada suatu produk atau jasa. adapun komponen konatif berfokus pada kesukaan atau tendensi yang akan dilakukan oleh konsumen dengan tindakan spesifik.

Dengan kata lain komponen konatif dapat termasuk perilaku aktual itu sendiri. Dalam riset pemasaran dan riset konsumen, komponen ini sering dikatakan sebagai ekspresi dari intensitas pembelian konsumen (Schiffman

dan Kanuk, 1994 dalam Sumarwan, 2002).

Dalam konteks perilaku konsumen komponen konatif dapat dikaitkan dengan sikap konsumen dalam menyukai suatu produk untuk dipilih atau

dikonsumsi, hal tersebut terkait dengan adanya preferensi konsumen. Preferensi berasal dari kata “preference” (Inggris) yang mempunyai arti lebih

suka atau lebih memilih. Preferensi terhadap makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap


(28)

suatu jenis makanan tertentu. Suatu produk makanan dapat dikatakan lebih disukai oleh konsumen jika konsumen tersebut menempatkan produk makanan

tersebut sebagai pilihan pertama (Rahmawati, 2004).

Tingkat kesukaan akan sesuatu dapat dilihat dari presentase jumlah responden yang memilih dan menyukai produk makanan tersebut. Tingkat

kesukaan ini sangat beragam bagi setiap individu, sehingga akan mempengaruhi konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).

Preferensi konsumen berhubungan dengan harapan konsumen akan suatu produk yang disukainya. Harapan konsumen mempunyai peranan yang

besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan

diterimanya (Tjiptono, 1997 dalam Rahmawati, 2004).

Preferensi suatu produk tertentu dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk antara lain (1) pengaruh lingkungan, seperti budaya, kelas sosial,

pribadi, sikap, dan situasi; (2) pengaruh perbedaan individu seperti, sumber daya, motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi; (3) pengaruh proses psikologis seperti pengolahan informasi, perubahan sikap

dan perilaku (Engel et al.,1994 dalam Rahmawati, 2004). Menurut Sanjur (1982), preferensi terhadap produk makanan dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi), karakteristik makanan (rasa, rupa, bentuk, tekstur dan harga) serta karakteristik lingkungan (pekerjaan, jumlah keluarga,

mobilitas dan musim).

Menurut Assael (1992), proses pengambilan keputusan oleh konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu pengaruh konsumen sebagai individu, pengaruh lingkungan, dan strategi pemasaran terhadap produk yang dilakukan

oleh pihak perusahaan. Pengaruh konsumen sebagai individu dalam pengambilan keputusan terdiri dari kebutuhan konsumen, persepsi konsumen

terhadap karakteristik yang terdapat dalam produk, faktor demografi, gaya hidup, dan karakter pribadi konsumen. Pengaruh lingkungan meliputi


(29)

kebudayaan ( norma sosial, norma agama, dan kelompok etnik). Adapun strategi pemasaran yang mempengaruhi pemasaran adalah bauran pemasaran.

Menurut Schiffman dan kanuk (1994) dalam Sumarwan (2002) stimulus dalam perilaku dan preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti faktor demografi, atribut produk , iklan (promosi) serta harga.

D. PERISA

Penggunaan istilah perisa atau flavoring ditujukan untuk membedakan pengertian flavor sebagai bahan tambahan yang memodifikasi atau memberikan karakter baru pada profil produk akhir, dengan pengertian flavor

sebagai atribut alami bahan pangan (Heath, 1978). Flavor dalam pengertiannya sebagai perisa atau flavoring, adalah senyawa tunggal atau

campuran, baik alami atau sintesis, yang digunakan untuk memberikan seluruh atau sebagian sensasi flavor tertentu pada makanan atau produk lain

yang masuk ke mulut (Heath, 1978).

The United States Society of Flavor chemists (1969) dalam Dewi (1994) mendefinisikan istilah flavor sebagai sensasi yang disebabkan oleh sifat bahan di dalam mulut yang merangsang indera perasa, indera pembau

atau keduanya dan reseptor taktil serta reseptor suhu di dalam mulut. Sedangkan menurut Institut of Food Technologist (1986) dalam Rahardja

(1993), flavor (citarasa), warna dan tekstur merupakan tiga atribut (sifat) penting yang terdapat dalam makanan atau bahan pangan. Ketiganya memegang peranan penting dalam penerimaan suatu bahan pangan, terutama

pada masyarakat yang telah maju dimana faktor keamanan dan kepuasan dianggap penting. Ketiga atribut yang disandang pada makanan tersebut mempunyai kedudukan yang sejajar atau sama-sama penting dan tidak bisa

dikatakan bahwa satu diantara ketiga atribut tersebut mempunyai peranan yang lebih penting atau menonjol dari pada dua lainnya.


(30)

Menurut IFT (1989) dalam Dewi (1994), flavor dapat digolongkan menjadi tiga komponen :

a. Rasa

Rasa adalah sensasi yang dirasakan oleh puting-puting pencicip yang terdapat pada lidah dan rongga mulut bagian belakang. Rasa yang dapat

dinikmati manusia berupa rasa manis, pahit, asin dan asam. b. Bau

Bau terbentuk dari beratus-ratus komponen volatil yang sangat bervariasi dalam intensitas meupun jenisnya, dalam jumlah yang sangat

kecil yang dapat dideteksi oleh sel-sel khusus pada epitelium olfaktori yang terdapat di rongga hidung.

Bau yang menyenangkan sering disebut sebagai aroma. Karena aroma merupakan komponen yang penting dalam flavor, maka istilah aroma

sering dinyatakan dengan flavor.

c. Persepsi dari sensai sepat, panas, dingin, dan sebagainya oleh respon neural trigeminal

Pada awalnya manusia menikmati flavor dengan menggunakan bahan-bahan alami sumber flavor seperti bumbu-bumbu dan rempah-rempah.

Selanjutnya industri flavor mulai berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu kimia organik sintetik dan ditemukannya berbagai

peralatan analisis yang canggih (Manley, 1987 dalam Dewi, 1994). The International Organization of the Flavor Industry atau IOFI (1973)

dalam Dewi (1994) membagi perisa menjadi tiga kelas, yaitu : a. Perisa Alami

Perisa alami adalah senyawa alami yang dapat diterima untuk dikonsumsi manusia, yang diperoleh melalui proses-proses fisik dari sayuran, jenis buah-buahan dan bahan-bahan mentah lainnya yang terdapat

secara alami maupun yang telah diproses untuk konsumsi manusia. b. Perisa Identik Alami

Perisa identik alami adalah senyawa yang secara kimia diisolasi dari bahan mentah beraroma atau diperoleh secara sintesis, yang secara kimia identik dengan senyawa yang terdapat di dalam produk alami baik yang


(31)

diproses maupun tidak untuk konsumsi manusia. Istilah perisa identik alami sebenarnya hanya dikenal di Eropa. Di Amerika Serikat, perisa

tersebut dianggap sebagai komponen flavor buatan (IFT, 1989 dalam Dewi, 1994).

c. Perisa Buatan

Perisa buatan merupakan senyawa flavor yang belum teridentifikasi dalam produk alami untuk dikonsumsi manusia, baik

produk-produk alami yang mengalami proses maupun tidak

Menurut Tyrell (1990) dalam Dewi (1994), terdapat tiga sumber utama komponen flavor alami, yaitu:

a. Turunan Bahan-Bahan Hewani dan Botani

Flavor ini terbentuk selama metabolisme normal dari tanaman dan hewan, oleh karena itu, komponen flavor terdapat secara alami. Komponen

flavor ini dapat digunakan dalam bentuk kering atau dengan mengekstrak komponen flavornya sehingga dihasilkan minyak atsiri atau oleoresin.

b. Bioteknologi

Komponen flavor ini terbentuk sebagai hasil reaksi mikrobial atau reaksi enzimatis. Metode pembentukan komponen flavor melalui bioteknologi dapat dipastikan akan berkembang pesat, karena mempunyai

potensi yang besar dalam memenuhi kebutuhan perisa alami. Sebenarnya peranan bioteknologi dalam pembentukan flavor telah banyak dilakukan oleh orang, seperti dalam fermentasi tradisional, sebagai

contoh pembentukan flavor melalui pemeraman keju dan produk-produk susu lainnya ( Manley, 1987 dalam Dewi, 1994).

Peranan reaksi enzimatis dalam pembentukan flavor dapat ditemukan pada perisadaging unggas (Weiss, 1976 dalam Dewi, 1994), perisa keju dan perisa daging (Manley, 1987 dalam Dewi, 1994) dan perisa

bawang-bawangan (Heath, 1981 dalam Dewi, 1994). c. Sistem Prekusor

Komponen-komponen flavor dapat terbentuk melalui proses pemanasan bahan-bahan alami. Pembentukan flavor melalui sistem


(32)

dikembangkan untuk perisa daging, kopi, kokoa, dan roti (Tyrrell, 1990 dalam Dewi, 1994).

Menurut Heath (1978), bahan alami sebgai sumber flavor dapat pula diklasifikasikan berdasarkan kandungan gizi dan intensitas flavornya.

Klasifikasi tersebut adalah :

1. Bahan dengan gizi tinggi tapi intensitas flavornya rendah, yaitu daging mentah, ikan, sereal, susu, dan lain-lain.

2. Bahan dengan intensitas flavor sedang dan kandungan gizi sedang, yaitu kacang-kacangan, buah dan beberapa sayuran.

3. Bahan dengan intensitas flavor tinggi dan nilai gizi yang sangat rendah, yaitu rempah-rempah, coklat, vanila, dan lain-lain.

Menurut Heath (1978), pemanfaatan bahan alami sebagai sumber flavor dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Bahan alami digunakan langsung sebagai perisa, misalnya buah-buahan, minuman anggur, rempah-rempah dan bawang goreng.

2. Bahan alami diambil kompleks flavor alaminya melalui proses fisik, misalnya dengan proses destilasi dan ekstraksi, menjadi produk-produk

minyak atsiri, ekstrak, oleoresin, dan sebagainya.

3. Kompleks flavor alami diisolasi komponen flavornya menjadi senyawa flavor alami.

E. ANALISIS SENSORI a. Panel

Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensori suatu komoditi panel

bertindak sebagai alat atau instrumen, alat ini terdiri dari orang atau kelompok orang yang disebut panel (Soekaerto, 1985).

Panel adalah sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Orang yang menjadi anggota panel

disebut panelis. Jadi penilaian makanan secara panel berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu harus dituruti


(33)

Dalam penilaian organoleptik dikenal ada macam-macam jenis panel. Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuan. Ada lima

macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik, yaitu pencicip perorangan (individual expert); panel pencicip terbatas (small expert panel); panel terlatih (trained panel); panel tak terlatih (untrained panel); dan

panel konsumen (Soekarto, 1985).

Panel konsumen mempunyai anggota yang besar jumlahnya dari 30 sampai 1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan

dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterima oleh masyarakat, tetapi uji dengan panel konsumen tidak menggambarkan kesediaan konsumen untuk membeli makanan itu. Anggota

panel konsumen dapat diambil dari sejumlah orang yang ada di pasar atau dapat pula dari rumah ke rumah (Soekarto, 1985).

b. Quantitative Affective Test

Affective Test terbagi menjadi Acceptance Test dan Preference Test. Uji Penerimaan atau Acceptance Test menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi,

uji penerimaan mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap

sifat sensori atau kualitas yang dinilai. Pada uji penerimaan ini dapat digunakan panelis yang kurang berpengalaman dibandingkan dengan uji pembedaan. Tujuan dari uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah

suatu komoditi atau suatu sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, tanggapan senang atau suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum

atau mewakili populasi tertentu. Uji penerimaan dengan hasil uji yang meyakinkan tidak menjamin bahwa komoditi itu dengan sendirinya mudah

untuk dipasarkan. Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik) (Soekarto, 1985).


(34)

Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan

tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Dengan

skala hedonik ini secara tidak langsung dapat juga digunakan untuk mengetahui perbedaan. Karena hal ini skala hedonik paling sering digunakan

untuk menilai organoleptik terhadap komoditi sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai hasil akhir produksi. Uji hedonik dari suatu produk dapat dilakukan dengan cara pilihan

binomial seperti suka-tidak suka, enak-tidak enak. Atau dapat juga dengan pilihan jamak berupa ”hedonik rating” tiga pilihan yaitu suka-netral-tidak

suka. Suka dan tidak suka berhubungan dengan diterima atau ditolak, sedangkan kategori netral dapat diartikan panelis tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk memilih suka atau tidak suka (Soekarto dan

Hubeis, 1991 dalam Gasong, 2005)

Panelis untuk uji hedonik tidak memerlukan latihan, karena diinginkan kesan langsung yang tidak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam hal ini, panel hedonik hanya menilai tingkat penerimaan

(acceptabiliy) komoditi yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, sehingga orang yang digunakan merupakan orang umum dengan jumlah panelis n>30.

Hal ini untuk menghindari adannya orang yang terlalu menyukai atau membenci sesuatu (Soekarto dan Hubeis, 1991 dalam Gasong, 2005)

Preference Test merupakan uji konsumen yang menekankan pada pilihan konsumen untuk memilih dua atau lebih produk (Meilgaard, 1999).

Preference Test dilakukan dengan menggunakan uji rangking atau uji perjenjangan. Dalam uji ini panelis diminta untuk membuat urutan

contoh-contoh yang diuji menurut perbedaan tingkat mutu sensorik. Uji perjenjangan atau uji rangking berbeda dengan uji skor. Dalam uji rangking

komoditi diurutkan atau diberi nomor urutan. Urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi, makin ke bawah nomor urutan makin besar. Angka-angka ini tidak menyertakan besaran skalar melainkan nomor urutan. Dalam uji pengurutan contoh pembanding tidak dinyatakan. Pada besaran


(35)

skalar datanya dapat diperlakukan sebagai nilai pengukuran karena karena itu dapat diambil rata-rata, dan dianalisa sidik ragam. Data penjenjangan sebagaimana adanya tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran dan tidak

dapat dianalisa sidik ragam, tetapi masih mungkin dibuat rata-rata. Untuk dianalisa sidik ragam perlu penganalisaan khusus (Soekarto dan Hubeis,

1991 dalam Gasong, 2005)

Menurut Meilgard (1999), Uji preferensi menyatakan tentang pilihan, produk mana yang lebih disukai diantara produk-produk yang diujikan.

Preference Test diklasifikasikan menjadi Paired Preference, Rank Preference, dan Multiple Paired Preference ( Meilgard, 1999).

c. Uji Deskripsi

Uji Deskripsi merupakan penilaian sensorik yang berdasar pada sifat-sifat sensorik yang lebih komplek (Soekarto, 1985). Analisis deskripsi dapat

digunakan untuk identifikasi karakter sensori yang sangat penting dalam suatu produk dan memberikan informasi tentang intensitas dari karakteristik

tersebut. Informasi deskripsi dapat membantu untuk identifikasi ingredient atau variasi proses yang berhubungan dengan karakteristik sensori spesifik

pada suatu produk. Informasi ini dapat digunakan untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki mutu produk atau proses pengolahan produk dan

untuk keperluan pengawasan mutu (Poste et al., 1991 dalam Gasong, 2005). Dalam pengujian deskripsi pada mulanya masing-masing atribut mutu diujikan secara rating. Hasil keseluruhan dari masing-masing pengujian atribut disajikan dalam bentuk pengujian rating. Pada tahap berikutnya data hasil pengujian rating ditransformasikan dalam bentuk spider web. Menurut

Meilgard (1999), Analisis sensori deskripsi dibagi menjadi empat jenis metode yaitu : flavor Profile, Quantitative Deskripsi Analysis (QDA),

Spectrum Deskripsi Analysis, dan Texture Profile Method.

d. Lokasi Pengujian

Menurut Meilgard (1999), Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan Laboratory Test, Central Location Test dan Home Use Test.


(36)

Ketiga metode pengujian ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari Laboratory Test antara lain : persiapan dan penyajian

dapat dikendalikan dengan cermat; para pegawai dapat dihubungi dengan cepat untuk ikut serta; dan warna dan aspek visual lainnya yang tidak dapat sepenuhnya dikendalikan dalam prototipe dapat disamarkan sehingga penguji

dapat berkonsentrasi pada perbedaan flavor atau tekstur yang sedang diselidiki. Sedangkan kelemahan dari Laboratory Test antara lain : lokasi

dapat menunjukkan perusahaan atau pabrik asal produk, sehingga memungkinkan terjadinya bias dan ekspektasi karena pengalaman sebelumnya; konsumsi yang sedikit dapat mempengaruhi deteksi atau evaluasi atas atribut-atribut positif/negatif; dan toleransi dalam penyiapan

produk dapat berbeda dari toleransi produk dalam penggunaan rumah tangga.

Kelebihan dari Central Location Test antara lain: para responden mengevaluasi produk dalam kondisi yang diatur oleh penyelenggara sehingga kesalahpahaman dapat segera dijelaskan dan respon yang lebih

benar dapat diperoleh; produk diuji langsung oleh konsumen akhir yang menjamin validitas hasil; memungkinkan untuk memperoleh persentasi hasil respon yang tinggi dari populasi sampel yang besar; dan beberapa produk dapat diuji oleh seorang konsumen selama pengujian sehingga memberikan banyak informasi mengenai biaya per konsumen. Sedangkan

kelemahan dari Central Location Test antara lain: produk diuji dalam keadaan yang artificial dibandingkan dengan penggunaan di rumah, pesta,

dsb dalam hal penyiapan, jumlah yang dikonsumsi, dan lamanya penggunaan; jumlah pertanyaan yang ditanyakan cukup terbatas, hal ini akan

membatasi informasi yang akan diperoleh dari data dalam hal preferensi kelompok umur, kelompok sosioekonomi, dsb yang berbeda-beda

(Meilgaard, 1999).

Kelebihan dari Home Use Test antara lain: produk disiapkan dan dikonsumsi dalam kondisi penggunaan yang alami; informasi mengenai preferensi antar produk akan lebih stabil (penggunaan produk yang berulang)


(37)

dari responden atas penggunaan berulang dapat memberikan informasi untuk kemungkinan penjualan ulang; rencana sampling statistik dapat secara

penuh dilaksanakan; dan informasi yang diperoleh lebih banyak karena waktu yang tersedia dalam menjawab score sheet lebih banyak. Kelemahan dari Home Use Test antara lain: Home Use Test membutuhkan waktu yang

lama, sekitar satu sampai empat minggu; uji ini menggunakan jumlah kelompok responden yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Central

Location Test, karena untuk mendapatkan jumlah penduduk yang banyak membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar; kemungkinan non-respon lebih besar; jumlah maksimum sampel yang dibandingkan hanya tiga,

jumlah yang lebih besar dapat mengganggu penggunaan alami; dan toleransi kesalahan persiapan produk dapat diuji, keragaman dalam penyiapan dan

perbedaan dalam waktu penggunaan dari makanan atau produk lain yang digunakan bersama produk uji dapat bergabung menimbulkan keragaman

yang besar dalam jumlah sampel subjek yang kecil.

F. KONDISI UMUM INDUSTRI KERIPIK JAMUR DI WONOSOBO Industri pengolahan Keripik Jamur merupakan salah satu Industri pangan yang berkembang di Wonosobo. Adapun yang dimaksud dengan industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah

jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat dengan pemakai akhir (Anonim b, 2006). Dinas perindustrian membagi kegiatan industri menjadi lima macam, meliputi industri pangan, sandang dan kulit, kerajinan umum, industri kimia dan industri pengolahan pangan. Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan, BPS membagi skala usaha kegiatan menjadi empat kelompok,

yaitu Industri Besar dengan jumlah tenaga kerja di atas 100 orang, Industri Sedang dengan tenaga kerja 20-90 orang, Industri Kecil dengan tenaga kerja

5-10 orang, dan Industri Rumah Tangga dengan tenaga kerja 1-4 orang (Anonim b, 2006).


(38)

Berdasarkan jumlah tenaga kerjanya, industri pengolahan Keripik Jamur di Kabupaten Wonosobo tergolong dalam Industri Kecil dimana jumlah tenaga

kerjanya 5-10 orang. Industri ini tidak membutuhkan banyak tenaga kerja dalam proses produksi, tenaga kerjanya dibutuhkan dalam proses pengirisan bahan baku, proses pembuatan Keripik Jamur, pengorengan dan pengemasan.

Selain itu terdapat pula kecenderungan produsen dalam memberdayakan masyarakat sekitar untuk proses pengirisan bahan baku. Saat ini keadaaan

Industri Kecil di Wonosobo jauh lebih berkembang dibandingkan dengan Industri Sedang maupun Industri Besar, hal tersebut tampak pada Tabel 4 .

Tabel 4. Informasi Terakhir Jumlah Unit Industri di Kabupaten Wonosobo No Kecamatan Industri

Besar

Industri Sedang

Industri Kecil

1. Wonosobo 3 0 750

2. Kertek 2 0 1.011

3. Selomerto 1 1 567

4. Leksono 0 0 441

5. Garung 1 0 205

6. Kejajar 0 0 57

7. Mojotengah 0 0 1.040

8. Watumalang 0 0 147

9. Sapuran 0 1 1.204

10 Kepil 0 0 313

11 Kalikajar 0 0 807

12 Kaliwiro 0 0 2.484

13 Wadaslintang 0 0 2.434

14 Sukoharjo 0 0 105

15 Kalibawang 0 0 285

Sumber : Anonim b, 2006

Saat ini terdapat tujuh produsen yang masih aktif dalam memproduksi Keripik Jamur dari 10 produsen yang ada. Adapun produsen yang masih aktif memproduksi Keripik Jamur antara lain Candi Dieng, Candi Mas, Cendawan


(39)

Mas, Podang Mas, Cresia, Yuasa Food, dan Sindoro Sumbing. Meskipun tergolong dalam Industri Kecil, Industri Keripik Jamur ini mampu menyerap pangsa pasar secara luas, hal tersebut tampak dari banyaknya para wisatawan

yang berminat untuk membeli Keripik Jamur sebagai oleh-oleh. Meskipun harganya relatif mahal. Saat ini Keripik Jamur yang di tawarkan seharga antara

Rp 27.000,00 sampai Rp 36.000,00 per Kg (Dinas Perdagangan dan Perindustrian, 2006). Harga Keripik Jamur yang ber-aneka ragam, seperti yang

tertera di atas, dapat terjadi karena adanya proses distribusi, dimana harga jual dari produsen jauh lebih murah daripada harga jual dari pedagang, selain itu adanya proses kemas ulang dengan merek yang baru juga mengakibatkan harga

jual dari Keripik Jamur jauh lebih mahal dari harga jual produsen. Berdasarkan informasi dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian merek-merek yang bermunculan saat ini banyak yang belum terdaftar di Dinas Perdagangan dan

Perindustrian.

Menurut Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Wonosobo, rata-rata volume produksi dari produsen Keripik Jamur adalah 20 kg/ hari, 6000 kg/ th. Sedangkan volume bahan baku yang digunakan (JamurMerang) sebesar 30.000

kg/ th. Dalam proses pembuatan Keripik Jamur, bahan baku Jamur Merang diperoleh dari petani Jamur di kawasan Dieng, yaitu di daerah Buntu, Merdodo,

Karang dan Bakalan. Seiring meningkatnya produksi dan penjualan Keripik Jamur di pasar, petani Jamur Merang di kawasan Dieng saat ini tidak mampu

lagi memenuhi permintaan produsen Keripik Jamur akan kebutuhan Jamur Merang. Untuk mengatasi kekurangan bahan baku tersebut, saat ini produsen Keripik Jamur mendatangkan Jamur Merang dari daerah Bumi Ayu, Bandung,

Sidoarjo dan Malang. Dengan adanya kelangkaan bahan baku di Kawasan Dieng mengakibatkan meningkatnya harga jual Keripik Jamur, dikarenakan biaya yang besar dalam pengiriman bahan baku Jamur Merang dari luar kota.


(40)

III. BAHAN DAN METODE

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan variasi Keripik Jamur khas Wonosobo dari aspek flavor. Saat ini Keripik Jamur yang ada hanya memiliki satu flavor yaitu flavor paru. Dalam jangka waktu yang lama mutu

produk yang statis ini dapat membuat jenuh konsumen dan pada saatnya nanti akan sulit untuk meningkatkan pangsa pasar, bahkan dapat menurunkan minat

pembeli untuk membeli produk tersebut.

Pada penelitian ini produk dibuat dengan cara yang sama seperti pembuatan Keripik Jamur yang telah eksis di pasar, hanya diberi penambahan

berbagai jenis perisa yang telah populer dan digunakan luas pada berbagai jenis keripik, seperti Keripik Singkong, Keripik Kentang dan sebagainya.

Penerimaan dan preferensi konsumen terhadap keripik yang dihasilkan dianalisis, kemudian dibandingkan dengan Keripik Jamur dengan flavor paru.

Untuk melengkapi penelitian, dilakukan pula uji Deskripsi agar diketahui tanggapan konsumen terhadap atribut-atribut sensori secara lebih rinci seperti

bentuk, warna, aroma, rasa dan kerenyahan.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: contoh produk Keripik Jamur dengan flavor paru dari merek Candi Dieng dan Cendawan Mas, Keripik Jamur tanpa penambahan paru sapi atau perisa yang diproduksi oleh P.T. Candi Dieng, perisa jagung bakar, keju, pedas manis, dan barbeque

dan air minum dalam kemasan dengan merek tertentu.

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: alat tulis, score sheet, timbangan, baskom, plastik sebagai pembungkus produk selama pengujian,


(41)

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan empat Tahap, terdiri dari Tahap pemilihan merek produk Keripik Jamur sebagai sampel, Tahap pembuatan Keripik Jamur

berperisa, Tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen terhadap produk Keripik Jamur berperisa yang paling disukai oleh konsumen dan Tahap uji

preferensi konsumen terhadap produk baru (Keripik Jamur berperisa) dan produk lama (Keripik Jamur dengan flavor paru). Diagram alir penelitian

dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Pada pelaksanaannya, penelitian ini menggunakan konsumen sebagai panelis, hal ini dilakukan untuk mengetahui respon langsung dari konsumen

terhadap produk Keripik Jamur yang diujikan. Konsumen yang digunakan sebagai panelis berusia 20 – 35 tahun, karena menurut Meilgaard (1999) panelis pada usia tersebut paling diperhatikan untuk melakukan uji konsumen,


(42)

pernah mengkonsumsi Keripik Jamur, tidak tinggal di daerah sekitar pabrik Keripik Jamur dan tidak bekerja di pabrik Keripik Jamur. Prosedur pengujian

produk Keripik Jamur di lokasi pengujian dapat dilihat pada Gambar 5.


(43)

Pada penelitian ini dibutuhkan panelis berkisar 50-100 orang, menurut Meilgaard (1999) untuk pengujian dalam pengembangan produk dibutuhkan panelis untuk uji affective sebanyak 50-100 orang konsumen, untuk Tahap 1 dan 2. Pada tahap 3 dan 4, digunakan rumus slovin untuk mengetahui jumlah

panelis yang dibutuhkan. Rumus Slovin yaitu: n = N

/

1 + N. e2

Dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir atau diinginkan (0,1) (Rahmawati,

2004).

Berdasarkan rumus tersebut, jumlah panelis yang mewakili penduduk kota Wonosobo sebesar 99,99 atau 100 panelis, dimana jumlah penduduk kota

Wonosobo sebesar 777.487 jiwa (BPS, 2006).

Penelitian ini dilaksanakan secara Central Location Test dan Home Use Test. Untuk metode Central Location Test penelitian dilaksanakan di pasar dan tempat-tempat umum. Sedangkan untuk metode Home Use Test, penelitian

dilaksanakan dengan mendatangi rumah-rumah konsumen.

Sebelum dilakukan proses pengujian produk dikemas berdasarkan merek atau flavor masing-masing dan diberi kode yang berbeda-beda. Pada saat pengujian

digunakan air mineral dengan merek tertentu sebagai penetralisir. Setelah proses pengujian, juga dilakukan wawancara kepada panelis mengenai produk

yang diujikan, serta komentar selama proses pengujian.

Pengujian dilakukan pada pukul sembilan pagi sampai sebelas siang kemudian dilanjutkan jam dua siang sampai jam lima sore dengan pertimbangan bahwa pada jam tersebut, responden tidak pada kondisi lapar sehingga tidak mempengaruhi penilaian. Gambar produk pada saat pengujian


(44)

Gambar 6. Penyajian Keripik Jamur Saat Proses Pengujian Kepada Konsumen

1.Pemilihan Merek Produk Keripik Jamur

Pemilihan merek Keripik Jamur sebagai sampel dilakukan dengan menggunakan uji rangking terhadap dua merek Keripik Jamur. Sampel

yang dipilih merupakan hasil produksi dari dua produsen besar di Wonosobo, yaitu P.T. Candi Dieng dan P.T. Cendawan Mas. Pemilihan kedua merek tersebut didasari pada kepopuleran kedua merek tersebut, dan juga letak pabriknya yang strategis dan mudah untuk dijangkau, disamping itu juga kedua produsen tersebut memiliki gerai sebagai tempat menjual

produk-produk mereka dengan letak yang strategis dan banyaknya pedagang yang mengemas ulang produk Keripik Jamur dari dua merek tersebut. Pada uji ini digunakan konsumen sebagai panelis dengan jumlah panelis 80 orang seperti yang dikemukakan oleh Meilgaard (1999). Proses

pengujian dilakukan secara Central Location Test. Pengujian secara Central Location Test dilakukan di sekitar kawasan Pasar Kertek, dengan

alasan untuk mempermudah dalam mencari panelis dan juga menghemat tenaga dan biaya. proses pengujian dilakukan dengan menawarkan produk

untuk dicicipi orang yang sedang beraktivitas di kawasan pasar tersebut, dengan terlebih dahulu mempertanyakan usia, pekerjaan dan tempat tinggal, serta pernahkan konsumen tersebut mengkonsumsi Keripik Jamur

(Gambar 5). Data hasil pengujian selanjutnya diolah lebih lanjut menggunakan program komputer SPSS dengan uji Friedman pada taraf


(45)

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Keripik Jamur Berperisa

2.Pembuatan Produk Keripik Jamur berperisa

Pembuatan produk Keripik Jamur berperisa dilakukan di pabrik Keripik Jamur, seperti yang terlihat pada Gambar 7. Pabrik yang dipilih merupakan pabrik yang memproduksi Keripik Jamur yang lebih disukai


(46)

pembuatan produk Keripik Jamur yang baru tidak jauh berbeda dengan pembuatan Keripik Jamur dengan flavor paru, hanya saja tidak dilakukan penambahan paru pada proses pembuatannya, melainkan diberi perlakuan dengan menambahkan perisa sebanyak 0,05% (Kusmara, 2006). Perisa

ditambahkan setelah dilakukan proses penggorengan. Perisa yang ditambahkan antara lain perisa dengan flavorbarbeque, pedas manis, keju

dan jagung bakar. Setelah proses pembuatan produk selesai, produk di packing secara terpisah berdasarkan flavor masing-masing.

3.Uji penerimaan dan preferensi konsumen terhadap keempat produk Keripik Jamur berperisa

Uji penerimaan konsumen dilakukan dengan menggunakan uji hedonik terhadap keempat produk yang telah dibuat pada tahap kedua (Keripik Jamur dengan flavor barbeque, keju, pedas manis dan jagung bakar). Uji hedonik dilakukan pada konsumen secara Central Location

Test di kawasan Pasar Kertek, proses pengujian dilakukan dengan menawarkan produk untuk dicicip kepada orang yang sedang beraktivitas

di kawasan pasar tersebut, dengan terlebih dahulu mempertanyakan usia, pekerjaan, dan tempat tinggal panelis, serta pernahkah panelis tersebut

mengkonsumsi Keripik Jamur (Gambar 5). Pemilihan Pasar Kertek sebagai lokasi pengujian dengan alasan untuk menghemat waktu dan

biaya. Setelah dilakukan proses pengujian selanjutnya dilakukan wawancara kepada panelis mengenai produk yang diujikan, dan alasan mengenai jawaban yang diisikan dalam form pengujian. Proses pengujian

ini diperlukan panelis dengan jumlah 80 orang (Meilgaard, 1999). Penilaian konsumen dengan uji hedonik dilakukan dengan 7 skala.

Keterangan : 1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka 3 = agak tidak suka

4 = biasa/ netral 5 = agak suka

6 = suka 7 = sangat suka


(47)

Dalam pengujian ini atribut yang diujikan adalah penilaian umum konsumen terhadap keempat produk Keripik Jamur berperisa. Pengolahan

data dilakukan menggunakan program komputer SPSS dengan analisis sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (uji pembeda) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara

keempat produk Keripik Jamur berperisa (flavor barbeque, keju, pedas manis dan jagung bakar). Indikasi diterimanya produk oleh konsumen adalah konsumen menilai produk tersebut dari netral/ biasa (4) sampai

sangat suka (7) (Hunaefi, 2002).

Setelah dilakukan uji penerimaan konsumen dengan menggunakan uji Hedonik, selanjutnya dilakukan uji rangking untuk menganalisis preferensi konsumen terhadap keempat Produk Keripik Jamur berperisa

tersebut. Dalam uji rangking panelis diminta mengurutkan beberapa produk untuk menempati peringkat tertentu berdasarkan penerimaan umum yang terdapat pada produk-produk tersebut, seperti halnya uji hedonik, uji rangking ini juga dilakukan secara Central Location Test di kawasan Pasar Kertek, dengan jumlah panelis dan panelis yang digunakan

sama dengan uji hedonik yang telah dilakukan untuk uji penerimaan konsumen, dimana proses pengujiannya dilakukan setelah uji hedonik dengan tujuan untuk menghindari terjadinya bias, karena dikhawatirkan panelis akan membandingkan keempat produk tersebut. Pengolahan data

untuk uji rangking dilakukan dengan menggunakan uji Friedman pada taraf signifikasi (α) 0,05. Produk dengan rata-rata rangking terendah

adalah produk baru yang paling disukai oleh konsumen.

4. Analisis Preferensi antara produk Keripik Jamur berperisa yang paling disukai konsumen dan Keripik Jamur dengan flavor paru

Analisis preferensi konsumen terhadap produk baru dengan produk lama dilakukan dengan uji rangking, dimana panelis yang digunakan adalah konsumen. Produk yang diujikan adalah produk Keripik Jamur

dengan flavor paru, dan produk Keripik Jamur berperisa yang paling disukai oleh konsumen pada Tahap 3. Penilaian didasarkan pada penerimaan umum atribut yang terdapat pada produk. Pengolahan data


(48)

dilakukan dengan menggunakan Program SPSS, uji Friedman, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata atau tidak terhadap kedua produk Keripik Jamur tersebut. untuk mendukung data yang dihasilkan dari uji rangking, dilakukan pula uji Deskripsi terhadap

atribut-atribut tertentu pada produk Keripik Jamur.

Atribut yang diujikan pada uji Deskripsi antara lain : bentuk, warna, aroma, rasa dan kerenyahan. Adapun produk yang diujikan adalah produk Keripik jamur lama (flavor paru), produk Keripik Jamur berperisa

hasil uji rangking pada Tahap ketiga, dan Keripik Jamur tanpa penambahan paru/ perisa pada proses pembuatannya. Tujuan dilakukan uji

Deskripsi adalah untuk mengetahui perbandingan antara ketiga produk yang berbeda berdasarkan atribut tertentu yang diujikan.

Dalam uji Deskripsi konsumen diminta untuk menilai ketiga produk berdasarkan atribut bentuk, warna, aroma, rasa dan kerenyahan. Konsumen menilai atribut dari ketiga produk tersebut secara tersruktur dengan menggunakan uji rating dengan skala 1-7 (Tabel Lampiran 7),

selanjutnya data diolah dengan menggunakan program SPSS, analisis sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan Uji Duncan. Selanjutnya

data hasil dari uji rating tersebut dituangkan dalam spider web. Pengujian dalam uji rangking maupun uji Deskripsi sebagai data penunjang dilakukan secara Home Use Test, yaitu dengan mendatangi panelis di rumahnya masing-masing. Kedua pengujian tersebut dilakukan dengan panelis yang sama dan berjumlah 100 orang panelis (berdasarkan

rumus slovin), dimana uji Deskripsi dilakukan terlebih dahulu baru dilakukan uji rangking. Prosedur pengujian dilakukan dengan terlebih

dahulu menanyakan usia dan pekerjaan panelis, selanjutnya panelis diminta untuk mencicip produk yang diujikan. Proses pengujian dilakukan

hanya di lima kecamatan di Kabupaten Wonosobo, yaitu Kecamatan Kertek, Kecamatan Wonosobo, Kecamatan Garung, Kecamatan Selomerto

dan Kecamatan Leksono. Proses pengujian ini tidak dapat dilakukan di seluruh kecamatan di Wonosobo dikarenakan keterbatasan waktu, biaya


(49)

dan tenaga dari penyaji. Pemilihan kelima kecamatan ini didasari pada letaknya yang dapat dengan mudah dijangkau.


(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Merek Produk Keripik Jamur

Pemilihan merek produk Keripik Jamur dilakukan dengan menggunakan uji rangking terhadap Keripik Jamur dengan merek Candi Dieng dan merek Cendawan Mas. Pemilihan kedua merek tersebut didasarkan pada kepopuleran dari kedua merek tersebut di Kota Wonosobo dan letak pabriknya yang strategis dan mudah untuk dijangkau, disamping itu juga kedua produsen tersebut memiliki gerai sebagai tempat menjual produk-produk mereka dengan letak yang strategis pula. Berdasarkan uji rangking yang telah dilakukan diantara kedua merek Keripik Jamur, Candi Dieng dan Cendawan Mas, produk Keripik Jamur yang lebih disukai oleh konsumen adalah produk Keripik Jamur dengan merek Candi Dieng. Hal tersebut tampak berdasarkan nilai rata-rata rangking dari kedua merek Keripik Jamur tersebut. Keripik Jamur dengan merek Candi Dieng menempati rata-rata rangking yang lebih rendah dibandingkan dengan Keripik Jamur merek Cendawan Mas yaitu sebesar 1,4375, sedangkan nilai rata-rata rangking untuk merek Cendawan Mas sebesar 1,5625 (Gambar 8)

1,5625

1,4375

1,36 1,38 1,4 1,42 1,44 1,46 1,48 1,5 1,52 1,54 1,56 1,58

skala rangking

Cendawan Mas Candi Dieng

merek produk

Gambar 8. Histogram Nilai Rata-Rata Rangking Terhadap Penilaian Umum Kedua Merek Keripik Jamur


(51)

Berdasarkan hasil uji Friedman terhadap kedua merek yang telah diujikan, menunjukkan bahwa produk Keripik Jamur dengan merek Candi Dieng dan Cendawan Mas tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel Lampiran 5).

Berdasarkan komentar yang diberikan oleh para panelis, kedua produk tersebut memiliki bentuk dan warna yang berbeda satu sama lain (Gambar 9). Diantara kedua merek Keripik Jamur tersebut, Keripik Jamur merek Cendawan Mas memiliki warna yang lebih terang dan bentuk yang lebih menarik dibandingkan dengan Keripik Jamur merek Candi Dieng. Namun berdasarkan rasa dan aromanya, Keripik Jamur merek Candi Dieng memiliki rasa dan aroma paru yang lebih terasa dibandingkan dengan merek Cendawan Mas. Hal ini menunjukkan bahwa kedua merek Keripik Jamur tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing.

Candi Dieng Cendawan mas

Gambar 9. Produk Keripik Jamur yang Diujikan Kepada Konsumen dalam Pemilihan Merek Sebagai Sampel

B. Uji penerimaan dan preferensi konsumen terhadap Keempat produk Keripik Jamur berperisa

Uji penerimaan konsumen terhadap keempat produk Keripik Jamur berperisa dilakukan dengan menggunakan uji Hedonik tujuh skala (angka 1 menyatakan sangat tidak suka, sedangkan angka 7 menyatakan sangat suka). Berdasarkan Uji Hedonik yang telah dilakukan, dihasilkan bahwa Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar, keju, pedas manis, dan barbeque dapat diterima oleh konsumen. Hal tersebut tampak dari nilai kesukaan yang dihasilkan, yaitu 6,18 (suka) untuk Keripik Jamur dengan flavor jagung bakar; 5,48 (cenderung suka) untuk flavor keju; 5,50 (cenderung suka) untuk flavor


(1)

Paru Sapi/Perisa (557), Keripik Jamur

Flavor

Paru (384) dan Keripik Jamur

Flavor

Jagung Bakar (987) Terhadap Atribut Bentuk, Warna dan Aroma

bentuk warna aroma

Panelis

ke- 557 384 987 557 384 987 557 384 987

1. 5 5 4 5 5 4 6 6 7

2. 6 5 7 4 6 6 6 6 6

3. 7 7 7 7 7 7 6 7 3

4. 6 7 4 4 6 3 2 6 6

5. 3 2 2 3 2 2 6 6 6

6. 4 4 4 4 4 4 3 6 6

7. 4 2 7 2 4 7 4 5 5

8. 6 4 5 4 4 6 4 5 7

9. 6 5 7 4 4 6 2 5 6

10. 1 2 5 3 3 5 4 5 6

11. 4 5 6 2 3 5 4 5 6

12. 5 4 4 5 4 3 4 5 7

13. 4 5 7 3 4 1 2 5 6

14. 1 2 5 3 3 5 5 5 4

15. 6 5 2 4 6 3 4 5 7

16. 4 3 6 3 4 7 5 4 4

17. 4 4 5 2 5 6 4 4 7

18. 4 4 6 5 5 6 4 5 6

19. 4 4 4 5 4 5 4 4 6

20. 5 6 6 4 3 6 4 4 4

21. 5 5 3 5 4 4 6 6 4

22. 6 6 4 2 2 4 6 6 7

23. 7 6 7 6 6 7 6 6 6

24. 6 6 6 6 6 6 6 6 7

25. 6 6 7 6 6 7 6 6 4

26. 4 5 7 4 5 5 2 6 7

27. 4 6 5 5 6 3 4 4 4

28. 4 5 7 4 4 6 3 6 6

29. 6 4 6 4 2 5 2 7 6

30. 5 4 6 5 2 5 5 5 1

31. 4 5 4 4 5 2 6 6 6

32. 4 4 4 6 6 4 6 6 6

33. 7 4 7 7 5 7 6 6 6

34. 7 4 7 7 5 7 4 5 6

35. 6 4 6 7 5 6 6 6 6

36. 6 6 6 6 6 6 6 6 6

37. 6 6 6 6 6 6 2 5 5

38. 3 5 3 4 6 3 4 4 6

39. 5 6 6 4 4 6 5 6 4


(2)

bentuk warna aroma Panelis

ke- 557 384 987 557 384 987 557 384 987

41. 4 5 6 5 6 6 5 6 4

42. 4 5 6 5 6 6 4 4 4

43. 5 5 6 4 4 6 4 4 4

44. 4 2 6 4 4 6 2 6 6

45. 2 2 6 6 5 6 2 6 5

46. 5 4 2 4 2 3 4 4 5

47. 6 3 6 6 3 5 3 5 6

48. 5 4 6 4 2 5 4 4 4

49. 4 4 4 5 5 5 5 2 4

50. 4 4 4 5 4 4 6 6 6

51. 4 4 4 5 5 5 5 4 4

52. 4 4 4 4 4 4 4 4 4

53. 5 5 4 5 4 4 4 5 5

54. 4 4 4 5 4 4 4 6 6

55. 7 6 4 4 4 6 6 7 5

56. 7 5 6 5 4 3 4 4 3

57. 6 5 4 5 4 3 3 4 6

58. 4 5 4 4 4 5 6 5 5

59. 6 4 4 4 5 6 5 5 5

60. 4 3 5 5 4 5 6 4 6

61. 3 3 5 4 4 6 6 6 7

62. 3 6 7 3 6 7 6 3 3

63. 6 4 2 6 3 1 5 4 3

64. 6 5 2 4 3 1 6 5 3

65. 6 5 3 5 4 4 5 5 5

66. 4 4 4 4 5 5 5 4 4

67. 4 4 4 5 4 4 4 4 4

68. 3 5 3 3 5 3 6 6 4

69. 7 5 2 6 4 3 6 7 7

70. 5 6 7 4 7 5 2 5 6

71. 6 4 6 4 5 5 4 4 4

72. 5 5 7 4 4 6 4 4 4

73. 5 5 7 4 4 6 4 4 4

74. 4 4 7 3 4 5 4 5 6

75. 5 4 2 4 4 3 4 5 4

76. 4 4 3 4 4 2 4 4 5

77. 4 5 6 6 4 6 4 4 4

78. 5 3 3 5 4 5 6 6 6

79. 1 6 6 6 6 6 6 7 7

80. 1 6 7 6 6 6 6 6 6

81. 1 6 6 6 6 6 6 6 6


(3)

bentuk warna aroma Panelis

Ke- 557 384 987 557 384 987 557 384 987

84. 6 6 6 1 6 6 6 6 6

85. 6 6 6 6 6 6 5 6 6

86. 4 2 5 5 2 4 5 4 5

87. 7 6 7 6 7 6 2 6 5

88. 3 6 5 3 5 2 6 4 7

89. 7 6 5 5 7 6 6 4 5

90. 7 4 4 7 4 6 6 4 5

91. 7 4 4 7 4 6 6 6 6

92. 7 6 4 7 6 4 7 6 4

93. 7 6 4 7 6 4 5 4 5

94. 4 4 4 4 4 3 5 7 5

95. 1 6 5 4 6 4 5 7 5

96. 1 6 5 4 6 4 5 4 6

97. 5 5 5 4 6 4 4 6 6

98. 5 5 4 5 5 4 4 6 6

99. 5 5 4 5 5 4 4 6 6

100. 5 5 4 5 5 4 4 6 6

Lampiran 25. Data Hasil Uji Rating Antara Keripik Jamur Tanpa Penambahan

Paru Sapi/Perisa (557), Keripik Jamur

Flavor

Paru (384) dan Keripik Jamur

Flavor

Jagung Bakar (987) Terhadap Atribut Rasa dan Kerenyahan

Rasa Kerenyahan

Panelis ke

557 384 987 557 384 987

1. 6 7 6 5 6 6

2. 7 7 6 6 6 7

3. 6 3 7 6 7 2

4. 3 2 4 2 6 2

5. 4 3 4 4 7 4

6. 2 6 6 1 2 5

7. 5 5 5 7 7 7

8. 3 6 4 4 3 3

9. 2 6 4 2 4 6

10. 4 7 5 6 7 6

11. 5 5 4 5 4 3

12. 5 7 6 7 7 6

13. 2 6 5 2 4 6

14. 5 5 5 5 6 5

15. 5 6 6 6 7 5

16. 6 6 6 6 6 6


(4)

Rasa Kerenyahan Panelis

ke- 557 384 987 557 384 987

18. 4 6 5 6 6 6

19. 6 6 6 5 7 7

20. 5 6 6 6 6 5

21. 6 3 6 6 5 3

22. 6 7 6 7 6 7

23. 6 6 6 6 6 6

24. 7 7 6 7 7 7

25. 5 5 5 5 6 6

26. 6 7 6 5 5 7

27. 4 6 5 4 4 4

28. 4 3 6 4 6 4

29. 4 5 6 6 4 6

30. 5 4 4 6 6 5

31. 6 6 4 6 7 6

32. 7 7 6 6 6 6

33. 7 7 6 6 6 6

34. 6 6 4 7 4 6

35. 6 6 6 6 6 6

36. 6 6 6 6 6 6

37. 4 4 5 6 6 6

38. 6 6 6 5 7 7

39. 6 4 6 6 6 6

40. 6 4 6 6 6 6

41. 6 4 6 6 6 6

42. 6 6 6 6 5 5

43. 2 6 3 3 3 6

44. 2 6 6 6 6 6

45. 3 2 4 5 6 3

46. 4 5 4 6 6 6

47. 4 5 6 4 6 4

48. 3 4 4 5 4 4

49. 4 5 5 5 4 4

50. 6 6 6 6 6 6

51. 5 4 4 5 5 5

52. 5 5 5 5 5 5

53. 5 5 5 5 5 4

54. 6 6 7 7 6 6

55. 6 6 4 4 5 6

56. 6 4 5 6 6 6

57. 4 4 2 5 5 1

58. 5 4 5 5 5 6


(5)

Rasa Kerenyahan Panelis

ke 557 384 987 557 384 987

61. 7 7 6 7 7 7

62. 6 1 2 6 4 3

63. 7 2 3 7 6 3

64. 7 3 3 5 5 3

65. 5 5 5 5 5 5

66. 5 5 5 5 4 4

67. 3 3 3 6 4 6

68. 6 2 4 6 5 2

69. 4 6 7 2 5 3

70. 4 6 5 2 6 6

71. 6 6 6 6 6 6

72. 6 6 6 6 6 6

73. 6 6 6 6 6 6

74. 3 6 5 2 2 2

75. 4 5 4 6 4 4

76. 5 5 5 6 7 7

77. 6 5 4 6 4 4

78. 6 6 6 6 6 6

79. 7 6 6 6 6 6

80. 6 6 6 6 6 6

81. 6 6 6 6 6 6

82. 6 6 6 6 6 6

83. 6 6 6 6 6 6

84. 6 6 6 6 6 6

85. 5 6 4 2 2 2

86. 4 5 6 2 4 6

87. 5 7 6 6 2 7

88. 6 5 7 5 6 7

89. 7 5 4 7 6 6

90. 7 5 4 7 6 6

91. 7 5 6 7 6 5

92. 6 4 5 5 6 3

93. 5 5 5 6 6 4

94. 5 6 4 5 4 6

95. 5 6 4 5 4 6

96. 5 5 4 5 4 6

97. 4 5 6 6 6 6

98. 4 5 6 6 6 6

99. 4 5 6 6 6 6


(6)