PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN DALAM PROSES NASIONALISASI ASET ASET MANGKUNEGARAN TAHUN 1946 1952

(1)

commit to user

PERANAN KOMISI DANA MILIK

MANGKUNEGARAN DALAM PROSES NASIONALISASI

ASET-ASET MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

ANJAR RAHMAD BASUKI C0505010

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN

DALAM PROSES NASIONALISASI ASET-ASET

MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952

Disusun oleh

ANJAR RAHMAD BASUKI C0505010

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Dr. Warto, M.Hum NIP 196109251986031001

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP 195402231986012001


(3)

commit to user

iii

PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN

DALAM PROSES NASIONALISASI ASET-ASET

MANGKUNEGARAN

TAHUN 1946-1952

Disusun oleh

ANJAR RAHMAD BASUKI C0505010

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal……….

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Penguji Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum (………)

NIP 195402231986012001

Sekretaris Penguji Umi Yuliati, S.S, M. Hum (………) NIP 197707162003122002

Penguji I Dr. Warto, M. Hum (………)

NIP 196109251986031001

Penguji II Drs. Supariadi, M. Hum (………)

NIP 196207141989031002 Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : ANJAR RAHMAD BASUKI NIM : C0505010

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Peranan Komisi Dana

Milik Mangkunegaran dalam Proses Nasionalisasi Aset-Aset Mangkunegaran Tahun 1946-1952 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 11 Oktober 2010 Yang membuat pernyataan

Anjar Rahmad Basuki C0505010


(5)

commit to user

v

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka

menyerah. (Thomas Alva Edison)

Orang Tua Adalah Sumber Semangat dan Kehidupan Bagi Perjalanan Hidup Kita.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

 Ayah dan Ibuku Tercinta

 Kakak dan Adikku Tercinta

 Teman dan Sahabatku Tercinta


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Kasih Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan untuk penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya.

3. Bapak Dr. Warto M. Hum, selaku pembimbing utama dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini yang telah teramat sabar dan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis

4. Ibu Umi Yuliati, S.S., M. Hum selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

5. Bapak Drs. Supariadi, M. Hum selaku penguji skripsi yang telah memberi masukan dan arahan agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Sejarah, yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis.

7. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan dan Arsip Daerah Surakarta, Sasana Wilopo dan Sono Pustoko Keraton Surakarta Hadiningrat yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam penyediaan dan peminjaman buku-buku yang diperlukan.


(8)

commit to user

viii

8. Ibu Koestrini Soemardi (alm), Ibu Darweni, Bapak Basuki dan segenap staf Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis dalam penyediaan data-data yang diperlukan.

9. Bapak dan Ibu serta Kakak dan Adik yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.

10. Teman-teman jurusan Ilmu Sejarah’04 Mas Daryadi, Mas Edy Riyanto, Mas Aminnudin, Mbak Wulan dan Mbak Asih

11. Teman-teman jurusan Ilmu Sejarah’05 Bayu, Ridwan, Cahyo, Darmawan, Wanto, dll.

13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, 11 Oktober 2010


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Rumusan Masalah... 7

C.Tujuan Penelitian... 8

D.Manfaat Penelitian... 8

E.Tinjauan Pustaka... 9

F. Metode Penelitian... 12

G.Sistematika Penulisan... 14

BAB II KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN A.Pembentukan Komisi Dana Milik Mangkunegaran…………. 17

B.Peraturan Dana Miik Mangkunegaran... 20

C. Aset Komisi Dana Milik Mangkunegaran..………. 1. Perusahaan Gula Colomadu... 2. Perusahaan Gula Tasikmadu... 3. Perusahaan Kopi Kerjogadungan... 4. Perusahaan Serat-Nenas Mojogedang……… 23 28 29 31 32 HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR ISTILAH... DAFTAR SINGKATAN………... xii xiv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN……… xv xvi ABSTRAK... xvii


(10)

commit to user

x

5. Pabrik Genting Kemiri………..

6. Pabrik Rokok “Priyayi”……….

7. Perusahaan Gamping “Betal”………

8. Usaha Penanaman Tembakau di Tawangmangu………

9. Rumah dan Hotel Milik Mangkunegaran………...

10.Surat-Surat Berharga………..

11.Dana Pensiun Perusahaan-Perusahaan Mangkunegaran.

D. Struktur organisasi Komisi Dana Milik Mangkunegaran……

1.Komisi Pengawas……….

2.Superintendent………..

3.Administratur………

4.Mandor Pabrik………..

5.Mandor Perkebunan……….

6.Mandor Gudang………

7.Demang dan Rangga……….

8.Bekel………. 9.Buruh……… 32 33 34 35 36 37 38 39 41 42 44 46 46 47 47 48 49

BAB III PROSES NASIONALISASI ASET DANA MILIK

MANGKUNEGARAN

A. Komisi Dana Milik Mangkunegaran Pada Masa Pendudukan Jepang………

55

B. Sistem Ekonomi Praja Mangkunegaran Pada Masa

Pendudukan Jepang………... 58

C. Komisi Dana Milik Mangkunegaran Pada Masa Awal

Kemerdekaan RI………

D. Proses Nasionalisasi Aset Dana Milik Mangkunegaran...

E. Pengaruh Agresi Militer Belanda II terhadap Kebijakan dan

Sikap Mangkunegaran……….

F. Peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dalam proses

Nasionalisasi aset Mangkunegaran………. 61 65 68 81


(11)

commit to user

xi

BAB IV DAMPAK NASIONALISASI ASET MANGKUNEGARAN TERHADAP PRAJA MANGKUNEGARAN

A. Keadaan Mangkunegaran Setelah Nasionalisasi

Mangkunegaran………. 85

B. Dampak Nasionalisasi Dalam Bidang Perekonomian Mangkunegaran... 85

C. Dampak Nasionalisasi dalam bidang Sosial terhadap Mangkunegaran……...

92 D. Dampak Nasionalisasi dalam Bidang Kebudayaan di Mangkunegaran...

93

BAB V KESIMPULAN... 97 DAFTAR PUSTAKA... 100 LAMPIRAN... 103


(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISTILAH

Administratur : Pengurus Administrasi/ Manajer Utama pabrik Afdeeling : Wilayah Administrasi pemerintah kolonial belanda di

indonesia yang berada dibawah karesidenan

Ambtenar : Pegawai

Apanage : Tanah jabatan sebagai gaji seorang priyayi

Bekel : Orang yang mendapat wewenang menjaga kebaikan desa; petani penghubung antara pemilik atau penguasa tanah dengan penggarap tanah.

Binenland Bestur : Pegawai Pangreh Praja

civilele list : Tunjangan hidup kerajaan yang berasal dari pemerintah Belanda

Clash : Agresi Militer

Commissie Van Beheer : Komisi Pengawas Keuangan Mangkunegaran De Javasche Bank :Bank Milik Pemerintah

Demang : Seseorang yang diberi tugas untuk memegang dan menjalankan segala pekerjaan di pedesaan di atas bekel Fonds : Dana atau aset kekayaan kerajaan Mangkunegaran Fonds van

Eigendommen van het Mangkoenegorosche

Rijk : Komisi Dana Milik Mangkunegaran Garden city : Taman kota

Gouvernements

landbouw bedrijven : Kantor yang mengurusi perusahaan perkebunan pada jaman Belanda

Gubernemen :Wilayah yang dikuasai secara langsung pemerintah Kolonial

Gubernemen Besluit :Keputusan Pemerintah Legiun : Pasukan bala tentara

Loji : Rumah / tempat tinggal


(13)

commit to user

xiii Nara praja : Birokrat kerajaan

Onderdistrict : Wilayah administrasi kolonial belanda di wilayah Afdeeling

Onderneming : Perkebunan Public space : Fasilitas kota

Reksobusono : Kantor yang mengurusi keperluan pribadi, dan kepentingan-kepentingan keluarga

Reserve Fonds : Dana milik yang berupa Perkebunan Ryksondernemingan : Perusahaan-Perusahaan Swapraja

Sentana : Keluarga raja

Superintendent : Direksi; pengawas perusahaan

Swapraja : Daerah kerajaan seperti Kasultanan dan Pakualaman di Jogja dan Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta

Vorstenlanden : Tanah-tanah kerajaan Zelfbestuursregelen


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR SINGKATAN

BPPGN : Badan Pengurus Perusahaan Gula Negara

PPN : Perusahaan Perkebunan Negara

KGPAA : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati

PNS : Perusahaan Nasional Surakarta

PPRI : Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia

HKMN : Himpunan Kekerabatan Mangkunegaran


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gb. 1 Gedung Tembakau Tawangmangu tahun 1925 kode 1893 Mangkunegara VII Arsip Foto Koleksi Reksa Pustaka Mangkunegaran……… 35 Gb. 2 Perumahan VillaPark Banjarsari Surakarta tahun 1930 kode 1842 Mangkunegara VII Arsip Koleksi Foto Rekso Pustaka Mangkunegaran...37 Gb. 3. Bagan struktur organisasi Komisi Dana Milik Mangkunegaran

kode 1178 Mangkunegara VII Arsip Reksopustoko Mangkunegaran...40


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Berkas Peraturan keputusan tentang Dana Milik Mangkunegaran dan

pembentukan Panitia Dana Milik Mangkunegaran tahun 1917, 1949, dan tahun 1952... 103

2. SK tentang pengangkatan Ir. Sarsito Mangunkusumo menjadi Superintendent

dari Dana Milik Mangkunegaran terhitung sejak tahun 1945, 1950... 110

3. Konsep surat dari Ir. Sarsito kepada KRRA Moh. Soediono yang

mengusulkan kekayaan milik Mangkunegaran dikembalikan kepada Komisi Dana Milik Mangkunegaran tahun 1951……… 112

4. Surat Kuasa istimewa Sri Paduka Mangkunegara VIII untuk menyerahkan

Dana Milik Mangkunegaran kepada BPPGN dan PPN tahun 1946…..…..114

5. Laporan keadaan Perusahaan Tembakau Bojonegoro kepada PPRI tahun

1947……...………. 115

6. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta tahun 1952 tentang Pembekuan Harta


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

Anjar Rahmat Basuki, C0505010, 2010, Peranan Komisi Dana Milik

Mangkunegaran Dalam Proses Nasionalisasi Aset Mangkunegaran Tahun

1946-1950 Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini membahas tentang peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran tahun 1946-1952. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952, bagaimana Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952 dan proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran.

Penelitian ini memakai metode penelitian sejarah, dimulai dengan tahap heuristik yaitu teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya dikritik secara intern dan ekstern dengan dipadukan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta historis. Fakta ini lalu dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi..

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan sosial dan politik yang tidak kondusif di daerah karesidenan Surakarta berdampak pada dibekukannya status Swapraja pada kedua kerajaan di Surakarta khususnya Praja Mangkunegaran. Hal ini semakin di perburuk dengan perebutan aset ekonomi yang dimiliki oleh Mangkunegaran. Komisi Dana Milik Mangkunegaran yang dibentuk untuk mengurusi aset-aset ekonominya semenjak masa Mangkunegara VII akhirnya dibekukan pada tahun 1946. Walau berstatus dibekukan pada kenyataannya Komisi ini tetap bekerja dikarenakan PPRI yang diserahkan untuk mengambil alih Dana Milik tidak dapat bekerja secara maksimal.

Hal ini dibuktikan dengan masih aktifnya Superintendent pada

perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran. Mangkunegaran yang beranggapan bahwa penyerahan Dana Milik kepada Pemerintah Pusat hanya bersifat sementara kemudian berusaha untuk mengambil alih kembali aset-asetnya pada tahun 1948-1952. Pemerintah Pusat beranggapan bahwa daerah Mangkunegaran termasuk ke dalam kekuasaan Republik, maka segala aset-asetnya harus dikelola untuk kepentingan daerah Mangkunegaran dan Republik. Nasionalisasi kemudian dilakukan dengan membentuk badan-badan baru yang mengurusi aset Mangkunegaran.Akibat percobaan perlawanan dan pengambilalihan kembali aset-asetnya oleh Mangkunegaran, Pemerintah kemudian mengambil tindakan dengan membubarkan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dan menghapus jabatan Superintendent melalui keputusan Pengadilan Negeri di Jakarta pada tahun 1952.


(18)

commit to user

xviii

ABSTRACT

Anjar Rahmad Basuki, C0505010, 2010, The Role of the Mangkunegaran

Commission on Fund in 1946-1952, Thesis, History Department, Letters and Fine Arts Faculty, Surakarta Sebelas Maret University.

This research discusses The Role of the Mangkunegaran Commission on Fund in Nationalization at 1946-1952. The formulations of this research are how the existence of the Mangkunegaran Commission on Fund during the administration Mangkunegara VIII in 1946-1952 and how the process of Nationalization of fund assets owned by Mangkunegaran. The purposes of this study are to know the existence of the Mangkunegaran Commission on Fund during the administration of Mangkunegara VIII in 1946-1952 and to know the process of nationalization of fund assets owned by Mangkunegaran.

This research has historical research method with data collecting technique using the heuristic. The data are then criticized internally and externally to be integrated with study of literature to finally produce historical facts. These facts are then analyzed and compiled in a historiography.

The research concludes that the not conducive social and political circumstances in the region of Surakarta residency affected the suspension of autonomous region status of the two palaces in Surakarta especially Praja Mangkunegaran. It got worse since there was conflict to posses economic assets owned by Mangkunegaran. Mangkunegaran Commission on Fund established to handle economic assets was finally suspended in 1946 during the administration of Mangkunegara VII. Even though the status was suspended, in fact, the Commission continued to work due to PPRI that was recommended to take over the fund could not work optimally.

This was evidenced by the active Superintendent at companies owned by Mangkunegaran. Mangkunegaran argued that the transfer of funds to the Central Government was only temporary and then it tried to take back the assets in 1948-1952. The central government assumes that the area Mangkunegaran was included in the authority of Republic, so all its assets had to be managed for the benefits of Mangkunegaran regions and the Republic. Nationalization was then performed by forming new institution to handle assets of Mangkunegaran. As the result of the trial to takeover and fight back toward Mangkunegaran assets, the central government then took action to dissolve the Mangkunegaran Commission on Fund and to erase the Superintendent position through the National Court's decree in Jakarta in 1952.


(19)

PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN DALAM PROSES NASIONALISASI ASET-ASET

MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952

Anjar Rahmat Basuki1 Dr. Warto, M.Hum2

ABSTRAK

2010. Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini membahas tentang peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran tahun 1946-1952. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952, bagaimana Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952 dan proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran.

Penelitian ini memakai metode penelitian sejarah, dimulai dengan tahap heuristik yaitu teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya dikritik secara intern dan ekstern dengan dipadukan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta historis. Fakta ini lalu dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi..

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan sosial dan politik yang tidak kondusif di daerah karesidenan Surakarta berdampak pada dibekukannya status Swapraja pada kedua kerajaan di Surakarta khususnya Praja Mangkunegaran. Hal ini semakin di perburuk dengan perebutan aset ekonomi yang dimiliki oleh Mangkunegaran. Komisi Dana Milik Mangkunegaran yang dibentuk untuk mengurusi aset-aset ekonominya semenjak masa Mangkunegara VII akhirnya dibekukan pada tahun 1946. Walau

1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah dengan NIM C0505010 2 Dosen Pembimbing

berstatus dibekukan pada kenyataannya Komisi ini tetap bekerja dikarenakan PPRI yang diserahkan untuk mengambil alih Dana Milik tidak dapat bekerja secara maksimal.

Hal ini dibuktikan dengan masih aktifnya Superintendent pada perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran. Mangkunegaran yang beranggapan bahwa penyerahan Dana Milik kepada Pemerintah Pusat hanya bersifat sementara kemudian berusaha untuk mengambil alih kembali aset-asetnya pada tahun 1948-1952. Pemerintah Pusat beranggapan bahwa daerah Mangkunegaran termasuk ke dalam kekuasaan Republik, maka segala aset-asetnya harus dikelola untuk kepentingan daerah Mangkunegaran dan Republik. Nasionalisasi kemudian dilakukan dengan membentuk badan-badan baru yang mengurusi aset Mangkunegaran.Akibat percobaan perlawanan dan pengambilalihan kembali aset-asetnya oleh Mangkunegaran, Pemerintah kemudian mengambil tindakan dengan membubarkan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dan menghapus jabatan Superintendent melalui keputusan Pengadilan Negeri di Jakarta pada tahun 1952.


(20)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengurusan keuangan di Mangkunegaran pada tahun 1916 terjadi beberapa perubahan yang berarti yaitu dipisahkannya antara penerimaan dan pengeluaran dari perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh Mangkunegaran dari anggaran utama. Hal ini dilakukan dengan menciptakan sebuah dana tersendiri untuk perusahaan-perusahaan gula dan lain-lainnya yang termasuk milik Mangkunegaran dan dikelola dalam sebuah komisi agar lebih sederhana dan yang dimasukan kedalam anggaran utama hanya perkiraan besarnya laba atau kerugiannya saja.

Tahun 1916 dibentuk sebuah komisi yang mengurus keuangan Mangkunegaran badan ini dinamakan Dana Milik Mangkunegaran. Badan ini bekerja untuk menyempurnakan reorganisasi keuangan dan menaruh semua perusahaan didalamnya dan Dana ini diurus oleh sebuah komisi. Pengurus hariannya dilakukan oleh seorang Superintendent, sedangkan ketuanya adalah raja Mangkunegaran, Superintendent yang telah diakui oleh Gubernur Jenderal sebagai anggota, dan seorang pegawai atau ambtenar yang di pilih oleh Residen sebagai anggota.1

Pasca kemerdekaan Indonesia, persoalan penguasaan aset-aset di wilayah ini menjadi isu yang cukup menarik. Persoalannya adalah bahwa peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial menjadi pemerintah Republik tidak serta

1 Pringgodigdo A.K, Sejarah Perusahaan-Perusahaan Mangkunegaran, Surakarta:


(21)

commit to user

merta diikuti dengan peralihan penguasaan semua aset ekonomi di tangan pemerintah Indonesia. Pengalihan aset-aset ekonomi hanya terjadi pada badan-badan yang berada di tangan pemerintah kolonial yang telah diambil alih oleh pemerintah bala tentara Jepang. Aset-aset asing yang dikuasai oleh pihak perusahaan swasta asing masih tidak jelas statusnya.

Sementara itu pengelolaan aset-aset itu menjadi terganggu akibat terjadinya perang kemerdekaan. Banyak para pengusaha asing dan pekerja-pekerja asing yang meninggalkan perusahaannya kembali ke negeri Belanda. Ada pula yang masih bertahan di Indonesia, meskipun di dalam menjalankan usahanya tidak berjalan maksimal.

Sejalan dengan semakin tegangnya konflik Indonesia Belanda, di dalam negeri, sekitar tahun 1947 muncul aksi sepihak dalam pengambil alihan perusahaan-perusahaan asing. Pengambil-alihan ini semula banyak dilakukan oleh badan-badan perjuangan dan perorangan, namun kemudian ditertibkan oleh Pemerintah Indonesia, terutama dilakukan oleh pihak militer.

Sesungguhnya pola yang sama juga terjadi pada aset milik bekas penguasa-penguasa bumi putra. Salah satu penguasa bumi putra yang aset-asetnya diambil alih oleh negara secara paksa adalah Mangkunegaran.2

Pada masa kekuasaan Mangkunegaran VI dibentuk lembaga yang mengurusi keuangan Praja Mangkunegaran. Setelah melalui berbagai perundingan dan jajak pendapat antara Pihak pemerintah Hindia Belanda, Residen dan Pihak Praja Mangkunegaran maka didirikanlah sebuah Badan Keuangan yang

2 Wasino, Makalah, Nasionalisasi pabrik gula Mangkunegaran disampaikan dalam

Workshop on the Economic Side of Decolonization, Jointly organized by LIPI, NIOD, PPSAT-UGM dan program Studi Sejarah Pasca Sarjana PPSAT-UGM, Yogyakarta akhir Agustus 2004. hal 2


(22)

commit to user

dinamakan Dana Milik Mangkunegaran. Didirikannya komisi untuk semua perusahaan dan sebagainya bertujuan agar perusahaan-perusahaan itu didalam anggaran disendirikan sebagai suatu keseluruhan, dimana detail-detail yang bersifat teknis atau komersil tidak disebutkan dalam anggaran itu, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan itu tidak mengikuti anggarannya sendiri.3 Dana Milik Mangkunegaran ini mengurusi keuangan perusahaan-perusahan milik Mangkunegaran.

Perusahaan-perusahan Industri Mangkunegaran yang semula diusahakan oleh Mangkunegara IV untuk kepentingan keluarga dan rakyat Mangkunegaran harus lepas ke tangan Pemerintah Republik Indonesia setelah terjadinya krisis sosial politik di Surakarta tahun 1946. Krisis sosial politik ini sering dikenal sebagai Revolusi Sosial di Surakarta. Pengambilalihan aset milik Praja Mangkunegaran ini justru terjadi setelah Indonesia merdeka dan daerah istimewa Swapraja yang dihapus di kota Surakarta khususnya terhadap aset–aset milik Mangkunegaran

Penghapusan daerah Swapraja ini berakibat pada Pembekuan Aset-aset yang dimiliki oleh Kasunanan dan Mangkunegaran. Dengan berakhirnya status pemerintahan Mangkunegaran maka semua badan usaha diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah Republk Indonesia termasuk perkebunan dan hasil hutannya dalam hal ini yang mengelola adalah Perusahaan Nasional Surakarta. Hal ini telihat dari berkas surat kuasa istimewa dari Mangkunegara VIII kepada KRMTH Ir Sarsito Mangunkusumo untuk menyerahkan perusahaan Mangkunegaran yang bernaung di bawah Dana Milik Mangkunegaran kepada


(23)

commit to user

BPPGN dan PPN tahun 1946.4 Meskipun berdasarkan maklumat dari menteri kemakmuran mengenai masalah perusahaan Mangkunegaran tahun 1945 bahwa Mangkunegaran diberi ijin untuk mengelola perusahaannya sendiri karena selama ini Mangkunegaran mengelola perusahaan menggunakan modalnya sendiri.5 Dan

untuk pengelolaan hasil-hasil perkebunan maka pada tanggal 30 April 1947 dibawah koordinasi Kementrian Pertanian dibentuk Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia. Tugas dari kantor ini adalah mengurus dan menyelenggarakan perusahaan-perusahaan milik negara yang tergabung dalam Kantor Perusahaan Perkebunan Pemerintah (KPP) yang pada zaman Belanda bernama Gouvernements landbouw bedrijven. Selain itu ini juga bertugas untuk mengurus perusahaan-perusahaan bukan milik bangsa asing yang dikuasai oleh negara, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan bukan perkebunan.6

Reaksi pihak Mangkunegaran terhadap nasionalisasi aset-aset itu semula bersifat kooperatif. Hal itu dilakukan untuk menghindari konflik dengan rakyat Surakarta yang tergabung dalam kelompok Anti Swapraja. Selain itu juga disebabkan oleh ketidaksiapan praja Mangkunegaran dalam menghadapi situasi sosial-politik di Surakarta yang berubah dengan cepat akibat berdirinya negara Republik Indonesia. Pihak Mangkunegaran justru memberikan tempat di lingkungan istana Mangkunegaran sebagai kantor PPN. Selain itu beberapa mantan pegawai perkebunan Mangkunegaran bekerja dikantor PPRI. Sikap pihak Mangkunegaran menjadi berubah sejak terjadinya clash ke II oleh Belanda

4 Arsip tentang surat kuasa istimewa Mangkunegara VIII berkaitan dengan penyerahan

aset Mangkunegaran kepada pemerintah RI tahun 1946 , Arsip Reksopustaka Mangkunegaran, no. 4752

5 Arsip tentang Maklumat dari Menteri kemakmuran mengenai masalah perusahaan

Mangkunegaran tahun 1945, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 5107.


(24)

commit to user

tanggal 19 Desember 1948. Tampaknya pihak Mangkunegaran menyadari bahwa, kekuasaan dan harta kekayaannya telah diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Untuk itu mereka berusaha untuk memperkuat diri dalam mempertahankan dan mempersiapkan alat-alat pemerintahan untuk mengembalikan status pemerintahannya. Pihak Mangkunegaran menjalin hubungan baik dengan Pemerintah Hindia Belanda untuk dapat menyelamatkan harta miliknya yang telah diambil alih oleh Pemerintah RI, setelah menyerahkan dengan sukarela perusahaan-perusahaan yang bernaung di Dana Milik Mangkunegaran kepada pemerintah Republik Indonesia di tahun 1946, sikap Mangkunegaran terlihat malalui surat keterangan yang dibuat oleh Superintendent yang mewakili Dana Milik Mangkunegaran yang meminta kembali haknya atas dua perusahaan gula andalan mereka yaitu pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu. Hal ini berdasarkan fakta bahwa selama ini penanaman Tebu dan pembuatan Gula dibiayai oleh Mangkunegaran sendiri.7

Hubungan ini membawa hasil, karena selain para pegawainya memperoleh gaji dalam bentuk civilele list sebagaimana yang pernah mereka terima pada periode sebelum perang, juga berhasil dihidupkannya kembali lembaga yang

mengurusi kekayaan Mangkunegaran, “Fonds van Eigendommen van het

Mangkoenegorosche Rijk” atau Komisi Dana Milik Mangkunegaran. Status lembaga ini diubah menjadi hak milik pribadi berdasarkan hukum Eropa Perubahan itu dilakukan oleh Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia

melalui surat keputusannya tanggal 30 September 1949 no. 35. Dengan surat

7 Arsip tentang surat keterangan dari Superintendent bahwa pabrik gula Colomadu dan

Tasikmadu adalah milik Praja Mangkunegaran ditanda tangani oleh Mangkunegara VIII dan Patih Mangkunegaran tahun 1948, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 5236


(25)

commit to user

keputusan itu, pihak Mangkunegaran menganggap bahwa harta-harta kekayaan yang semula diambil-alih Pemerintah Indonesia bisa kembali dikuasai oleh pihak

keluarga Mangkunegaran.8 Pada tanggal 17 Desember 1949, Pemerintah Belanda

mengakui kedaulatan Republik Indonesia maka aset yang telah dikuasai oleh Praja Mangkunegaran dibawah Dana Milik Mangkunegaran harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini tidak mudah karena posisi Mangkunegaran yang diwakili oleh kuasa keuangannya yaitu jabatan yang dipegang oleh Superitendent menolak untuk berkoordinasi oleh PPRI.9

Pada tahun 1951 aset-aset Mangkunegaran kembali dibekukan oleh pemerintah dan mewajibkan Mangkunegaran untuk menyerahkan pengelolaan aset-aset Mangkunegaran kepada Pemerintah Republik Indonesia, konflik terbuka antara Pemerintah Republik Indonesia dan Praja Mangkunegaran terjadi pada bulan Oktober dan November, Pemerintah Indonesia berusaha mengambil-alih kembali manajemen pabrik gula pada akhir tahun 1951, setelah beberapa tahun kendali manajemen industri itu berada di tangan Superintendent Harta Milik Mangkunegaran. Hal ini terlihat dari surat Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Nopember 1951 no Pem. X. 66/5/8 yang berisi harapan atas kedatangan Sri Mangkunegoro VIII beserta anggota komisi lain dan Superintendent untuk bertukar pikiran dan membicarakan lebih lanjut tentang segala sesuatu mengenai “Fonds” terkait dengan maksud pemerintah untuk mencabut besluit Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia (30 September 1949 no 35). Surat itu diikuti dengan undangan melalui telegram tertanggal 13 Desember 1951 yang

8 Wasino, 2004. Nasionalisasi Pabrik gula Mangkunegaran, Yogyakarta: UGM pers,

2004, hal. 7

9 Seluruh hasil dari perkebunan disimpan sendiri didalam De Javasche bank oleh


(26)

commit to user

ditujukan pada Sri Mangkunegoro VIII, tetapi pihak Mangkunegaran memberi jawaban tidak bersedia untuk datang berunding.10

Setelah melalui masa transisi selama hampir empat tahun, pada tahun 1952 segala bidang pengusahaan yang pernah dilakukan oleh praja Mangkunegaran akhirnya dibekukan dan beralih ke tangan pemerintah Indonesia. Selanjutnya praja berusaha menata kembali sistem keuangannya melalui Dana Milik Mangkunegaran , karena ketika masa peralihan tersebut situasi keuangan praja mengalami kesulitan. Keadaan ini selaras dengan situasi politik dan ekonomi di Indonesia pada waktu itu, antara tahun 1946 hingga sekitar tahun 1952-an. Sejak saat itu roda perekonomian praja Mangkunegaran sepenuhnya hanya bergantung dari subsidi pemerintah.

Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas hasil penelitian dapat ditulis dengan judul “ Peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dalam Proses Nasionalisasi Aset-aset Mangkunegaran Tahun 1946-1952 ”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pokok permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keberadaan komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa

pemerintahan Mangkunegara VIII?

2. Bagaimana Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran?

10 Surat Sri MN VIII tanggal 14 Desember 1951 no. 799/PE/Rah jo tanggal 10

Desember 1951 no. 796/PE/Rah, dan tanggal Surat tanggal 24 Desember 1951 no 15/R; Keputusan pengadilan Negeri di Jakarta mengenai Perkara-perkara Perdata dalam Perkara: Ir K.R.M.T.H. Sarsito Mangoenkoesoemo Superintendent Fonds van Eigendommen van het Mangokoenegorosche Rijk lawan: Pemerintah Republik Indonsia di Jakarta tentang Pembekuan harta Benda Milik-Milik Mangkoenegaran 1952, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464


(27)

commit to user

3. Bagaimana dampak Nasionalisasi terhadap Praja Mangkunegaran paska kemerdekaan Republik Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui keberadaan komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII.

2. Untuk mengetahui Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik

Mangkunegaran.

3. Untuk mengetahui dampak Nasionalisasi terhadap Praja Mangkunegaran paska kemerdekaan Republik Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa dicapai dari hasil Penelitian ini, yaitu:

Penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan baru, terutama pengetahuan mengenai Perkembangan Praja Mangkunegaran setelah Proses Nasionalisasi Perusahaan Mangkunegaran terutama dalam bidang pemerintahan dan segala aspek yang berhubungan dengan Mangkunegaran.

Penelitian ini juga diharapkan mampu menjawab masalah dan memberikan manfaat yang berhubungan dengan masalah Perekonomian dan Sosial khusunya dalam lingkup Mangkunegaran dan Surakarta pada umumnya..


(28)

commit to user E. Tinjauan Pustaka

Penulisan sejarah ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:

Makalah dengan judul “Nasionalisasi Pabrik Gula Mangkunegaran”, 2008, Wasino menjelaskan tentang sejarah pabrik gula Mangkunegaran setelah masa kemerdekaan Indonesia Makalah ini menjelaskan tentang proses nasionalisasi pabrik gula yang dimiliki oleh penguasa setempat, Mangkunegaran oleh pemerintah Republik Indonesia setelah masa kemerdekaan.

Penelitian tentang proses nasionalisasi pabrik gula Mangkunegaran ini didasari oleh dua alasan, pertama pabrik gula Mangkunegaran mewakili simbol kepemilikan perusahaan Indonesia oleh orang asing di Indonesia, kedua waktu untuk pengalihan nasionalisasi menjadi aset milik pemerintah sangat cepat bandingkan dengan perusahaan asing lain yang ada indonesia baru terjadi setelah tahun 1947.

Terdapat empat masalah utama yang dibahas didalam makalah ini yaitu Proses Nasionalisasi, Perubahan Manajemen, Perubahan aset tanah dan tenaga kerja, dan yang terakhir Pertumbuhan produksi pabrik gula Mangkunegaran.

Sebelum Indonesia merdeka, seluruh industri Mangkunegaran termasuk Pabrik Gula Mangkunegaran di kelola oleh komisi Dana Milik Mangkunegaran (Commissie Van Beheer) yang dipimpin langsung oleh Sri Mangkunegara dan dalam pengelolaannya oleh Superintendent. Tetapi pada pertengahan tahun 1946, dikarenakan terjadinya peristiwa Revolusi Sosial di Surakarta, Pabrik gula


(29)

commit to user

Mangkunegaran kemudian dinasionalisasi dan diambilalih pengelolaannya bersama-sama dengan industri milik Sunan. Aset Mangkunegaran kemudian dikelola oleh badan baru bentukan pemerintah RI, yaitu Perusahaan Nasional Surakarta yang disingkat PNS yang kemudian beralih menjadi Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia atau disingkat PPRI pada tanggal 30 April 1947.

Nasionalisasi pabrik gula Mangkunegaran memunculkan masalah-masalah baru, pertama adalah terjadinya konflik pengelolaan antara pemerintah Indonesia dan Mangkunegaran selama dan sesudah terjadinya Agresi Militer Belanda kedua di Indonesia, masalah yang kedua adalah sulitnya mencari sumberdaya tenaga kerja dan lahan yang murah setelah dinasionalisasi, ketiga pertumbuhan produksi pabrik gula menjadi tidak stabil.

Buku dengan judul Sejarah Perusahaan-Perusahaan Mangkunegaran oleh

Pringgodigdo A.K. menjelaskan perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran baik yang berada di Surakarta maupun di sekitar Surakarta. Dalam buku tersebut juga menjelaskan tentang proses pembentukan Dana Milik Mangkunegaran yang mengurusi aset-aset Mangkunegaran. Aset Dana Milik ini dikelola sebaik mungkin oleh Mangkunegaran sebagai aset perekonomiannya. Perusahaan-perusahaan ini banyak mencapai kesuksesan memperoleh keuntungan yang sangat banyak sehingga meningkatkan kehidupan perekonomian dan pendapatan perkapita masyarakat Surakarta.

Buku dengan judul Kapitalisme Bumi Putera: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran” oleh Wasino Buku ini mengulas perubahan masyarakat Surakarta akibat kehadiran industri gula. Cara pandang masyarakat lebih maju karena bisa bersekolah dengan adanya pembiayaan dari pihak pabrik gula yang


(30)

commit to user

telah dianggarkan oleh penguasa. Fasilitas kesehatan berupa poliklinik di lingkungan pabrik telah meningkatkan standar kualitas hidup penduduk. Masyarakat diajari hidup sehat dengan dibangun jamban-jamban. Bersamaan dengan kemajuan perkebunan telah berdampak pada kemajuan wilayah Surakarta pada umumnya.

Jaringan transportasi dan perdagangan di wilayah perkotaan dan pedesaan berupa kereta api untuk keperluan mengangkut hasil gula dan kopi ternyata membuka isolasi desa-desa di sekitar perkebunan. Demikian pula perkembangan jalan raya Surakarta-Semarang, Surakarta-Yogyakarta, Surakarta-Sragen, Surakarta-Tawangmangu, serta Surakarta-Wonogiri membuka peluang kerja di sektor jasa transportasi, mulai dari gerobak, pedati, andong hingga bus.

Namun, ekses negatifnya pun tidak terelakan. Meluasnya kapitalisme perkebunan tebu telah menyebabkan kesenjangan sosial (social cleavage) yang pada gilirannya melahirkan ketidakpuasan di kalangan kelompok masyarakat terpinggirkan. Imbasnya, pengaruh politik dari pusat Kota Surakarta yang berkembang di abad XX berpengaruh terhadap konflik sosial di pedesaan tebu Mangkunegaran. Kecu, koyok dan begal adalah patologi sosial yang meresahkan warga perkebunan.

Skripsi oleh Partini yang berjudul Sistem Manajemen Kepegawaian Istana Mangkunegaran Masa pemerintahan Mangkunegaran VIII yang menjelaskan bagaimana sistem kepegawaian pemerintahan mulai dari masa pemerintahan Mangkunegaran I hingga Mangkunegaran VIII mengalami perubahan yang signifikan dimana yang masa yang paling menonjol terlihat dari masa kepemimpinan mangkunegara IV dan Mangkunegaran VII dan terjadi revolusi


(31)

commit to user

sosial yang mengakibatkan di bekukannya pemerintahan Swapraja Mangkunegaran yang terjadi pada masa Mangkunegaran VIII sehingga hal ini turut berakibatnya kepada berubahnya sistem kepemerintahan Mangkunegaran.

F. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah proses mengumpulkan, menguji dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman-rekaman peninggalan masa lampau dan usaha-usaha melakukan sintesa dari data-data masa lampau menjadi kajian yang dapat dipercaya.11 Sedangkan menurut Gilbert J. Garraghan S.J. dalam Nugroho

Notosusanto menyebutkan bahwa metode sejarah adalah sekumpulan prinsip dan aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintese dalam bentuk tertulis.

Metode sejarah mempunyai empat tahapan proses penelitian, yang pertama adalah Heuristik yang menjadi langkah awal dalam penelitiaan sejarah. Langkah heuristik yang diambil peneliti adalah mencari dan menemukan sumber-sumber atau data-data. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen seperti arsip-arsip seperti berkas arsip-arsip peraturan-peraturan keputusan tentang Dana Milik

Mangkunegaran no 4752, berkas Mangkunegaran Rijks Eigendommen Fonds no

4756, berkas tentang laporan Superintendent dana milik Mangkunegaran tentang hubungan PPRI dengan Komisi Dana Milik Mangkunegaran no 4776, yang semuanya tersimpan di perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran.

11 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI


(32)

commit to user

Tahap kedua adalah Kritik sumber, bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern.12 Kritik intern bertujuan

untuk mencari keaslian isi sumber atau data. Hal tersebut dilakukan agar didapat fakta-fakta yang benar dan tidak diragukan, dengan melihat dan membaca arsip-arsip di atas menyimpulkan bahwa semua kalimat di dalamnya sudah membuktikan validitas atau keaslian sumber.

Kritik ekstern bertujuan untuk mencari keabsahan arsip dan keaslian sumber. Dalam hal ini meliputi materiil yang digunakan seperti dokumen asli dengan bahasa Jawa kuno atau Belanda, kondisi data dengan jenis kertas yang sudah rusak dan sangat tua, tinta yang luntur, semuanya dipilah dan dipilih untuk dijadikan sumber karena tidak semua arsip dapat dijadikan data. Dalam penelitian ini tujuannya adalah mencari data-data yang berhubungan dengan Aset-aset yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran.

Tahap ketiga adalah intrepretasi, yaitu penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data yang sudah terseleksi seperti berkas peraturan-peraturan, laporan, buku dan lain-lain. Tujuan interpretasi atau penafsiran sejarah bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama dengan teori-teori yang lain, maka di susunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.13 Semua data yang telah diperoleh

dalam penelitian ini, kemudian ditafsirkan agar diperoleh fakta yang baru.

Tahap keempat adalah Historiografi, merupakan penulisan sejarah dengan mengkaitkan fakta-fakta yang telah peneliti cari dan temukan di dalam arsip-arsip

12 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

1999, hal.58.


(33)

commit to user

yang semuanya disusun menjadi kisah sejarah menurut teknik penulisan sejarah. Dalam hal ini historiografi adalah penulisan yang berupa skripsi.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini akan dijelaskan beberapa permasalahan yang akan dituangkan dalam tiap bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.

Bab II Membahas mengenai perkembangan kebijakan perekonomian Praja Mangkunegaran di Surakarta meliputi pendirian perusahaan-perusahaan dan pengembangan aset-aset milik Mangkunegaran serta pendirian Hasil Dana Milik Mangkunegaran beserta Peranannya dalam proses nasionalisasi yang terjadi pada masa transisi kemerdekaan Indonesia.

Bab III Membahas tentang Proses Nasionalisasi yang terjadi pada aset-aset Praja Mangkunegaran. Proses hilangnya daerah Swapraja Kasunanan serta Mangkunegaran. Penyerahan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran kepada PPRI serta usaha yang dilakukan oleh Mangkunegaran terkait pengembalian haknya akan Hak milik yang tergabung dalam Komisi Dana Milik Mangkunegaran, hingga penetapan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta yang membekukan kembali Komisi Dana Milik Mangkunegaran.

Bab IV Membahas mengenai dampak dari hilangnya status swapraja di Surakarta terhadap aset-aset milik Mangkunegaran serta kehidupan dalam Praja


(34)

commit to user

Mangkunegaran setelah dinasionalisasikannya seluruh aset-aset milik Mangkunegaran serta perjuangan Mangkunegaran untuk mengembalikan eksistensinya dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya di Surakarta.

Bab V Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari penulisan skripsi.


(35)

commit to user

BAB II

KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN

LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN DAN ASET-ASETNYA

Pengawasan keuangan oleh pemerintah Belanda terhadap kondisi ekonomi Praja Mangkunegaran dimulai pada masa Sri Mangkunegara V. Hal ini disebabkan buruknya pengelolaan dan perencanaan pada perusahaan-perusahaan Praja sehingga mengakibatkan hutang yang terus bertambah di Mangkunegaran. Pengawasan keuangan ini diserahkan pada ahli keuangan berkebangsaan Belanda. Posisinya kemudian disebut sebagai Superintendent. Pada masa kekuasaan Sri Mangkunegaran VI, kedudukan dan pengaruh seorang Superintendent begitu besar sebagai akibat dari kepercayaan Raja yang diberikan kepadanya.

Superintendent pada tahun 1915 masih ikut mengurusi pembelian mobil-mobil

untuk pemerintahan Swapraja serta pembangunan gedung-gedung untuk pegawai Praja Mangkunegaran dan masih banyak lagi urusan lainnya, yang sebenarnya tidak masuk bidang kekuasaannya.Tugas Superintentent ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Keadaan yang tidak menguntungkan bagi Mangkunegaran ini kemudian di

selesaikan dengan mendirikan sebuah komisi sehingga kekuasaan Superintendent

terhadap kondisi keuangan Mangkunegaran dapat dibatasi. Pada tahun 1916, terjadi perubahan penting dalam pengawasan perusahaan-perusahaan hak milik. Pengawasan yang dilakukan oleh satu orang diganti dengan suatu Komisi, dan semua uang yang ada dimasukan ke dalam suatu fonds atau dana. Pada waktu itu yang diawasi bukan saja perusahaan-perusahaan seperti pabrik gula Colomadu


(36)

commit to user

dan pabrik gula Tasikmadu, perusahaan beras Polokarto dan perusahaan beras Matesih, perkebunan kopi Kerjo-Gadungan, tetapi juga perusahaan pemborong kapuk di Wonogiri, administrasi rumah-rumah tinggal di Semarang dan tempat-tempat lain, hutan jati dan hutan liar di Wonogiri.

A. Pembentukan Komisi Dana Milik Mangkunegaran

Pada tahun 1899 keuangan Praja Mangkunegaran yang sebelumnya ditangani oleh Residen Hindia Belanda dikembalikan kepada Praja. Hal ini menyebabkan Praja Mangkunegaran memperoleh kembali hak otonominya dalam bidang ekonomi. Sejak saat itu Praja Mangkunegaran mulai diwajibkan untuk

menggunakan seorang ahli keuangan bangsa belanda yang disebut Superintendent

sebagai pengawas keuangan Praja Mangkunegaran. Namun tugasnya hanya sebatas mengawasi saja hal ini sesuai dengan peraturan tertanggal 15 April 1899 yang menyebutkan bahwa Residen sebagai wakil dari pemerintahan Hindia Belanda untuk selanjutnya hanya membatasi diri dalam hal urusan-urusan pemerintahan saja, bahkan urusan anggaran belanja tidak perlu disampaikan kepadanya, pemerintah pusat sudah cukup puas apabila hanya Superintendent saja yang membuat laporan tahunan mengenai pemerintahan yang sudah dijalankan termasuk mengenai hal-hal yang menyangkut perusahaan-perusahaan dan keuangan Praja Mangkunegaran dalam arti sempit.1

Kebijakan penghematan yang berlebihan dari Sri Mangkunegoro VI menyebabkan suatu reaksi dari pemerintahan karena jalannya keadaan Praja

1 A.K. Pringgodigdo, Sejarah Perusahaan-Perusahaan Kerajaan Mangkunegaran, Surakarta: Reksopustoko Mangkunegaran, 1977, hlm. 89.


(37)

commit to user

Mangkunegaran yang tidak sesuai lagi dengan keputusan tahun 1899. Sehingga mulai tahun 1911 anggaran Praja Mangkunegaran dalam arti sempit harus mendapatkan persetujuan dari Residen, bunga dan saldo Praja harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan kemudian laba perusahaan-perusahaan harus disediakan untuk keperluan dinas-dinas Praja Mangkunegaran. Sejak tahun 1916 maka semua penerimaan dan pengeluaran dari semua perusahaan dimasukan kedalam anggaran Praja. Kebebasan bertindak dalam urusan perusahaan-perusahaan oleh surat-surat pemerintah tertanggal 2 Juni 1911 yang mewajibkan adanya persetujuan dari residen terkait anggaran belanja dalam arti sempit.2 Surat

tersebut yang diperkuat dengan pranatan tanggal 16 Desember 1915 menimbulkan kejanggalan terhadap anggaran belanja karena didalam anggaran itu tidak terdapat perkiraan-perkiraan yang tidak perlu dimintakan persetujuan dari residen. Dengan memisahkan administrasi keuangan Praja dalam arti sempit dan memasukannya dalam kas Praja yang ada didalam kekuasaannya Patih, maka secara langsung juga

mengurangi campur tangan Superintendent dalam keuangan pribadi yang

diurusinya.3

Dalam keadaan ini maka keputusan yang diambil pada tahun 1899 secara keseluruhan dianggap sudah usang , baik terhadap otonomi keuangan Praja maupun terhadap kedudukan pribadi dari Superintendent, yang didalam teorinya masih bertanggung jawab atas seluruh urusan keuangan dan masih menyampaikan laporan kepada pemerintah Hindia Belanda mengenai seluruh administrasi keuangan Praja Mangkunegaran.

2 ibid, hlm 89. 3 Ibid


(38)

commit to user

Kewibawaan Superintendent di Surakarta yang disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Raja membuat residen yang tidak setuju dengan keadaan itu tidak mau mengusulkan ditariknya atau diubahnya surat keputusan tahun 1899 tersebut. Peraturan yang lebih baik mengenai kedudukan Superintendent Mangkunegaran atau dari tugas Superintendent yang dengan sendirinya tidak dapat diusulkan bersifat insidentil maka akan diajukan kalau saatnya yang baik telah tiba, barangkali pada saat pergantian Raja. 4

Pada waktu itu Residen mengira bahwa Superintendent di waktu itu yang dijabat oleh Tuan Haag akan berhenti. Tetapi ternyata itu tidak terjadi sehingga keadaan itu berlanjut sampai lebih dari satu tahun. Dorongan untuk mengubahnya dikemudian hari datang dari Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri. Ia mengusulkan pada cara penyusunan anggaran dimana dia berpendapat apakah tidak mungkin bila kalau anggaran dari Praja-Praja di Surakarta disusun sesuai cara yang digunakan oleh Pemerintahan daerah di Wilayah Gubernemen yang ditetapkan dengan GB/ Gubernemen Besluit yang sudah dilaksanakan oleh kedua Swapraja di Yogyakarta mulai tahun 1916.5

Inti surat kedua yang dilampirkan dalam surat yang dikirimkan oleh Direktur Departemen pemerintahan Dalam Negeri tangggal 5 Juli 1916 kepada Residen Surakarta ialah saran untuk tidak memasukan anggaran penerimaan dan pengeluaran dari perusahaan-perusahaan kedalam anggaran utama Praja Mangkunegaran. Isinya berbunyi sebagai berikut “barangkali ada baiknya untuk menciptakan sebuah dana tersendiri buat perusahaan-perusahaan gula dan lainnya

4 Surat Residen kepada Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri tanggal 22

Febuari 1915, Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran, no. 1152

5 Gouvernement Besluit no 31 tanggal 18 April 1910 staatsblad no. 260, Arsip Reksopustaka Mangkunegaran, no 1121.


(39)

commit to user

milik Praja dan ditaruh dibawah suatu komisi agar lebih sederhana, dan yang dimasukan kedalam anggaran hanyalah perkiraan besarnya laba atau kerugian saja. Dalam pokok inti surat tersebut juga menyebutkan tentang kedudukan atau posisi Superintendent. Direktur Departemen meminta keterangan yang lebih

lengkap mengenai kedudukan dan kekuasaan yang dipegang oleh Superintendent

Mangkunegaran karena melihat laporan yang cukup lengkap tentang keuangan Mangkunegaran yang tidak hanya berisi tentang laporan perusahaan saja.

B. Peraturan Dana Milik Mangkunegaran

Akhirnya sesuai surat tanggal 21 Agustus 1916 kepada gubernur Jenderal maka diputuskan bahwa kedudukan Superintendent itu bila telah dilakukan pembuatan anggaran yang baik dan mendapat persetujuan dari kepala pemerintahan daerah maka sudah tiba saatya untuk mengakhiri suatu keadaan dimana seorang swasta mengawasi keuangan dari seorang Raja. Sebagaimana bunyi keputusan pada tahun 1899 maka Superintendent di dalam masa peralihan dibenarkan melakukan pengawasan sesudah masa campur tangan dari pemerintahan antara tahun 1887-1889 tetapi kini setelah keadaaan mulai pulih kembali karena swapraja yang telah diperbaharui sudah ada pemerintahan berdasarkan wawasan eropa yang dilakukan oleh Raja yang memiki inisiatif dan sudah diberi kepercayaan maka Superintendent tidak usah mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan lagi.

Keputusan Gubernemen tersebut berdasarkan persetujuan Dewan Hindia, atas usulan Direktur Dalam Negeri di dalam suratnya. Direktur Dalam Negeri di bulan Oktober 1916 dalam suratnya kepada Gubernur Jendral menyatakan bahwa:


(40)

commit to user

1. Urusan keuangan dan urusan pemerintah tidak dapat dipisah-pisahkan

2. Kedudukan Superintendent masih berpengaruh besar, dan dalam

perkembangan praja Mangkunegaran saat itu harus dibiarkan

3. Urusan sehari-hari dari perusahaan-perusahaan terlalu rumit untuk diselesaikan oleh Residen, oleh karena itu Superintendent harus dipertahankan

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Direktur mengusulkan agar ditetapkan, bahwa:

1. Superintendent selanjutnya hanya mengurus mengenai milik

Mangkunegaran saja

2. Urusan umum dari milik Mangkunegaran agar dilakukan oleh sebuah Komisi, yang terdiri dari Residen, dan seorang Superintendent yang diakui oleh Gubermen

3. Untuk melaksanakan tugasnya, maka Komisi tersebut harus membentuk sebuah Dana Milik dengan administrasi yang baik, yang perkiraan laba dan ruginya dimasukkan ke dalam anggaran belanja praja

Mangkunegaran.6

Usul dari Direktur Dalam Negeri tersebut setelah mendapatkan persetujuan dari

Dewan Hindia, kemudian diambil alih Gubernemen, dan ditetapkan dalam

Keputusan Pemerintah tanggal 20 Desember 1916. Mangkunegara sebagai ketua Komisi.7

6 Pringgodigdo A.K, op.cit, hlm. 94-95 7Ibid, hlm. 95


(41)

commit to user

Peraturan mengenai urusan umum Dana Milik Mangkunegaran terdiri dari tiga pasal yang mengaturnya, yakni:

Pasal I

1. Milik praja Mangkunegaran terdiri dari perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik, hutan-hutan, rumah-rumah yang tidak digunakan oleh praja, gedung-gedung, pekarangan-pekarangan. Maupun modal pokok dari Praja Mangkunegaran merupakan suatu dana yang urusan umumnya dilakukan oleh sebuah Komisi, yang terdiri dari Kepala Trah Mangkunegaran, seorang Superintendent yang berasal dari Eropa yang diakui oleh Gubernur Jendral, dan seorang Belanda sebagi Pegawai Pamong Praja yang ditunjuk oleh Residen.

2. Kepala Trah Mangkunegaran adalah ketua Komisi itu.

3. Urusan sehari-hari dilaksanapkan oleh Superintendent menurut anggaran belanja yang tiap tahun ditetapkan oleh Komisi untuk berbagai usaha dan lain-lain, dengan kewajiban menyampaikan keterangan yang diminta oleh anggota-anggota Komisi yang lain

Pasal II

Dengan menggunakan rencana anggaran belanja yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 3, maka tiap tahun Komisi pada waktunya menyusun sebuah anggaran umum, sedangkan perkiraan untung dan rugi dari Dana Milik tersebut dimasukkan ke dalam anggaran praja, kecuali laba yang disisihkan untuk keperluan Dana Cadangan agar menjadi lebih besar.

Pasal III

1. Komisi melakukan tata-buku yang baik mengenai kepengurusan yang

dilakukannya, dan melakukan rapat sekali dalam tiga bulan dan setiap kali apabila salah satu anggota minta diadakan rapat.

2. Komisi berkewajiban membuat laporan tahunan dan neraca yang diberi keterangan yang cukup beserta perhitungan laba atau rugi, dan itu semua diaturkan kepada Pemerintah.8

Peraturan tersebut digunakan sebagai tindakan dalam masa peralihan. Sekretaris Gubernemen Klas I menjelaskan surat keputusan tersebut kepada Residen menerangkan bahwa situasi baru itu hanya suatu keadaan di masa peralihan.

Peraturan baru tersebut akan diarahkan agar Superintendent tidak lagi menjadi anggota Komisi, karena ia nanti akan digantikan oleh seorang pegawai praja Mangkunegaran. Dalam usul Direktur Dalam Negeri, menerangkan bahwa

8Rijksblad Mangkunegaran Tahun 1917 No. 38, Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran.


(42)

commit to user

penyelesaian yang bersifat sementara ini dapat diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai Superintendent di masa itu yang sangat banyak jasanya, maka akan diusahakan agar secepatnya dicapai keadaan yang semestinya, di mana Superintendent tidak lagi menjadi anggota Komisi, karena kedudukannya digantikan oleh seorang pegawai tinggi Mangkunegaran.9

C. Aset Komisi Dana Milik Mangkunegaran.

Dana Milik Mangkunegaran didirikan oleh gubernemen pada tahun 1916, pada masa Mangkunegara VII. Dana ini diurus oleh sebuah komisi yang terdiri dari Raja, Superintendent, dan seorang pegawai Pangreh Praja (Binenland Bestur). Dua orang yang disebut terakhir berfungsi sebagai anggota dan biasanya orang Eropa atau Belanda. Pimpinan Harian berada di tangan Superintendent, pada tahun 1928 susunan Komisi ini berubah, dengan memasukan Bupati-Patih dan agen de Javasche Bank sebagai anggota.10 Komisi membuat rencana

anggaran-anggaran perusahaan yang ditetapkan bersama dengan gubernur (Residen). Komisi Dana Milik Mangkunegaran itu meliputi dua Pabrik Gula, satu perkebunan kopi, satu perusahaan serat nanas, satu hotel di Karang Pandan, rumah-rumah di Semarang, Surakarta dan Wonogiri, surat-surat berharga atau effecten disebut juga modal pokok dan cadangan.

Hutan-hutan yang masuk dalam urusan Dana, pada tahun 1923 dikeluarkan dan kemudian diurus oleh Jawatan kehutanan. Pasar-pasar dan

9 Pringgodigdo A.K, op.cit, hlm. 96

10 Wasino,Tesis,Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran.Studi

tentang strategi pemerintahana tradisional dalam menanggapi perubahan sosial (akhir abad XX-pertengahan abad XX), Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM, 1994, hlm. 169.


(43)

commit to user

pemandian Tawangmangu juga bukan urusan Dana. Nilai aset yang dimiliki oleh Komisi Dana Milik Mangunegaran tersebut pada tahun 1923 berjumlah f. 9.542.000 . Pada tanggal 1 Januari 1931 nilai aset Dana yang dimiliki oleh Komisi Dana Milik Mangkunegaran berjumlah f.19. 536. 000 sehingga didalam jangka waktu 7 tahun aset Mangkunegaran bertambah sebesar f 10.000.000 . Praja Mangkunegaran tidak boleh menggunakan seluruh Laba. Dalam jaman normal tiap tahun masuk f. 500.000 sebagai iuran biasa dan f. 300.000 sebagai iuran luar biasa kepada kas Praja Mangkunegaran.

Aset yang dimiliki oleh Mangkunegaran pada tahun 1917 yang ditangani oleh Komisi ini berupa :

1. Pabrik Gula Tasikmadu dan Colomadu ; saham-saham dalam N. V

(Naamloze Venootschap) Cultuur-Matschappij “Triagan” dan N. V Solosche Landbouw-Matschappij (keduanya perusahaan gula)

2. Perkebunan Kopi Kerjo-Gadungan.

3. Pabrik Beras Moyoretno di Matesih.

4. Perusahaan Kapuk, kelapa dan Kopi di Polokarto.

5. Perusahaan Kapuk atau Kapok di Wonogiri.

6. Aset-aset Properti di Semarang yang berupa rumah-rumah, sawah

dan kampong di Pandrikan.

7. Rumah-rumah yang berada di Solo daerah Villa Park (Banjarsari) 8. Hutan Jati (Bosch-Bedrijf) dan Hutan Taun (Reboisatie-Bedrijf).


(44)

commit to user

9. Surat-surat berharga atau effecten yang merupakan modal pokok atau atam-kapital.

10.Dana Cadangan untuk perusahaan-perusahaan yang masih akan dibentuk.11

Walaupun Mangkunegaran oleh alam tidak dikaruniai oleh tanah yang kurang baik dibandingkan dengan swapraja-swapraja lain, namun dalam tahun-tahun terakhir ini telah dapat memajukan kesejahteraan rakyatnya dengan baik sekali. Pertama-tama karena mempunyai keadaan keuangan yang sehat, walaupun dalam tahun 1899 masih dalam pengawasan Gubernur karena keadaan keuangan yang jelek sekali pada masa sebelumnya maka dengan poltik penghematan dan hasil laba yang luar biasa dari Perusahaan-perusahaan Praja Magkunegaran perkembangan keuangan Mangkunegaran mengalami peningkatan yang cukup berarti.

Mangkunegaran memiliki beberapa perusahaan modern yang sebagian besar di bawah pimpinan orang-orang Eropa. Perusahaan ini tercantum dalam Rencana Anggaran Belanja Swapraja pada mata anggaran Rijkondernemingan atau perusahaan-perusahaan Swapraja. Diantara Raja-Raja Jawa hanya Sri Mangkunegoro saja yang memiliki perusahaan-perusahaan yang dikelola dengan baik, tetapi lebih kecil yaitu sebuah pabrik gula, sebuah perkebunan tembakau, sebuah perusahaan serat nanas dan sebuah perkebunan teh.

Dorongan yang menentukan didirikannya perusahaan-perusahaan Praja adalah kenyataan bahwa dalam jaman Sri Mangkunegara IV telah terjadi perluasan perkebunan kopi, sedang sementara itu dibangun


(45)

commit to user

perkebunan baru untuk tebu, kina, teh, nila/indigo dan padi. Hasil kopi selama berlangsungnya peraturan tanam paksa atau cultuurstelsel harus diserahkan kepada pemerintah dengan harga dibawah harga pasar. Walaupun demikian dari tahun 1871 sampai dengan 1881 seluruhnya hasil yang diterima oleh Praja Mangkunegaran f. 13.873.146,93 jadi rata-rata f 1.261.195,45 tiap tahun dengan menyerahkan seluruhnya 530.058,22 pikul kopi kualitas nomer satu dan 56.355,29 pikul kopi kualitas nomer dua. Akibat dari adanya hak agrarian yang berlaku dijaman itu, maka seluruh tanaman kopi itu dilakukan oleh rakyat dengan rodi. Hanya dengan jalan inilah dimungkinkan untuk memperoleh penghasilan yang besar dari penjualan kopi dan kemudian hasil tersebut digunakan untuk

membangun perkebunan baru.12

Perusahaan-perusahaan milik Praja Mangkunegaran terdiri dari beberapa perkebunan di daerah pegunungan (sebuah perkebunan kopi dan serat nanas/agave dan sebuah pabrik serat nanas), serta dua buah pabrik gula yang besar serta pembibitan tebu. Yang masuk dalam urusan perusahaan-perusahaan Praja adalah Reserve Fonds tersebut.

Perusahaan yang terpenting diantara perusahaan-perusahaan itu adalah pabrik-pabrik gula yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran. Pabrik gula yang pertama adalah pabrik Gula Colomadu yang didirikan pada tahun 1863 dan yang kedua yaitu pabrik gula yang terletak di Tasikmadu yang didirikan pada tahun 1877. Kedua pabrik tersebut dikelola dengan sangat baik manajemennya dan termasuk yang terbaik dan termodern di Pulau Jawa. Pada tahun 1925 pabrik gula

12 Widyasanti, “Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Perkebunan Kopi Kerjogadungan di Karanganyar pada tahun 1916-1946”, Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009, hlm. 55


(46)

commit to user

Tasikmadu memiliki areal tanah sebesar 2495 bau bruto. Pada tahun 1916 hasil yang dihasilkan hanya sebanyak 229.700 pikul dan dalam tahun 1924 meningkat sebesar 296.500 pikul gula. Pada tahun itu panjang jalan kereta api kedalam pabrik tersebut sepanjang 63 km sedangkan pada pabrik gula Colomadu pada tahun 1925 memiliki 1559 bau dengan hasilnya sebesar 160.000 pikul gula. Panjang jalan kereta api yang melalui pabrik itu sepanjang 42 km. dalam penyelenggaraan penjualannnya pabrik gula Mangkunegaran tersebut memiliki seorang wakil dalam asosiasi penjualan yang disebut dengan Nivas.13

Dari laba perusahaan-perusahaan tersebut selanjutnya dapat disisihkan dalam suatu dana yang bisa dipergunakan untuk kepentingan masyarakat yang tinggal didaerah-daerah sekitar pabrik serta para pekerjanya. Dengan uang tersebut bisa didirikan beberapa sekolah-sekolah desa dan pembelian beberapa sapi jantan. Perusahaan lain yang termasuk dalam tanggung jawab komisi dana ini adalah perkebunan Kerjogadungan, perkebunan ini sampai tahun 1919 hanya ditanami oleh tanaman kopi saja tetapi kemudian diganti dengan tanaman serat nanas atau agave yang hingga tahun 1924 sudah meliputi 600 bau. Sehingga pada tahun yang sama mulai didirikan pabrik serat nanas dimana seratnya siap dipakai untuk bahan baku pabrik tekstil. Luas dari perkebunan ini yang ditanami oleh kopi lambat laun mulai berkurang. Tanah padi yang berada didaerah Mojoretno yang luasnya 1883 bau itu pada tahun 1924 diubah menjadi tanaman tempat pembibitan tebu. Agar dapat menyediakan tebu untuk kedua pabrik gula Praja Mangkunegaran.14

13Ibid, hlm. 64 14Ibid, hlm. 70


(47)

commit to user

Komisi Dana Milik Mangkunegaran juga memiliki aset yang berupa sebuah hotel di Karangpandan, Karanganyar. Sri Mangkunegoro VII mempunyai dua pesanggrahan di Tawang Mangu yang letaknya di lereng gunung Lawu yang baik lingkungannya, beliau menyediakannya untuk hotel. Hotel ini sudah berdiri sejak tahun 1922 dan memiliki air ledeng sendiri. Pemandiannya ramai dikunjungi orang terutama yang berasal dari daerah Swapraja. Aset yang lainnya Praja Mangkunegaran juga mempunyai rumah-rumah yang terletak di Surakarta, Semarang dan Wonogiri yang disewakan kepada orang-orang Eropa yang kaya. Komisi Dana Milik Mangkunegaran menangani semua pengeluaran dan pembiayaan perusaahaan-perusahaan Mangkunegaran sehingga tidak heran jika dalam anggaran kas Praja Mangkunegaran tidak ditemukan biaya pengeluaran untuk perusahaan-perusahaan ini karena biaya perluasan, pengeluaran, pemeliharaan, pembangunan baru dan lain-lain dibayar dengan penerimaan dari perusahaan-perusahaan itu sendiri dan hanya sisa dari penghasilan bersih yang dialirkan kedalam Kas Praja Mangkunegaran.15

Perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Perusahaan Gula Colomadu

Pada tahun 1861 Mangkunegara IV mengajukan rencana mengenai berdirinya sebuah pabrik gula pada Residen Nieuwenhuysen. Sejak beberapa waktu sebelumnya beliau telah memilih tempat yang tepat di desa Malangjiwan, suatu tempat yang baik, karena adanya tanah-tanah yang baik, air mengalir dan

15 Pringgodigdo, op.cit, hlm. 42


(48)

commit to user

hutan-hutan. Tempat tersebut dianggap beliau paling cocok untuk perkebunan tebu. Peletakan batu pertama untuk pabrik gula Colomadu pada tanggal 8 Desember 1861, bangunan dan pelaksanaan industri di bawah pimpinan seorang ahli dari Eropa, yang bernama R. Kamp. Pertama kali pabrik bekerja dengan menggunakan mesin uap. Mesin-mesin tersebut dipesan dari Eropa. Mangkunegara IV mendapatkan pinjaman dari pemerintah Hindia Belanda dan dibantu Be Biau Coan, mayor untuk kaum Cina di Semarang untuk mendirikan pabrik gula Colomadu.16

Perusahaan gula tersebut ternyata dapat memenuhi semua persyaratan yang diajukan untuk pengelolaan sebuah pabrik gula yang baik pada masa itu. Pada tahun 1863, tahun panen yang pertama, 95 ha lahan perkebunan tebu menghasilkan 3700 kuintal gula, yang jatuhnya pada produksi 39 kuintal per hektar, untuk masa itu dapat dikatakan sangat memuaskan, walaupun cuaca tidak begitu menguntungkan. Seluruh panen dijual dengan perantara firma Cores de Vries dengan harga sekitar f 32 per kuintal. Dalam waktu singkat kesulitan-kesulitan, yang mula-mula muncul, seperti pada semua perusahaan sejenis dapat diatasi dan Pabrik Gula Colomadu merupakan sumber pendapatan yang baik.17

2. Perusahaan Gula Tasikmadu

Terdorong oleh hasil pabrik gula yang pertama, Mangkunegara IV beralih pada pembangunan pabrik yang kedua. Peletakan batu pertama pabrik ini yang dinamakan Tasikmadu, terjadi pada tanggal 11 Juni 1871. Pembangunan dan jalanya perusahaan ada di bawah pimpinan H. Kamp. Gedung-gedung pabrik

16 Soetono H.R, Timbulnya Kepentingan Tanam Perkebunan di Daerah Mangkunegaran, (Surakarta: Reksa Pustaka, 2000), hlm. 19.


(49)

commit to user

dibangun dengan luas. Pabrik gula Tasikmadu menggunakan air untuk tenaga penggerak, sedangkan baling-baling dengan menggunakan mesin uap berfungsi sebagai cadangan. Data mengenai panen pertama tidak ada yang diketahui, yaitu bahwa dimulai dengan penanaman 140 ha, dengan sistem kerja rodi. Berangsur-angsur areal diperluas dan kapasitas pabrik dikembangkan sesuai dengan perluasan. Peningkatan produksi gula di daerah kerajaan, yang dalam periode ini lebih besar daripada yang ada di seluruh pulau Jawa, maka berdirinya pabik-pabrik besar milik Mangkuegaran tidak mengherankan lagi.18

Pada mulanya keadaannya sedemikian rupa, sehingga eksploitasi pabrik gula hanya terjadi apabila kopi telah dapat menghasilkan untung yang mencukupi. Mengenai pengolahan yang teratur baru dapat diadakan, setelah ada kontrak untuk dibayar dengan prwakilan Serikat Dagang Belanda di Semarang, yang menjamin modal kerja yang diperlukan. Di bawah pengawasan kantor dagang Onderneming keperluan alat-alat teknik selalu dapat diperbaiki. De Locomotief tanggal 2 September 1881 mengatakan tentang kedua pabrik gula tersebut, bahwa pabrik tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi contoh bagi yang lainnya. Mangkunegara juga tidak segan-segan mengeluarkan biaya, agar dapat membangun yang paling lengkap dan menurut standar yang baru. Setiap orang asing, pejabat atau swasta, yang berkunjung ke Surakarta, dipersilahkan oleh

Mangkunegara untuk meninjau pabrik-pabriknya.19

18Ibid, hlm. 21 19Ibid.


(50)

commit to user

3. Perusahaan Kopi Kerjogadungan

Pabrik ini dimiliki oleh N.V Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden Lawu (Perusahaan Perkebunan Vorstenlanden) yang pengelolaannya dipegang oleh O.I Matschappij v adm dan Lijfrente, in liq. Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden didirikan pada tahun 1888 di Amsterdam dan kedudukan kantor direksinya di Semarang.20 Semarang memang dijadikan sebagai kota pusat industri karena dekat dengan pelabuhan. Pada zaman Belanda, transportasi yang digunakan untuk keperluan perdagangan antar negara adalah kapal laut. Sebuah perusahaan perkebunan membutuhkan modal yang besar maka perusahaan yang didirikan secara perorangan terpaksa menggabungkan dirinya membentuk Naamlooze Vennootschap (NV), yang biasanya bekerjasama dengan sebuah bank. Perusahaan-perusahaan itu disusun kembali menjadi perusahaan besar, sementara para pengusaha individual memberi jalan kepada manager-manager yang digaji untuk bertanggung jawab sebagai direktur perusahaan.21

Bank-bank perkebunan memberi dana kepada perusahaan perkebunan tetapi dengan tuntutan kontrol terhadapnya. Bank-bank perkebunan berhubungan dengan lembaga bank biasa yang berpusat di negeri Belanda. Modal perusahaan yang mengawasi perkebunan dengan begitu mempunyai kekuatan politik yang besar di negeri induk. Dana-dana yang dibutuhkan untuk eksploitasi berbagai

perusahaan perkebunan Mangkunegaran disediakan oleh De Javanese Bank yang

antara lain dana untuk pembangunan pabrik gula Colomadu, pabrik gula

20 Bambang Sulistyo, Pemogokan Buruh: Sebuah Kajian Sejarah, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1995, hlm. 29

21 Yang dimaksud dengan Manager adalah Superintendent yang nantinya harus bertanggung jawab kepada dewan komisaris yang ada di negeri Belanda


(51)

commit to user

Tasikmadu, pabrik kopi Kerjogadungan, pabrik serat Mojogedang dan pabrik beras di Polokarto.22 Pada pendirian pabrik kopi Kerjogadungan, De Javanese

Bank memberikan modal f51.000,-. Pada tahun 1918, Komisi menetapkan bahwa permintaan uang dari De Javanese Bank harus dilunasi untuk masing-masing pabrik yang dilakukan oleh pemegang buku dan pemegang kas. Mereka harus mempertanggungjawabkannya kepada Patih Raja. Relasi De Javanese Bank untuk pabrik-pabrik Mangkunegaran terbukti sangat baik karena untuk perusahaan perkebunan Mangkunegaran suku bunga untuk dana bank masih tetap meskipun banyak pabrik yang mengalami kemajuan sedangkan untuk perusahaan-perusahaan perkebunan di wilayah Vorstenlanden lainnya jauh lebih tinggi. Selain

De Javanese Bank di Indonesia ada pula Nederlands Indische Handelsbank dan

Koloniale Bank yang memegang peranan penting dalam mendukung modal perusahaan-perusahaan perkebunan di Indonesia.23

4. Perusahaan Serat-Nenas di Mojogedang

Pabrik ini dibangun pada masa Mangkunegoro VII (1916-1944) bertujuan untuk memperbaiki keuangan perekonomian kerajaan. Pengaruh bangsa Belanda pada keuangan Praja Mangkunegaran mulai dikurangi. Usaha tersebut tampak dengan didirikannya Dana Milik Praja Mangkunegaran. Dana milik tersebut bertujuan untuk menggabungkan semua perusahaan yang dimiliki oleh pihak Mangkunegaran ke dalam satu pengawasan. Penggabungan usaha perusahaan tersebut kemudian dikelola bersama Praja Mangkunegaran dan perusahaan perkebunan yang bersangkutan sehingga memperoleh keuntungan lebih besar.

22 Muh. Husodo. Pringgokusumo, Sejarah Milik Praja Mangkunegaran,

Surakarta:Reksopustoko Mangkunegaran, 1987,hlm. 193. 23 Bambang Sulistyo, op. cit, hlm. 22.


(52)

commit to user

Perkebunan serat nanas memanfaatkan lahan milik perkebunan kopi di daerah Kerjogadungan. Pemanfaatan lahan tersebut dilakukan dilahan dataran rendah dan kurang mendatangkan keuntungan bagi tanaman kopi. Usaha pembibitan atau persemaian tanaman serat nanas dimulai pada tahun 1919 dengan memanfaatkan lahan seluas 16 ha. Untuk penanaman dilakukan pada lahan seluas 140 ha yang berlangsung hingga bulan Maret tahun 1921 dan meningkat untuk tahun berikutnya secara teratur.24 Pabrik serat nanas Mojogedang didirikan pada

tahun 1922 di wilayah Mojogedang dan berdekatan dengan lingkungan perusahaan kopi Kerjogadungan. Produksi pertama perusahaan serat nanas Mojogedang adalah pada tanggal 23 Juli 1923.25

5. Pabrik Genting Kemiri

Pabrik genting di Kemiri didirikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, antara lain untuk membantu rakyat mendapatkan genting dengan harga pokok, menjual di pasaran bebas sehingga keuntungannya bermanfaat bagi rakyat untuk memperoleh genting dengan harga pokok. Pada bulan Januari 1922 diputuskan untuk mengambil alih sebuah pabrik genting dengan harga f 25.000.- pada tahun-tahun berikutnya diadakan banyak perluasan dan pembaharuan, sehingga nilai pabrik itu pada tahun 1925 sudah berlipat dua kali. Dana penduduk Tasikmadu dan Colomadu masing-masing membeli saham f 8.400 dan f 5.000, dan memberi pinjaman f 16.600 dan f 10.000 sebagai modal kerja. Pinjaman tersebut pada tahun1927 sudah dapat dilunasi, karena perusahaan ini milik Dana

24 Adhi Agus Wijayanto, “Dampak Perusahaan Serat Nanas Mojogedang Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Tahun 1922-1937”, Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah, FSSR, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009, hlm. 37


(53)

commit to user

Penduduk, sedangkan Dana Penduduk itu milik pabrik gula, maka pabrik genting di Kemiri itu adalah milik Dana Milik tingkat III.26

6. Pabrik Rokok “Priyayi”

Pada tahun 1930 Komisi memutuskan untuk ikut serta dalam usaha pabrik rokok “Priyayi”, yang didirikan pada tahun 1930 dengan jalan membeli saham 50 buah, yakni f 50.000.- kecuali itu juga meminjamkan modal kerja kepada perusahaan tersebutsebanyak f 45.000.- Akan tetapi pabrik rokok tersebut jatuh pailit atau bangkrut pada tanggal 1 Juni 1932, setelah mengalami berbagai kendala. Karena besarnya passive tidak dapat diharapkan akan menerima pembayaran, maka keikutsertaan dalam modal sebesar f 50.000.- disusutkan dari neraca perhitungana untung rugi dari neraca Dana Milik.27

7. Perusahaan Gamping “Betal”

Perusahaan gamping Betal yang perjanjiannya dibuat pada tahun 1928, hubungannya agak berlainan. Komisi beranggapan bahwa urusan-urusan perusahaan tersebut yang kurang baik jalannya akan diserahkan kepada Dana Milik, asalkan kepada Dana Milik diberikan bagian dari keuntungannya. Superintenden menjadi direktur dari perusahaan gamping tersebut dengan hak atas 10 persen dari keuntungannya, yang seluruhya diserahkan kepada Dana Milik. Modal kerja dan biaya pemasangan jalan rel tetap dibiayai oleh Dana Milik. Perusahaan gamping tersebut membawa keuntungan yang cukup besar bagi Dana Milik.28

26Ibid, hlm., 245. 27Ibid, hlm., 248. 28Ibid.


(1)

commit to user

tidak pernah mendebatkan nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru, antara tradisi dan modernisasi. Tetapi lebih menekankan pada pelestarian dan pengembangan tradisi yang dipadukan dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu warna budaya yang muncul tidak berupa seni yang klasik saja, namun juga pengaruh budaya modern.

Usaha di bidang budaya juga nampak dalam hal upacara jumenengan pengageng Pura Mangkunegaran yang telah mengalami perubahan. Sebelumnya upacara jumenengan ini dilakukan oleh raja dari Kasunanan Surakarta, namun sejak jumenengan untuk KGPA Mangkunegoro (IX) pada tanggal 24 Januari 1988 telah dilakukan sendiri oleh para Sesepuh Agung Pura Mangkunegaran. Hal ini disebabkan Pura Mangkunegaran telah berdiri sendiri dan sama sekali tidak tergantung dari Kasunanan Surakarta. Sehingga Pura Mangkunegaran mempunyai kebebasan dalam melakukan kegiatan tradisinya.12

Mangkunegoro mempunyai kewenangan dan tugas sebagai pimpinan tertinggi keluarga besar Mangkunegaran, baik dalam upacara-upacara tradisi yang berlaku di lingkungan Mangkunegaran. Satu hal yang kini akan diterapkan untuk sedikit demi sedikit meninggalkan tradisi yang sudah tidak lagi mempunyai nilai sosial ekonomi yang tidak juga sesuai dengan kemajuan jaman. Tetapi itu bukan berarti semua tradisi akan hilang, seperti tradisi kirab pusaka pada malam satu Suro atau jamas pusaka dan upacara yang sifatnya untuk pelestarian budaya, selama masih diminati masyarakat tetap akan dipertahankan.13

12 Ketetapan Dewan Musyawarah Kerabat HKMN Suryasumirat No. III/TAP/HKMNS/VII/1988 13 Harian Suara Merdeka, 14 September 1987.


(2)

commit to user

Dalam masa pembangunan ini Mangkunegaran di samping tetap mempertahankan identitasnya sebagai keturunan priyayi Mangkunegaran, juga telah membaurkan diri dalam masyarakat bangsa Indonesia dan berperan besar dalam Kebudayaan Nasional. Kenyataan ini dapat ditinjau bahwa pihak Mangkunegaran telah banyak menyumbangkan ciri khas kebudayaannya seperti bahasa, pakaian adat, kesenian, tarian perjuangan dan piwulang-piwulang luhur lainnya. Semua ini mempunyai peran besar dan memberi identitas kepada Kebudayaan Nasional. Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini Indonesia Indah misalnya, yang menggunakan bentuk bangunan Pendopo Ageng Istana Mangkunegaran. Ornamen interior dan warna kuning-hijau (pari-anom) khas Mangkunegaran banyak digunakan dalam bangunan monumental lainnya.

Usaha lain dengan dibentuknya Pusat Budaya Mangkunegaran yang merupakan wadah pengelolaan di bidang budaya, sekaligus berfungsi sebagai pelestarian dan penyebaran budaya Mangkunegaran khususnya, dan budaya Jawa pada umumnya. Di antara kegiatannya adalah menyelenggarakan festival kesenian, menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk kegiatan penelitian, seminar dan sebagainya. Selain itu juga dilakukan pengiriman duta-duta kesenian ke luar negeri seperti Amerika, dan Belanda. Ini menjadi bukti bahwa budaya Mangkunegaran tidak hanya untuk kerabat Mangkunegaran saja, namun menjadi milik dan diabdikan pada bangsa dan negara.

Sehubungan dengan hal itu kerabat Mangkunegaran telah mendukung sepenuhnya terhadap Kebudayaan Nasional, yakni melalui Pura Mangkunegaran dengan segala koleksinya yang berupa benda-benda kuno, upacara adat, hingga pada arsitektur Pura. Di samping itu ada pula Arsip dan Perpustakaan Reksa Pustaka yang menyimpan koleksi buku-buku kuno


(3)

commit to user

yang maupun terbitan baru, foto-foto kuno, dan buku-buku sastra dari pihak Mangkunegaran sendiri. Semua ini telah memberikan sumbangan yang besar terutama untuk kegiatan penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya.


(4)

commit to user

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab dimuka, maka dapat ditarik kesimpulan, yakni: pengawasan keuangan yang dilakukan oleh Belanda kepada kondisi keuangan Mangkunegaran dimulai pada masa kekuasaan Sri Mangkunegaran V dan mulai menemukan bentuknya pada saat Sri Mangkunegara VII berkuasa. Komisi yang dibentuk untuk membatasi kekuasaan Superintendent dalam hal pengambilan keputusan keuangan merupakan langkah maju dalam sistem pengawasan keuangan Mangkunegaran. Sistem pengawasan keuangan dalam bentuk komisi ini bertahan hingga masa kemerdekaan Republik tahun 1946. Revolusi Sosial yang terjadi di Surakarta mengakibatkan terjadinya Perebutan aset ekonomi yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran oleh badan-badan revolusioner yang ada di Surakarta dan dihapuskannya daerah Swapraja Surakarta.

Komisi Dana Milik Mangkunegaran kemudian di bekukan dan perannya dalam mengurusi aset perusahaan Mangkunegaran di gantikan oleh badan-badan baru bentukan Pemerintah Pusat seperti BPPGN, PPN dan PPRI. Proses nasionalisasi aset Mangkunegaran ini berjalan tanpa hambatan pada awalnya, bahkan Mangkunegaran bersikap kooperatif. Dalam penerapannya, pengelolaan aset perusahaan Mangkunegaran tetap terdapat campur tangan oleh Superintendent, hal ini dibuktikan dengan laporan keuangan yang dibuat oleh Superintendent Mangkunegaran saat itu Ir. Sarsito Mangoenkoesoemo tentang kondisi keuangan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran.


(5)

commit to user

Keuntungan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan Mangkunegaran digunakan sebagian besar untuk kepentingan Republik dan Mangkunegaran merasa tidak puas dengan hal ini. Hal ini terjadi karena Pemerintah Republik menghadapi masa-masa sulit untuk menghadapi agresi militer yang dilakukan oleh Belanda.

Mangkunegaran yang merasa bahwa aset-aset yang dimilikinya telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat kemudian berusaha untuk mengambil kembali penguasaan atas Dana Miliknya. Pada tahun 1948, Mangkunegaran mengaktifkan kembali Komisi Dana Milik Mangkunegaran dan mengambil kembali penguasaan atas aset-aset perusahaan Mangkunegaran.

Pemerintah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949, hal ini semakin mempersulit posisi Mangkunegaran dalam mempertahankan aset-aset miliknya. Konflik terbuka antara Pemerintah Pusat dengan Praja Mangkunegaran akhirnya diselesaikan dalam Pengadilan Negeri di Jakarta dengan kekalahan Mangkunegaran. Sebagai hasilnya Komisi Dana Milik Mangkunegaran dibubarkan dan posisi Superintendent ditiadakan.

Proses nasionalisasi aset Mangkunegaran yang berlangsung selama kurang lebih sembilan tahun ini menunjukan bahwa Mangkunegaran masih berhasrat untuk diakuinya Praja Mangkunegaran sebagai daerah Swapraja. Aset-aset yang dimilikinya hingga masa kemerdekaan menunjukan kebesaran Mangkunegaran sebagai kerajaan yang berhasil mengembangkan penerapan sistem ekonomi Eropa dalam kehidupan bernegaranya.

Hilangnya aset ekonomi ini tentu saja berdampak sangat luas dalam kehidupan Praja Mangkunegaran. Baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi,


(6)

commit to user

sosial dan budaya. Praja Mangkunegaran kemudian beradaptasi dengan mengaktifkan Himpunan Kekerabatan Mangkunegaran untuk mengangkat kembali status dan kedudukan Mangkunegaran dalam masyarakat Surakarta yang pernah hancur dalam masa Revolusi Sosial di Surakarta.

Mangkunegaran kemudian menjadi pusat seni dan budaya berskala Nasional dan Internasional, Praja Mangkunegaran tidak pernah mendebatkan nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru, antara tradisi dan modernisasi. Tetapi lebih menekankan pada pelestarian dan pengembangan tradisi yang dipadukan dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu warna budaya yang muncul tidak berupa seni yang klasik saja, namun juga pengaruh budaya modern. Hal ini sesuai dengan tujuan Mangkunegaran yaitu mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Mangkunegaran khususnya, dan budaya Jawa pada umumnya