Pengaruh Agresi Militer Belanda II terhadap Kebijakan dan Sikap Mangkunegaran

commit to user 68

E. Pengaruh Agresi Militer Belanda II terhadap Kebijakan dan Sikap Mangkunegaran

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan terhadap Pemerintah Republik Indonesia dan berhasil menguasai sebagian besar wilayah Republik Indonesia termasuk Surakarta. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak Mangkunegaran yang merasa kekuasaan dan kekayaannya telah diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Praja Mangkunegaran kemudian berusaha untuk memperkuat diri dalam mempertahankan dan mempersiapkan alat-alat Pemerintahan untuk mengembalikan status Pemerintahannya. Hubungan yang dilakukan oleh pihak Mangkunegaran dengan Pemerintah Belanda kemudian membawa hasil terhadap pengelolaan Dana Milik Mangkunegaran khususnya pabrik-pabrik gula Mangkunegaran. Pihak Republik yang terdesak oleh agresi militer Belanda tidak sempat memberikan perhatian khusus terhadap aset ekonomi yang dimilikinya khususnya di daerah Surakarta. Hal ini kemudian memberikan kesempatan kepada Mangkunegaran untuk menguasai kembali aset ekonomi yang pernah dimilikinya. Praja Mangkunegaran selain kembali menguasai aset-aset ekonominya, Praja Mangkunegaran juga menghidupkan kembali Komisi Dana Milik Mangkunegaran yang sempat dibubarkan dikarenakan dibekukannya status Swapraja oleh Pemerintah Republik Indonesia. Status lembaga ini kemudian diubah menjadi hak milik pribadi berdasarkan hukum eropa. 34 Perubahan itu dilakukan oleh Hoge van Vertegenwoordiger van de kroonin indonesia melalui surat keputusannya tanggal 30 September 1949 no 35. Berdasarkan surat keputusan itu 34 Surat Mr. H.G. Vrhoof tanggal 15 juni 1946 dan surat Ir. Sarsito Mangoenkoesoemo tgl 28 Juni 1949;Surat MN VIII tgl 26 Juli 1949, Arsip Reksopustaka Mangkunegaran, no 5115. commit to user 69 pihak Mangkunegaran menganggap bahwa harta-harta kekayaan yang semula diambil alih Pemerintah Indonesia bisa kembali dikuasai oleh pihak Mangkunegaran. Setelah Agresi Militer II yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, kontrol PPRI terhadap perusahaan-perusahaan Mangkunegaran memang menjadi lemah, sehingga manajemen perusahaan-perusahaan dapat dikuasai kembali oleh Mangkunegaran terutama kedua pabrik Gulanya. Pabrik tersebut kemudian dapat beroperasi dan berhasil menjual beribu-ribu ton gula oleh pihak Mangkunegaran ke luar negeri. Mangkunegaran berhasil menguasai kembali aset-aset ekonominya selama hampir tiga tahun. 35 Pengambilalihan pabrik gula oleh Mangkunegaran ini didasari oleh kenyataan bahwa selama ini biaya produksi serta penanaman tebu serta biaya pembuatan gula di tanggung oleh Pihak Mangkunegaran. Hal ini diperkuat dengan laporan yang dibuat oleh Superintendent dan ditandatangani oleh Mangkunegaran VIII dan Patih Mangkunegaran. Surat ini berisi keterangan dari Superintendent bahwa pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu Mangkunegaran, khususnya biaya penanaman tebu dan pembuatan gula selama ini dibiayai secara swadana oleh pihak Mangkunegaran. 36 Pada tahun 1949, menurut inisiatif dari Mangkunegara VIII, dibentuk Pusat Perusahaan Mangkunegaran PPMN. Tugas dari PPMN ini antara lain berisi konsep peraturan Mangkunegaran. Badan ini bertugas meneruskan urusan dan kewajiban Komisi Dana Milik Mangkunegaran dengan kantor urusan PPRI. Alasan pembentukan PPMN adalah karena 35 Wasino, op. cit, hlm. 7 36 Surat keterangan laporan Superintendent bahwa pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu dibiayai oleh Mangkunegaran tahun 1948. Arsip ReksaPustaka Mangkunegaran, no. 5236 commit to user 70 Perusahaan Mangkunegaran yang berada di bawah Komisi Dana Milik tidak dapat diselenggarakan bersandar pada peraturan PPRI yang merupakan dampak dari isi persetujuan Roem Roijen tahun 1949. Situasi di Indonesia berubah dengan cepat pada masa akhir tahun 1949 khususnya di Surakarta. Pada tanggal 1 September 1949 diadakan pertemuan dan tanya jawab antara pegawai kementerian dan Praja Mangkunegaran tentang sikap Mangkunegaran saat ini. 37 Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949 menghasilkan keputusan bahwa Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat serta masalah Irian Barat akan di selesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan. Pada tanggal 22 Desember 1949, di seluruh Pulau Jawa diberlakukan Pemerintahan Militer pada jam 08.00 pagi waktu Indonesia Barat. Hal ini sesuai dengan perintah yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Teritorium Jawa Kolonel A.H Nasution. 38 Penarikan Pasukan Belanda dari daerah Surakarta sebagai akibat dari Perjanjian konferensi Meja Bundar berakibat pula pada penguasaan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran. Hal ini ditandai dengan turunnya surat perintah Komando Militer Daerah Kota Surakarta kepada Mangkunegaran untuk menyerahkan kembali penguasaan pengelolaan dan 37 Berkas arsip Tanya jawab antara Kementrian Penerangan dengan Mangkunegaran mengenai sikap Praja Mangkunegaran terhadap RI, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 921 38 Surat Komando Brigade Divisi II Lt Kolonel Slamet Riyadi tanggal 1 November 1949, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 954 commit to user 71 pengoperasian Perusahaan Mangkunegaran khususnya pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu kepada PPRI. 39 Posisi Praja Mangkunegaran semakin terjepit dengan adanya penyerahan dan pengakuan kedaulatan Indonesia dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Berdasarkan pengakuan kedaulatan tersebut kemudian Pemerintah mengadakan rapat pada tanggal 30 Desember 1949 yang membahas tentang rencana penggabungan Jawatan Mangkunegaran dengan Jawatan Republik Indonesia. Rapat ini menghasilkan keputusan antara lain : Penggabungan Jawatan Mangkunegaran dan Republik Indonesia dimulai tanggal 31 Desember 1949 dan kantor yang digunakan tetap seperti semula sebelum agresi Belanda II dilancarkan, koordinasi berada langsung ditangan Pemerintah Republik. 40 Hal tersebut ternyata tidak diindahkan oleh Praja Mangkunegaran. Pihak Praja merasa bahwa hak Dana Milik Mangkunegaran yang dimilikinya telah diubah menjadi hak milik pribadi berdasarkan hukum Eropa. Hal ini berdasarkan perubahan yang dilakukan Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia melalui surat keputusannya tanggal 30 September 1949 no. 35. Pihak Pemerintah Republik Indonesia dengan itikad baik berusaha membicarakan masalah ini dengan mengundang Sri Paduka Mangkunegaran VIII beserta anggota komisi yang lain serta Superitendent Ir. Sarsito Mangunkusumo melalui surat Menteri Dalam Negeri tanggal 39 Turunan perjanjian penggilingan tebu dari pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu antara Komando Militer Daerah Kota Surakarta dengan PPRI, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 5255 40 Hasil keputusan tentang masalah penggabungan Djawatan Mangkunegaran dengan Djawatan Republik Indonesia tahun 1949, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 955 commit to user 72 8 November 1951 untuk membicarakan dan bertukar pikiran serta membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah Fonds atau dana milik Mangkunegaran, penolakan datang dari pihak Mangkunegaran untuk melakukan perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan maksud untuk mencabut besluit Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia, tindakan ini kemudian diikuti dengan mengirimkan surat undangan telegram kepada Sri Paduka Mangkunegoro VIII pada tanggal 13 Desember 1951. 41 Pada tanggal 23 Febuari 1952 melalui keputusan Presiden Republik Indonesia no 52, Pemerintah Republik Indonesia mencabut besluit Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia tanggal 30 September 1949 no. 35 dan memberhentikan Superitendent yang diangkat oleh Sri Mangkunegaran VIII. 42 Sebagai reaksi terhadap tindakan Pemerintah itu, Ir Sarsito Mangoenkoesoemo mengajukan gugatan kepada pengadilan negeri di Jakarta dengan tuntutan terhadap Pemerintah atas dihalang-halanginya dirinya selaku Superintendent untuk mengambil uang perusahaan di de Javasche Bank. Ia beranggapan bahwa Keputusan Presiden tanggal 22 Pebruari 1952 no 52 tidak sah, sehingga Pemerintah wajib membayar kerugian sebesar Rp 3.220.800. Superitendent dan Komisi Dana Milik ingin menggunakan haknya untuk menuntut Pemerintah Republik 41 Surat Sri MN VIII tanggal 14 Desember 1951 no. 799PERah jo tanggal 10 Desember 1951 no. 796PERah, dan tanggal Surat tanggal 24 Desember 1951 no 15R; Keputusan pengadilan Negeri di Jakarta mengenai Perkara-perkara Perdata dalam Perkara: Ir K.R.M.T.H. Sarsito Mangoenkoesoemo Superintendent Fonds van Eigendommen van het Mangokoenegorosche Rijk lawan: Pemerintah Republik Indonsia di Jakarta tentang Pembekuan harta Benda Milik-Milik Mangkoenegaran 1952, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464 42 Keputusan presiden RI no 52, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464, hlm. 7 commit to user 73 Indonesia. Tuntutan ini ternyata tidak dikabulkan dan dimenangkan Pemerintah Republik Indonesia. Gugatan Sarsito ditolak dengan alasan Swapraja Mangkunegaran telah hapus sejak tanggal 15 Juli 1946. Pemerintah beranggapan bahwa sejak tanggal 15 Juli 1946 Zelfbestuursregelen Mangkunegaran staatsblad 1940 no. 543 sudah tidak berlaku lagi dalam arti segala hak dan kekuasaan mengenai Pemerintahan berdasarkan Zelfbestuursregelen Mangkunegaran beralih kepada Pemerintahan Republik Indonesia. Pemerintah berhak mengambil tindakan yang dikehendaki jika perlu menyimpang dari pada Zelfbestuursregelen Mangkunegaran tadi. Pembiayaan yang terkait dengan Pemerintahan sekarang dipikul oleh Pemerintahan pusat, dan oleh sebab itu maka segala kekayaan dan hasil yang dulu dimiliki dan dipegang oleh Pemerintahan Swapraja Mangkunegaran sejak tanggal 15 Juli 1946 dikuasai oleh Pemerintah Pusat untuk dapat dipergunakan demi kepentingan dan kebutuhan daerah Mangkunegaran. Maka dibentuklah kantor yang mengurusi perusahaan-perusahaan perkebunan milik Negara dan perusahaan perkebunan bukan milik bangsa asing yang dikuasai oleh Negara dengan nama Kantor Urusan PPRI. Menurut pasal 1 ayat 1, segala perusahaan yang tergabung dalam perusaahaan Mangkunegaran “Mangkunagorosche Eigendommen Ponds” diurus dan diselenggarakkan oleh kantor Urusan PPRI yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan dibantu oleh pegawai PPRI lainnya, termasuk pegawai Mangkunegaran yang semuanya dikategorikan sebagai Pegawai Negeri. 43 Pada tanggal 20 Oktober 1951 Pemerintah mengirimkan surat kepada Direksi de Javasche Bank yang kemudian disampaikan kepada Mangkunegara VIII. Surat ini berisi tentang 43 Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta pasal 1 ayat 3, pasal 3 dan pasal 5, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464, hlm. 5 commit to user 74 permintaan pertanggungjawaban Mangkunegaran terkait masalah pemeliharaan dan penguasaan yang dilakukan oleh Mangkunegaran seputar Dana Milik. Permintaan ini tidak dipenuhi sehingga Pemerintah Pusat terpaksa melarang segala pengeluaran uang oleh de Javasche Bank untuk Mangkunegaran jika tidak ada ijin dari Pemerintah Pusat. 44 Hal ini menyebabkan pihak Mangkunegaran menderita kerugian sebesar Rp. 3.220.300 karena tidak dapat mengambil uang untuk menjalankan perusahaan-perusahaannya berhubung pihak de Javasche Bank tidak bersedia mengeluarkan uang tanpa adanya ijin dari Pemerintah Pusat. Kesalahpahaman terjadi antara Pemerintah Pusat dengan Mangkunegaran. Pemerintah Pusat menjelaskan bahwa pihaknya tidak melarang Mangkunegaran untuk mengeluarkan uang dari de Javasche Bank, hanya dinyatakan bahwa segala pengeluaran uang harus melalui ijin dari Pemerintah Pusat dahulu sehingga diperoleh kontrol yang jelas dalam segala tindakan yang diambil Mangkunegaran terkait dengan masalah perusahaan Mangkunegaran. Pembekuan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat pada dasarnya hanya bersifat relatif dan tidak bersifat Absolut ataupun totale bevriezing daripada kekayaan Mangkunegaran yang tersimpan dalam de Javasche Bank. Maka jika ada permintaan yang bersifat redelijk atau reasonable dan sesuai dengan sifat dan kedudukan fonds, pihak Pemerintah Pusat bersedia untuk mengeluarkan uang dari de Javasche Bank. Pada kenyataannya, pihak Mangkunegaran tidak pernah mengajukan permintaan untuk mengeluarkan uang sehingga Pemerintah Pusat beranggapan bahwa ini adalah kesalahan Mangkunegaran. Kerugian yang diderita oleh Mangkunegaran sebesar Rp. 3.220.300 menurut Pemerintah tidak jelas asalnya karena dalam laporan tersebut pihak Mangkunegaran tidak menjelaskan lebih 44 Surat Pemerintah tanggal 8 November 1951 no. Pem. X 66 5 8, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464, hlm. 9 commit to user 75 jauh dari manakah didapatkan jumlah tersebut yaitu perincian daripada kerugian itu, maka karena tuntutan ini kurang terang dan kurang tegas vaag en onduidelijk, dengan sendirinya tidak dapat diterima niet ontvankelijk . Pihak Mangkunegaran kemudian mengadakan perlawanan dengan beranggapan bahwa Zelbestuursregelen yang dimaksud masih tetap berlaku, selama Swapraja Mangkunegaran belum dihapuskan menurut aturan-aturan yang telah ditentukan dan selama Zelbestuursregelen itu dengan persetujuan Hooft van het Mangkunegaran Huis belum dihapuskan. 45 Mangkunegaran berpendapat bahwa Swapraja itu tetap ada, Swapraja tidak dapat dihapuskan dengan dikeluarkannya ketetapan Presiden tanggal 15 Juli 1946 no 16 S.D dan undang-undang yang Republik Indonesia, karena kesemuanya itu hanya mengenai susunan Pemerintahan dan tidak mengenai sifat kenegaraaan daerah yang menjadi daerahnya Swapraja Mangkunegaran. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diambil keseimpulan bahwa Swapraja Mangkunegaran masih ada dan Zelbestuursregelen Mangkunegaran masih berlaku dan karena keputusan Presiden 1952 no 52 didasarkan atas Zelbestuursregelen tersebut maka keputusan tersebut tidak sah dan Ir. Sarsito Mangunkusumo berhak bertindak atas nama Mangkunegaran. Terkait masalah kepemilikan Dana Milik serta pengelolaannya, pihak Praja Mangkunegaran memberikan pendapatnya tentang hubungan Dana Milik Mangkunegaran dengan PPRI. Praja Mangkunegaran memiliki beberapa perusahaan yang sudah dimilikinya sebelum Proklamasi Indonesia diikrarkan, beberapa diantaranya adalah Pabrik Gula Tasikmadu dan Colomadu yang paling menonjol. Didalam tahun 1947, Pemerintah Pusat memperoleh 45 Berkas surat dari Mr. HH Verhoef Departemen Dalam Negeri belanda kepada Ir Sarsito Mangunkusumo terkait masalah Swapraja dan Dana Milik, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no 4753 commit to user 76 kekayaan dan membiayai seluruh kegiatan perjuangannya dengan memaksimalkan potensi yang ada di daerah, maka diadakan penggabungan beberapa perusahaan di bawah satu atau beberapa pimpinan. 46 Perusahaan-perusahaan perkebunan yang merupakan bagian dari Lands Landbouw Bedrijven termasuk milik Mangkunegaran dan perkebunan yang tidak merupakan milik bangsa asing disatukan dan diurus oleh satu badan yang diselenggarakan oleh Pemerintah yang di sebut Kantor Urusan Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia atau disingkat PPRI. Tindakan Pemerintah Republik Indonesia ini dapat dimengerti dan dipahami serta dipatuhi oleh pihak Mangkunegaran. Hal ini disebabkan Negara Republik Indonesia berada dalam keadaan bahaya dan karenanya diperlukan tindakan-tindakan yang istimewa. Praja Mangkunegaran berpendapat juga bahwa tindakan tersebut hanya untuk sementara saja dan dilaksanakan hanya bila keadaan bahaya itu ada, sehingga pihak Mangkunegaran berhak mengambil alih kembali penguasaan dan pengelolaan Dana Milik jika keadaan Negara sudah dalam keadaan aman. Pihak Mangkunegaran juga mengemukakan pendapatnya tentang masalah pembiayaan Dana Milik. Pemerintahan Indonesia tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk membiayai perusahaan-perusahaan khususnya milik Mangkunegaran. Hal ini sesuai dengan 46 Laporan Superintendent terkait Dana Milik Mangkunegaran, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no 4776 commit to user 77 Peraturan Pemerintah pasal 12 ayat satu yang berbunyi “semua biaya PPRI dipikul oleh perusahaan yang dibawah kekuasaannya”. 47 Hal ini menjelaskan bahwa selama ini segala hal pembiayaan yang terkait dengan Dana Milik masih di biayai oleh Praja Mangkunegaran. Kewajiban PPRI terhadap perusahaan- perusahaan itu hanya mengurus dan menyelenggarakan saja. Masalah pemilik perusahaan itu seharusnya tetap menjadi milik Mangkunegaran. 48 Hal ini berarti bahwa Dana Milik Mangkunegaran dan lain-lain yang dikuasai oleh PPRI adalah milik Mangkunegaran. Selama ini PPRI yang selama tahun 1946 mengurus perusaahaan Dana Milik Mangkunegaran dengan biaya yang dipikul oleh perusahaan-perusaahaan itu sendiri dan tidak dengan kas Negara. Sehingga Mangkunegaran berpendapat bahwa seharusnya ketika sudah tiba saatnya untuk PPRI mengembalikan perusahaan-perusahaan tersebuut yang menjadi hak Mangkunegaran dan memppertanggungjawabkan segala hal yang berhubungan dengan masalah Dana Milik Mangkunegaran kepada Praja Mangkunegaran. 49 Pemerintah pusat memberikan jawaban terhadap pernyataan Praja Mangkunegaran tersebut bahwa karena seluruh daerah Mangkunegorosche Rijk bersama dengan daerah Kasunanan menurut Penetapan Presiden tanggal 15 Juli 1946 no 16 S. D dipandang merupakan satu Karesidenan biasa yang seluruhnya langsung dibawah pimpinan Pemerintah Pusat dan 47 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 9 1 1947, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464. Hlm. 17 48 Ibid, pasal 1 terkait kewajiban PPRI 49 Turunan surat kuasa dari Mangkunegoro VIII kepada Mr Lukman Wiriadinata, Mr Abdi Zainal Abidin untuk mengadakan pembelaan didepan pengadilan masalah Swapraja dan Dana Milik Mangkunegaran, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 4786 commit to user 78 sepenuhnya menjadi pertanggungjawaban Pemerintah Republik Indonesia. Maka dengan sendirinya segala kekayaan Mangkunegaran yang tergabung dalam Dana Milik Mangkunegaran harus diserahkan kepada Pemerintah Pusat untuk dipergunakan buat daerah Mangkunegaran yang masuk dalam daerah kekuasaan daerah Republik. 50 Pemerintahan beranggapan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Dana Milik tersebut adalah tidak lain agar kekayaan daerah yang dimiliki di daerah Mangkunegaran dipergunakan untuk keperluan daerah Mangkunegaran dan sekitarnya. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh Mangkunegoro VIII dengan Komisi Dana Miliknya dan Superitendent sekarang diluar pengetahuan Pemerintah Republik Indonesia. Kekayaan daerah yang dimilikinya justru tidak dipergunakan untuk daerah kekuasaan Mangkunegaran malah digunakan untuk menentang Pemerintahan RI, misalnya dengan membiayai dan memelihara Dubbel bestuur dan lijdelijk verzet. Pemerintah Pusat juga menjelaskan mengenai hubungan antara Dana Milik dan PPRI, bahwa penggabungan perusahaan perkebunan menurut Peraturan Pemerintah tanggal 30 April tahun 1947 no. 9 dapat dipertanggungjawabkan dengan pengertian bahwa PPRI hanya mennyelenggarakan dan mengurus perusahaan-perusahaan itu tanpa menyinggung tentang siapa yang memilikinya. Berdasarkan PP no 9 tahun 1947 juga disebutkan bahwa secara de Facto perusahaan-perusahaan tersebut termasuk Dana Milik Mangkunegaran dikuasai oleh Pemerintah. 51 Selanjutnya berdasarkan kewajiban untuk mengurus dan menyelenggarakan 50 Keputusan Pengadilan Jakarta masalah pembekuan Dana Milik Mangkunegaran tahun 1952, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 464, hlm. 19 51 Peraturan Pemerintah tentang penguasaan perusahaan-perusahaan perkebunan no. 9 tahun 1947, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 477 commit to user 79 perusahaan itu pasal 1 ayat 1, dimana Praja Mangkunegaran berpendapat bahwa PPRI harus mengadakan pertanggungjawaban atas pekerjaannya yang dilakukan selama sekian tahun kepada Pihak Mangkunegaran, Pemerintah Pusat memberi jawaban bahwa menurut pasal 1 ayat 2 menjelaskan PPRI memiliki hak untuk menguasai kekayaan dan hasil perusahaan-perusahaan tersebut. Pasal 6 ayat 2 menjelaskan bahwa keuntungan bersih yang diperoleh dari perusahaan- perusahaan tersebut sesudah dipotong untuk cadangan dan dimasukan kedalam kas Negara sebagai pendapatan Negara. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan demikian segala hasil kekayaan termasuk hasil dari perusahaan-perusahaan Dana Milik Mangkunegaran dapat dipergunakan untuk keperluan dan kepentingan daerah Mangkunegaran dan daerah sekitarnya. 52 Pemerintah Pusat juga menegaskan bahwa bukan kesalahan dari Pemerintah Pusat jika tidak diadakan perundingan terkait masalah pembekuan dana di de Javasche Bank karena pihak Mangkunegaran sendiri yang diwakili oleh Sri Paduka Mangkunegara VIII menolak untuk datang ke Jakarta untuk mengadakan perundingan terkait masalah Dana Milik serta pencabutan besluit Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia tanggal 30 September 1949 no 35. Pemerintah juga menyatakan bahwa pengembalian status Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran yang pada pokoknya menjadi dasar tuntutan Mangkunegaran terkait dengan pengembalian dan penyerahan kembali hak Dana Milik kepada Komisi Dana Milik Mangkunegaran yang sudah dihapuskan dan telah diganti dengan Panitia Penyelenggara Dana Milik Mangkunegaran. Pemerintah memutuskan melalui Penetapan Presiden pada tanggal 2 Juli 1952 no. 224 1952 g, bahwa daerah Swapraja Mangkunegaran dalam sifat dan bentuk yang 52 Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta, ibid, hlm. 21 commit to user 80 dimaksud oleh Zelbestuursregelen Mangkunegaran staatsblad 1940 no 543, telah dihapuskan sejak tanggal 15 Juli 1946 sehingga meskipun status Dana Milik Mangkunegaran belum jelas apakah milik RI atau Mangkunegaran tetapi menurut Peraturan Pemerintah no 9 tahun 1947 no 3 telah dijelaskan bahwa Dana Milik tersebut secara de facto dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia dan sebagai akibatnya adalah PPRI yang merupakan lembaga resmi dari Republik Indonesia berhak untuk bertindak untuk dan atas nama Dana Milik tersebut. 53 Komisi Dana Milik kembali dibubarkan oleh Pemerintah dan diganti dengan Panitia Penyelenggara Dana Milik Mangkunegaran yang dibentuk oleh Negara dengan susunan sebagai berikut: 1. Walikota Surakarta sebagai ketuanya 2. Seorang ahli yang ditunjuk oleh Kementrian Perekonomian 3. Wakil kantor Urusan PPRI 4. Dua orang wakil yang ditunjuk oleh Sri Paduka Mangkunegoro VIII 5. Seorang wakil dari de Javasche Bank Pengurusan sehari-hari oleh Superitendent yang diajukan oleh Menteri Pertanian dan diangkat oleh Mendagri. 54 53 Ibid, hlm. 26 54 Berkas arsip susunan Panitia Penyelenggara Dana Milik Mangkunegaran tahun 1952, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 4750 commit to user 81 Proses Nasionalisasi Aset Mangkunegaran berakhir dengan kekalahan di pihak Mangkunegaran pada tanggal 2 Juli 1952 di Pengadilan Negeri Jakarta. Dengan ini Komisi Dana Milik Mangkunegaran tidak berhak lagi mengurus dan menyelenggarakan segala hal yang berhubungan dengan Dana Milik Mangkunegaran.

F. Peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dalam Proses Nasionalisasi Aset Mangkunegaran