52
E. Teknik Analisis 1.
Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui apakah model yang digunakan dalam regresi benar-benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif,
maka model yang digunakan tersebut harus memenuhi uji asumsi klasik regresi. Berikut ini merupakan pengujian asumsi klasik, yaitu :
a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan mengetahui apakah model regresi
memenuhiasumsi normalitas
yang dilakukan
dengan melihat
penyebaran data atau titik pada sumbu diagonal dari grafik pengujian normalitas Normal Probability Plot. Apabila data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas Ghozali, 2006.
Uji normalitas data dapat juga menggunakan uji Kolmogorov- smirnov untuk mengetahui signifikansi data yang terdistribusi normal.
Maka untuk mendeteksi normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test K-S dilakukan dengan membuat hipotesis :
Ho : data residual berdistribusi normal Ha : data residual tidak berdistribusi normal
Dengan pedoman pengambilan keputusan : 1. Nilai signifikansi atau nilai probabilitas 0,05, distribusi adalah
tidak normal.
53 2. Nilai signifikansi atau nilai probabilitas 0,05, distribusi adalah
normal Ghozali, 2006. b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Dasar pengambilan
keputusannya adalah apabila nilai VIF Variance Inflation Factor disekitar angka satu. Nilai tolerance mendekati satu, dan korelasi antar
variabel adalah lemah dibawah 0,5, maka dalam model regresi tidak terdapat masalah multikolinearritas Ghozali, 2006.
Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas
independent. Menganalisis nilai tolerance dan variance inflation factor VIF yang sifatnya saling berlawanan. Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10 Ghozali, 2006.
c. Uji Heteroskedastisitas Menurut Imam Ghozali 2006 uji heteroskedastisitas bertujuan
menguji apakah dalamn model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
54 Cara menguji ada tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan
menggunakan analisis grafik scatterplot. Pengujian scatterplot, model regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas harus memenuhi syarat
sebagai berikut : 1 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit,
maka mengindikasikan
telah terjadi
heteroskedastisitas. 2 Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Pengujian heteroskedastisitas juga dapat dilakukan menggunakan Uji Glejser. Berbeda dengan scatterplot, dimana uji glejser ini
dilakukan dengan meregresi variabel-variabel bebas terhadap nilai absolute residualnya Gujarati, 2006. Dasar pengambilan keputusan
pada uji glejser, yaitu: 1 Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka
kesimpulannya tidak terjadi heteroskedastisitas. 2 Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka
kesimpulannya tidak terjadi heteroskedastisitas.
55 d. Uji Autokorelasi
Ujii ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 sebelumnya.
Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi
adalah dengan uji Durbin Watson DW. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi Ghozali, 2006 :
1. Bahwa nilai DW terletak diantara batas atas atau upper bound du dan 4-du, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol berarti
tidak ada autokorelasi positif. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound
dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol berarti ada autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar daripada batas bawah atau lower bound 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol berarti ada
autokorelasi negatif. 4. Bila nilai DW terletak antara batas atas du dan batas bawah dl
atau DW terletak antara 4-du dan 4-dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
56
Tabel 3.2 Keputusan ada tidaknya autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan
Jika Tidak ada autokorelasi
positif Tolak
0 dw dl
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak dapat
disimpulkan dl ≤ dw ≤ du
Tidak ada korelasi negative
Tolak 4-dl dw 4
Tidak ada korelasi negatif
Tidak dapat
disimpulkan 4-
du ≤ dw ≤ 4-dl
Tidak ada autokorelasi Tidak ditolak
du ≤ dw ≤ 4-du
Sumber : Ghozali, 2006
Jika nilai Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan apakah data yang digunakan terbebas dari autokorelasi atau tidak, maka
perlu dilakukan Run-Test. Pengambilan keputusan didasarkan pada acak atau tidaknya data, apabila bersifat acak maka dapatdiambil
kesimpulan bahwa data tidak terkena autokorelasi.
57
2. Pengujian Hipotesis