Bambu Andong Gigantochloa verticillata Willd. Munro Bambu Ampel Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland

dengan penyusutan radial 5-7 dan tangensial 3,5-5. Perkiraan kandungan holoselulosa dari batang adalah sebesar 53, pentosan 19, lignin 25 dan abu 3, kelarutan dalam air dingin, air panas, alcohol benzene, dan NaOH 1 berturut-turut adalah 4,5, 6, 1, dan 22 Dransfield Widjaja 1995. Pada batang dalam keadaan kering udara kadar air 12,68, nilai kekakuan MOE pada bagian pangkal 186402 kgcm 2 dan bagian ujung 187926 kgcm 2 , nilai keteguhan patah MOR pada bagian pangkal 1158 kgcm 2 dan bagian ujung 1232 kgcm 2 . Nilai keteguhan tekan sejajar serat pada bagian pangkal 360 kgcm 2 dan bagian ujung 431 kgcm 2 sedangkan nilai keteguhan tarik sejajar serat pada bagian pangkal 1808 kgcm 2 dan bagian ujung 1933 kgcm 2 Nuriyatin 2000. Bambu betung memilki potensial ekonomi dan kegunaan yang banyak di masyarakat Indonesia. Batang bambu betung baik untuk furniture dan industri chopstick. Batang bambu betung sangat tebal dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan bangunan atau jembatan. Ruas dari buku bagian atas yang panjang dipakai sebagai tempat nira juga tempat menanak nasi atau daging seperti di daerah Serawak. Di Thailand D. asper dikenal dengan sebutan “sweet bamboo” karena rebung mudanya sangat manis dan tebal, dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan acar Dransfield Widjaja 1995.

2.2.2 Bambu Andong Gigantochloa verticillata Willd. Munro

Bambu andong memiliki tempat tumbuh pada tanah liat berpasirtanah berpasir dengan ketinggian hingga 1200 m di atas permukaan laut dengan curah hujan per tahun 2350-4200 mm, pada temperatur 20-32 C, dengan tingkat kelembaban relatif sekitar 70. Adapun budidaya bambu andong ditanam pada jarak tanam 8 m x 8 m. pemberian pupuk organik maupun pupuk kompos pada awal penanaman sangat berguna sekali bagi peningkatan produksi. Juga dianjurkan untuk dilakukan pembersihan gulma, diperhatikan tentang pengairan serta pengemburan tanah. Pembersihan dasar rumpun tua dan penggalian ulang tanah akan memacu pertumbuhan batang baru. Bambu andong berbentuk simpodial dengan tinggi batang 7-30 m, diameter 5-13 cm dan ketebalan dinding mencapai 2 cm. dimensi serat bambu andong adalah panjang 2,75-3,25 mm, diameter 24,55-37,97 µm, jumlah serat bertambah sekitar 10 dari pangkal ke ujung batang. Penyebarannya secara luas di Jawa, Bali, Sumatra, Pulau mentawai. Bambu andong hidup pada daerah dengan ketinggian 0-700 mdpl yang beriklim kering. Berat jenis 0,55-0,7 antar ruas dan 0,6-0,8 ruas Dransfield dan Widjaja 1995. Pada batang dalam keadaan kering udara kadar air 13,40 , nilai kekakuan MOE pada bagian pangkal 93203 kgcm 2 dan bagian ujung 115343 kgcm 2 . Nilai keteguhan tekan sejajar serat pada bagian pangkal 188 kgcm 2 dan bagian ujung 224 kgcm 2 sedangkan nilai keteguhan tarik sejajar serat pada bagian pangkal 2253 kgcm 2 dan bagian ujung 1074 kgcm 2 Nuriyatin 2000

2.2.3 Bambu Ampel Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland

Bambu ampel sering disebut juga dengan nama lokal yakni, Pring Ampel, Awi Ampel Haur. Bambu ini banyak tersebar di daerah Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Maluku. Bambu ampel memilki tinggi mencapai 10-20 m batang berbulu sangat tipis dan tebal dinding batang 7-15 mm, dan memiliki diameter 4- 10 cm jarak buku 20-45 cm rumpun tidak begitu rapat serta memiliki warna batang kuning muda bergaris hijau tua. Bambu ampel terdiri atas dua varietas yaitu varietas hijau yang digunakan sebagai pagar, bangunan dan juga industri mebel. Sedangkan varietas yang kuning umumnya digunakan sebagai tanaman hias Febriyani 2008. Menurut Kusumaningsih 1997 dalam Manuhuwa dan Laiwatu 2006, jumlah pati pada bambu ampel tertinggi dibandingkan dengan bambu betung D. asper, bambu wulung Gigantochloa antroviolacea dan bambu apus Gigantochloa apus, sehingga bambu tersebut mengalami kerusakan yang lebih banyak oleh serangan kumbang bubuk. Dengan demikian selain jumlah sel pori dan diameter sel pori, maka jumlah pati yang dikandung bambu sangat menentukan keawetan bambu. Nilai MOE pada bilah bambu ampel berkisar antara 102.776-128.414 kgcm 2 dengan rata-rata 112.050 kgcm 2 . MOE pada bagian buluh rata-rata 75.036 kgcm 2 . Nilai MOR pada bilah berkisar antara 1.040-1.284 kgcm 2 dengan rata- rata 1.224 kgcm 2 . Sedangkan rata-rata MOR pada buluh adalah 483 kgcm 2 Anas 2012 Berdasarkan penelitian Munawar 2001 dalam Manuhuwa dan Laiwatu 2006, kadar alfa-selulosa bambu ampel Bambusa vulgaris yaitu 40,39, ekstraktif larut alcohol benzene sebesar 3,20.

2.3 Perlakuan Pendahuluan Steam