Indeks Nilai Penting INP Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud

4.1.3 Indeks Keanekaragaman Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud

Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman H’ mangrove pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 7. Nilai H’ tertinggi untuk tingkat pertumbuhan pohon terdapat di Stasiun Binebas 1,498. Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon pada Stasiun Binebas lebih merata dibandingkan dengan stasiun penelitian lainnya. Jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas dapat dikatakan lebih proporsional jika dibandingkan dengan stasiun penelitian yang lain. Nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas sebesar 1,498, menandakan bahwa keanekaragaman vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas termasuk dalam kategori sedang Muller dan Ellenberg, 1974. Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud Stasiun H’ Pohon Pancang Semai Talengen 0,833 0,114 0,000 Kaluwatu 0,895 0,656 0,000 Binebas 1,498 0,974 0,846 Tarohan 0,673 1,012 1,023 Stasiun Tarohan mempunyai nilai H’ tertinggi untuk tingkat pertumbuhan pancang 1,012 dan semai 1,023. Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai pada Stasiun Tarohan lebih merata dibandingkan dengan stasiun penelitian yang lain. Berdasarkan nilai H’ tingkat pertumbuhan pancang dan semai di Stasiun Tarohan, menandakan bahwa keanekaragaman vegetasi mangrove termasuk dalam kategori sedang Muller dan Ellenberg, 1974. Nilai H’ terendah untuk tingkat pertumbuhan pohon dimiliki oleh Stasiun Tarohan 0, 673. Nilai H’ terendah untuk tingkat pertumbuhan pancang dimiliki oleh Stasiun Kaluwatu 0,656. Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah individu dan jumlah jenis tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Tarohan dan tingkat pancang di Stasiun Kaluwatu paling tidak merata jika dibandingkan denga n stasiun yang lain. Berdasarkan nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Tarohan dan pancang di Stasiun Kaluwatu, masing-masing tergolong dalam kategori keanekaragaman rendah Muller dan Ellenberg, 1974. Nilai H’ terendah untuk tingkat semai dimiliki oleh Stasiun Talengen dan Kaluwatu 0,000. Hal ini menandakan bahwa jumlah individu dan jumlah jenis tingkat pertumbuhan semai yang ada di kedua stasiun paling tidak merata jika dibandingkan dengan stasiun yang lain. H’ pada Stasiun Talengen dan Kaluwatu bernilai 0,000 karena hanya ada satu jenis mangrove yang teridentifkasi yaitu R. apiculata. Berdasarkan nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan semai di Stasiun Talengen dan Kaluwatu, masing-masing tergolong dalam kategori keanekaragaman rendah Muller dan Ellenberg, 1974.

4.2. Zonasi Vegetasi Mangrove

Zonasi vegetasi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud menunjukan hasil yang beragam pada setiap stasiun penelitian. Hal ini ditandai dengan panjang zonasi vegetasi mangrove berkisar antara 10-250 m. Kondisi pantai dari setiap stasiun penelitian juga memiliki karakteristik substrat yang bervariasi dari pantai pasir berkarang sampai dengan endapan lumpur halus. Berikut akan dibahas zonasi vegetasi mangrove pada masing-masing stasiun penelitian. Panjang zonasi mangrove pada Stasiun Kaluwatu berkisar antara 50-250 m, dihitung dari pertumbuhan mangrove terluar laut ke arah darat. Panjang zonasi yang ada pada kawasan mangrove sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya tinggi pasang surut air laut Chapman, 1976. Tingginya intervensi manusia di suatu kawasan mangrove dapat menyebabkan penurunan kualitas mangrove seperti panjang zonasi, keanekaragaman jenis dan kerapatan mangrove. Intervensi manusia berupa limbah penambangan emas, menyebabkan air di sekitar stasiun ini menjadi keruh Lampiran 3.

4.2.3 Stasiun Binebas

Stasiun Binebas mempunyai lima lapisan zonasi dari laut ke darat dengan urutan sebagai berikut: zona Rhizophora - zona Bruguiera - zona Sonneratia - zona Aegiceras – zona Avicennia Gambar 11.. Mangrove jenis Av. Marina hidup pada kondisi salinitas tinggi yang berhadapan langsung dengan laut Noor dkk., 2006, namun pada Stasiun Binebas Av. marina ditemukan pada lokasi yang mengarah ke darat dengan kondisi substrat berlumpur halus dan terpasok air tawar dari sungai secara langsung. Hal ini diduga karena adanya faktor lain yang mendukung pertumbuhan mangrove seperti suhu, geografis, pasang surut yang menyebabkan Av. marina dapat tumbuh pada zona mangrove ke arah darat Noor dkk., 2006. 41

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1 Jenis - jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud ada 11 jenis dari 4 famili. R. apiculata memilik komposisi mangrove dengan nilai terbaik 55,14, sedangkan Ae. floridum memiliki komposisi dengan nilai terburuk 0,14. R. apiculata mempunyai INP terbaik di Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas pada berbagai tingkat pertumbuhan, kecuali pada tingkat pohon di Stasiun Binebas INP terbaik dimiliki oleh R. mucronata. S. alba mempunyai INP terbaik pada Stasiun Tarohan diberbagai tingkat pertumbuhan. Indeks keanekaragaman terbaik dimiliki oleh Stasiun Binebas dengan kategori keanekaragaman sedang pada tingkat pohon 1,498 dan Indeks keanekaragaman yang paling tidak baik dimiliki oleh Stasiun Talengen 0,000 dan kaluwatu 0,000 dengan kategori keanekaragaman rendah pada tingkat semai. 2 Stasiun Binebas memiliki zonasi terbaik 5 zona mangrove dan Stasiun Kaluwatu memiliki zonasi paling tidak baik 2 zona mangrove. Panjang zonasi terbaik dimiliki oleh Stasiun Kaluwatu 50-250 m, sedangkan panjang zonasi yang paling tidak baik dimiliki oleh Stasiun Tarohan 10-30 m.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi vegetasi, fungsi, serta manfaat hutan mangrove, agar masyarakat terutama di kawasan pesisir dapat mengambil manfaat langsung dalam menjaga kelestarian hutan mangrove, khususnya masyarakat yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud. 43 DAFTAR PUSTAKA Abdulhaji. 2001. Problem of Issues Affecting Biodiversity in Indonesia Situation Analysis Paper. Presented in Wrokshop on Trainning Net Assessment for Biodiversity Conservation in Indonesia. Bogor, Indonesia. Alik, T. S. D., Umar R., dan Priosambodo D. 2013. Analisis Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Mara Bombang. Kab. Pinrang. Makassar: Universitas Hassanudin. Arofi, O. I. K. 2008. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove Di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Kepulauan Seribu. Skripsi. Universitas Islam Negeri Jakarta. Bengen, D. G. 2002. Pedoman Teknis : Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian Bogor. BMKG. Klimatologi. www.bmkg.go.id Diakses Februari 2014 Chapman, V. J. 1976. Mangrove Vegetation. University of California: J. Cramer. Dachlan, R. 2013. Struktur Vegetasi Mangrove di Kampung Iseren Pulau Rumberpon Pada Kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Papua. Universitas Negeri Papua. Dittopad, 2013. Peta Sulawesi. Jakarta. Direktorat Topografi Angkatan Darat. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Hsuan, K. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore University Press. Jamili, Setiadi, D., Qayim, I., dan Guhardja, E. 2009. Ilmu Kelautan. Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Keledupa Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Vol. 14 4: 36-45. Irawan, B. 2005. Kondisi Vegetasi Mangrove di Luwuk-Banggai Sulawesi Tengah. Bandung: FMIPA - Universitas Padjajaran. IUCN Redlist. 2008. http:www.iucnredlist.org Diakses Februari 2015. IUCN. 2012. IUCN Red List Categories and Criteria: Version 3.1. Second edition.United Kingdom: Gland, Switzerland and Cambridge. Kaunang, T. D., dan Kimbal, J. D. 2009. Agritek. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan Mangrove di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara. Vol. 17 6: 1163-1171.