55
Waduk Sermo juga mempunyai fungsi sebagai sarana konservasi dan sudah berfungsi dengan cukup bagus. Sekitar Waduk Sermo merupakan hutan suaka
margasatwa dengan landscape perbukitan menoreh. Fungsi lain seperti sumber air minum, belum maksimal. Air Waduk Sermo kedepan diproyeksikan untuk
mensuplai air minum PDAM mulai Pengasih, Kokap hingga Wates, Panjatan, Lendah dan Galur, namun saat ini baru sampai di sebagian Kokap dan Pengasih
saja. Waduk Sermo juga sebagai obyek wisata, tetapi belum maksimal karena kurang promosi. Pemandangan dan suasana waduk cukup eksotik dengan
keindahan panorama alam dan bangunan waduk. Sarana wisata berupa gardu pandang untuk menikmati keindahannya dan perahu yang dapat digunakan untuk
mengelilingi waduk. Fungsi lain waduk yaitu sebagai budidaya ikan air tawar. Gambar 20 memperjelas gambaran tentang Waduk Sermo.
Gambar 20 Penggunaan Lahan Waduk Sermo
5.2 Perubahan Penggunaan Lahan Periode Tahun 1996 - 2009
Penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo selama periode tahun 1996 sampai 2009 telah mengalami perubahan. Gambaran perubahan yang jelas adalah
dibangunnya Waduk Sermo. Adapun luas setiap penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 dan 2009 disajikan pada Tabel 14.
56
Tabel 14 Luas Penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 - 2009
Penggunaan Lahan
Tahun 1996 Tahun 2009
Perubahan LajuTahun
Luas Ha Luas
Ha Luas Ha
Luas Ha
SB 1.365
2,4 1.216
2,1 -148
-10,9 -11
-0,8 HT
15.460 26,6
14.479 25,0
-981 -6,3
-75 -0,5
KC 17.180
29,6 16.774
28,9 -406
-2,4 -31
-0,2 PK
3.842 6,6
4.943 8,5
1.101 28,7
85 2,2
SW 9.064
15,6 8.896
15,3 -168
-1,9 -13
-0,1 SWT
1.181 2,0
1.255 2,2
74 6,2
6 0,5
TG 9.216
15,9 9.606
16,6 390
4,2 30
0,3 SN
720 1,2
714 1,2
-6 -0,9
MA 1
0,0 1
0,0 0,0
WD 0,0
144 0,2
144 100,0
Jumlah 58.027 100,0
58.027 100,0 Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 14, penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 1996 didominasi oleh kebun campuran dengan luas 17.180 ha atau 29,6
dari luas kabupaten. Urutan kedua adalah hutan 26,6, diikuti tegalanladang, sawah, dan permukiman. Pada tahun 2009, dominasi penggunaan lahan tidak
mengalami perubahan, dimana kebun campuran tetap menempati urutan pertama seluas 16.774 ha atau 28,9, diikuti penggunaan lahan hutan 25,
tegalanladang, sawah, dan permukiman. Penggunaan lahan yang lain mempunyai luasan yang kecil dengan persentase luasan di bawah 10.
Selama periode tahun 1996 sampai 2009 penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo ada yang positif mengalami penambahan luas dan ada yang negatif
mengalami pengurangan luas. Penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luas meliputi semak belukar, hutan, kebun campuran, sawah. Penggunaan lahan
yang mengalami penambahan luas meliputi permukiman, sawah tadah hujan, tegalanladang, dan adanya bangunan waduk.
Hutan mengalami pengurangan luas paling besar yaitu 981 ha. Pengunaan lahan selanjutnya yang mengalami pengurangan luas berturut-turut adalah kebun
campuran, sawah, semak belukar, dan waduk. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas paling besar adalah permukiman seluas 1.101 ha. Peningkatan
permukiman ini tercermin dari pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo sampai dengan tahun 2008 yang mencapai 2.8 dengan kepadatan 813 jiwakm
2
57
Kulon Progo dalam Angka, 2009. Penggunaan lahan selanjutnya yang mengalami penambahan luas berturut-turut adalah tegalanladang, sawah tadah
hujan, dan waduk. Pengurangan luasan setiap penggunaan lahan, dapat digunakan untuk
memperkirakan laju dari besarnya pengurangan atau penambahan luasan. Selama periode tahun 1996 sampai 2009, laju pengurangan luasan terbesar yaitu
penggunaan lahan hutan dengan perkiraan laju pengurangan luas rata-rata sebesar 75 hatahun. Laju penambahan luas, terbesar yaitu penggunaan lahan permukiman
dengan perkiraan rata-rata sebesar 85 hatahun. Perubahan penggunaan lahan mempunyai dampak terhadap penambahan
atau pengurangan luasan suatu jenis penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan tahun 1996 sampai 2009 mempunyai berbagai macam pola perubahan,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1996 sampai 2009
Perubahan Penggunaan
Lahan Tahun 2009 Ha
Tahun 1996
SB HT
KC PK
SW SWT
TG SN
MA WD
T ahun
1 99
6 H
a SB
1.096 -
217 52
- -
- -
- -
1.365 HT
121 14.479
- 46
- 87
676 -
- 51
15.460 KC
- -
16.557 623
- -
- -
- -
17.180 PK
- -
- 3.842
- -
- -
- -
3.842 SW
- -
- 168
8.896 -
- -
- -
9.064 SWT
- -
- 14
- 1.167
- -
- -
1.181 TG
- -
- 198
- -
8.930 -
- 87
9.216 SN
- -
- -
- -
- 714
- 6
720 MA
- -
- -
- -
- -
1 -
1 WD
- -
- -
- -
- -
- -
Tahun 2009 1.216
14.479 16.774
4.943 8.896
1.255 9.606
714 1
144 58.027
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 15 menunjukkan bahwa hutan merupakan penggunaan lahan yang mengalami konversi atau perubahan yang terbesar. Luasan hutan, sebagian
mengalami konversi menjadi lima jenis penggunaan lahan. Hutan menjadi tegalanladang merupakan konversi hutan yang paling besar yaitu 676 ha. Bentuk
konversi hutan lainnya adalah menjadi semak belukar, sawah tadah hujan, permukiman, dan waduk.
58
Semak belukar merupakan lahan-lahan yang tidak digarap, misalnya areal- areal yang akan dibangun, lahan pesisir sepanjang pantai selatan Kabupaten Kulon
Progo, serta lahan yang kurang subur sehingga alang-alang dan semak-semak yang tumbuh. Semak belukar mengalami perubahan ke kebun campuran dan
permukiman. Perubahan semak belukar ke kebun campuran mencapai luas 217 ha, Perubahan ini terjadi di lahan pesisir Kabupaten Kulon Progo yang meliputi
Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur. Lahan-lahan pesisir merupakan lahan marginal yang paling besar kemungkinannya untuk dimanfaatkan menjadi
lahan pertanian. Hal ini disebabkan karena lahan pesisir merupakan lahan yang umumnya hanya ditumbuhi semak belukar dan rumput sehingga untuk mengubah
menjadi lahan pertanian tidak perlu biaya yang besar. Lahan pesisir cukup baik digunakan sebagai lahan pertanian semusim mengingat hanya kondisi tanah
berpasir yang menjadi pembatas utama. Faktor pembatas ini diminimalkan dengan penambahan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan dan agregat tanah.
Masyarakat mempergunakan lahan pesisir untuk penanaman komoditas hortikultura dimana, sejak tahun 2000 semakin meningkat pesat. Komoditas
utama meliputi cabai, semangka, melon dan buah naga. Tegalanladang mengalami perubahan menjadi permukiman dan waduk.
Penggunaan lahan kebun campuran, sawah, dan sawah tadah hujan, hanya mengalami satu jenis perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman.
Penggunaan lahan yang tidak mengalami pengurangan luas adalah permukiman. Disisi lain penggunaan lahan juga ada yang mengalami penambahan luas.
Penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran, sawah tadah hujan dan tegalanladang mengalami penambahan luas dari satu jenis penggunaan lahan saja.
Kebun campuran mendapat tambahan luasan dari semak belukar, sedangkan penggunaan lain bertambah karena konversi hutan.
Permukiman mengalami penambahan luas berasal dari semua penggunaan lahan, kecuali dari sungai dan waduk. Waduk dibangun dengan membendung
sungai, sehingga merupakan konversi dari sungai, hutan, dan tegalanladang di sekitar waduk.
Permukiman baru sangat mendominasi penyebab perubahan penggunaan lahan. Penambahan luasan permukiman yang berasal dari berbagai penggunaan
59
lahan, merupakan salah satu indikasi bahwa penyebaran permukiman baru terjadi secara tidak teratur, dan tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Perkembangan
permukiman baru umumnya terjadi di sekitar permukiman yang telah ada sebelumnya dengan pola berkelompok-kelompok yang menyebar tidak teratur.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan otonami yang
sangat besar pada daerah untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya daerahnya. Kewenangan otonomi salah satunya berdampak terhadap perubahan
penggunaan lahan. Penggunaan lahan pada tahun 1996 dan 2009 dapat digunakan untuk menggambarkan sejauhmana perubahan penggunaan lahan sebelum dan
sesudah diberlakukannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tersebut. Selama periode tahun 1996 sampai 2009 perubahan penggunaan lahan yang
terjadi mempunyai pola, bertambah luasnya penggunaan lahan tegalanladang, sawah tadah hujan, dan permukiman. Hal ini terjadi seiring dengan pertumbuhan
penduduk sehingga semakin meningkat kebutuhan akan lahan. Pada kawasan lindung telah terjadi konversi hutan menjadi tegalanladang,
sawah tadah hujan, dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya fungsi kawasan lindung. Tutupan lahan pada
kawasan lindung perlu dipertahankan untuk mencegah erosi. Penggunaan lahan hutan merupakan yang terbaik untuk mendukung fungsi kawasan lindung karena
hutan mempunyai tutupan lahan dari tajuk vegetasi penyusunnya. Kenyataan yang terjadi pada kawasan lindung telah terjadi konversi hutan menjadi penggunaan
selain hutan sehingga dapat menyebabkan terjadi degradasi lahan. Degradasi lahan akan menyebabkan terbentuknya lahan kritis, sehingga kawasan lindung
berkurang atau kehilangan fungsinya. Pada kawasan budidaya, telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang
digunakan sebagai permukiman. Di samping itu, di daerah pesisir juga terjadi pembukaan lahan yang semula berupa semak belukar menjadi lahan untuk kebun
campuran. Kebun campuran terbentuk karena kebutuhan lahan untuk usaha pertanian, sedangkan permukiman sebagai bangunan tempat tinggal. Akan tetapi,
disisi lain, kebun campuran yang terkonversi menjadi permukiman lebih besar daripada yang terbentuk, sehingga secara keseluruhan luasan kebun campuran
60
tetap berkurang. Terbentuknya permukiman baru seringkali dijumpai pada lahan- lahan dengan kelerengan yang curam dan sangat curam. Hal ini akan
menyebabkan lahan lebih rawan mengalami kerusakan karena penggunaan lahannya kurang sesuai dengan kemampuan lahan apabila dipergunakan untuk
permukiman. Penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo dapat dikelompokkan
berdasarkan fungsi suatu kawasan. Fungsi suatu kawasan dibedakan dalam kelompok kawasan hutan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan lindung di
luar kawasan hutan. Wilayah Kabupaten Kulon Progo yang dialokasikan sebagai kawasan
lindung meliputi bagian barat dari tengah ke utara wilayah Kabupaten Kulon Progo yang umumnya merupakan wilayah dengan tingkat kelerengan curam.
Kawasan lindung mempunyai luas 21.421 ha atau 36,92 dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.027 ha. Tabel 16 menunjukkan penggunaan lahan
padai kawasan lindung pada tahun 1996 dan 2009. Tabel 16 Penggunaan lahan pada kawasan lindung tahun 1996 dan 2009
Penggunaan Lahan
Tahun 1996 Tahun 2009
Perubahan 1996 - 2009 Luas Ha
Luas Ha Luas Ha
Semak Belukar 344
1,6 464
2,2 120
34.9 Hutan
15.460 72,2
14.479 67,6
-981 -6.4
Permukiman 1.126
5,3 1.193
5,6 67
6,0 Sawah
193 1,0
190 0,9
-3 -1.6
Sawah Tadah Hujan 803
3,8 877
4,1 74
9.2 TegalanLadang
3.427 16,0
4.012 18,7
585 17.1
Sungai 67
0,3 60
0,3 -7
9,0 Waduk
144 0,7
144 100,0
Jumlah 21.421
100,00 21.421
100,00
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa pada tahun 1996 penggunaan lahan di kawasan lindung didominasi hutan dengan luas 15.460 ha atau 72,2
dari luas kawasan lindung. Urutan kedua adalah penggunaan lahan tegalanladang dengan persentase 16,0, kemudian diikuti permukiman, dan sawah tadah hujan.
Penggunaan lahan yang lain luasannya relatif kecil dengan persentase kurang dari 2. Pada tahun 2009 penggunaan lahan di kawasan lindung masih didominasi
61
hutan dengan persentase 67,6. Penggunaan lahan hutan, dan sawah mengalami pengurangan luas. Penggunaan lahan permukiman, sawah tadah hujan,
tegalanladang, dan semak belukar mengalami penambahan luas. Tegalanladang dan semak belukar mengalami peningkatan luas yang cukup besar masing-masing
34,9 dan 17,1. Hal ini menunjukkan juga bahwa kebutuhan lahan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya cukup besar. Semak belukar umumnya
merupakan bentuk penggunaan lahan antara untuk penggunaan lahan selanjutnya. Pada tahun 1997 juga dibangun waduk seluas 144 ha.
Wilayah Kabupaten Kulon Progo yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya meliputi wilayah bagian tengah menuju selatan. Kawasan budidaya
merupakan wilayah Kulon Progo dengan karakteristik lahan yang umumnya cukup datar. Kawasan budidaya mempunyai luas 34.193 ha atau 59,92 dari luas
wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.027 ha. Penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009 tersaji pada Tabel 17.
Tabel 17 Penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009
Penggunaan Lahan Tahun 1996
Tahun 2009 Perubahan 1996 - 2009
Luas Ha Luas Ha
Luas Ha Semak Belukar
539 1,6
375 1,1
-164 -30,4
Kebun Campuran 16.627
48,6 16.137
47,2 -490
-2,9 Permukiman
2.615 7,6
3.628 10,6
1.013 38,8
Sawah 8.549
25,0 8.385
24,5 -164
-1,9 Sawah Tadah Hujan
334 1,0
334 1,0
1,0 TegalanLadang
5.528 16,2
5.333 15,6
-195 -3,5
Jumlah Ha 34.193
100,0 34.193
100,0 Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 17 penggunaan lahan di kawasan budidaya pada tahun 1996 yang paling dominan adalah kebun campuran seluas 16.627 ha atau 48,6
dari luas kawasan budidaya. Penggunaan lahan lainnya meliputi sawah, tegalanladang, permukiman, semak belukar, dan sawah tadah hujan. Dominasi
penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 2009 adalah sama dengan tahun 1996.
Pada kawasan budidaya penggunaan lahan yang utama adalah untuk kegiatan pertanian. Hal ini berkaitan bahwa lahan pada kawasan budidaya
didominasi oleh kelas kemampuan lahan yang mendukung untuk usaha pertanian
62
yaitu kelas I sampai kelas IV. Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian terlihat sangat mendominasi yang meliputi kebun campuran, sawah, dan tegalanladang.
Selama periode tahun 1996 sampai 2009 menunjukkan bahwa hanya sawah tadah hujan saja yang tidak mengalami perubahan luas. Penggunaan lahan
mengalami penambahan luas adalah permukiman. Kebun campuran mengalami pengurangan yang paling besar diikuti oleh tegalanladang, sawah, dan semak
belukar. Perubahan penggunaan lahan dapat berpengaruh terhadap tingkat kekritisan lahan. Pengaruhnya dapat bersifat negatif dalam arti lahan akan
semakin kritis, sehingga kualitas dari lahan tersebut untuk penggunaan tertentu semakin terbatas. Lahan dapat juga mengalami perbaikan tingkat kekritisan,
sehingga semakin meningkat kualitas lahan tersebut. Sebagai contoh adalah lahan- lahan berupa semak belukar kemudian dimanfaatkan menjadi kebun campuran
atau tegalanladang sehingga meningkatkan produktivitas. Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan yang terletak
dalam kawasan budidaya dan bukan kawasan hutan, tetapi pada umumnya telah diusahakan sebagai kawasan budidaya. Kawasan ini meliputi kawasan sempadan
pantai, kawasan sempadan sungai dan anak sungai, dan kawasan sempadan mata air. Penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996
dan 2009 tersaji pada Tabel 18.
63
Tabel 18 Penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996 dan 2009
Penggunaan Lahan Tahun 1996
Tahun 2009 Perubahan 1996-2009
Luas Ha Luas Ha
Luas Ha Sempadan Mata Air
Mata Air 1
2,1 1
2,1 Kebun Campuran
17 35,4
17 35,4
Permukiman 2
4,2 2
4,2 Sawah
5 10,4
5 10,4
TegalanLadang 23
47,9 23
47,9 Jumlah Ha
48 100,0
48 100,0
Sempadan Pantai Sungai
29 6,7
29 6,7
Semak Belukar 391
90,3 304
70,2 -87
-22,3 Kebun Campuran
6 1,4
93 21,5
87 1450,0
TegalanLadang 7
1,6 7
1,6 Jumlah Ha
433 100,0
433 100,0
Sempadan Sungai Sungai
383 43,4
383 43,4
Semak Belukar 19
2,2 16
1,8 -3
-15,8 Kebun Campuran
270 30,6
272 30,8
2 0,7
Permukiman 43
4,9 44
5,0 1
2,3 Sawah
72 8,2
72 8,2
Sawah Tadah Hujan 73
8.3 73
8.3 TegalanLadang
23 2,6
23 2,6
Jumlah Ha 883
100,0 883
100,0 Sempadan Anak Sungai
Sungai 241
23,0 241
23,0 Semak Belukar
70 6,7
56 5,3
-14 20,0
Kebun Campuran 259
24,7 254
24,2 -5
1,9 Permukiman
56 5,3
75 7,1
19 33,9
Sawah 245
23,4 245
23,4 Sawah Tadah Hujan
43 4,1
43 4,1
TegalanLadang 135
12,9 135
12,9 Jumlah Ha
1.050 100,0
1.050 100,0
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 18 penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan, untuk kawasan sempadan mata air pada tahun 1996 sampai 2009
tidak mengalami perubahan penggunaan lahan. Perubahan yang paling besar
64
terjadi pada kawasan sempadan pantai yaitu perubahan semak belukar menjadi kebun campuran sebesar 87 ha.
Pada kawasan sempadan anak sungai dan sempadan sungai perubahan yang terjadi juga cukup kecil. Pada kawasan sempadan sungai perubahan yang terjadi
dari penggunaan awal semak belukar menjadi kebun campuran dan permukiman. Pada kawasan sempadan anak sungai perubahan yang terjadi adalah terbentuknya
permukiman baru. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada kawasan lindung di luar kawasan hutan mengarah kepada penggunaan lahan untuk kebun
campuran dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan kebutuhan lahan yang semakin meningkat terutama permukiman. Permukiman
baru pada sempadan anak sungai terbangun di sekitar kota wates sebagai ibu kota kabupaten.
5.3 Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Kulon Progo