68
kemampuan lahan I dan II merupakan lahan yang cocok untuk pertanian ataupun penggunaan lahan yang lain mengingat tidak ada hambatan penggunaan dalam
kelas ini. Lahan kelas VI merupakan lahan dengan penggunaan terbatas dan diutamakan untuk dihutankan. Lahan kelas III dan IV dapat dipertimbangkan
untuk berbagai penggunaan lainnya. Kelas kemampuan lahan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang
sesuai dengan kemampuan lahan akan tetap menjaga kualitas lahan, tetapi penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuannya menyebabkan kerusakan
lahan yang berujung ke lahan kritis. Terkait dengan kerusakan lahan atau lahan kritis, kemampuan lahan dapat digunakan untuk pengecekan terhadap ketepatan
penggunaannya. Berdasarkan kelas kemampuan lahan, penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannya dapat direkomendasikan perubahan penggunaannya, atau diterapkannya teknologi konservasi sesuai karakteristik lahan tersebut. Hal ini
akan tetap menjaga lahan tidak rusak atau dapat digunakan secara lestari.
5.4 Potensi Terbentuknya Lahan Kritis
Perubahan penggunaan lahan dapat berdampak terhadap berubahnya kualitas lahan. Kualitas lahan akan tetap baik meskipun mengalami perubahan
penggunaan lahan, apabila penggunaan lahan yang baru tetap berada dalam batas daya dukung atau fungsi lahan tersebut. Sifat fisik lahan merupakan salah satu
aspek yang membatasi daya dukung lahan untuk tujuan penggunaan tertentu. Kenyataan yang terjadi, seringkali penggunaan lahan kurang memperhatikan sifat-
sifat fisik lahan sehingga tidak sesuai dengan daya dukungnya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya berdampak terhadap penurunan kualitas
lahan, sehingga terbentuk lahan kritis. Sebaran lahan kritis, dibedakan dalam kelompok kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan lindung di luar
kawasan hutan. Kawasan lindung bertujuan sebagai kawasan perlindungan setempat
maupun perlindungan kawasan dibawahnya. Penggunaan lahan di kawasan lindung didominasi penggunaan lahan hutan. Akan tetapi penggunaan lahan hutan
tersebut sebagian telah terkonversi menjadi penggunaan lahan selain hutan.
69
Kawasan lindung terdapat di Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, Pengasih, dan Nanggulan. Gambar 23, 24, dan Tabel 20
menunjukkan sebaran tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 1996 dan 2009.
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 23 Peta Lahan Kritis di Kawasan Lindung Tahun 1996
70
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 24 Peta Lahan Kritis di Kawasan Lindung Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 23 dan 24, di kawasan lindung lahan potensial kritis menunjukkan sebaran yang paling dominan. Lahan tidak kritis, agak kritis dan
kritis terpencar-pencar dengan luas yang kecil-kecil. Luasan dari masing-masing tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung pada tahun 1996 dan 2009 tersaji pada
Tabel 20.
71
Tabel 20 Tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung tahun 1996 dan 2009
Tingkat Kekritisan Lahan
Tahun 1996 Tahun 2009
Perubahan 1996 - 2009 Luas Ha
Luas Ha Luas Ha
Tidak Kritis 4.014
21,5 3.980
21,4 -34
-0,28 Potensial Kritis
11.513 53,7
10.705 50,0
-808 -7,02
Agak Kritis 2.642
9,6 2.827
10,4 185
7,97 Kritis
3.252 15,2
3.909 18,2
657 20,22
Jumlah Ha 21.421
100,0 21.421
100,00 Sumber : Hasil Analisis
Gambar 20, 21 dan Tabel 20 menunjukkan bahwa pada tahun 1996 di kawasan lindung tingkat kekritisan lahan didominasi oleh lahan potensial kritis,
kemudian tidak kritis, kritis dan agak kritis. Pada tahun 2009 dominasi tingkat kekritisan lahan masih sama dengan tahun 1996. Penambahan luas lahan kritis dan
agak kritis terjadi karena adanya perubahan penggunaan lahan. Hutan merupakan penggunaan lahan yang paling baik untuk mendukung
fungsi kawasan lindung. Penggunaan lahan hutan akan mempertahankan kualitas kawasan lindung sehingga tetap tidak kritis. Konversi hutan ke non hutan akan
mengubah lahan-lahan tidak kritis atau potensial kritis menjadi lahan agak kritis dan kritis. Lahan pada kawasan lindung merupakan lahan dengan kelas
kemampuan rendah sehingga setiap perubahan hutan menjadi penggunaan non hutan akan membuat kualitas lahan menurun dan menyebabkan terbentuknya
lahan kritis. Hal ini terbukti dengan meluasnya lahan agak kritis dan kritis dengan terkonversinya hutan ke non hutan.
Sebaran tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung menunjukkan bahwa lahan potensial kritis mempunyai sebaran yang merata. Lahan potensial kritis
merupakan lahan dengan penggunaan lahan hutan dengan kelerengan sangat curam atau 40. Lahan tidak kritis sebarannya terpencar-pencar dengan luasan
yang tidak terlalu besar. Lahan ini juga didominasi penggunaan lahan hutan pada tingkat kelerengan kurang dari 40. Sebaran lahan tidak kritis dan agak kritis
yang paling dominan adalah tersebar berdekatan dengan lahan-lahan pada kawasan budidaya.
Perubahan tingkat kekritisan lahan tahun 1996 sampai 2009 mempunyai berbagai macam perubahan, tidak hanya berubah dari tingkatan kritis satu ke
tingkat kritis yang lain. Perubahan tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung tersaji pada Tabel 21.
72
Tabel 21 Matrik perubahan tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung tahun 1996 -2009
Tingkat Kekritisan Lahan
Tahun 2009 Ha Tahun
1996 Kritis
Agak Kritis Potensial Kritis
Tidak Kritis
T ahun 199
6 Ha
Kritis 3.165
- -
87 3.252
Agak Kritis -
2.642 -
- 2.642
Potensial Kritis 744
13 10.705
51 11.513
Tidak Kritis -
172 -
3.842 4.014
Tahun 2009 3.909
2.827 10.705
3.980 21.421
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 21 menunjukkan bahwa selama tahun 1996 sampai 2009, lahan potensial kritis tidak mengalami penambahan luas tetapi cenderung mengalami
pengurangan luas. Hal ini berkebalikan dengan lahan agak kritis, dimana pada periode yang sama terjadi penambahan luas. Pada lahan tidak kritis dan kritis,
lahan mengalami penambahan dan pengurangan luas. Kawasan budidaya berbeda fungsi dengan kawasan lindung. Kawasan
budidaya mempunyai fungsi terutama untuk produksi pertanian sedangkan kawasan lindung bukan untuk produksi. Pada kawasan budidaya faktor atau
parameter penentu tingkat kekritisan lahan adalah produktivitas lahan pertanian. Parameter yang lain adalah faktor pengelolaan lahan terkait untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan produktivitas lahan. Di Kabupaten Kulon Progo kawasan budidaya tersebar meliputi seluruh kecamatan. Tingkat
kekritisan lahan di kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009 tersaji pada Gambar 25, Gambar 26, dan Tabel 22.
73
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 25 Peta Lahan Kritis di Kawasan Budidaya Tahun 1996
74
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 26 Peta Lahan Kritis di Kawasan Budidaya Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 25 dan 26, di kawasan budidaya lahan tidak kritis
menunjukkan sebaran yang paling dominan. Lahan potensial kritis dan agak kritis tersebar terpencar-pencar dengan luas yang kecil-kecil. Lahan potensial kritis di
bagian tengah wilayah Kulon Progo. Luas dari masing-masing tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pada tahun 1996 dan 2009 tersaji pada Tabel 22.
75
Tabel 22 Tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009
Tingkat Kekritisan Lahan
Tahun 1996 Tahun 2009
Perubahan 1996 - 2009 Luas Ha
Luas Ha Luas Ha
Tidak Kritis 29.452
86,14 29.452
86,14 0,00
Potensial Kritis 4.055
11,86 4.033
11,79 -22
-0,55 Agak Kritis
685 2,00
707 2,07
22 3,23
Jumlah Ha 34.192
100,00 34.192
100,00 Sumber : Hasil Analisis
Gambar 25 dan 26 menunjukkan bahwa sebaran tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pada tahun 1996 dan 2009 mempunyai pola yang hampir sama.
Lahan tidak kritis tersebar di wilayah Kulon Progo pada bagian tengah ke selatan dan mempunyai luasan yang besar secara merata. Lahan tidak kritis juga tersebar
di wilayah Kulon Progo bagian timur dengan luasan yang lebih kecil. Lahan potensial kritis terkonsentrasi di wilayah Kulon Progo bagian tengah
ke timur dengan luasan yang kecil-kecil. Penyebaran lahan potensial kritis juga di dekat tepi kawasan lindung, hal ini karena pengaruh kelerengan yang masih
terhubung dengan kawasan lindung. Lahan agak kritis meliputi daerah atau lahan- lahan dekat kawasan lindung dan mempunyai luasan yang cukup kecil dan
umumnya bersebelahan dengan lahan-lahan potensial kritis. Tabel 22 menunjukkan bahwa pada tahun 1996 dan 2009, lahan tidak kritis
masih menunjukkan luasan yang paling dominan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan di kawasan budidaya masih sesuai dengan kemampuan lahan
untuk mempertahankan produksi. Lahan potensial kritis menunjukkan penurunan berubah menjadi lahan-lahan kritis. Perubahan lahan pada tingkat potensial kritis
sebesar 22 ha atau 0,55. Lahan dengan tingkatan paling rendah adalah lahan- lahan agak kritis, menunjukkan luasan yang paling kecil dan mengalami
penambahan luasan. Lahan agak kritis mengalami penambahan luasan sebesar 22 ha atau 3,23 dari luas tahun 1996. Penambahan luas lahan agak kritis berasal
dari lahan-lahan potensial kritis. Perubahan tingkat kekritisan lahan antara tahun 1996 sampai 2009 juga
terjadi pada berbagai macam tingkatan. Tingkat kekritisan lahan tidak hanya berubah dari tingkatan kritis satu ke tingkat kritis yang lain, akan tetapi perubahan
76
dapat terjadi ke berbagai tingkatan kekritisan lahan yang lain. Perubahan tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Matrik perubahan tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996-2009
Tingkat Kekritisan Lahan
Tahun 2009 Ha Tahun 1996
Agak Kritis Potensial Kritis
Tidak Kritis
1996 Ha
Agak Kritis 685
- -
685 Potensial Kritis
7 3.885
163 4.055
Tidak Kritis 15
148 29.289
29.452 Tahun 2009
707 4.033
29.452 34.193
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 23 selama periode tahun 1996 sampai 2009 lahan agak kritis tidak mengalami pengurangan luas, sedangkan lahan-lahan yang lain
mengalami pengurangan dan penambahan luas. Lahan tidak kritis mengalami pengurangan luas sama dengan penambahan luasnya sehingga secara total tidak
mengalami perubahan luas. Tabel 23 juga menunjukkan bahwa perubahan tingkat kekritisan lahan
terjadi dari lahan agak kritis menjadi potensial kritis seluas 22 ha. Perubahan dari lahan potensial kritis menjadi agak kritis seluas 7 ha dan perubahan lahan dari
potensial kritis menjadi tidak kritis seluas 163 ha. Perubahan tingkat kekritisan Lahan dari lahan tidak kritis menjadi agak kritis dan potensial kritis sebesar 15 ha
dan 148 ha. Tingkatan agak kritis yang tidak mengalami perubahan luasan sebesar 685 ha, lahan potensial kritis yang tetap seluas 3.885 ha dan lahan tidak kritis
yang tetap seluas 29.289 ha. Kawasan lindung di luar kawasan hutan mempunyai fungsi yang sama
dengan kawasan lindung berupa hutan. Tujuan utama ditetapkannya kawasan lindung ini adalah menjaga kelestarian fungsi dari masing-masing kawasan
dimaksud. Hal ini berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di luar kawasan hutan pada tahun 2009 tersaji pada Gambar 27.
77
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 27 Peta Lahan Kritis Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Tahun 2009
Gambar 27 menunjukkan sebaran lahan kritis di kawasan lindung di luar kawasan hutan tingkat kekritisan lahan di dominasi oleh lahan tidak kritis dan
potensial kritis. Kawasan ini meliputi sempadan mata air, sempadan pantai, sempadan sungai, dan sempadan anak sungai. Pada umumnya pada kawasan ini
Luas dari masing-masing tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di luar kawasan hutan pada tahun 1996 dan 2009 tersaji pada Tabel 24.
78
Tabel 24 Tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996 dan 2009
Tingkat Kekritisan Lahan
Tahun 1996 Tahun 2009
Perubahan 1996-2009 Luas Ha
Luas Ha Luas Ha
Sempadan Mata Air Tidak Kritis
1 0,2
1 0,2
0,0 Potensial Kritis
17 35,4
17 35,4
0,0 Agak Kritis
30 62,4
30 62,4
0,0 Jumlah Ha
48 100,0
48 100,0
Sempadan Pantai Tidak Kritis
420 97,0
333 77,0
-87 -20,7
Potensial Kritis 13
3,0 100
23,0 87
669,2 Jumlah Ha
433 100,0
433 100,0
Sempadan Sungai Tidak Kritis
402 45,5
399 45,2
-3 -0,7
Potensial Kritis 270
30,6 272
30,8 2
0,7 Agak Kritis
211 23,9
212 24,0
1 0,5
Jumlah Ha 883
100,0 883
100,0 Sempadan Anak Sungai
Tidak Kritis 312
29,7 298
28,4 -14
-4,5 Potensial Kritis
259 24,7
254 24,2
-5 -1,9
Agak Kritis 457
43,5 476
45,3 19
4,2 Kritis
22 2,1
22 2,1
0,0 Jumlah Ha
1.050 100,0
1.050 100,0
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 24, pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tingkat kekritisan lahan didominasi oleh lahan-lahan tidak kritis dan potensial kritis
sementara lahan-lahan agak kritis dan kritis luasnya relatif kecil. Kawasan sempadan mata air tidak mengalami perubahan tingkat kekritisan lahan selama
tahun 1996 sampai 2009. Lahan kritis hanya dijumpai pada kawasan sempadan anak sungai seluas 22 ha. Pada kawasan lindung ini, kawasan sempadan pantai
mempunyai tingkat kualitas lahan yang paling baik karena lahan terdiri dari tidak kritis dan potensial kritis tidak dijumpai lahan agak kritis dan kritis. Kawasan
sempadan sungai dan anak sungai dijumpai lahan kritis dan agak kritis yang lebih luas dari pada kawasan yang lain. Hal ini dimungkinkan oleh karena ketersediaan
air sepanjang tahun dari sungai atau anak sungai untuk memenuhi kebutuhan usaha budidaya pertanian.
79
5.5 Sebaran Lahan Kritis di Setiap Penggunaan Lahan