79
5.5 Sebaran Lahan Kritis di Setiap Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap tingkat kekritisan lahan bersangkutan. Lahan kritis tersebar di berbagai jenis penggunaan lahan. Selain
karena pengaruh kemampuan lahan, terbentuknya lahan kritis juga dipengaruhi fungsi suatu lahan. Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung tersebar
diberbagai penggunaan lahan. Perubahan tingkat kekritisan lahan setiap penggunaan lahan umumnya meningkat dari tahun 1996 sampai 2009. Lahan tidak
kritis yang mengalami pengurangan luas karena perubahan penggunaan lahan hutan. Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung
tersaji pada Tabel 25. Tabel 25 Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung
tahun 1996 dan 2009
Tingkat Kekritisan
Lahan Penggunaan
Lahan Tahun 1996
Tahun 2009 1996 - 2009
Luas Ha Luas Ha
Luas Ha Tidak Kritis
HT 3.947
18,4 3.774
17,6 -172
-4,4 SN
67 0,3
61 0,3
-6 9,0
WD 0,0
144 0,7
144 100,0
Pot. Kritis HT
11.513 53,8
10.705 50,0
-808 -7,0
Agak Kritis SB
66 0,3
81 0,4
15 22,9
PK 871
3,8 656
4,0 39
11,4 SW
174 0,8
171 0,8
-3 -1,9
SWT 383
1,8 399
1,9 16
4,2 TG
1.201 5,6
1.319 6,2
118 9,8
Kritis SB
278 1,3
383 1,8
104 37,6
PK 308
1,4 337
1,6 28
9,1 SW
19 0,1
19 0,1
0,0 SWT
421 2,0
478 2,2
58 13,7
TG 2.226
10,4 2.693
12,6 467
21,0 Jumlah Ha
21.421 100,0
21.421 100,0
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 25 menunjukkan tingkat kekritisan lahan pada tahun 1996 sampai tahun 2009 pada tiap penggunaan lahan. Setiap tingkat kekritisan lahan
mempunyai penggunaan lahan yang berbeda pula. Lahan kritis pada kawasan lindung meliputi penggunaan lahan semak
belukar, permukiman, sawah, sawah tadah hujan, dan tegalanladang. Pada umumnya luas penggunaan lahan kritis meningkat dari tahun 1996 sampai 2009,
kecuali sawah yang tetap luasnya. Penggunaan lahan yang menyebabkan lahan
80
kritis didominasi oleh penggunaan lahan sebagai tegalanladang yang meningkat seluas 467 ha dan semak belukar yang meningkat 104 ha. Penggunaan lahan pada
tingkat kritis tersebar pada kawasan lindung meliputi lahan-lahan dengan kelerengan 40 atau sangat curam.
Lahan agak kritis penggunaan lahannya sama dengan lahan kritis. Perbedaanya adalah sebaran lahan agak kritis meliputi lahan-lahan dengan
kelerengan antara 25-40 atau lahan-lahan curam. Penggunaan lahan agak kritis dalam periode tahun 1996 sampai 2009 umumnya mengalami peningkatan luas,
kecuali sawah yang berkurang 3 ha. Dominasi penggunaan lahan meliputi tegalanladang, sawah tadah hujan, permukiman. Gambar 28 memperlihatkan
lahan kritis pada kawasan lindung dengan penggunaan lahan tegalanladang.
Gambar 28 Lahan Kritis pada Kawasan Lindung dengan Penggunaan Lahan TegalanLadang
Gambar 28 menunjukkan bahwa lahan kritis di kawasan lindung yang disebabkan
penggunaan lahan tegalanladang. Kegiatan perladangan
menyebabkan tutupan lahan akan mengalami perubahan dari semula tanaman tahunan menjadi tanaman musiman. Hal ini terjadi karena tanaman tahunan
dianggap menghambat pertumbuhan tanaman pertanian karena naungan tajuknya. Oleh karena itu tanaman tahunan banyak yang dikurangi baik ditebang atau
dipangkas tajuknya. Pengurangan tanaman tahunan menyebabkan lahan semakin terbuka dan semakin mudah tererosi oleh air hujan. Pengolahan lahan yang
intensif pada musim hujan dan kondisi lahan-lahan dengan kelerengan curam atau
81
sangat curam semakin memperbesar terjadinya erosi. Lahan untuk perladangan juga didominasi batuan sehingga lapisan tanah mudah tererosi bahkan longsor
karena pengaruh air hujan. Masa tanah yang berat karena telah jenuh dengan air hujan akan mudah longsor karena batuan yang kedap air dapat berperan sebagai
papan luncur. Pada tingkatan potensial kritis penggunaan lahan hanya meliputi hutan saja.
Pada periode tahun 1996 sampai 2009 hutan pada lahan potensial kritis mengalami pengurangan luas sebesar 808 ha. Pada lahan tidak kritis penggunaan
lahannya meliputi: hutan, sungai, dan waduk. Penggunaan lahan hutan mengalami pengurangan luas yang cukup besar. Waduk dibangun untuk tujuan utama suplai
air untuk irigasi. Gambar 29 memperlihatkan lahan tidak kritis pada kawasan lindung dengan penggunaan lahan hutan.
Gambar 29 Lahan Tidak Kritis pada Kawasan Lindung dengan Penggunaan Lahan Hutan
Penggunaan lahan hutan akan mempertahankan lahan pada kawasan lindung tetap tidak kritis. Kondisi hutan yang masih baik akan mempertahankan tutupan
lahan dengan tajuk vegetasi penyusunnya yaitu pohon. Tajuk vegetasi penyusun hutan bertingkat-tingkat. Tajuk paling atas merupakan tajuk tinggi yang tersusun
oleh pohon tinggi, sampai pada permukaan tanah masih tertutup oleh tajuk dari tumbuhan bawah dan seresah. Pentupan lahan oleh tajuk membuat hujan yang
turun tidak langsung mengenai permukaan tanah akibat. Hal ini akan mencegah
82
terjadinya erosi terutama pada lahan-lahan curam, sehingga fungsi dan kualitas lahan di kawasan lindung tetap terjaga dan tidak terbentuk lahan kritis.
Tingkat kekrtitisan lahan di kawasan budidaya juga meliputi berbagai penggunaan lahan. Pada kawasan budidaya dari tahun 1996 sampai 2009
mengalami perubahan luasan tingkat kekritisan lahan. Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan budidaya tersaji pada Tabel 26.
Tabel 26 Tingkat kekritisan lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009
Tingkat Kekritisan
Penggunaan Lahan Tahun 1996
Tahun 2009 1996 - 2009
Luas Ha
Luas Ha
Luas Ha
Tidak Kritis Kebun Campuran
15.753 46,1 15.269
44,7 -484
-3,1 Permukiman
1.968 5,8
2.778 8,1
809 41,1
Sawah 8.396
24,6 8.232
24,1 -164
-2,0 Sawah Tadah Hujan
214 0,6
214 0,6
TegalanLadang 3.120
9,1 2.959
8,7 -161
-5,2 Pot. Kritis
Semak Belukar 384
1,1 220
0,6 -164
-42,7 Kebun Campuran
874 2,6
868 2,5
-7 -0,8
Permukiman 569
1,7 748
2,2 180
31,6 Sawah
23 0,1
23 0,1
Sawah Tadah Hujan 78
0,2 78
0,2 TegalanLadang
2.128 6,2
2.096 6,1
-31 -1,57
Agak Kritis Semak Belukar
155 0,5
155 0,5
Permukiman 78
0,2 102
0,3 24
31,5 Sawah
130 0,4
130 0,4
Sawah Tadah Hujan 42
0,1 42
0,1 TegalanLadang
280 0,8
278 0,8
-2 -0,8
Jumlah Ha 34.193
100,0 34.193 100,0
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 26 menunjukkkan bahwa pada tahun 1996 dan 2009 pada lahan tidak kritis, penggunaannya meliputi kebun campuran, sawah, tegalanladang.
Penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas adalah permukiman sedangkan sawah tadah hujan luasannya tetap. Berdasarkan karakteristik fisik
lahan, lahan-lahan tidak kritis tersebar pada wilayah yang datar. Lahan potensial kritis, penggunaan lahannya didominasi semak belukar,
permukiman, dan tegalanladang. Lahan sepanjang pesisir pantai dengan
83
penggunaan lahan adalah semak belukar juga termasuk lahan potensial kritis. Selama periode tahun 1996 sampai 2009 hanya permukiman saja yang mengalami
penambahan luas, sedangkan semak belukar, dan tegalanladang berkurang luasnya. Penyebaran lahan ini meliputi wilayah dengan karakteristik tingkat
kelerengan agak curam. Lahan agak kritis meliputi berbagai penggunaan lahan dengan penyebaran
pada wilayah yang mempunyai tingkat kelerengan lebih dari 40. Dari tahun 1996 sampai 2009 penggunaan lahan yang menyebabkan lahan agak kritis
cenderung tetap. Pertambahan permukiman saja yang paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya lahan agak kritis.
Pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tingkat kekrtitisan lahan juga meliputi berbagai penggunaan lahan. Pada kawasan ini pada tahun 1996 dan 2009
perubahan tingkat kekritisan lahan tidak terlalu besar karena penggunaan lahannya cenderung tetap tidak mengalami perubahan yang dinamis. Tingkat kekritisan
lahan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tersaji pada Tabel 27.
84
Tabel 27 Tingkat kekritisan tiap penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996 dan 2009
Tingkat Kekritisan
Lahan Penggunaan
Lahan Tahun 1996
Tahun 2009 Perubahan 1996-2009
Luas Ha
Luas Ha
Luas Ha
Sempadan Mata Air Tidak Kritis
Mata Air 1
2,1 1
2,1 0,0
Pot. Kritis Kebun Campuran
17 3,4
17 3,4
0,0 Agak Kritis
Permukiman 2
4,2 2
4,2 0,0
Sawah 5
10,4 5
10,4 0,0
TegalanLadang 23
47,9 23
47,9 0,0
Jumlah Ha 48
100,0 48
100,0 Sempadan Pantai
Tidak Kritis Sungai
29 6,7
29 6,7
0,0 Semak Belukar
391 90,3
304 70,2
-87 -22,3
Pot. Kritis Kebun Campuran
6 1,3
93 21,4
87 145,0
TegalanLadang 7
1,7 7
1,7 0,0
Jumlah Ha 433
100,0 433
100,0 Sempadan Sungai
Tidak Kritis Sungai
383 43,4
383 43,4
0,0 Semak Belukar
19 2,1
16 1,8
-3 -15,8
Pot. Kritis Kebun Campuran
270 30,5
272 30,8
2 0,7
Agak Kritis Permukiman
43 4,9
44 4,9
1 2,3
Sawah 72
8,2 72
8,2 0,0
Sawah Tadah Hujan
73 8,3
73 8,3
0,0 TegalanLadang
23 2,6
23 2,6
0,0 Jumlah Ha
883 100,0
883 100,0
Sempadan Anak Sungai Tidak Kritis
Anak Sungai 241
22,9 241
22,9 0,0
Semak Belukar 71
6,8 57
5,4 -14
-19,7 Pot. Kritis
Kebun Campuran 259
24,7 254
24,2 -5
-1,9 Agak Kritis
Permukiman 55
5,2 74
7,0 19
34,5 Sawah
228 21,7
228 21,7
0,0
Sawah Tadah Hujan
42 4,0
42 4,0
0,0 TegalanLadang
132 11,6
132 11,6
0,0 Kritis
Permukiman 1
0,1 1
0,1 0,0
Sawah 17
1,6 17
1,6 0,0
Sawah Tadah Hujan
1 0,1
1 0,1
0,0 TegalanLadang
3 0,3
3 0,3
0,0 Jumlah Ha
1.050 100,0
1.050 100,0
Sumber : Hasil Analisis
85
Berdasarkan Tabel 27, lahan tidak kritis merupakan lahan dengan penggunaan sebagai semak belukar. Semak belukar mampu mempertahankan
kualitas lahan, baik yang terdapat di sempadan sungai dan anak sungai, serta sempadan pantai. Penggunaan lahan selain semak belukar cenderung berdampak
terhadap terbentuknya lahan kritis. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya lahan tidak kritis akibat berubahnya penggunaan lahan semak belukar. Penggunaan
lahan sebagai kebun campuran masih mampu mempertahankan kualitas lahan dimana lahan berada dalam tingkat potensial kritis.
5.6 Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Terbentuknya Lahan Kritis