Metode Penelitian METODOLOGI PENELITIAN

21

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas Kabupaten Kulon Progo ± 58. 027 ha 580,27 km 2 , secara geografis terletak pada 110 1’37’’–110 16’26’’ Bujur Timur dan 7 38’42’’–7 59’3’’ Lintang Selatan. Kabupaten Kulon Progo sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan Persiapan penelitian dilakukan dengan cara menginventarisasi dan penelusuran sumber data, baik data sekunder maupun data primer. Penelusuran data dilakukan melalui buku-buku pustaka, peta-peta terkait, internet, peraturan perundang-undangan, penelitian terdahulu maupun dari instansi terkait baik instansi pemerintah daerah maupun pusat atau instansilembaga lainnya. Sumber data primer diperoleh melalui surveicek di lapangan terutama terkait dengan penggunaan lahan hasil analisis citra Landsat dan lahan kritis dengan kondisi sesungguhnya di lapangan. 3.3.2 Pengumpulan Data Data dan informasi dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan primer. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang meliputi: Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Kulon Progo, Bappeda Kabupaten Kulon Progo, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, Kantor Pertanahan Kabupaten Kulon Progo, BPKH Wilayah XI Jawa-Madura, Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo, dan instansi lain yang berkaitan dengan data yang diperlukan. Data primer diperoleh melalui cek lapangan dan pengambilan dokumentasi sebagai validasi dan verifikasi dari analisis penggunaan lahan dan lahan kritis. Verifikasi bertujuan untuk mengecek kebenaran, ketepatan dan kenyataan di 22 lapangan. Di samping itu, data primer juga diperoleh melalui wawancara terhadap stakeholder pemangku pengelola lahan, terkait perubahan penggunaan lahan dan terbentuknya lahan kritis. Stakeholder meliputi Penyuluh Kehutanan dan Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo, dan BPKH Wilayah XI Jawa-Madura. 3.3.3 Analisis Data Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan diperoleh dari interpretasi citra Landsat TM band 542 tahun 1996 dan tahun 2009. Berdasarkan hasil interpretasi kemudian dilakukan klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine dengan metode klasifikasi secara terbimbing supervised classification pada kombinasi band 5, 4, dan 2 RGB. Perubahan penggunaan lahan diperoleh dengan membandingkan penggunaan lahan hasil dari interpretasi citra tahun 1996 dan 2009, yang diperkuat dengan pengecekan lapangan. Proses membandingkan perubahan penggunaan lahan dilakukan melalui overlay kedua peta penggunaan lahan dengan software ArcGis versi 9.3 atau Arcview versi 3. Hasil overlay akan diperoleh jenis penggunaan lahan apa saja yang mengalami perubahan dari tahun 1996 sampai 2009. Perhitungan dari luasan penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dilakukan dengan program excel. Alur analisis perubahan penggunaan lahan tersaji pada Gambar 3. 23 Gambar 3 Diagram Alir Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Kemampuan Lahan Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan adalah sistem USDA yang dikemukakan dalam Agricultural Handbook No. 210 Klingebiel dan Montgomery, 1961. Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang meliputi sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain. Lahan dikelompokkan ke dalam kelas I-VIII Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi kelas kemampuan lahan dilakukan terhadap satuan lahan. Satuan lahan diperoleh melalui overlay peta jenis tanah, peta kelerengan, peta erosi, peta kedalaman solum, peta rawan bahaya longsor, peta drainase, dan peta singkapan batuan. Overlay dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dari overlay tiap peta diperoleh kombinasi parameter, sehingga dapat dilakukan Peta Penggunaan Lahan Tahun 2009 sementara Peta Penggunaan Lahan Tahun 1996 sementara Perbaikan Peta Penggunaan Lahan 1996 Perbaikan Peta Penggunaan Lahan 2009 Cek Lapangan Peta Penggunaan Lahan Tahun 2009 Peta Penggunaan Lahan Tahun 1996 Overlay Perubahan Penggunaan lahan Citra Landsat Tahun 1996 Tahun 2009 Persiapan Citra : 1. Komposit Citra pada Band 542 RGB 2. Koreksi Geometri 3. Clip Citra dengan Peta Administrasi 4. Interpretasi Citra Klasifikasi Terbimbing : 1. Training area 2. Metode maximum likelihood 3. Recoding-clump-eliminite-filtering 4. Editing 24 identifikasi lahan. Besarnya hambatan dari masing-masng parameter, menentukan kelas kemampuan lahan. Kelas kemampuan lahan yang dihasilkan memuat informasi dan data yang berhubungan dengan karakteristik fisik lahan. Evaluasi kelas kemampuan lahan dilakukan dengan membandingkan setiap satuan lahan dengan kriteria yang digunakan. Klasifikasi kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan Kelas Kriteria Penggunaan I Tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan dalam penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan terutama pertanian. Pertanian tanaman semusim, tanaman rumput, hutan, dan cagar alam. II Mempunyai beberapa hambatan dan memerlukan tindakan konservasi sedang. Faktor penghambat ; lereng landai, erosi sedang, struktur tanah kurang baik, gangguan salinitas, kadang tergenang, drainase buruk yang mudah diperbaiki dengan saluran. Pertanian tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan, dan cagar alam. III Faktor penghambat agak berat, yang meliputi : lereng agak curam, erosi cukup berat, sering tergenang banjir. Pertanian : tanaman semusim, tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan cagar alam. IV Faktor penghambat yang berat, meliputi : lereng curam, kepekaan erosi besar, erosi yang terjadi berat, tanah dangkal, sering tergenang banjir, dan drainase terhambat meskipun telah dibuat saluran. Pertanian semusim, rumput, penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka alam. V Tidak ada ancaman erosi tetapi mempunyai penghambat lain yang sukar dihilangkan, misalnya drainase yang sangat buruk, sering kebanjiran, berbatu-batu, dan penghambat iklim yang besar. Tanaman rumput, penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka alam. VI Mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput atau dihutankan. Faktor penghambat meliputi : lereng sangat curam, bahaya erosi dan erosi yang terjadi sangat berat, berbatu-batu, solum dangkal, drainase buruk, dan penghambat iklim besar. Tanaman rumput, penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka alam. VII Lahan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan. Faktor penghambat meliputi : lereng terjal, erosi sangat berat, berbatu-batu, dangkal, drainase buruk, dan iklim sangat menghambat. Padang rumput dan hutan produksi. VIII Lahan harus dibiarkan dalam keadaan alami, atau di bawah vegetasi hutan. Penghambat tidak dapat diperbaiki lagi yang meliputi : lereng sangat terjal, erosi sangat berat, iklim sangat buruk, berbatu-batu, dan selalu tergenang. Hutan lindung, rekreasi alam, dan cagar alam. Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup 25 Analisis Potensi Lahan Kritis Penetapan lahan kritis dalam penelitian ini mengacu pada kriteria kehutanan, menurut SK Dirjen RLPS No: SK.167V-SET2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Gambar 4 menunjukkan tingkat kekritisan lahan menurut kriteria kehutanan. Gambar 4 Kriteria Tingkat Kekritisan Lahan dari Kehutanan Penilaian lahan kritis mengacu pada definisi lahan kritis yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang berada di dalam maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian lahan kritis dibedakan berdasarkan fungsi lahan yang berkaitan, yaitu fungsi kawasan lindung bagi hutan Peta Kelas Lereng Kelas Skor • Datar 5 • Landai 4 • Agak Curam 3 • Curam 2 • Sangat Curam 1 Peta Erosi Kelas Skor • Ringan 5 • Sedang 4 • Berat 3 • Sangat Berat 2 Peta Tutupan Lahan Kelas Skor • Sangat Baik 5 • Baik 4 • Sedang 3 • Buruk 2 • Sangat Buruk 1 Peta Manajemen Kelas Skor • Baik 5 • Sedang 3 • Buruk 1 Peta Tingkat Kekritisan Lahan Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Total Skor Total Skor Total Skor Sangat Kritis ≤ 180 ≤ 200 ≤ 200 Kritis 181-270 201-275 201-275 Agak Kritis 271-360 276-350 276-350 Potensial Kritis 361-450 351-425 351-425 Tidak Kritis ≥ 451 ≥ 426 ≥ 426 Overlay 26 lindung, fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan, dan fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Data spasial lahan kritis disusun setelah data spasial masing-masing parameternya disusun terlebih dahulu. Data spasial masing-masing parameter harus dibuat dengan standar yang sama, meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan serta kesamaan data atributnya. Setiap fungsi lahan, ditentukan parameter pendukungnya yang terbagi lagi ke dalam beberapa kelas. Untuk penilaiannya, masing-masing parameter diberi bobot dan masing-masing kelas diberi skoring. Total skor setiap parameter merupakan perkalian bobot dengan skor dari masing-masing parameter. Penjumlahan dari total skor masing-masing parameter setiap fungsi lahan menunjukkan tingkat kekritisan lahan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Parameter yang digunakan dalam penilaian tingkat kekritisan lahan sesuai dengan SK Dirjen RLPS No: SK.167V-SET2004 meliputi : kondisi tutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, singkapan batuan outcrop, kondisi pengelolaan manajemen, dan produktivitas lahan. Informasi tentang tutupan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM+. Kondisi tutupan lahan dinilai berdasarkan persentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Tutupan lahan dalam penentuan lahan kritis dibedakan menjadi empat kelas yaitu: sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk. Kemiringan lereng merupakan sudut yang terbentuk antara beda tinggi jarak vertikal suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan satuan persen dan o Pengolahan data ketinggian menghasilkan model elevasi digital Digital Elevation ModelDEM. Kemiringan lereng yang dihasilkan selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi lahan kritis. Kemiringan lereng dalam penentuan lahan kritis dibedakan menjadi empat kelas yaitu: datar, landai, agak curam, curam, dan sangat curam. derajat. Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian garis kontur dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi. 27 Data spasial tingkat erosi, salah satu sumbernya dapat diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan land system. Tingkat erosi pada suatu lahan dalam penentuan lahan kritis dibedakan menjadi empat kelas yaitu: ringan, sedang, berat dan sangat berat. Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Produktivitas lahan dalam penilaian lahan kritis dibagi menjadi lima kelas yaitu : sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi produktivitas lahan dan skoringnya untuk penilaian lahan kritis Kelas Besaran Deskripsi Skor Total Skor Sangat Tinggi Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional : 80 5 150 Tinggi Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional : 61 – 80 4 120 Sedang Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional : 41 – 60 3 90 Rendah Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional : 21 – 40 2 60 Sangat Rendah Ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional : 20 1 30 Total skor = skor x bobot untuk produktivitas lahan adalah 30 Manajemen dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan. Manajemen untuk fungsi kawasan lindung meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Manajemen pada kawasan lindung di luar kawasan hutan adalah ada atau tidak adanya penerapan teknologi konservasi tanah. Manajemen pada kawasan budidaya untuk pertanian berdasarkan usaha penerapan teknologi konservasi tanah pada setiap unit lahan. 28 Manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenai aspek manajemen. Berkaitan dengan penyusunan data spasial lahan kritis, kriteria tersebut perlu dispasialisasikan dengan menggunakan atau berdasar pada unit pemetaan kriteria produktivitas, yaitu unit pemetaan land system atau unit pemetaan yang lebih detail. Kriteria manajemen dalam penentuan lahan kritis dibagi menjadi tiga kelas yaitu : baik, sedang, dan buruk. Singkapan batuan outocrop merupakan batuan yang tersingkapterungkap di atas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terpendam dalam tanah. Parameter ini hanya digunakan untuk pemetaan lahan kritis pada kawasan budidaya tanaman pertanian. Klasifikasi singkapan batuan dibagi menjadi tiga kelas yaitu : sedikit, sedang, dan banyak. Setiap fungsi lahan mempunyai parameter masing-masing dalam penilaian tingkat kekritisannya. Berikut merupakan parameter yang digunakan dalam penilaian lahan kritis setiap fungsi lahan. Fungsi Kawasan Lindung Kawasan hutan lindung merupakan kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya tanah, hutan, air, dan bukan sebagai daerah produksi. Parameter penilaian kekritisan lahan kawasan hutan lindung dikonsentrasikan pada parameter penilaian kekritisan yang berkaitan dengan fungsi perlindungan pada sumberdaya hutan vegetasi, tanah dan air, faktor kemiringan lereng, tingkat erosi dan manajemen pengelolaan yang dilakukan. Penutupan lahan dinilai berdasarkan persentase penutupan oleh tajuk pohon. Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan hutan lindung disajikan pada Tabel 5. 29 Tabel 5 Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan hutan lindung Parameter Bobot Kelas BesaranDeskripsi Skor Total Skor Penutupan Lahan 50 1. Sangat baik 2. Baik 3. Sedang 4. Buruk 5. Sangat buruk 80 61-80 41-60 21-40 20 5 4 3 2 1 250 200 150 100 50 Lereng 20 1. Datar 2. Landai 3. Agak Curam 4. Curam 5. Sangat curam 8 8- 15 16-25 25-40 40 5 4 3 2 1 100 80 60 40 20 Erosi 20 1. Ringan -Tanah dalam: Kurang dari 25 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m -Tanah dangkal: Kurang dari 25 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 50 m 5 100 2. Sedang - Tanah dalam: 25-75 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m - Tanah dangkal: 25-50 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak 20-50 m 4 80 3. Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20- 50 m - Tanah dangkal: 25-75 lapisan tanah atas hilang 3 60 4. Sangat Berat - Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m - Tanah dangkal: 75 lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi 2 40 Manajemen 10 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk Lengkap Tidak lengkap Tidak ada 5 3 1 50 30 10 : - Tata batas kawasan ada - Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan 30 Fungsi Kawasan Budidaya Untuk Usaha Pertanian Parameter yang digunakan dalam penilaian tingkat kekritisan lahan adalah produktivitas lahan, kelerengan lapangan, kenampakan erosi, penutupan oleh batu-batuan dan manajemen. Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan budidaya untuk usaha pertanian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kriteria penilaian lahan kritis di kawasan budidaya untuk usaha pertanian Parameter Bobot Kelas BesaranDeskripsi Skor Total Skor Produktivitas 30 1. Sangat tinggi 2. Tinggi 3. Sedang 4. Rendah 5. Sangat rendah 80 61-80 41-60 21-40 20 5 4 3 2 1 150 120 90 60 30 Lereng 20 1. Datar 2. Landai . 3. Agak Curam 4. Curam 5. Sangat curam 8 8- 15 16-25 25-40 40 5 4 3 2 1 100 80 60 40 20 Erosi 15 1. Ringan - Tanah dalam: Kurang dari 25 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m - Tanah dangkal: Kurang dari 25 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 50 m 5 75 2. Sedang - Tanah dalam: 25-75 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m - Tanah dangkal: 25-50 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak 20-50 m 4 60 3. Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m - Tanah dangkal: 25-75 lapisan tanah atas hilang 3 45 4. Sangat Berat - Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m - Tanah dangkal: 75 lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi 2 30 Batuan 5 1. Sedikit 2. Sedang 3. Banyak 10 10-30 30 5 3 1 25 15 5 Manajemen 30 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk - Lengkap - Tidak lengkap - Tidak ada 5 3 1 150 90 30 : - Penerapan teknologi konservasi 31 Kawasan budidaya untuk pertanian adalah kawasan yang fungsi utamanya adalah sebagai daerah produksi dan diusahakan agar berproduksi secera lestari. Oleh sebab itu penilaian kekritisan lahan di daerah produksi dikaitkan dengan fungsi produksi dan pelestarian sumberdaya tanah, vegetasi, dan air untuk produktivitas. Fungsi Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Parameter yang digunakan dalam penilaian tingkat kekritisan lahan adalah tutupan lahan, kelerengan lapangan, kenampakan erosi, dan manajemen. Kawasan lindung di luar kawasan hutan adalah kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung tetapi kawasan tersebut tidak lagi sebagai hutan. Pada umumnya daerah tersebut sudah diusahakan sebagai kawasan budidaya terutama untuk kegiatan produksi. Namun secara prinsip daerah ini masih tetap berfungsi sebagai daerah perlindungan atau pelestarian sumberdaya tanah, hutan, dan air. Oleh karena itu parameter penilaian kekritisan lahan di daerah ini harus dikaitkan dengan fungsi sumberdaya tanah, vegetasi permanen, kemiringan lereng, tingkat erosi dan tingkat pengelolaan atau manajemen lahan. Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan lindung di luar kawasan hutan disajikan pada Tabel 7. 32 Tabel 7 Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan lindung di luar kawasan hutan Parameter Bobot Kelas BesaranDeskripsi Skor Total Skor Tutupan Lahan 50 1. Sangat baik 2. Baik 3. Sedang 4. Buruk 5. Sangat buruk 40 31-40 21-30 10-20 10 5 4 3 2 1 250 200 150 100 50 Lereng 20 1. Datar 2. Landai 3. Agak Curam 4. Curam 5. Sangat curam 8 8- 15 16-25 26-40 40 5 4 3 2 1 100 80 60 40 20 Erosi 20 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Sangat Berat - Tanah dalam: Kurang dari 25 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m - Tanah dangkal: Kurang dari 25 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 50 m - Tanah dalam: 25-75 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m - Tanah dangkal: 25-50 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak 20-50 m - Tanah dalam: lebih dari 75 lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m - Tanah dangkal: 25-75 lapisan tanah atas hilang - Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m - Tanah dangkal: 75 lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi 5 4 3 2 100 80 60 40 Manajemen 10 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk - Lengkap - Tidak lengkap - Tidak ada 5 3 1 50 30 10 : - Tata batas kawasan ada - Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan 33 Analisis Karakteristik Lahan Terhadap Lahan Kritis Analisis ini digunakan untuk mendukung validasi dan verifikasi yang telah dilaksanakan melalui cek lapangan. Data dan informasi yang tidak dapat diperoleh di lapangan atau keterbatasan dalam melaksanakan cek lapangan, untuk memperkuat validasi dilakukan pendekatan dengan membandingkan peta karakteristik lahan terhadap lahan kritis yang diperoleh dari hasil analisis. Analisis Sebaran Lahan Kritis Terhadap RTRW Kabupaten Analisis dilakukan dengan overlay peta lahan kritis hasil analisis dengan peta RTRW Kabupaten. Hasil dari overlay akan diperoleh sebaran lahan kritis di setiap arahan pemanfaatan ruang yang terdapat pada RTRW. Data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan, dasar pertimbangan dan arahan pengembangan wilayah kabupaten. 34

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN