95
5.8 Tingkat Kekritisan Lahan di Kabupaten Kulon Progo
Tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Kulon Progo dapat diperkirakan berdasarkan hasil analisis tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung, kawasan
budidaya, dan kawasan lindung di luar kawasan hutan. Tingkat kekritisan lahan diperoleh dengan penjumlahan dari masing-masing kawasan tersebut. Tabel 33
dan Tabel 34 menunjukkan tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Kulon Progo.
Tabel 33 Tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Kulon Progo tahun 1996
Kawasan Tingkat Kekritisan Tahun 1996
Jumlah Ha
Kritis Agak Kritis
Pot. Kritis Tidak Kritis
Lindung 3.252
2.642 11.513
4.014 21.421
Budidaya 685
4.055 29.452
34.192 Sempadan Mata Air
30 17
1 48
Sempadan Pantai 13
420 433
Sempadan Anak Sungai 22
457 259
312 1.050
Sempadan Sungai 211
270 402
884 Jumlah Ha
3.274 4.025
16.127 34.601
58.027 Sumber : Hasil Analisis
Tabel 34 Tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2009
Kawasan Tingkat Kekritisan Tahun 2009
Jumlah Ha
Kritis Agak Kritis
Pot. Kritis Tidak Kritis
Lindung 3.909
2.827 10.705
3.980 21421
Budidaya 707
4.033 29.452
34192 Sempadan Mata Air
30 17
1 48
Sempadan Pantai 100
333 433
Sempadan Anak Sungai 22
476 254
298 1050
Sempadan Sungai 212
272 399
884 Jumlah Ha
3.931 4.252
15.381 34.463
58.027 Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 33 dan Tabel 34 menunjukkan bahwa pada tahun 1996 dan 2009, lahan kritis hanya terdapat pada kawasan lindung dan kawasan
sempadan anak sungai. Pada lahan agak kritis satu-satunya kawasan yang tidak ada lahan kritis dan agak kritis adalah kawasan sempadan pantai. Lahan agak
kritis paling dominan terdapat pada kawasan lindung. Lahan tidak kritis paling dominan terdapat pada kawasan budidaya. Dominasi lahan kritis, agak kritis, dan
potensial kritis terdapat pada kawasan lindung sedangkan dominasi lahan tidak kritis terdapat pada kawasan budidaya.
96
5.9 Potensi Lahan Kritis terhadap RTRW Kabupaten
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kulon Progo 2003-2013 ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2003. Rencana
tata ruang tersebut membagi wilayah kabupaten menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya
buatan, dan nilai sejarah serta sejarah bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung berfungsi untuk perlindungan kawasan setempat
dan kawasan dibawahnya. Kawasan lindung merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan pada kawasan
sekitarnya dan kawasan bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta pemeliharaan kesuburan tanah.
Kawasan budidaya merupakan kawasan yang dimanfaatkan secara terarah bagi hidup dan kehidupan manusia. Kawasan budidaya bertujuan untuk
memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang berdaya guna dan berhasil guna dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pengembangan
kawasan budidaya meliputi kawasan pertanian, kawasan permukiman, kawasan pariwisata, kawasan perdagangan, kawasan industri dan kawasan pertambangan.
Gambar 31 menunjukkan RTRW Kabupaten Kulon Progo tahun 2003 sampai 2013.
97
Sumber : Bappeda Kabupaten Kulon Progo,2009
Gambar 31 Peta RTRW Kabupaten Kulon Progo 2003-2013 Gambar 31 menunjukkan bahwa berdasarkan rencana tata ruang wilayah,
Kabupaten Kulon Progo menetapkan enam kawasan rencana penggunaan wilayah. Kawasan yang direncanakan meliputi kawasan industri, kawasan pertanian lahan
basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan lindung, kawasan perikanan pantai, dan kawasan permukiman. Luas dari masing-masing kawasan dalam
rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kulon Progo tersaji pada Tabel 35.
98
Tabel 35 Luasan alokasi wilayah Kabupaten Kulon Progo sesuai RTRW
No. Rencana Kawasan
Luas Ha Persentase
1 Industri
3.351 5,77
2 Pertanian Lahan Basah
13.999 24,13
3 Pertanian Lahan Kering
10.014 17,26
4 Lindung
21.421 36,92
5 Perikanan Pantai
385 0,66
6 Permukiman
8.857 15,26
Jumlah Ha 58.027
100,00 Sumber : Hasil Analisis
Tabel 35 menunjukkan luasan dari masing-masing rencana pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang wilayah kabupaten. Kawasan lindung mempunyai
persentase luasan yang paling besar 36,92 dari wilayah kabupaten. Penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan permukiman juga
mempunyai alokasi yang cukup besar. Alokasi penggunaan lahan untuk kawasan industri dan perikanan pantai relatif kecil 5,77 dan 0,66.
Terbentuknya lahan kritis akan berpengaruh terhadap rencana pemanfaatan lahan yang tertuang dalam RTRW. Lahan kritis akan mengurangi pilihan
penggunaan lahan sehingga memerlukan tindakan untuk mencegah dan mengurangi terbentuknya lahan kritis, sedangkan lahan kritis yang telah terbentuk
harus segera direhabilitasi. Tabel 36 dan 37 menunjukkan sebaran lahan kritis sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang atau RTRW.
Tabel 36 Tingkat Kekritisan lahan di setiap rencana tata ruang Kabupaten Kulon Progo tahun 1996
Pemanfaatan Ruang Sesuai RTRW
Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 1996 Ha Jumlah Ha
Kritis Agak Kritis
Pot. Kritis Tidak Kritis
Industri 50
578 2. 723
3.351 Pertanian Lahan Basah
4 387
740 12.868
13.999 Pertanian Lahan Kering
4 225
1.791 7.994
10.014 Lindung
3.252 2.642
11.513 4.014
21.421 Perikanan Pantai
61 316
385 Permukiman
14 713
1.444 6.686
8.857 Jumlah Ha
3.274 4.025
16.127 34.601
58.027 Sumber : Hasil Analisis
99
Tabel 37 Tingkat Kekritisan lahan di setiap rencana tata ruang Kabupaten Kulon Progo tahun 2009
Pemanfaatan Ruang Sesuai RTRW
Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2009 Ha Jumlah Ha
Kritis Agak Kritis
Pot. Kritis Tidak Kritis
Industri 50
617 2.684
3.351 Pertanian Lahan Basah
4 389
756 12.850
13.999 Pertanian Lahan Kering
4 242
1.833 7.935
10.014 Lindung
3.909 2.827
10.705 3.980
21.421 Perikanan Pantai
8 56
321 385
Permukiman 14
736 1.414
6.693 8.857
Jumlah Ha 3.931
4.252 15.381
34.463 58.027
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 36 dan 37, penyebaran lahan kritis yang terbesar meliputi kawasan lindung. Rencana pemanfaatan ruang yang lain luasan lahan
kritis sangat kecil dan hanya meliputi kawasan pertanian dan permukiman. Lahan agak kritis tersebar di semua rencana pemanfaatan ruang dengan dominasi sebaran
pada kawasan lindung. Setiap rencana pemanfaatan ruang didominasi oleh lahan potensial kritis dan tidak kritis atau lahan yang mempunyai daya dukung yang
lebih baik terhadap pemanfaatan yang direncanakan. Hal ini menunjukkan lahan mempunyai daya dukung yang baik terhadap alokasi rencana pemanfaatan ruang
sesuai RTRW . Kawasan lindung mempunyai sebaran lahan kritis yang paling besar
apabila dibandingkan dengan kawasan budidaya ataupun diantara rencana penataan ruang dalam RTRW. Hal ini dapat terjadi oleh karena fungsi dari
masing-masing kawasan berbeda-beda. Perbedaan fungsi tersebut berpengaruh terhadap daya dukung masing-masing kawasan untuk dapat berfungsi secara
optimal. Tutupan lahan merupakan parameter yang paling utama, untuk mendukung
kawasan lindung berfungsi optimal. Tutupan lahan diperhitungkan dari tajuk-tajuk vegetasi permanen yaitu tajuk pohon. Oleh karena itu penggunaan lahan atau
tutupan lahan yang lain, membuat kawasan lindung akan menjadi kritis atau agak kritis. Tutupan lahan yang membuat kawasan lindung menuju ke arah kritis
meliputi : 1.
Penutupan lahan yang terdiri dari penggunaan lahan tanah terbuka, semak belukar, kegiatan pertanian, dan lahan kering bercampur semak belukar.
100
Kegiatan perbaikan untuk penggunaan lahan ini adalah kegiatan rehabilitasi baik berupa reboisasi maupun penghijauan.
2. Penutupan lahan yang terdiri dari hutan lahan kering sekunder, dan hutan
rawa sekunder. Kegiatan yang diarahkan pada penutupan lahan ini adalah kegiatan pengayaan tanaman.
Berdasarkan parameter yang memperhitungkan tutupan lahan berdasarkan tajuk vegetasi permanen atau pohon, maka bentuk penutupan lahan lainnya yang
dapat berfungsi sama dengan penutupan tajuk pohon tetap dianggap sebagai lahan kritis. Misalnya tutupan lahan berupa semak belukar dalam kondisi alami dapat
berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi, akan tetapi penutupan lahan semak belukar tetap harus direhabilitasi.
5.10 Arahan Penanganan Lahan Kritis