Lahan Kritis TINJAUAN PUSTAKA

9 tempat tinggal atau permukiman dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota Yunus, 1999. Adanya kebutuhan data satelit yang terdiri dari data lama dan data baru dengan tenggang waktu yang relatif lama sehingga dapat dilakukan kajian dan analisis perubahan lahan Lu, 2004.

2.4 Lahan Kritis

Lahan kritis merupakan lahan yang penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuan lahan sehingga terjadi kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis yang berakibat membahayakan fungsi hidrologis, sosial-ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi permukiman. Hal ini dapat menimbulkan erosi dan longsor di daerah hulu serta terjadi sendimentasi dan banjir di daerah hilir. Lahan kritis tidak mampu secara efektif digunakan untuk lahan pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung alam lingkungan Zain, 1998. BALITBANGTANAK 2003, mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungannya. Menurut Departemen Kehutanan 2004, lahan kritis merupakan lahan dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Definisi kehutanan menitikberatkan lahan kritis dari segi hidrologi lahan dan kurang memperhatikan kondisi tanah. Istilah kritis berkaitan dengan keadaan biofisik yang dapat menyangkut fungsi produksi, fungsi lingkungan, fungsi konstruksi, dan fungsi lain-lain, atau semua fungsi lahan. Keadaan ini dapat merupakan bawaan alami lahan misalnya lahan gurun, atau karena kerusakan oleh alam bencana alam atau oleh perilaku manusia salah menggunakan lahan. Kekritisan lahan ditentukan oleh interaksi antar komponen lahan, baik yang berlangsung secara alamiah maupun yang berlangsung di bawah pengaruh tindakan manusia Notohadiprawiro, 2006. Ciri utama lahan kritis adalah gundul, gersang, dan bahkan muncul batu- batuan dipermukaan tanah dengan topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas lahan rendah yang ditandai dengan 10 tingginya tingkat kemasaman tanah. Kapasitas tukar kation KTK, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik rendah. Sebaliknya kadar Al, dan Mn tinggi dapat meracuni tanaman. Lahan kritis juga ditandai dengan tumbuhnya vegetasi alang-alang yang mendominasi, ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menghasilkan zat allelopati sehingga menghambat pertumbuhan vegetasi Hakim 1991, dalam Yunita, 2005 Menurut Departemen Kehutanan 2004, lahan berdasarkan tingkat kekritisannya dapat dibedakan menjadi lima kelas, yaitu tidak kritis, potensial kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis. Suwardjo dalam Yunita 2005, menyatakan bahwa lahan potensial kritis merupakan lahan yang masih produktif tetapi kurang tertutup vegetasi, atau mulai terjadi erosi ringan, sehingga lahan akan rusak menjadi kritis. Lahan yang termasuk dalam kelas potensial kritis mempunyai ciri-ciri antara lain; 1. Lahan masih mempunyai fungsi produksi, hidrologi sedang, tetapi bahaya untuk menjadi kritis sangat besar bila tidak dilakukan usaha konservasi. 2. Lahan masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau keadaan lereng sedemikian curam 45, sangat bertoreh dan kondisi tanah atau batuan yang mudah longsor, atau peka erosi, sehingga bila vegetasi dibuka akan terjadi erosi berat. 3. Lahan yang produktivitasnya masih baik, tetapi penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konservasi, misalnya hutan yang baru dibuka. Lahan agak kritis merupakan lahan yang kurang atau tidak produktif dengan ciri-ciri antara lain: 1. Lahan telah mengalami erosi ringan sampai sedang horizon A5 cm, erosi meliputi erosi permukaan dan erosi alur, tetapi produktivitasnya yang rendah karena tingkat kesuburannya juga rendah. 2. Lahan masih produktif tetapi tingkat erosinya tinggi sehingga fungsi hidrologi telah menurun. Apabila tidak ada usaha perbaikan maka akan menjadi lahan kritis dalam waktu yang relatif singkat. Solum tanah sedang 60-90 cm dengan ketebalan lapisan atas horizon A umumnya kurang dari 5 cm. Lahan 11 ditumbuhi vegetasi yang didominasi alang-alang, rumput semak belukar dan tanaman tahunan dengan sebaran yang jarang. Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif atau produktivitasnya rendah sekali, dengan ciri-ciri: 1. Lahan yang telah mengalami erosi berat, dengan jenis erosi umumnya erosi parit gully erosion. 2. Kedalaman tanah sangat dangkat kurang dari 60 cm. 3. Persentase penutupan lahan kurang dari 50 4. Kesuburan tanah rendah dan meliputi daerah perladangan, padang rumputalang-alang dan semak belukar tandus. Lahan sangat kritis merupakan lahan yang sangat rusak sehingga tidak berpotensi lagi untuk lahan pertanian dan sangat sukar untuk direhabilitasi, dengan ciri-ciri: 1. Lahan telah mengalami erosi sangat berat horizon A dan B telah hilang, selain erosi parit, banyak dijumpai tanah longsor, landslideslumping, tanah merayap land creeping dengan dinding longsoran yang sangat tebal. 2. Lapisan tanah dangkal sampai sangat dangkal 30 cm atau tanpa lapisan atas dan atau tinggal bahan induk, sebagian besar horizon B telah tererosi. 3. Persentase penutupan vegetasi sangat rendah 25 bahkan gundul dan tandus. Departemen Kehutanan 2009, dalam penilaian lahan kritis di setiap lahan mengacu pada definisi lahan kritis yaitu sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan fungsi lahan penetapan lahan kritis dikelompokkan dalam tiga kawasan meliputi: 1. Kawasan hutan lindung, adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Ruang lingkup kawasan lindung meliputi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan kawasan rawan 12 bencana alam. Parameter yang digunakan dalam penetapan lahan kritis meliputi; penutupan lahan dari vegetasi pohon, kelerengan lapangan, tingkat erosi, dan manajeman lahan. 2. Kawasan budidaya untuk usaha pertanian, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Parameter yang digunakan dalam penetapan lahan kritis meliputi; produktivitas lahan, kelerengan lapangan, kenampakan tingkat erosi, penutupan batu-batuan, dan manajemen lahan. 3. Kawasan lindung di luar kawasan hutan, merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung tetapi tidak lagi sebagai hutan dan pada umumnya telah diusahakan sebagai daerah produksi. Parameter yang digunakan dalam penetapan lahan kritis meliputi; penutupan lahan dari vegetasi pohon, kelerengan lapangan, kenampakan erosi, dan manajemen lahan. Lahan kritis merupakan sasaran indikatif rehabilitasi hutan dan lahan yang diprioritaskan untuk segera direhabilitasi. Rehabilitasi Hutan dan Lahan RHL dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan dari aspek hidrologi bertujuan Pengendalian banjir dan meningkatkan potensi air, dari aspek lahan bertujuan untuk Rehabilitasi lahan kritis, Pengendalian erosi dan sedimentasi, dan Peningkatan produktivitas lahan dan dari aspek sosial ekonomi bertujuan untuk pengembangan sosial ekonomi masyarakat.

2.5 ManajemenPengelolaan Lahan