Hurd et al. 2006 mengidentifikasi terjadinya sprawl di wilayah Connecticut dengan beberapa indikasi antara lain: Core hutan menurun dari
waktu ke waktu, karena kehilangan hutan dan konversi untuk kategori fragmentasi hutan lainnya. Perforated hutan meningkat dari waktu ke waktu.
Edge hutan menurun, tetapi sedikit meningkat dalam kontribusi persennya. Patch hutan juga meningkat dari waktu ke waktu, baik dari sisi luasan maupun
kontribusi persennya. Umumnya konversi hutan yang terjadi berada jauh dari pusat perkotaan.
2.4. Fragmentasi Lahan Perkotaan
Fragmentasi perkotaan didefinisikan sebagai sebuah fenomena spasial hasil tindakan memisahkan diri, terpecah dari, atau lepas dari struktur kota dan
sistem kota Burgess 2007. Fenomena urban sprawl merupakan salah satu bentuk fragmentasi penggunaan lahan perkotaan yang umumnya terjadi di
wilayah sub-urban. Rustiadi et al. 2009 menjelaskan bahwa perluasan wilayah urban ke wilayah pinggir kota berdampak pada meluasnya skala manajemen
wilayah urban secara riil. Di lain pihak, proses ini sering sebagai proses yang kontradiktif mengingat prosesnya yang selalu diiringi dengan proses konversi
lahan pertanian yang sangat produktif. Perkembangan area terbangun yang tidak terkendali urban sprawl
terjadi di Delta Jeneberang Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Hasil penelitian Useng et al. 2011 menemukan adanya peningkatan luas area
terbangun dan permukiman sebesar 18 1999-2003 dan 34 2003-2010. Penggunaan lahan area terbangun dan permukiman dari 213,37 ha tahun 1999
meningkat menjadi 729,26 ha tahun 2010. Penggunaan lahan yang mengalami desakan adalah lahan kering, sawah, dan tambak.
Fragmentasi lanskap biasanya disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia seperti urbanisasi dan perubahan penggunaan lahan, serta elemen
lanskap seperti jalan, kereta api, dan sungai. Oleh karena itu, hubungan antara fragmentasi lanskap dan faktor dampaknya harus diperkuat dengan indikator
kuantitatif Gao dan Li 2011.
2.5. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah
Terbitnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan revisi dari Undang-Undang No. 24 tahun 1992.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Produk hukum dari Rencana Tata Ruang Wilayah berhierarki mulai dari level nasional, provinsi, kabupatenkota.
Rencana-rencana turunan dari RTRW seperti Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
dengan:a terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Wilayah Kota Makassar merupakan kawasan perkotaan inti Kawasan
Metropolitan Mamminasata. Penetapan kawasan perkotaan inti diatur melalui beberapa peraturan baik nasional maupun provinsi. Peraturan Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan No. 10 Tahun 2003 tentang RTRW Metropolitan Mamminasata. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional PP No.26 Tahun 2008 menetapkan
Kawasan Mamminasata sebagai Kawasan Strategis Nasional dengan sudut kepentingan ekonomi dan tahap pengembangan I Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan, 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Perda No.9 Tahun 2009 menetapkan Kawasan Mamminasata sebagai Revitalisasi dan
percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan provinsi untuk revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi dengan tahap pengembangan I – IV
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, 2009. Wujud dukungan pemerintah pusat terkait pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata yaitu terbitnya
Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015 telah diterbitkan menjadi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2006 Pemerintah Kota
Makassar, 2006. Tetapi Revisi Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang menjadi Undang-Undang No. 26 tahun 2007 berdampak pada
produk hukum yang hierarkinya berada dibawah Undang-Undang untuk melakukan penyesuaian. Sampai saat ini 2012 revisi mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Makassar belum disahkan menjadi Peraturan Daerah Kota Makassar.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan wilayah Peri-urban Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah peri-urban adalah wilayah kecamatan yang
mengelilingi pusat kota dan berbatasan dengan kabupaten tetangga Kota Makassar. Wilayah peri-urban di lokasi penelitian terdiri dari lima Kecamatan
yaitu Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Manggala, Kecamatan Rappocini, dan Kecamatan Tamalate Gambar 2. Penelitian ini
dilakukan pada Bulan Maret - Agustus 2012. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari: perencanaan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, pengecekan
lapangan, analisis data, interpretasi hasil, dan penulisan.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan alat tulis yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan perangkat lunak Software Microsoft Word, Microsoft Excel, Arc-GIS versi
9.3, dan peralatan penunjang lain seperti alat tulis, kamera digital, Global Positioning System GPS Garmin Oregon, dan kuesioner.
3.3. Pelaksanan Penelitian 3.3.1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan penduduk untuk
menggali informasi terkait proses terjadinya perubahan penggunaan lahan yang berdampak pada fragmentasi penggunaan lahan. Data sekunder terdiri dari data
spasial dan data atribut. Data spasial berupa Peta Rupa Bumi Indonesia Kota Makassar skala 1 : 50.000, Peta Administrasi Kota Makassar skala 1 : 25.000,
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015 skala 1 : 25.000, Citra Satelit akuisisi tahun 2001, tahun 2007 Ikonos, dan 2010 Google Earth.
Data atribut berupa jumlah penduduk, laju pertambahan penduduk 2001-2010, dan data PDRB Kota Makassar.