Kappaphycus sp. paling banyak dibudi dayakan oleh masyarakat pantai. Jenis ini paling banyak diusahakan karena mengandung karagenan yang tinggi. Ismail et
al. 2009 mengemukakan bahwa karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dan dibedakan dengan agar berdasarkan
kandungan sulfatnya. Karagenan mengandung minimal 18 sulfat sedang agar- agar hanya mengandung sulfat 3
– 4. Karagenan memiliki kekuatan gel serta rendeman yang tinggi. Karagenan banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
dalam industri makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil dan kosmetik serta digunakan sebagai bahan stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengikat dan
pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain.
2.2. Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut
Menurut Umar 1997, kelayakan usaha dimaksudkan sebagai perkiraan tentang laba rugi yang terkait dengan pengoperasian usaha. Secara umum aspek
yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, pemasaran dan keuangan.
2.2.1. Aspek Teknis Produksi
Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah makro algae yang secara alami hidup di dasar laut dan melekat pada substrat. Sebagai tumbuhan,
rumput laut membutuhkan cahaya matahari dan hara nutrien untuk membangun biomasa melalui aktifitas fotosintesis. Oleh karena itu salah
satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan budi daya rumput laut adalah pemilihan lokasi, sehingga sering dikatakan kunci keberhasilan budi
daya rumput laut terletak pada ketepatan pemilihan lokasi. Hal ini dapat dimengerti karena relatif sulit untuk membuat perlakuan tertentu terhadap
kondisi ekologi perairan laut yang selalu dinamis sehingga besarnya hasil produksi rumput laut di beberapa daerah sangat bervariasi. Menurut
Sudradjat 2008, penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting, antara lain: 1 Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab
rumput laut mudah patah apabila terus menerus dihantam gelombang; 2 Terlindung dari ancaman predator, seperti ikan buntal, ikan beronang,
bintang laut, bulu babi, penyu dan ikan besar lainnya serta burung laut; 3
Terlindung dari ancaman pencemaran seperti dekat muara sungai, buangan limbah industri, aktivitas pertanian dan limbah rumah tangga; dan 4
Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak gelombang juga buangan kapal minyak, solar, dan
lain-lain akan mencemari area pemeliharaan. Selain faktor tersebut, ketersediaan bibit alami rumput laut, dasar perairan yang berupa pecahan-
pecahan karang dan pasir kasar, kedalaman sekitar 2 – 15 m, kadar garam
28 – 34 ppt dengan nilai optimum 33 ppt, kecerahan lebih dari 1.5 m
Akma et al. 2008. Metode budi daya rumput laut yang dikenal secara umum adalah: 1
metode lepas dasar yang dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang besar; 2 metode
rakit apung yang dilakukan dengan cara mengikat rumput laut pada tali dan diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu; 3 metode rawai dan
dikenal dengan istilah longline yang menggunakan tali panjang yang dibentangkan; dan 4 metode jalur yang merupakan kombinasi antara
metode rakit apung dengan rawai Sudradjat 2008. Metode rawai pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan
bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol minuman bekas sebagai pelampungnya.
Menurut Afrianto dan Evi 1993, saat ini hampir di semua perairan Indonesia cocok untuk budi daya menggunakan metode rawai dan
diterapkan pembudi daya rumpul laut. Umumnya pembudi daya telah beralih dari sistem rakit ke sistem rawai yang lebih memberikan harapan
peningkatan produksi lebih besar. Sistem rawai memungkinkan pemanfaatan ruang lebih luas pada kedalaman yang sangat bervariasi antara
5 – 50 m. Hal ini dikuatkan oleh Anggadiredja et al. 2006, bahwa metode
rawai merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga biaya yang
dikeluarkan relatif murah. Keuntungan dari metode ini adalah tanaman terbebas dari hama bulu babi, pertumbuhannya lebih cepat dan lebih murah
ongkos materialnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga dapat diterapkan di perairan yang agak dalam.
Keuntungan metode rawai antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, terbebas
dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih mudah, biayanya lebih murah, dan kualitas
rumput laut yang dihasilkan baik. Metode budi daya yang diterapkan oleh pembudi daya rumput laut di Karimunjawa dilakukan dengan penggunaan
metode rawai yang telah disesuaikan dengan kondisi geografi lokasi budi daya, yaitu dengan mengikat rumput laut pada tali yang direntangkan di
atas atau diantara tanaman karang. Pengelolaan budi daya rumput laut meliputi penyediaan bibit,
penanganan bibit selama pengangkutan, penanaman bibit dan perawatan tanaman. Akma et al. 2008 menyebutkan bahwa bibit rumput laut dari
Karimunjawa termasuk bibit unggul dan kriteria bibit yang baik adalah rumpun bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak putih dan
tidak terkelupas, warna spesifik, segar, sehat, masih muda, umur 25 – 35
hari, memberikan indikasi pertumbuhan yang baik dengan laju pertumbuhannya 3
– 5 per hari dan berat bibit 50 – 100 g per ikatan dengan jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Kepadatan penanaman bibit
rumput laut tergantung dari jenis dan metode budi daya yang digunakan. Penanaman dilakukan segera setelah selesai pengikatan, dengan tujuan
agar bibit masih segar dan tidak lama berada di darat. Menurut Sudradjat 2008, penanganan bibit selama pengangkutan juga harus dijaga. Hal ini
dilakukan agar bibit tetap lembabbasah tetapi tidak sampai meneteskan air, diusahakan tidak terkena air tawar, hujan, embun, minyak dan kotoran lain
karena dapat merusak bibit, tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan diletakkan pada daerah yang jauh dari sumber panas seperti
mesin perahumobil. Menurut Syaputra 2005, rumput laut merupakan organisme laut yang
memiliki syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan dengan areal
yang akan dibudi dayakan akan semakin baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh. Menurut DJPB KKP 2004a, kegiatan pemeliharaan
meliputi: pembersihan tali dan tanaman dari kotoran, tumbuhan dan hewan pengganggu; menyulammenyisip tanaman yang mati atau terlepas dari
ikatan pada minggu pertama setelah rumput laut ditanam; mengganti tali, patok, pelampung yang lapukrusak; menguatkan tali ikatan dan tali jangkar
yang sudah goyah; menggoyang atau membersihkan lumpur yang melekat pada tanaman dan tali; serta pemantauan pertumbuhan rumput laut secara
berkala. Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi budi daya dan tanaman. Pemeliharaan dilakukan saat ombak
besar maupun saat air laut tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, tali ris utama dan pelampung disebabkan oleh ombak besar atau daya tahan
rumput laut menurun sehingga harus segera diperbaiki. Bila ditunda berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian semakin besar.
Hama dan penyakit merupakan hal yang berbeda. Ditinjau dari definisinya, hama mencakup semua organisme yang bersifat mematikan
organisme yang ditumpanginya secara langsung. Dengan demikian, selain sebagai predator, hama juga sebagai competitor di lingkungan tempatnya
berada. Sedangkan penyakit dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup
sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup, seperti lingkungan, pakan, keturunan dan penanganan Supriyadi dan Tim Lentera
2008. Menurut Sudradjat 2008, hama dalam usaha budi daya rumput laut
antara lain ikan baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu. Pengendalian hama terutama ikan dan penyu dengan cara penempatan lokasi di kawasan
luas dan menghindari masa migrasi ikan tersebut. Penyakit ice-ice merupakan kendala utama budi daya rumput laut. Gejala yang terlihat
antara lain perubahan warna rumput laut menjadi pucat atau tidak cerah bahkan menjadi putih dan membusuk serta pertumbuhan lambat. Penyakit
tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan. Pengendaliannya dengan cara pemindahan lokasi budi daya
yang lebih baik kondisi airnya. Menurut DJPB KKP 2004a, pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal. Oleh
karena itu penempatan rawai harus memperhatikan arah arus agar sirkulasi oksigen dan makanan dapat menyebar secara merata. Di samping itu perlu
diperhatikan pembuangan limbah atau pencemaran rumah tangga atau industri.
Mutu rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik atau metode budi dayanya saja, pemanenan juga merupakan hal terpenting dalam
menentukan mutu rumput laut seperti penentuan umur panen, cara panen dan keadaan cuaca pada saat pemanenan. Panen dapat dibedakan
berdasarkan tujuannya yaitu untuk bibit dan untuk produksi. Panen untuk bibit dilakukan pada saat rumput laut berumur 25
– 35 hari dengan memperhatikan persyaratan bibit yang berkualitas baik, sedangkan panen
untuk produksi dilakukan pada umur 45 hari agar kandungan karagenannya bernilai optimum DJPB KKP 2004a.
Menurut Sudradjat 2008, panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan lebih terjamin, sebaliknya
apabila saat mendung dapat mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara selektif atau
parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan tali ris.
Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Sementara itu, cara panen
keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga waktu kerja yang diperlukan
relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif. Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat
bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budi daya. Penanganan dan pengolahan rumput laut pada pasca panen memegang
peranan yang sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan pasca panen sangat menentukan mutu rumput laut kering yang dihasilkan sebagai
bahan baku industri selanjutnya. Kegiatan penanganan ini harus dilakukan
secara seksama baik dari pemanenan, pencucian, pengeringan bahkan sampai pengepakan dan penyimpanannya. Perlakuan sebelum pengeringan
dilakukan sesuai permintaan pasar, yaitu: langsung dijemur sesudah panen, terlebih dulu dicuci dengan air tawar atau dilakukan fermentasi terlebih
dahulu. Penanganan hasil panen ini juga harus disesuaikan dengan kegiatan
pengolahan selanjutnya. Kegiatan pengolahan ditujukan untuk menciptakan suatu produk yang lebih bernilai ekonomis daripada bahan mentahnya.
Dalam arti, produk olahan apa yang akan dihasilkan dari jenis rumput laut yang dipanen. Hal ini tentu saja agar mutu rumput laut yang dihasilkan
sebagai bahan baku sesuai dengan standar produksi industri pengolahannya dan menghasilkan produk olahan yang berkualitas baik.
2.2.2. Aspek Pasar