Tujuan Hipotesis Terak Baja

2 makro dan mikro, penambahan bahan amelioran, penambahan tanah mineral berkadar besi tinggi dan lain-lain Salampak, 1999. Menurut Yoshida 1981 rendahnya kandungan silikat pada tanaman padi menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut : daun padi lemas dan merunduk, daun padi bagian bawah cepat layu dan mengering, terutama pada saat pembentukan malai, dan setelah malai terbentuk nampak bercak-bercak coklat pada bulir padi. Terak baja adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Material ini bermanfaat bagi pertanian karena dapat digunakan sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah masam ataupun sebagai sumber silikat bagi tanaman padi. Penggunaan terak baja dapat meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah Suwarno dan Goto, 1997.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari dan mengevaluasi pengaruh terak baja terhadap sifat kimia tanah serta pertumbuhan dan produksi padi pada tanah gambut dari Kumpeh, Jambi, melalui percobaan rumah kaca 2. Mengevaluasi pengaruh terak baja terhadap efisiensi pupuk 3. Mengevaluasi pengaruh pemberian terak baja terhadap kandungan logam berat beracun dalam tanah dan gabah untuk kelayakan konsumsi beras

1.3. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Pemberian terak baja dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produksi padi sawah pada tanah gambut dari Kumpeh, Jambi 2. Terak baja dapat mengurangi dosis dan penggunaan pupuk konvensional 3. Pemberian terak baja tidak berpengaruh terhadap kandungan logam berat beracun dalam tanah dan gabah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Gambut

2.1.1. Pengertian Tanah Gambut

Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Menurut Andriesse 1992, dalam Noor, 2001, gambut adalah tanah organik organic soils, tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut muck, peatymuck, mucky. Menurut Notohadiprawiro 1986, yang dinamakan gambut peat ialah endapan bahan organik sedenter pengendapan di tempat, yang terutama terdiri dari atas sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa itu. Oleh karena bahan sisa nabati itu belum mengalami proses perombakan jauh, maka gambut masih jelas menampakkan bentuk jaringan asli yang menjadi asalnya. Apabila proses perombakan telah berjalan cukup jauh, sehingga bentuk jaringan aslinya sudah tidak tampak lagi dan sedikit banyak telah memperoleh kenampakan serba sama homogen, maka bahan organik itu dinamakan sepuk muck.

2.1.2. Kesuburan

Tanah Gambut Kesuburan alamiah tanah gambut sangat beragam, tergantung pada beberapa faktor : a ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi, b komposisi tanaman penyusun gambut, dan c tanah mineral yang berada di bawah lapisan tanah gambut. Gambut di Indonesia umumnya dikategorikan pada tingkat kesuburan oligotrofik, yaitu gambut dengan tingkat kesuburan yang rendah. Kesuburan gambut 4 oligotrofik ini dijumpai pada gambut ombrogen, yaitu gambut pedalaman yang terdiri dari gambut tebal dan miskin unsur hara Noor, 2001. Fleischer dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974 mengklasifikasikan kesuburan tanah gambut pada tiga tingkat kesuburan; oligotrofik tingkat kesuburan rendah, mesotrofik tingkat kesuburan sedang, dan eutrofik tingkat kesuburan tinggi, dapat mengikuti kisaran kandungan beberapa unsur hara yang terdapat pada tanah gambut seperti berikut ini Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Tingkat Kesuburan Tanah Gambut Fleischer, dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974 Tingkat Kesuburan Kandungan hara bobot kering N K 2 O P2O5 CaO Abu Eutrofik Mesotrofik Oligotrofik 2.50 2.00 0.80 0.10 0.10 0.03 0.25 0.20 0.05 4.00 1.00 0.25 10.00 5.00 2.00 Tabel 2. Kriteria Penilaian Tingkat Kesuburan Tanah Gambut Tim IPB, 1976 dalam Prasetyo, 1996 Sifat Tanah Kriteria Penilaian Rendah Sedang Tinggi pH N-total P-tersedia K-tersedia 4 0.2 20 0.39 4-5 0.2-0.5 20-40 0.39-0.78 5 0.5 40 0.78 Kandungan kation basa-basa Ca, Mg, K, dan Na umumnya terdapat dalam jumlah yang rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, kandungan abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanah menjadi lebih masam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974. Rendahnya ketersediaan kation-kation 5 basa dan tingginya kapasitas tukar kation KTK pada tanah gambut menyebabkan nilai kejenuhan basa KB yang rendah. Upaya untuk meningkatkan KB pada tanah gambut adalah dengan penambahan basa-basa atau dengan menurunkan nilai KTK tanah Halim, 1987. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya dalam jumlah yang sangat rendah, dan dapat menyebabkan gejala defisiensi bagi tanaman. Menurut Andriesse 1988, gugus karboksilat dan fenolat pada tapak pertukaran kation tanah gambut dapat membentuk ikatan kompleks dengan unsur mikro, sehingga unsur mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu, adanya reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi menjadi bentuk logamnya yang tidak bermuatan. Selanjutnya, Tan 1998 menyatakan bahwa pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi, ketersediaan unsur mikro seperti Cu, Fe dan Mn sangat rendah karena diikat oleh senyawa-senyawa organik.

2.1.3. Kendala Utama Pemanfaatan Lahan Gambut

Kendala kimia yang membatasi produktivitas lahan gambut adalah rendahnya ketersediaan hara dan tingginya kandungan asam-asam organik beracun bagi tanaman seperti asam-asam fenolat. Ameliorasi kemasaman tanah dengan pengapuran terbukti dapat meningkatkan pH tanah dan menekan aktivitas asam-asam fenolat. Barchia, 2006 Menurut Noor 2001, pengembangan pertanian di lahan gambut tropik dihadapkan pada beberapa masalah, antara lain sebagai berikut. 1. Lahan gambut sebagian besar terhampar di atas lapisan pirit yang mempunyai potensi keasaman tinggi dan pencemaran dari hasil oksidasi seperti Fe, Al, dan asam-asam organik lainnya. Sebagian lahan gambut terhampar di atas lapisan pasir kuarsa yang miskin hara. 2. Lahan gambut cepat mengalami perubahan lingkungan fisik setelah direklamasi antara lain menjadi kering tak balik, berubah sifat menjadi hidrofob. 6 3. Kawasan gambut merupakan lingkungan yang mempunyai potensi jangkitan penyakit virulensi tinggi. Perkembangan organisme pengganggu tanaman gulma, hama, dan penyakit tanaman dan gangguan kesehatan manusia malaria, cacing cukup tinggi.

2.1.4. Klasifikasi Tanah Gambut

Menurut Noor 2001, Sistem Klasifikasi Tanah Soil Taxonomy yang sering dijadikan acuan dalam tata nama tanah-tanah tropik adalah yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Dalam klasifikasi, tanah gambut dikelompokkan dalam ordo Histosol . Menurut sistem klasifikasi ini, disebut tanah gambut jika memenuhi kriteria sebagai berikut. 1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam periode yang lama sekalipun dengan adanya pengatusan buatan dan dengan meniadakan akar- akar tanaman hidup, mengandung : a. 18 bobot karbon organik setara dengan 30 bahan organik atau lebih jika mengandung fraksi liat clay sebesar 60 atau lebih, atau b. 12 bobot karbon organik setara dengan 20 bahan organik atau lebih jika tidak ada kandungan fraksi liat, atau c. 12 + lempung dengan kelipatan 0,1 kali persen bobot karbon organik atau lebih, jika mengandung fraksi liat 60, atau 2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali beberapa hari dan mengandung 20 bobot atau lebih karbon organik Sebaran kelas tebal gambut dalam ordo Histosol ialah 17 mempunyai tebal 25-50 cm, 20 dalam kelas 51-100 cm, 11 antara 101-150 cm, 5 antara 151-200 cm, dan 47 lebih tebal daripada 200 cm. Menurut taraf perombakannya, 36 bersifat fibrik gambut mentah, 28 bersifat hemik taraf perombakan sedang dan 36 bersifat saprik, yaitu taraf perombakan terjauh dan sudah mencapai sifat sepuk Notohadiprawiro, 1986. Tanah gambut adalah tanah yang : 1 tidak pernah terendam air selama lebih dari beberapa hari mengandung bahan organik 20 atau lebih, 2 pernah terendam 7 air untuk waktu lama atau yang telah didrainase mengandung a bahan organik 18 atau lebih jika fraksi lempungnya 60 atau lebih, b bahan organik 12-18 jika fraksi lempung kurang dari 60, dan bahan organik kurang dari 12 tanpa mengandung fraksi lempung. Tanah Organik digolongkan ke dalam Organosol, dimana di Indonesia secara umum dinamakan tanah Gambut Veen, Peat. Jenis tanah ini mengandung bahan organik sedemkian banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya horison-horison yang berbeda, berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam pH 3-5 Darmawijaya, 1990. Menurut Noor 2001, berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya, gambut dipilah dalam empat kategori, yaitu gambut dangkal, tengahan, dalam, dan sangat dalam. 1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 50-100 cm. 2. Gambut tengahan adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 100-200 cm. 3. Gambut dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 200-300 cm. 4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 300 cm.

2.1.5. Usaha-Usaha Perbaikan Lahan Gambut

Menurut Soepardi 1983, usaha-usaha yang dilakukan untuk perbaikan lahan gambut antara lain : 1. Drainase lahan gambut, penurunan dan pengendalian aras air untuk jangka waktu relatif lama sehingga memungkinkan aerasi pada daerah akar selama musim pertanaman 2. Pengelolaan struktur, tanah organik pada umumnya memerlukan pemadatan daripada penggemburan. Makin lama gambut diusahakan pemadatan makin penting. Pengelolaan cenderung merusak struktur semula, dan tanah 8 menjadi peka terhadap erosi angin. Untuk alasan itu suatu pemadat merupakan hal penting dalam pengelolaan tanah demikian. Pemadatan tanah organik memungkinkan akar berhubungan lebih dekat dengan tanah dan memungkinkan air naik dari bawah. 3. Penggunaan kapur, keadaan yang sangat masam menyebabkan pelarutan besi, aluminium, dan mangan sampai suatu tingkat sehingga mereka menjadi racun. Di bawah keadaan demikian, sejumlah besar kapur diperlukan untuk memperoleh pertumbuhan normal. 4. Unsur mikro, tanah gambut tidak hanya memerlukan kalium, fosfor, dan nitrogen, tetapi seringkali membutuhkan beberapa unsur mikro. Pada tanah gambut berkayu dari New York, penambahan tembaga sulfat berhasil menekan penyakit pada selada dan berhasil memberikan warna bawang yang diinginkan. Bukan hanya tembaga sulfat, garam mangan dan seng digunakan untuk memperbaiki keadaan fisiologik tanah gambut dan gambut yang telah melapuk lanjut.

2.2. Terak Baja

Terak baja adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Terdapat beberapa macam jenis terak baja, antara lain blast furnace slag, open-hearth slag, basic slag, converter slag, dan electric furnace slag. Material- material ini bermanfaat bagi pertanian karena dapat digunakan sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah masam ataupun sebagai sumber silikat bagi tanaman padi. Terak baja Indonesia Indonesia Electric Furnace Slag setiap tahunnya diproduksi sekitar 350.000 ton, tetapi belum ada yang digunakan untuk bidang pertanian. Penggunaan terak baja dapat meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terak baja Indonesia mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 42 Fe 2 O 3 , 7.2 Al 2 O 3 , 21.5 CaO, 11.2 MgO, 14.6 SiO 2 dan 0.4 P 2 O 5 Suwarno dan Goto, 1997. 9 Pemberian terak baja telah meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi terutama pada pengisian gabah pada tanah sawah Suwarno dan Goto, 1997, jagung dan kedelai pada tanah gambut Halim, 1983 dalam Barchia, 2002. Kation yang dominan dalam terak baja adalah Fe, Ca, Mg, Si, dan Al Suwarno dan Goto, 1997. Memperhatikan kandungan kation-kation tersebut terak baja dapat dipakai sebagai alternatif bahan ameliorasi tanah gambut.

2.3. Tanaman Padi

Dokumen yang terkait

Respon Sifat Kimia, Bio-Kimia Tanah Sawah, Serapan Hara Dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa, L) Terhadap Pemberian Jerami Pada Sistem Tanam Budidaya Lokal Dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

0 49 129

Perubahan Sifat Kimia Tanah Sawah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza Sativa L.) Akibat Aplikasi Jerami Cacah Dan Pupuk Kandang Sapi Dengan Sistem Sri

1 57 81

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian Amandemen Bokashi Jerami Dan Pemupukan Spesifik Lokasi Pada Tanah Salin

1 34 155

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Pada Jarak Tanam Dan Persiapan Tanah Yang Berbeda

0 43 187

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Pada Pwersiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Yang Berbeda

5 55 131

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Gambut, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian Air Laut dan Bahan Mineral

26 389 96

Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah Serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Tanah Gambut dari Kumpeh, Jambi

0 5 133

Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat-Sifat Kimia Tanah Sulfat Masam dan Produksi Padi (Oryza sativa L.)

2 10 105

Pengaruh Trass dan Kombinasinya dengan Abu Volkan terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Padi pada Tanah Gambut dari Kumpeh, Jambi

0 4 43

PENGARUH PEMBERIAN ABU SEKAM PADI TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PRODUKSI VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) DENGAN BERBAGAI TINGKAT TOLERANSI PADA TANAH GAMBUT.

0 0 6