1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Populasi manusia tumbuh begitu cepat dari tahun 2000 sebanyak 206 juta jiwa
hingga sekarang menjadi 237 juta jiwa. Semakin banyaknya jumlah penduduk menuntut peningkatan produksi beras yang merupakan makanan pokok sehari-hari di
Indonesia. Hal ini menimbulkan permasalahan karena lahan pertanian yang subur terutama di Pulau Jawa semakin menyempit seiring dengan banyaknya lahan yang
telah dikonversi ke penggunaan nonpertanian. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah membuka lahan pertanian baru yang berada di luar Pulau Jawa, yang
pemanfaatan dan pengembangannya masih sangat terbatas. Ekstensifikasi pertanian di luar Pulau Jawa dinilai sebagai alternatif yang tepat untuk mengatasi kekurangan
produksi pangan secara berkelanjutan, sekaligus mengurangi tekanan bagi lahan pertanian di Pulau Jawa yang dikelola terlalu intensif. Salah satu alternatif adalah
pemanfaatan lahan gambut. Tanah gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun
secara alami dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Menurut Notohadiprawiro 1996 dalam Noor, 2001, luas lahan gambut di Indonesia sekitar 17
juta hektar. Lahan tersebut antara lain tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya Papua. Pembukaan lahan gambut di Indonesia selalu menimbulkan
kontroversi yang disebabkan oleh sifat dan perilaku lahan gambut itu sendiri. Pemanfaatan tanah gambut untuk budidaya padi sawah dihadapkan pada
beberapa masalah seperti tingkat kemasaman, status dan keseimbangan hara, serta tingginya kandungan asam-asam organik beracun bagi tanaman. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan silikat pada tanah gambut rendah. Selain itu tanaman padi yang tumbuh pada tanah gambut mengalami defisiensi Cu dan
kehampaan gabah yang tinggi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain drainase lahan gambut, pengapuran, penambahan unsur hara
2
makro dan mikro, penambahan bahan amelioran, penambahan tanah mineral berkadar besi tinggi dan lain-lain Salampak, 1999.
Menurut Yoshida 1981 rendahnya kandungan silikat pada tanaman padi menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut : daun padi lemas dan merunduk, daun
padi bagian bawah cepat layu dan mengering, terutama pada saat pembentukan malai, dan setelah malai terbentuk nampak bercak-bercak coklat pada bulir padi.
Terak baja adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Material ini bermanfaat bagi pertanian karena dapat digunakan
sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah masam ataupun sebagai sumber silikat bagi tanaman padi. Penggunaan terak baja dapat meningkatkan pH
tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah Suwarno dan Goto, 1997.
1.2. Tujuan