4 juga sebagai alat kontrasepsi karena buah dan daunnya mengandung solasodine 0.84, yang
merupakan bahan baku hormon seks untuk kontrasepsi Sirait 2009. Tabel 1. Komposisi kimia buah takokak dalam tiap 100 g
Sumber : Sirait 2009
B. Komponen Bioaktif
Komponen-komponen bioaktif pada suatu bahan, khususnya tanaman sayuran indigenous dapat berasal dari senyawa fenolik dan senyawa non fenolik. Beberapa komponen bioaktif yang termasuk
senyawa fenolik adalah fenol, flavonoid termasuk antosianin dan tanin. Sementara itu, beberapa komponen bioaktif yang termasuk senyawa non fenolik adalah asam askorbat vitamin C, alkaloid,
terpenoidsteroid, dan saponin.
1. Senyawa Fenolik
Menurut Suradikusumah 1989, senyawa fenol mencakup sejumlah banyak senyawa yang umumnya mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol
cenderung untuk larut dalam air karena paling sering bergabung dengan gula glikosida. Selain itu, senyawa fenol dapat bergabung juga dengan protein, alkaloid, dan terpenoid yang terdapat dalam
rongga sel. Struktur umum senyawa fenol seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Senyawa umum fenol Komposisi Satuan Jumlah
Air g 89 Protein g 2
Lemak g 0.1 Karbohidrat g 8
Serat g 10 Kalsium mg 50
Fosfor mg 30 Ferum mg 2
Vitamin A I.V. 750 Vitamin B1 mg 0.08
Vitamin C mg 80
5 Senyawa fenol dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain fenol
sederhana dan asam fenolat p-kresol, 3-etil fenol, 3,4-dimetil fenol, hidroksiquinon, vanillin, asam galat, turunan asam hidroksisinamat p-kumarat, kafeat, asam ferulat, dan asam klorogenat, dan
flavonoid katekin, proantosianin, antosianidin, flavon, flavonol, dan glikosida Ho 1992. Flavonoid ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, dimana senyawa ini yang menyebabkan
tumbuhan berwarna merah, ungu, biru, dan kuning.Terdapat sepuluh golongan flavonoid yang telah diketahui, yaitu antosianin, leukoantosianidin, flavonol, flavan, glikoflavon, biflavonil, kalkon, auron,
flavon, dan isoflavon Suradikusumah 1989. Menurut Pratt 1992, flavonoid adalah senyawa alami hasil fotosintesis yang mengandung cincin aromatik yang dapat diganti gugus hidroksi atau
alkoksinya. Senyawa ini terdapat pada semua bagian tumbuhan, seperti daun, buah, kayu, dan kulit kayu.
Biosintesis senyawa fenol dan flavonoid saling berhubungan, dimana biosintesis diawali oleh jalur sikimat untuk kemudian menghasilkan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai prekursor atau
substrat senyawa lainnya. Rangkaian jalur sikimat akan menghasilkan penta-O-galloll-glukosa untuk selanjutnya akan menghasilkan senyawa-senyawa golongan tanin yang terhidrolisis, yaitu golongan
gallotanin dan ellagitanin Crozier et al. 2006, Dewick 2009. Selain itu, jalur sikimat ini pun nantinya akan menghasilkan salah satu senyawa, seperti p-koumaril-CoA yang bekerja sinergis dengan
senyawa malonil Co-A menghasilkan senyawa turunan flavonoid lainnya, antara lain isoflavon, antosianin, proantosianidin tanin terkondensasi, flavon, dan flavonol Winkel BSJ 2006.
Antosanin berasal dari bahasa Yunani, yaitu “anthos” yang berarti bunga dan “kyanos” yang berarti biru gelap dan termasuk salah satu senyawa flavonoid. Antosoanin merupakan zat warna
kemerahan yang mudah larut air dan banyak ditemukan di dunia tumbuhan. Pigmen antosianinlah yang menyebabkan bagian tumbuhan daun, bunga, buah, dan sayur berwarna merah, jingga, ungu,
dan biru Bridle dan Timberlake 1997, Elbe dan Schwartz 1996. Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium 3,5,7,4’ tetrahidroksiflavilium yang merupakan struktur
dasar dari antosianidin Bridle dan Timberlake 1997. Struktur dasar kation flavilium dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur dasar kation flavilium Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu
“cyanidin” sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi, sehingga senyawa antosianin
memiliki gugus polar. Perbedaan warna alami pigmen antosianin ini dipengaruhi oleh hidroksilasi dan metilasi, hidroksilasi akan meningkatkan warna biru, sedangkan metilasi meningkatkan warna merah
Kumalaningsih 2006. Terdapat enam antosianidin yang umumnya ditemukan, antara lain sianidin, pelargonidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Sianidin merupakan antosianidin yang
jumlahnya paling banyak.
6 Menurut Markakis 1982, molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon antosianidin yang
teresterifikasi dengan satu atau lebih gula glikon. Beberapa faktor utama yang menyebabkan keragaman adalah sifat gulanya biasanya glukosa, dapat juga galaktosa, ramnosa, xilosa atau
arabinosa, jumlah unit gula mono, di, atau triglikosida, dan posisi gula biasanya pada 3-hidroksil atau 3- dan 5-hidroksil Suradikusumah 1989. Sebagai glikosida, antosianin larut dalam air, tetapi
setelah mengalami hidrolisis maka bentuk non glikosidanya antosianidin kurang larut dalam air Wijaya et al. 2001. Jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar tidak berada
dalam bentuk antosianidin, melainkan dalam bentuk glikosilasi, sehingga pigmen antosianin menjadi lebih stabil dan larut dalam air.
Faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin dalam bahan pangan adalah suhu, cahaya, pH, oksigen, asam askorbat, gula dan produk turunannya, logam, kondensasi, dan sulfur dioksida
Markakis 1982. Antosianin akan lebih stabil pada larutan yang bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa Jackman dan Smith 1996. Dalam larutan medium asam tampak berwarna
merah dan ketika pH meningkat akan menjadi lebih berwarna biru. Komponen senyawa fenol biasanya bersifat polar dan memiliki fungsi sebagai penangkap
radikal bebas dan peredam terbentuknya oksigen singlet Kumalaningsih 2006. Menurut Gordon 1990, senyawa fenol jika berdiri sendiri bersifat tidak aktif sebagai antioksidan. Aktivitas
antioksidan senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain agen pengkelat, pH lingkungan sekitar, kelarutan, ketersediaan senyawa fenol dalam suatu bahan, dan stabilitas senyawa
fenol itu sendiri Tang 1991. Berbagai macam metode pengukuran aktivitas antioksidan telah banyak dilakukan untuk
melihat dan membandingkan aktivitas antioksidan pada berbagai macam sumber antioksidan. Salah satu metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat digunakan, yaitu metode DPPH. Metode
DPPH merupakan metode yang murah, sederhana, dan cepat dalam mengukur aktivitas antioksidan suatu bahan pangan dengan melibatkan penggunaan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
DPPH. Metode ini pun dapat digunakan untuk sampel padat atau cair dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, akan tetapi berlaku untuk aktivitas antioksidan seluruh sampel
Prakash et al. 2012. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan
atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi Molyneux 2004. Prinsip metode DPPH adalah atom hidrogen dari suatu senyawa antioksidan akan membuat larutan
DPPH berubah warna dari ungu menjadi tidak berwarna yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm akibat dari terbentuknya DPPH tereduksi DPPH-
H Gambar 4 Sharma dan Bhat 2009. Semakin tinggi kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam meredam radikal DPPH, maka warna yang dihasilkan akan semakin kuning dan mendekati
jernih yang ditandai dengan semakin kecilnya nilai absorbansi yang terukur.
Gambar 4. Reaksi antara DPPH dan antioksidan Prakash et al. 2012
7 Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan persentase penghambatan inhibisi yang
diperoleh dari nilai absorbansi blanko dikurangi dengan absorbansi sampel Sandrasari 2008, Andarwulan et al. 2010.
Selain itu, aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan nilai AEAC Ascorbic Acid Equivalen Antioxidant Capacity Prangdimurti et al. 2010. AEAC merupakan nilai
kapasitas atau aktivitas antioksidan bahan dalam mereduksi radikal bebas DPPH yang setara dengan
kemampuan radikal bebas asam askorbat atau vitamin C.
2. Senyawa Non Fenolik