Aplikasi Game Theory dalam Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landscape Game

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki permintaan tinggi. Permintaan tersebut menyebabkan terjadinya eksploitasi hutan secara besarbesaran dan luas sehingga dapat berdampak buruk terhadap kelestarian hutan. Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah, aktivitas pengelolaan hutan harus terlebih dahulu melalui proses perencanaan untuk mengkaji berapa banyak kayu yang akan dipanen dan ditinggalkan sebagai stok tegakan. Selain itu, harus ada sebuah kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.

Pengelolaan sumber daya hutan yang lestari harus sesuai dengan tujuan perencanaan. Para pemangku kepentingan di dalam hutan harus mampu menilai dampak jangka panjang maupun pendek dari penerapan sebuah kebijakan dan strategi pengelolaan. Pada umumnya, dampak dari penerapan sebuah kebijakan dan strategi pengelolaan akan memakan waktu yang lama, oleh sebab itu digunakan sebuah model yang disebut model simulasi. Model ini merupakan pendekatan yang digunakan ketika sistem yang akan diteliti sangat besar dan kompleks (Purnomo et al. 2009). Simulasi umumnya melibatkan proses pengembangan representasi yang disederhanakan dari situasi sebenarnya, sehingga pemangku kepentingan dapat membayangkan masa depan dari aktivitas yang dilakukannya saat ini.

Landscape Game merupakan salah satu alat yang bisa digunakan untuk melakukan simulasi. Landscape Game diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengelolaan sumber daya hutan yang lestari. Secara konseptual, Landscape Game menggunakan Game Theory sebagai dasar pengembangan yang mampu memformulasikan sebuah strategi, solusi, dan pertimbangan untuk mengambil sebuah keputusan terbaik dalam sebuah interaksi yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.


(2)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan simulasi pengelolaan sumber daya hutan menggunakan Landscape Game.

2. Memahami pengelolaan hutan yang lestari.

3. Memberikan pembelajaran mengenai apa yang dapat terjadi terhadap suatu bentang alam dan pendapatan pemain (pemangku kepentingan), apabila diterapkan berbagai strategi dan kebijakan.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan perspektif bahwa dalam pengelolaan hutan, dapat dilakukan penyerderhanaan sistem dengan mekanisme simulasi.

2. Aplikasi Game theory dalam pengelolaan sumber daya hutan.

3. Menyediakan model bagi para pemangku kepentingan untuk mempelajari dampak atas berbagai kegiatan dan penerapan kebijakan pada suatu bentang alam.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Alam: Hutan

Realita hidup dan kehidupan manusia tidak terlepas dari alam dan lingkungannya, karena hal tersebut merupakan sebuah hubungan mutualisme dalam tatanan keseimbangan alam dan kehidupannya (balancing ecosystem). Menurut pengertian umumnya, alam atau sumber daya alam adalah potensi sumber daya yang terkandung di dalam bumi baik berupa tanah air maupun lainnya yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kepentingan manusia (Jaya 2004). Salah satu jenis sumber daya alam yang terdapat di Indonesia adalah hutan tropis yang memiliki luas terbesar ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga, dan mineral lainnya. Hutan Indonesia merupakan kawasan hutan hujan tropis yang terbesar di Asia-Pasifik, yaitu 1.148.400 Km2 (Jaya 2004).

Namun dalam kenyataanya, pengelolaan sumber daya hutan masih harus dihadapkan pada beberapa masalah. Masalah tersebut antara lain adalah konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan atau pertambangan, eksploitasi hutan yang berlebihan, pengabaian kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan perebutan hak milik lahan hutan. Akibat dari adanya masalah-masalah tersebut, sumber daya hutan tidak dapat berfungsi secara optimal sebagai sistem lingkungan yang penting bagi penyangga kehidupan di bumi. Meskipun demikian, persoalan tentang pengelolaan sumber daya hutan, kurang mendapat perhatian dari para pengambil keputusan.

Terdapat beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi oleh sumber daya hutan di Indonesia, salah satunya adalah menggunakan pendekatan Game Theory. Pendekatan ini digunakan karena sumber daya hutan memiliki beberapa kriteria khusus. Kriteria yang pertama adalah terdapat banyak stakeholder yang saling terkait satu dengan lainnya dalam aktivitas pengelolaan hutan. Setiap stakeholder tersebut memiliki kepentingan yang berbeda sehingga rentan terhadap konflik. Kriteria yang kedua adalah output yang dihasilkan dari hutan dapat menjadi sumber pendapatan yang besar, sehingga membuat sumber


(4)

daya hutan menjadi sesuatu yang menarik untuk dimiliki dan diperebutkan. Kriteria yang ketiga adalah masalah tata batas yang dapat mengarah terjadinya konflik lokal, regional bahkan internasional (Albiac dan Soriano 2008).

2.2 Game Theory

Menurut Neumann and Morgenstern (1953), Game Theory adalah cabang matematika terapan yang sering dipakai dalam konteks ekonomi. Namun, mulai pertengahan abad kedua puluh, prinsip, konsep dan metodologi pada Game Theory telah berhasil diaplikasikan kedalam beberapa bidang lain. Bidang tersebut antara lain bidang politik, teknologi, sumber daya alam, hukum, kedokteran, dan lainnya. Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, Game Theory tidak hanya bisa digunakan untuk menganalisa masalah secara teoritis sesuai dengan hubungan antar masalah tersebut, namun juga bisa digunakan sebagai alat yang secara analitis memberikan pertimbangan untuk mengambil suatu keputusan. Manfaat dari adanya Game Theory adalah kita dapat melihat interaksi antar pemain dan hubungan saling ketergantungan antar pemain serta keterkaitan strategi yang mereka gunakan.

Sebuah permainan strategis akan dicapai ketika seorang aktor memilih strategi yang dapat memaksimalkan keuntungan, berdasarkan strategi yang dipilih aktor lainnya. Secara ringkas teori ini menyediakan pendekatan permodelan formal terhadap situasi ekonomi, sosial, dan lingkungan mengenai bagaimana seorang aktor mengambil keputusan setelah berinteraksi dengan aktor lain. Game Theory dapat menjelaskan suatu paradoks yang cukup terkenal, yakni bagaimana seseorang dapat bekerjasama dalam masyarakat apabila masing-masing dari mereka cenderung berkompetisi dan berusaha untuk menjadi seorang pemenang. Terdapat beberapa istilah di dalam Game Theory (Turocy and Stengel 2001), antara lain adalah:

1. Individualisme

Pengertian individualisme adalah keinginan setiap pemain atau aktor untuk memenangkan permainan karena adanya persaingan dengan pemain yang lain.


(5)

2. Rasionalitas

Rasionalitas adalah tindakan rasional yang diambil dan diputuskan oleh seorang pemain berdasarkan informasi yang lengkap dari lingkungannya. Seorang pemain dikatakan rasional jika ia berusaha untuk bermain dengan cara-cara tertentu untuk memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri.

3. Saling Ketergantungan

Saling ketergantungan adalah salah satu ciri paling mencolok dalam sebuah permainan. Hal ini disebabkan karena semua pemain berada pada suatu bentang lahan yang sama, sehingga hal ini menyebabkan hasil permainan dari seorang pemain bergantung pada pilihan strategi pemain lain.

4. Strategi

Pengertian strategi adalah serangkaian pilihan terbaik bagi seorang pemain terhadap suatu keadaan dalam keseluruhan permainan.

2.3 Keseimbangan Nash

Menurut Nash (1953), salah seorang pelopor Game Theory, menunjukkan perbedaan antara permainan kooperatif dan non-kooperatif. Pengertian permainan kooperatif adalah kondisi ketika masing-masing pemain saling bekerjasama secara terikat dan memikirkan bagaimana suatu sumber daya dapat dibagi secara adil. Permainan non-kooperatif memperbolehkan kerjasama dilakukan, namun lebih mengacu kepada bagaimana seseorang dapat mencapai tujuannya sendiri atas dasar interaksinya dengan orang lain. Hasil dari kondisi ini adalah suatu keseimbangan (equilibrium), yang disebut sebagai keseimbangan Nash.

Selain menjelaskan mengenai teori kooperatif dan non-kooperatif, keseimbangan Nash juga menjelaskan mengenai strategi optimal yang dapat dilakukan oleh seorang pemain terhadap strategi optimal yang dikeluarkan oleh pemain lain. Ketika seorang pemain memilih untuk menggunakan strategi yang tidak optimal, maka permainan tersebut tidak bisa dikatakan mencapai keseimbangan. Keseimbangan Nash dalam sebuah permainan, dapat diidentifikasi setidaknya menggunakan dua langkah, yang pertama adalah mengidentifikasi strategi optimal seorang individu atau pemain yang merupakan bentuk respon


(6)

terhadap strategi yang mungkin dilakukan oleh pemain lain. Kedua adalah ketika semua pemain bermain menggunakan strategi optimal yang mereka miliki (Romp 1997).

2.4 Role-Playing Game

Role-playing game adalah sebuah mekanisme yang dirancang khusus untuk melihat interaksi antar pemain atau aktor sesuai dengan peran yang mereka mainkan dalam sebuah simulasi permainan (Cooper et al. 1999). Melalui mekanisme ini, seseorang dapat mengamati peran apa yang sebenarnya dimainkan, bagaimana tindakan dan keputusan pemain tersebut berdampak terhadap perilaku dan keputusan pemain lain, dan dampak keputusan tersebut terhadap keputusan yang menyangkut lingkungan.

Selama permainan, setiap pemain diperbolehkan untuk bertindak secara kolektif, untuk ikut ambil bagian dalam menciptakan suatu lembaga atau aturan baru di antara pemain, atau untuk bekerjasama satu dengan lainnya. Ketika permainan berakhir, setiap pemain dapat menganalisis tindakan serta mengambil pelajaran kemudian membandingkan permainan tersebut ke dunia nyata. Permainan simulasi mempunyai beberapa bentuk, bentuk yang pertama adalah bentuk realitas eksplisit. Bentuk ini memiliki arti bahwa ketika permainan menyajikan situasi nyata aktor dan sumber daya alam. Bentuk kedua adalah bentuk realita implisit yang berarti permainan merupakan versi penyederhanaan dari aktor dan sumber daya alam. Terakhir adalah bentuk dunia virtual, yang memiliki arti bahwa permainan tidak selalu terkait dengan isu para aktor dan sumber daya alam pada dunia nyata. (ComMod 2009).

2.5 Landscape Game

Terdapat beberapa alat simulasi yang merupakan hasil dari penurunan konsep Game Theory, antara lain adalah MAS (Multi Agent Simulation), CORMAS (program yang khusus diciptakan untuk melihat interaksi dalam pengelolaan sumber daya alam), INRM (Integrated Natural Resource Management). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Landscape Game. Alasan penggunaan game sebagai media dikarenakan anggapan bahwa game adalah suatu pendekatan yang efisien untuk bekerja dengan para pemangku


(7)

kepentingan, sehingga proses simulasi menjadi lebih sederhana dan dapat berfokus pada permainan tersebut. Selain itu, game memenuhi beberapa syarat dalam interaksi antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan. Syarat tersebut antara lain adanya strategi yang digunakan, adanya pemain atau aktor, adanya arena dan adanya peraturan yang harus diikuti. Landscape Game sendiri merupakan sebuah permainan yang fun, peduli lingkungan dan sensitif terhadap kebijakan pemerintah dan pasar. Permainan ini dilakukan di atas sebuah bentang alam (landscape) yang terdiri atas tutupan lahan alami dan buatan yang terdiri atas hutan inti, hutan tepi, dan lahan mosaik sebagai sebuah kesatuan ekosistem. Dijelaskan oleh Chomitz (2007), setiap bentang alam memiliki ciri dan kerentanan tersendiri terhadap faktor luar, karakteristik dari jenis-jenis bentang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hutan inti (forest core) memiliki ciri terdapat banyak hutan dengan sedikit penduduk dan sebagian besar adalah penduduk asli serta adanya sejumlah tekanan terhadap sumber daya kayu. Selain itu hutan inti memiliki jarak lebih dari enam kilometer di luar lahan mosaik.

2. Jenis lahan berikutnya adalah hutan tepi (forest edge). Jenis ini memiliki tekanan untuk terjadinya penggundulan hutan dan degradasi lahan hutan cukup tinggi, serta pengawasan sering kali tidak efektif karena aksesbilitas yang mudah. Hutan ini berada di luar wilayah lahan mosaik, tetapi tidak lebih dari enam kilometer jaraknya dari lahan mosaik. Definisi ini didasarkan pada jarak rata-rata kasar aktivitas pengambilan sumber daya hutan oleh rumah tangga atau pertanian berpindah di sekitar pemukiman.

3. Lahan mosaik (mosaic land) adalah lahan dengan kepemilikan yang biasanya didefinisikan atas kepadatan penduduk yang tinggi, letaknya lebih dekat dengan pasar dan sering kali pengelolaan hutan alaminya tidak dapat bersaing (dari sudut pandang pemilik lahan) dengan pertanian atau perkebunan. Investasi pada jenis ini pada umumnya adalah lahan pertanian, campuran antara hutan dan pertanian, dan bagian bagian kecil dari hutan yang dikelilingi oleh lahan pertanian. Jadi domain ini terdiri dari atas hutan-hutan mosaik yang dikelilingi


(8)

lahan-lahan pertanian yang luas. Berikut adalah gambar Landscape Game, lahan atau sel yang berwarna kuning adalah jenis lahan mozaik, warna hijau muda adalah lahan hutan tepi dan lahan dengan warna hijau tua adalah lahan hutan inti.

Gambar 1 Papan permainan Landscape Game (Purnomo 2008).

Dibutuhkan strategi untuk memenangkan permainan Landscape Game ini, karena permainan ini memadukan konsep manajemen bentang alam yang berkelanjutan, konservasi, Game Theory, dan kegembiraan. Strategi yang digunakan pemain nantinya harus dapat memaksimalkan keuntungan pemain dan pada saat yang bersamaan juga harus memperhatikan keragaman bentang alam, penyerapan karbon untuk mencegah pemanasan global dan penciptaan tenaga kerja. Strategi yang digunakan pemain erat kaitannya dengan kebijakan yang berlaku ketika permainan berlangsung. Kebijakan pada permainan ini merupakan gambaran simulasi dari kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh manusia. Kebijakan manusia dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan lingkungan sosial pengambil kebijakan.


(9)

2.6 Teori Penilaian Sumber daya Alam 1. Teori Naturalis

Teori ini menjelaskan bahwa dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam, manusia tidak boleh sampai menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap lingkungan. Segala sesuatu benda yang berada pada sebuah komunitas biotik memiliki hak untuk dijaga keberadaannya, keberlanjutannya, dan keindahannya. Selain itu, teori ini menjelaskan tentang bagaimana sumber daya alam tidak bisa dimanfaatkan secara sembarangan oleh manusia.

2. Teori Libertarian

Teori ini menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan dengan baik dan lestari jika dikelola oleh manusia dengan kepemilikan individu yang jelas. Selain itu, menurut pencetus teori ini, Robert Nozick dalam Nozick (1974), pemberian hak secara individu akan membentuk kesejahteraan sosial secara keseluruhan karena kekayaan akan terdistribusi dengan baik melalui sistem pajak. Teori ini juga menjelaskan bahwa setiap individu dapat memanfaatkan sumber daya alam secara bebas untuk kesejahteraan manusia asalkan terdapat legalitas dan terjadi akad jual beli antara pemain dan pemerintah.

3. Teori Rawlsian

Teori selanjutnya adalah teori Rawlsian yang dicetuskan oleh John Rawls dalam Rawls (1971). Teori ini merupakan kebalikan dari teori yang dikemukakan oleh Nozick meskipun terdapat kesamaan, yakni obyek utamanya adalah menyejahterakan manusia. Menurut teori ini, kesejahteraan sosial dalam teori ini hanya akan dapat dicapai jika pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan prinsip kepemilikan secara umum atau bersama sehingga keadilan sosial akan diperoleh melalui distribusi kekayaan yang merata.


(10)

4. Teori Utilitarian

Teori ini dicetuskan oleh Davis Hume dan disempurnakan oleh Stuart Mill dalam Mill (1906). Teori ini menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus mempertimbangkan kesejahteraan secara sosial yang merupakan agregasi dari utilitas individu dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Teori ini termasuk kedalam teori ekonomi modern yang mengatakan bahwa sumber daya alam harus dimanfaatkan sebesar mungkin untuk kesejahteraan manusia dengan waktu selama mungkin.


(11)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2011. Tempat dilakukannya pengambilan data untuk penelitian ini adalah Institut Pertanian Bogor, CIFOR (Center of International Forestry Research), Perum Perhutani Kabupaten Kendal dan Perum Perhutani Kabupaten Bogor (BKPH Ciawi).

3.2 Kerangka Berpikir

Sebagai properti publik, hutan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ekosistem hutan dapat menyediakan barang dan jasa lingkungan untuk kelangsungan hidup bagi manusia, oleh sebab itu banyak pihak yang berusaha menguasai hutan menjadi hak milik pribadi. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kepentingan antar aktor di sekitar hutan yang bisa berdampak negatif terhadap hutan. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan sebuah strategi pengelolaan hutan yang memperhatikan kelestarian ekosistem dan kesejahteraan sosial serta keuntungan bagi semua pihak. Strategi ini diharapkan dapat diamati melalui metode simulasi menggunakan Landscape Game.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Satu set Landscape Game b) Alat tulis

c) Kamera/ Camcorder d) Kalkulator

e) Stopwatch f) Tally sheet

Objek yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah para pihak yang berhubungan langsung dengan hutan dan yang tidak berhubungan langsung dengan hutan.


(12)

3.4 Metode Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi, yaitu teknik mengumpulkan data melalui pengamatan langsung terhadap permainan Landscape Game.

Pemilihan pemain dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dan diharapkan dapat mewakili pemangku kepentingan yang berhubungan dengan hutan. Jumlah total pemain yang diambil untuk keperluan penelitian adalah 39 pemain.

3.5. Jenis Data, Metode Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Manfaat Data

Tabel 1 Metode pengumpulan data Jenis Data Metode Pengambilan Sumber Data Manfaat Data Data Primer . Pencatatan, Pengamatan, Diskusi.

Responden (Mahasiswa IPB, staf Perum Perhutani KPH Kendal dan KPH Bogor, peserta pelatihan dari Wageningen University, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Akademisi, serta LMDH Ciawi dan Kendal).

Mengetahui jenis investasi pemain, motivasi pemain melakukan investasi, latar belakang pendidikan dan pekerjaan, serta pemenang dalam permainan tersebut.

Data primer yang diambil dari pengamatan terhadap permainan meliputi : 1. Data mengenai latar belakang pendidikan dan pekerjaan pemain.

2. Data mengenai latar belakang pemain untuk melakukan suatu investasi atau tidak.

3. Data mengenai jumlah kekayaan yang dimiliki oleh setiap pemain

(lambang “Þ” dibelakang angka memiliki arti poin).

4. Data mengenai perubahan bentang alam, apakah semakin lestari atau semakin rusak.

Data tersebut dikumpulkan setelah semua pemain melangkah sesuai aturan permainan Landscape Game, sebagai berikut:

1. Permainan ini idealnya dimainkan oleh tiga sampai enam pemain yang terdiri dari empat aktor berperan sebagai pemain, satu aktor lainnya


(13)

berperan sebagai bankir dan aktor terakhir berperan sebagai pengambil keputusan atau pemerintah. Petugas bank dan pemerintah dapat dimainkan oleh satu orang, mengingat tugas bank hanya mengatur arus keluar masuk uang dalam permainan. Sebelum permainan dimulai, pemain dan pemerintah membuat kesepakatan mengenai lamanya waktu untuk bermain, pada umumnya diperlukan waktu 90 menit untuk pemula dan 60 menit untuk yang sudah biasa.

2. Setelah ditentukan enam orang atau lima orang yang akan bermain dan telah memilih warna simbol yang akan digunakan, petugas bank akan membagikan uang kepada setiap pemain dengan jumlah yang sama rata, yakni 100Þ (lambang “Þ” dibelakang angka memiliki arti poin). Pemerintah dalam permainan ini mendapatkan uang sebesar 200Þ untuk menjalankan kebijakannya.

3. Setelah para pemain menentukan siapa yang akan melangkah terlebih dahulu, pemain harus mengawali permainan secara acak. Hal ini dilakukan dengan melempar sebuah dadu di atas bentang alam yang diberi nomor 1 sampai 100. Jika dadu tersebut jatuh pada sel atau lahan nomor 10, maka pemain tersebut memulai permainan dari sel tersebut (sel nomor 10), begitu juga dengan pemain lainnya.

4. Setelah itu setiap pemain harus bergerak menuju sel nomor 100. Permainan ini dipandu tiga buah dadu yang berperan sebagai clock, apabila seorang pemain melempar dadu dan mendapatkan jumlah angka pada dadu tersebut berjumlah 13, maka pemain tersebut akan melangkah sebanyak 13 langkah. Apabila seorang pemain melempar dadu kemudian mendapatkan jumlah angka pada dadu tersebut berjumlah 18 maka dia mendapatkan kesempatan untuk melempar sekali lagi.

5. Ketika seorang pemain berada pada sebuah zona atau sel lahan inti, tepi atau mozaik, ragam investasi dapat dilakukan dengan biaya tertentu (Lampiran 1). Beberapa lahan hanya cocok untuk investasi dengan jenis tertentu, seperti tambang dan air minum. Selain itu terdapat beberapa sel yang berisi hukuman atau denda, yaitu sel fire nomor 37 dan 80


(14)

serta sel landslide nomor 43. Jika pemain berada pada sel dengan simbol sustainability (nomor 18 dan 84), maka pemain tersebut akan mendapatkan kesempatan untuk mengambil satu kartu dari tumpukan kartu kelestarian dan mendapatkan sejumlah uang seperti yang tertera pada kartu tersebut. Pemain harus mengambil kartu pada tumpukan dan harus membayar sejumlah uang dengan nominal yang tertera pada kartu jika pemain berada pada sel dengan simbol badai nomor 48. Seorang pemain harus membayarkan sejumlah uang kepada bank untuk dapat berinvestasi, setelah itu petugas bank akan memberikan sertifikat bukti kepemilikan lahan yang berisi penjelasan mengenai tipe investasi, biaya, keuntungan, dan hipotek. Setelah itu pemain harus membuat tanda investasi pada lahannya dengan simbol yang telah disediakan sesuai dengan macam investasinya dan warna yang dipilih pemain tersebut.

6. Petugas bank akan membayarkan hasil investasi pemain setelah seorang pemain menyelesaikan satu putaran. Satu putaran adalah seratus langkah yang diperlukan untuk bergerak dari tempat awal pemain berinvestasi sampai kembali lagi ke tempat tersebut. Diperlukan investasi kembali atau reinvestasi untuk beberapa tipe investasi, seperti pada investasi sengon, jati, pembalakan hutan, dan kelapa sawit. Jumlah yang harus dibayarkan saat reinvestasi pertama dan seterusnya adalah 5Þ lebih rendah dari investasi pertama karena keterbatasan infrastruktur. Untuk sel ekowisata keuntungan didapat dari setiap pemain yang berada atau melewati lahan tersebut.

7. Apabila seorang pemain berada pada sel milik pemain lain atau yang berbatasan dengan tersebut, maka pemain dapat melakukan negosiasi dengan pemilik lahan untuk dapat membeli atau bekerjasama pada sel tersebut.

8. Selama permainan berlangsung, pemerintah mengamati perilaku pemain dan menganalisis perubahan bentang alam. Pemerintah dapat membuat kebijakan, memberi insentif dan disinsentif pada seorang pemain karena memilih investasi tertentu selama permainan


(15)

berlangsung atau sebelum permainan dimulai. Setiap pemain dapat membuat usulan kebijakan kepada pemerintah. Dalam permainan ini pemerintah diharapkan bersifat adil kepada seluruh pemain (Purnomo 2008).

3.6 Analisis Data

Data yang dikumpulkan diidentifikasi dan dianalisis secara deskriptif serta diolah dengan tabulasi. Analisis deskriptif ini menguraikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ditemukan secara mendetail berdasarkan kecukupan informasi. Hasil data yang sudah terkumpul diinterpretasikan dalam bentuk teks naratif, dan tabel untuk kemudian dibahas mengenai strategi terbaik yang dilakukan oleh tiap pemain untuk memenangkan permainan dengan tetap memperhatikan kelestarian alam.

Pada akhir permainan, semua stakeholder akan melakukan identifikasi mengenai kondisi dari bentang alam tersebut, apakah setelah dikelola oleh para stakeholder dan ditetapkannya aturan pemerintah, bentang alam tersebut akan berubah menjadi lebih baik atau buruk.


(16)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi empat golongan yang berbeda, yakni mahasiswa dan dosen, perusahaan kehutanan (Perum Perhutani KPH Kendal), praktisi kehutanan internasional dan golongan stakeholder kehutanan di Bogor (Perum Perhutani KPH Bogor, akademisi, LMDH, Dinas Kehutanan Bogor). Dilakukan tiga kali ulangan pada golongan mahasiswa, perusahaan kehutanan satu kali ulangan, praktisi kehutanan internasional satu kali ulangan dan campuran satu kali ulangan. Diharapkan dengan pengulangan ini akan dapat dilihat pola atau kecenderungan dalam mengelola hutan.

4.1.1 Golongan Mahasiswa

Permainan ini dimainkan oleh mahasiswa dan dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pemilihan mahasiswa sebagai responden disebabkan karena beberapa alasan. Alasan yang pertama adalah karena mahasiswa dianggap dapat meningkatkan kualitas dari permainan. Selain itu mahasiswa dianggap memiliki keterampilan berpikir secara kritis dan mampu secara bebas mengekspresikan ide-ide tentang masa depan suatu sumber daya alam (Colella 2000). Permainan Landscape Game bersama mahasiswa dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan pemain yang berbeda setiap ulangannya. Permainan pertama dan kedua dimainkan oleh enam pemain, sedangkan pada pengulangan ketiga dimainkan oleh empat pemain. Perbedaan jumlah pemain ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbandingan jumlah pendapatan setiap pemain pada akhir permainan dan bagaimana kondisi lahan setelah permainan berakhir. 4.1.1.1 Permainan Pertama

Permainan pertama berlangsung selama 90 menit dan melewati dua kali putaran. Permainan ini dimainkan oleh enam aktor yang terdiri atas empat aktor berperan sebagai stakeholder yang langsung berhubungan dengan hutan, satu aktor berperan sebagai pemerintah yang mengatur jalannya permainan, dan satu aktor berperan sebagai bankir yang mengatur aliran uang. Pemain B, C, dan D


(17)

memiliki dasar ilmu kehutanan, sedangkan pemain A memiliki dasar ilmu ekonomi. Pemain C pada permainan ini menjadi pemenang dengan total

keuntungan sebesar 481Ϸ, yang terdiri atas 144Ϸ aset dan 337Ϸ uang tunai.

Pemain yang berada pada peringkat kedua adalah pemain A dengan total

keuntungan 454Ϸ yang terdiri atas 167Ϸ aset dan 320Ϸ uang tunai. Selain

mendapatkan keuntungan, pemain ini juga harus membayar hutang kepada bank

sebesar 33Ϸ. Pemain B menempati urutan ketiga dengan total keuntungan sebesar 400Ϸ yang terdiri atas 231Ϸ aset dan 224Ϸ uang tunai. Pemain ini juga harus membayar hutang kepada bank sebesar 55Ϸ. Pada urutan keempat terdapat pemain

D yang memiliki total keuntungan sebesar 278Ϸ. Total keuntungan tersebut terdiri atas 59Ϸ aset dan 219Ϸ uang tunai.

Produktivitas setiap pemain pada permainan Landscape Game ini dihitung berdasarkan total keuntungan setiap pemain dikurangi dengan modal awal setiap pemain (100Þ). Produktivitas lahan dalam setiap permainan didapatkan dari hasil penjumlahan produktivitas setiap pemain. Produktivitas terbesar pada permainan ini dimiliki oleh pemain C, yaitu sebesar 381Þ, disusul oleh pemain A dengan 357Þ, pemain B dengan 300Þ dan pemain D dengan 178Þ. Nilai total produktivitas lahan pada permainan ini adalah 1216Þ yang merupakan hasil dari penjumlahan produktivitas setiap pemain (lambang “Þ” dibelakang angka memiliki arti poin).

Pemerintah pada permainan ini mengeluarkan beberapa aturan, antara lain pajak penghasilan untuk investasi pembalakan hutan, pertambangan dan biofuel. Selain mengeluarkan pajak, pemerintah juga memberikan insentif kepada pemain. Salah satu bentuk insentifnya adalah memberikan potongan harga sebesar 1Ϸ kepada pemain yang berinvestasi karbon pada lahan hutan inti atau hutan tepi. Selain itu, pemerintah juga mengharuskan para pemain untuk membayar lebih

mahal 5Ϸ untuk jenis investasi yang berada dekat dengan jalan.

Terdapat sebuah keputusan dari pemerintah yang dianggap “kontroversial” oleh para pemain dalam permainan ini, yakni dilarangnya melakukan privatisasi terhadap sumber daya air. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 2.


(18)

Tabel 2 Hasil permainan bersama empat mahasiswa dan dosen

Investasi Pemain/ aktor A Pemain/ aktor B Pemain/ aktor C Pemain/ aktor D Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Investasi J 50 S (2) 50 S (3) 75 E 21

S (2) 50 A (2) 34 K (5) 25 A 17

KS 16 E (3) 21 PH (3) 21 KS 16

E (2) 14 KS 16 KS 16 PH (2) 14

PH 7 K (3) 15 E 7

B 5 PH 7

Aset 167 231 144 59

Uang 323 224 337 219

Hutang 33 - - -

Denda - 55 - -

Total 457Þ 400Þ 481Þ 278 Þ

Produk-tifitas 357 Þ 300Þ 381Þ 178 Þ

Keber-lanjutan +4 +4 +1 0

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin

4.1.1.2 Permainan Kedua

Sebelum permainan dimulai, para pemain telah membuat kesepakatan bahwa permainan ini akan berakhir ketika setiap pemain mencapai titik awal dimulainya permainan untuk kedua kali. Sama dengan permainan pertama, permainan kali ini dimainkan oleh enam pemain yang terdiri atas empat aktor berperan sebagai pemain yang berhubungan langsung dengan hutan dan dua aktor lagi berperan sebagai pemerintah dan bank.

Permainan ini dimenangkan oleh pemain B dengan total keuntungan sebesar

414Ϸ yang terdiri atas 123Ϸ aset dan 291Ϸ uang tunai. Setelah pemain B, pada urutan kedua terdapat pemain C dengan total keuntungan sebesar 365Ϸ yang terdiri atas 127Ϸ aset dan 308Ϸ uang tunai. Pemain yang berada pada urutan

ketiga adalah pemain D. Pemain ini memiliki total keuntungan sebesar 346Ϸ yang terdiri atas 95Ϸ aset dan 271Ϸ uang tunai. Selain itu, pemain ini harus membayar hutang kepada bank sebesar 70Ϸ. Pemain A menempati posisi terakhir pada

permainan ini dengan total keuntungan sebesar 313Ϸ yang terdiri atas 102Ϸ aset dan 211Ϸ uang tunai. Pada permainan ini, pemain B memiliki produktivitas terbesar dengan 314Þ, disusul oleh pemain C dengan 265Þ. Pada urutan ketiga terdapat pemain D dengan 246Þ dan pemain D pada posisi keempat dengan 213Þ.


(19)

Nilai total produktivitas lahan pada permainan ini adalah 1038Þ yang merupakan hasil dari penjumlahan produktivitas setiap pemain (lambang “Þ” di belakang angka memiliki arti poin).

Pemerintah mengeluarkan beberapa aturan dalam permainan ini, antara lain pajak untuk investasi pembalakan hutan ditetapkan sebesar 10% dan memberikan insentif kepada pemain yang berinvestasi karbon dan ekowisata. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil permainan bersama empat stakeholder mahasiswa

Investasi

Pemain/ aktor A Pemain/ aktor B Pemain/ aktor C Pemain/ aktor D Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Investasi J 50 J 50 J 50 J 50

E (3) 21 S 25 K (4) 20 E (3) 21

KS 16 K (4) 20 KS (2) 36 K (2) 10

K (3) 15 E (2) 14 PH (2) 14 PH (2) 14

PH (2) 14 E 7

Aset 102 123 127 95

Uang 211 291 308 271

Hutang 70 20

Denda - - - -

Total 313 Þ 414 Þ 365 Þ 346Þ

Produk-tivitas 213 Þ 314 Þ 265 Þ 246Þ

Keles-tarian +2 0 +1 -1

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin.

4.1.1.3 Permainan Ketiga

Pengulangan permainan Landscape Game yang ketiga dimainkan oleh empat pemain. Keempat pemain ini terdiri atas tiga pemain yang bermain sebagai stakeholder di lapangan dan satu pemain lagi berperan ganda menjadi petugas bank sekaligus pemerintah. Permainan ini berlangsung selama 90 menit dengan dibantu menggunakan tiga dadu sebagai indikator waktu.

Permainan ini dimenangkan oleh pemain C dengan total keuntungan sebesar

584Ϸ yang terdiri atas 166Ϸ aset dan 418Ϸ uang tunai. Pemain A dengan total

keuntungan sebesar 524Ϸ yang terdiri atas 197Ϸ aset dan 479Ϸ uang tunai

menempati posisi kedua. Selain itu, pemain ini harus membayar hutang dan denda


(20)

B. Pemain ini memiliki total keuntungan sebesar 377Ϸ yang terdiri atas 195Ϸ aset

dan 232Ϸ uang tunai. Pemain B harus mengeluarkan uang sebesar 50Ϸ untuk

membayar hutang kepada bank. Pemain yang memiliki produktivitas tertinggi pada permainan ini adalah pemain C dengan 484Þ, disusul oleh pemain A dengan 424Þ. Pada posisi terakhir terdapat pemain B dengan 277Þ. Nilai total produktivitas lahan pada permainan ini berjumlah 1185Þ yang merupakan hasil dari penjumlahan produktivitas setiap pemain (lambang “Þ” di belakang angka memiliki arti poin).

Pemerintah pada permainan ini mengeluarkan beberapa aturan, di antaranya aturan mengenai pelarangan melakukan pembalakan hutan di sekitar sumber air dan enclave. Selain itu, pemerintah juga memberikan potongan harga terhadap pemain yang memilik investasi akasia karena pemerintah membutuhkan banyak bahan baku untuk produksi kertas. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil permainan bersama tiga stakeholder mahasiswa

Investasi

Pemain/ aktor A Pemain/ aktor B Pemain/ aktor C

Jenis

Investasi Nilai Jenis Investasi Nilai Jenis Investasi Nilai

Investasi J 50 KS (2) 32 S 50

A (2) 34 Pr 30 KS (2) 32

E (5) 35 A 17 Pr 30

PH (4) 28 K (3) 15 K (4) 20

S 25 E (2) 14 E (4) 20

K (5) 25 PH 7 PH (2) 14

B 5 B (2) 10

Aset 197 195 166

Uang 479 232 418

Hutang 42 -

Denda 110 50

Total 524Þ 377Þ 584Þ

Produk-tivitas 424Þ 277Þ 484Þ

Keles-tarian 0 +3 +3

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin.

Selain perhitungan total keuntungan dan produktivitas lahan, pemain dan pemerintah juga melakukan perhitungan terhadap perubahan kelestarian lahan. Perubahan lahan ini didasarkan pada perubahan tutupan lahan, yakni ketika lahan


(21)

tersebut mengalami perubahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan tidak bervegetasi maka akan mendapatkan nilai (+1). Contoh dari aktivitas ini adalah kegiatan penanaman lahan belum bervegetasi. Sebaliknya, perubahan lahan dari lahan bervegetasi menjadi tidak bervegetasi akan mendapatkan nilai (-1) karena dianggap merusak lahan. Contoh aktivitas ini adalah kegiatan pembalakan hutan. Selain kedua hal tersebut, lahan yang tidak mengalami perubahan diberikan nilai 0. Salah satu dari aktivitasnya adalah ekowisata. Pada pengulangan pertama bersama mahasiswa dan dosen, nilai kelestarian lahan mendapatkan jumlah (+9) yang berasal dari penjumlahan nilai kelestarian dari setiap pemain. Ketika permainan dilakukan pada pengulangan kedua bersama mahasiswa, kelestarian lahan mendapatkan nilai total (+2). Selanjutnya, pada pengulangan ketiga bersama empat mahasiswa, kelestarian lahan mendapatkan nilai total (+6).

4.1.2 Golongan Perusahaan Hutan

Sebagai salah satu instansi yang sudah lama melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan tanaman jati di Indonesia, Perum Perhutani KPH Kendal dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu responden dalam penelitian ini. Selain itu, Perum Perhutani KPH Kendal juga telah mendapat sertifikat pengelolaan hutan yang lestari dari FSC. Simulasi pengelolaan hutan menggunakan Landscape Game ini dimainkan oleh staf serta petugas lapangan Perum Perhutani KPH Kendal. Terdapat enam aktor yang bermain dalam permainan ini, empat aktor berperan sebagai stakeholder yang langsung berhubungan dengan hutan, satu aktor berperan sebagai pemerintah, dan yang terakhir berperan sebagai bankir.

Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain penetapan pajak untuk semua jenis investasi dan memberikan insentif kepada pemain yang mendukung kegiatan pelestarian hutan. Jenis dan jumlah pajak yang harus dibayarkan pemain kepada pemerintah antara lain pajak pembalakan hutan sebesar 5%, pajak karbon sebesar 3%, dan pajak ekowisata sebesar 2%. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan aturan mengenai pelarangan berinvestasi kelapa sawit di sekitar pemukiman. Permainan ini dimenangkan oleh pemain D yang

memiliki total keuntungan sebesar 336Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 156Ϸ aset,


(22)

bank. Pemain A adalah pemain yang berada pada posisi kedua dengan total

keuntungan sebesar 304Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 123Ϸ berupa aset, 251Ϸ uang tunai dan hutang kepada bank sebesar 70Ϸ. Pemain C yang berada pada

urutan ketiga mendapatkan total keuntungan sebesar 210Ϸ. Jumlah ini terdiri atas 121Ϸ aset dan 89Ϸ berupa uang tunai. Pemain B yang berada pada urutan keempat

mendapatkan total pemasukan sebesar 160Ϸ yang terdiri atas 90Ϸ aset dan 70Ϸ

uang tunai (lambang “Þ” di belakang angka memiliki arti poin).

Pada permainan ini nilai total produktivitas lahannya adalah 710Þ yang berasal dari penjumlahan nilai produktivitas setiap pemain. Pemain yang memiliki nilai produktivitas terbesar adalah pemain D dengan nilai 236Þ, kemudian pemain A 204Þ, pemain B dengan 160Þ dan pemain C dengan 110Þ. Nilai total kelestarian lahan pada permainan keempat ini berjumlah (-1). Nilai tersebut berasal dari penjumlahan nilai kelestarian lahan setiap pemain. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil permainan bersama empat stakeholder petugas lapangan Perhutani

Investasi

Pemain/ aktor A Pemain/ aktor B Pemain/ aktor C Pemain/ aktor D Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Investasi PH (5) 35 S 25 PH (5) 35 J 50

KS (2) 32 K (4) 20 KS (2) 32 S (2) 50

S 25 A 17 S 25 E (3) 21

E (3) 21 PH (2) 14 K (3) 15 KS 16

B 5 E (2) 14 E (2) 14 PH (2) 14

K 5 K 5

Aset 123 90 121 156

Uang 251 170 239 300

Hutang 70 - 80

Denda - - 75 40

Total 304Þ 260Þ 210Þ 336Þ

Produk-tivitas 204Þ 160Þ 110Þ 236Þ

Keles-tarian -1 0 -2 +2

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, ( ): Jumlah Investasi. Þ: Poin

4.1.3 Golongan Praktisi Kehutanan Internasional

Permainan kelima dimainkan di CIFOR dalam acara pelatihan tentang pendekatan multi stakeholder dalam pengelolaan sumber daya hutan yang


(23)

diadakan oleh Wageningen University bekerjasama dengan CIFOR. Para peserta datang dari berbagai latar belakang dan keahlian. Disamping itu, mereka juga berasal dari berbagai negara (Indonesia, Kamboja, Bangladesh, Kenya, Etiopia, Georgia, Ghana, dan Tanzania). Permainan ini menempatkan 11 orang sebagai stakeholder yang dibagi menjadi empat pasangan, dua orang sebagai pemerintah, dan satu orang berperan sebagai bankir.

Permainan ini berlangsung selama 90 menit dan menyelesaikan satu putaran permainan. Pemenang dari permainan ini adalah pemain B dengan total

keuntungan 319Ϸ yang terdiri atas 164Ϸ aset dan 155Ϸ uang tunai. Pada urutan kedua terdapat pemain D dengan total keuntungan 258Ϸ yang terdiri atas 128Ϸ aset dan 130Ϸ uang tunai. Pemain A yang menempati urutan ketiga memiliki total

keuntungan sebesar 210Ϸ yang terdiri atas 95Ϸ aset dan 115Ϸ uang tunai. Posisi keempat terdapat pemain C dengan total keuntungan sebesar 178Ϸ yang terdiri

atas 98Ϸ aset dan 80Ϸ uang tunai. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil permainan bersama CIFOR dan Wageningen University

Investasi Pemain/ aktor A Pemain/ aktor B Pemain/ aktor C Pemain/ aktor D Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Investasi S 25 J (2) 100 S 25 J 50

K (5) 25 S 25 K (5) 25 Ar 40

E (3) 21 K (3) 15 E (3) 21 E (4) 28

A 17 E (2) 14 A 17 S 25

PH 7 B (2) 10 B (2) 10 K (2) 10

Aset 95 164 98 128

Uang 115 155 190 180

Denda - - 110 -

Total 210Þ 319Þ 178Þ 308Þ

Produk-tivitas 110Þ 219Þ 78Þ 208Þ

Keles-tarian +1 +5 +4 +2

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, Ar:Air, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin

Pada permainan ini nilai total produktivitas lahannya adalah 615Þ yang berasal dari penjumlahan nilai produktivitas setiap pemain. Pemain B memiliki nilai produktivitas terbesar, yakni dengan 219Þ, disusul oleh pemain D dengan


(24)

208Þ. Pada urutan ketiga terdapat pemain A dengan nilai produktivitas 110Þ. Posisi keempat terdapat pemain C dengan nilai 78Þ. Nilai total kelestarian lahan pada permainan keempat ini berjumlah (+12). Nilai tersebut berasal dari penjumlahan nilai kelestarian lahan setiap pemain. Hal ini disebabkan karena hanya terdapat satu kegiatan pembalakan hutan dan 13 kegiatan penanaman.

Pemerintah dalam permainan ini menetapkan beberapa kebijakan yang harus dipatuhi oleh para pemain. Aturan tersebut antara lain dilarangnya kegiatan pembalakan hutan dan konversi lahan hutan, dan konversi lahan kosong menjadi lahan bervegetasi harus diperbanyak. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 6 di atas.

4.1.4 Golongan stakeholder kehutanan di Bogor (KPH Bogor, Dinas Kehutanan Bogor, LMDH, Akademisi)

Sebuah kegiatan pengelolaan hutan akan selalu melibatkan banyak pihak. Simulasi permainan keenam ini dimainkan oleh lima aktor yang memiliki latar belakang yang berbeda, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Perum Perhutani, LMDH, dan akademisi.

Pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain menerapkan pajak bagi semua jenis investasi dan memberikan insentif kepada pemain yang mendukung kegiatan pelestarian hutan. Jenis dan jumlah pajak yang harus dibayarkan pemain kepada pemerintah antara lain pajak pembalakan hutan sebesar 20%, pajak karbon sebesar 10%, dan pajak ekowisata sebesar 10%.

Permainan ini dimenangkan oleh pemain D yang memiliki total keuntungan

sebesar 270Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 106Ϸ aset, 164Ϸ uang tunai. Pemain A

adalah pemain yang berada pada posisi kedua dengan total keuntungan sebesar

223Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 93Ϸ berupa aset, 130Ϸ uang tunai. Pemain B yang berada pada urutan ketiga mendapatkan total keuntungan sebesar 157Ϸ. Jumlah tersebut terdiri atas 126Ϸ aset dan 31Ϸ berupa uang tunai. Pemain C

berada pada urutan keempat mendapatkan total pemasukan sebesar 114Ϸ yang

terdiri atas 92Ϸ aset dan 22Ϸ uang tunai.

Permainan keenam ini memiliki nilai total produktivitas lahan sebesar 364Þ yang berasal dari penjumlahan nilai produktivitas empat pemain. Pemain D memiliki nilai produktivitas terbesar, yakni dengan 170Þ, disusul oleh pemain A


(25)

dengan 123Þ. Pada urutan ketiga terdapat pemain B dengan nilai produktivitas 57Þ. Posisi keempat terdapat pemain C dengan nilai 14Þ. Nilai total kelestarian lahan pada permainan keempat ini berjumlah (+11). Nilai tersebut berasal dari penjumlahan nilai kelestarian lahan setiap pemain. Hal ini disebabkan karena terdapat 13 kegiatan penanaman dan hanya dua kegiatan pembalakan hutan. Selain dari kedua aktivitas tersebut adalah kegiatan berinvestasi ekowisata dan karbon yang memiliki nilai kelestarian nol. Jenis investasi, aset, serta keuntungan para pemain dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil permainan bersama stakeholder kehutanan di Bogor (KPH Bogor, Dinas Kehutanan Bogor, LMDH, akademisi)

Investasi

Pemain/ aktor A Pemain/ aktor B Pemain/ aktor C Pemain/ aktor D Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Jenis

Investasi Nilai

Investasi E (4) 36 J 50 S (2) 50 A (5) 85

S 25 Pr 30 E (2) 22 E (3) 21

A 17 S 25 K (3) 15

K (2) 10 PH (2) 14 B 5

B 5 E 7

Aset 93 126 92 106

Uang 130 31 22 164

Hutang

Denda -

Total 223Þ 157Þ 114Þ 270Þ

Produk-tivitas 123Þ 57Þ 14Þ 170Þ

Keles-tarian +3 0 +3 +5

Ket: J:Jati, S:Sengon, KS:Kelapa sawit, E:Ekowisata, PH:Pembalakan hutan, B:Biofuel, A:Akasia, K:Karbon, Pr:Pertambangan, ( ): Jumlah Investasi, Þ: Poin

4.2Pembahasan

4.2.1 Jenis Investasi Pemain dan Peraturan Pemerintah. 4.2.1.1 Permainan Pertama

1. Pemain A

Permainan pertama Landscape Game dimainkan oleh mahasiswa yang bertindak sebagai pemain dan dosen yang bertindak sebagai pemerintah. Permainan ini dimulai oleh pemain A yang memiliki latar belakang ekonomi. Pemain ini mendapat kesempatan bermain sebanyak 23 kali. Beberapa investasi yang diinvestasikan oleh pemain A antara lain hutan tanaman sengon (+1) dan


(26)

ekowisata (0) sebanyak dua sel, jati (+1) dan pembalakan hutan (-1) sebanyak satu sel serta biofuel (+1) dan kelapa sawit (+1) sebanyak satu sel. Selain itu pemain A memilih untuk tidak berinvestasi sebanyak delapan kali.

Pemain A memiliki beberapa alasan dalam memilih jenis investasi, antara lain untuk meningkatkan keuntungan, mensejahterakan masyarakat sekitar hutan dan mendapatkan pemasukan dari pemain lain. Aalasan pemain A tidak berinvestasi karena tidak memiliki modal, mematuhi aturan pemerintah dan berada pada lahan milik orang lain. Semua investasi tersebut membuat pemain A

mendapatkan keuntungan total sebesar 454Ϸ yang terdiri atas 167Ϸ aset, 320Ϸ uang tunai dan hutang kepada bank sebesar 33Ϸ.

Pemain A memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 354Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain A sebesar 454Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, nilai kelestarian lahan yang dimiliki pemain A adalah sebesar +4. Nilai ini berasal dari penjumlahan jenis investasi yang mengurangi tutupan hutan (-1) ditambah jenis investasi yang menambah luasan hutan (+1) serta investasi yang tidak merubah luasan hutan (0).

2. Pemain B

Pemain B memiliki kesempatan bermain setelah pemain A. Pemain ini memiliki latar belakang keilmuan pemanfaatan dan sosial kehutanan. Selama permainan berlangsung, pemain ini melakukan beberapa macam investasi, antara lain sengon (+1) sebanyak dua sel, akasia (+1) empat sel, karbon (0) dan ekowisata (0) sebanyak tiga sel serta pembalakan hutan (-1) dan kelapa sawit (+1) sebanyak satu sel. Selain mendapatkan keuntungan, pemain ini juga mendapatkan hukuman sebanyak dua kali serta mendapatkan fund card sebanyak satu kali.

Alasan utama yang melatarbelakangi pemain B untuk berinvestasi adalah menjaga kelestarian lingkungan dan mensejahterakan masyarakat disekitar hutan. Faktor yang menyebabkan pemain B memilih untuk tidak berinvestasi adalah aturan pemerintah yang tidak sesuai dengan rencana pemain B. Hal ini terjadi ketika pemain ini berencana untuk berinvestasi air, namun tidak terlaksana karena pemerintah melarang sumber daya air dimiliki secara pribasi. Dari semua investasi yang dimiliki, pemain B mendapatkan total keuntungan sebesar 400Ϸ yang terdiri atas 231Ϸ berupa aset dan 224Ϸ berupa uang tunai, serta denda


(27)

sebesar 55Ϸ. Pemain B memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 300Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain B sebesar 400Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, pemain B juga memiliki nilai kelestarian lahan sebesar (+4).

3. Pemain C

Setelah pemain B, terdapat pemain C yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi kehutanan. Selama permainan berlangsung, pemain ini melakukan beberapa macam investasi, antara lain karbon (0) sebanyak lima sel, pembalakan hutan (-1) dan sengon (+1) sebanyak tiga sel serta ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1) sebanyak satu sel. Pemain ini mempertimbangkan beberapa hal dalam memilih jenis investasi, antara lain keuntungan yang akan diperoleh, harga dari investasi, kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, tersedianya lapangan pekerjaan baru serta meningkatkan serapan karbon dari lahan yang dikelolanya. Investasi tersebut membuat pemain C mendapatkan total keuntungan sebesar 481Ϸ yang

terdiri atas 144Ϸ berupa aset dan 337Ϸ berupa uang tunai. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 381Þ serta nilai kelestarian lahan sebesar +1.

4. Pemain D

Pemain terakhir yang berperan dalam permainan ini adalah pemain D. Pemain ini memiliki latar belakang keilmuan konservasi kehutanan. Beberapa jenis investasi yang dimiliki pemain ini, antara lain adalah pembalakan hutan (-1), ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1) sebanyak dua sel dan akasia (+1) sebanyak satu sel. Pemain ini hanya mempunyai sedikit investasi dibandingkan pemain lainnya. Hal ini disebabkan karena pemain ini sering berada pada lahan milik orang lain serta sangat selektif dalam memilih jenis investasi. Selain itu, pemain ini sangat kelestarian lingkungan, sehingga berpengaruh terhadap keputusannya dalam memilih investasi. Pada akhir permainan, pemain ini mendapatkan total

keuntungan sebesar 218Ϸ yang terdiri atas 59Ϸ aset dan 219Ϸ uang tunai. Pemain

D memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 119Þ serta nilai kelestarian lahan sebesar nol.

5. Pemerintah

Sebagai regulator dan penentu arah kebijakan suatu wilayah, pemerintah dalam permainan ini menetapkan beberapa kebijakan yang harus dipatuhi oleh


(28)

semua pemain. Aturan tersebut antara lain mengharuskan setiap pemain membayar pajak kepada pemerintah ketika mendapatkan hasil dari investasinya. Persentase dari pajak tersebut adalah 15% dari hasil bersih investasi pembalakan hutan, 20% dari hasil bersih investasi pertambangan, dan 10% untuk investasi lainnya.

Ketika pemerintah dalam perkembangan permainan merasa perlu melakukan penyesuaian, maka pemerintah melakukan beberapa penyesuaian terhadap aturan yang telah dibuatnya, yakni dengan menaikkan pajak pembalakan hutan menjadi 40% dan kelapa sawit menjadi 15% dari sebelumnya 10%. Perubahan ini disebabkan karena pemerintah merasa bahwa pemain tetap memilih investasi yang dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan sosial meskipun telah dibuat peraturan yang dirasa memberatkan pemain. Selain kebijakan tersebut, pemerintah juga melakukan pelarangan terhadap privatisasi sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni air.

Air dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah dan setiap orang yang berada pada sel tersebut harus membayar kepada pemerintah sebesar 2Þ. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Clark (1980), bahwa sumber daya alam tidak dapat dimiliki secara pribadi karena penggunaan salah satu sumber daya alam oleh individu secara pribadi, akan mempengaruhi jumlah sumber daya yang dimanfaatkan oleh orang lain. Lebih lanjut, pemerintah juga memberikan insentif sebesar 2Þ kepada pemain yang memiliki investasi karbon lebih dari tiga sel.

Insentif adalah semua bentuk dorongan spesifik atau rangsangan, yang umumnya berasal dari faktor eksternal (pemerintah, LSM, swasta dan lain-lain), yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat, baik secara individu maupun kelompok untuk bertindak atau mengadopsi teknik dan metode baru yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi (Wijayanto 2010). Selain itu menurut Ostrom et al. (1993), insentif atau disinsentif bukan hanya sekedar penghargaan atau hukuman, tetapi menyangkut perubahan positif atau negatif pada hasil yang dalam pandangan individu akan dapat dihasilkan dari suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan kaidah atau aturan tertentu baik dalam konteks fisik maupun sosial.


(29)

4.2.1.2 Permainan Kedua 1. Pemerintah

Tempat dilaksanakannya permainan kedua adalah di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Aktor dalam permainan seluruhnya adalah mahasiswa, sedangkan pada permainan pertama adalah mahasiswa dan dosen. Permainan ini diawali dengan penetapan pajak oleh pemerintah. Jenis dan nominal pajak tersebut antara lain, pajak pembalakan hutan sebesar 10% dari hasil bersih, pajak pertambangan sebesar 5% dan pajak untuk investasi lainnya sebesar 5%. Berbeda dengan jenis investasi sebelumnya, untuk jenis investasi ekowisata dan karbon tidak dipungut pajak oleh pemerintah.

Selain itu pemerintah juga memberikan insentif kepada pemain yang berinvestasi karbon dan ekowisata dengan memberikan discount sebesar 50% dari harga sebenarnya. Pemerintah juga melarang para pemain untuk berinvestasi di sekitar sungai dan pemukiman penduduk dengan investasi yang tidak ramah lingkungan. Setelah pemerintah menetapkan aturan, permainan dimulai dengan pemain B sebagai pemain pertama yang melangkah diikuti pemain C, pemain D dan pemain A.

2. Pemain B

Pemain B adalah pemenang pada permaianan kedua ini. Pemain ini memiliki latar belakang ilmu ekonomi kehutanan. Pemain B memiliki beberapa jenis investasi yang memberikan banyak keuntungan, namun tetap menjaga kelestarian lingkungan. Jenis investasi tersebut antara lain karbon (0) sebanyak empat sel, ekowisata (0) dan pembalakan hutan (-1) sebanyak dua sel serta sengon (+1) dan jati (+1) sebanyak satu sel. Total keuntungan pemain B yang didapatkan dari beberapa investasi tersebut sebesar 414Ϸ dengan sumber pemasukan terbesar berasal dari investasi jati (95Þ), sengon (49Þ) dan pembalakan hutan sebesar (42Þ).

Selain mendapatkan hasil dari investasi tersebut, pemain B juga mendapatkan pemasukan dari insentif yang diberikan pemerintah karena berinvestasi karbon. Investasi ekowisata juga menjadi salah satu sumber pemasukan bagi pemain ini, karena mengharuskan setiap pemain yang melewati


(30)

sel tersebut membayar kepada pemain B sebesar 2Þ. Pembayaran ini akan didapatkan oleh setiap pemain yang memiliki investasi ekowisata.

Pemain B memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 314Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain B sebesar 414Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, pemain B juga memiliki nilai kelestarian lahan sebesar nol. Hal ini disebabkan karena pemain ini memiliki jumlah yang seimbang antara aktivitas pengurangan lahan bervegetasi dan penambahan lahan bervegetasi.

3. Pemain C

Pemain C berada pada urutan kedua dan memiliki total keuntungan terbesar setelah pemain B. Pemain C memiliki latar belakang ilmu pemanfaatan hutan. Sumber pemasukan utama pemain C berasal dari investasi jati yang memberikan keuntungan bersih 95Þ, kelapa sawit 43Þ dan pembalakan hutan sebesar 84Þ. Selain hasil berupa uang tunai, total keuntungan juga berasal dari perhitungan total aset yang terkandung pada setiap jenis investasi. Total aset yang dimiliki pemain C adalah 127Ϸ yang berasal dari penjumlahan nilai aset empat investasi karbon, dua investasi pembalakan hutan dan kelapa sawit serta satu investasi jati dan ekowisata.

Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 265Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+1). Nilai kelestarian tersebut didapatkan berdasar penjumlahan semua jenis investasi milik pemain C. Alasan pemain ini berinvestasi antara lain karena besarnya keuntungan dan aset serta kemampuannya untuk bisa menjaga kelestarian lingkungan. Selama permainan berlangsung,

pemain ini berhutang kepada bank sebesar 70Ϸ dan harus membayar dengan

bunga 10%. 4. Pemain D

Urutan ketiga ditempati pemain D dengan total pemasukan 346Ϸ yang

sebagian besar investasinya berada pada lahan hutan inti dan hutan tepi. Investasi yang dimiliki pemain ini antara lain dua sel karbon (0) dan pembalakan hutan (-1), tiga sel ekowisata (0) pada lahan hutan inti dan hutan tepi. Pemain ini memiliki investasi pada lahan mozaik hanya berupa satu sel hutan tanaman jati (+1). Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain lahan telah dimiliki pemain lain, tidak memilik modal, serta berbenturan dengan aturan pemerintah. Pemain ini


(31)

mendapatkan nilai produktivitas lahan sebesar 246Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-1).

5. Pemain A

Pemain yang berada di urutan terakhir pada permainan ini adalah pemain A. Pemain ini memiliki latar belakang konservasi hutan. Total keuntungan pemain ini sebesar 313Ϸ yang berasal dari investasi tiga sel karbon (0), satu sel hutan tanaman jati (+1) dan kelapa sawit (+1), serta tiga sel ekowisata (0). Selain pendapatan dari hasil investasi tersebut, sumber pendapatan lain pemain A berasal dari insentif pemerintah dan pembayaran oleh pemain yang melewati sel ekowisata miliknya. Jika dibandingkan dengan pemain lain, pemain A adalah satu-satunya pemain yang tidak memiliki investasi pembalakan hutan karena pemain ini sangat mendukung kegiatan pelestarian lingkungan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mengurangi keuntungan dari pemain ini dan membuat pemain ini mendapatkan nilai kelestarian sebesar (+2).

4.2.1.3. Permainan Ketiga

Permainan ketiga Landscape Game dimainkan oleh empat orang pemain. Terdapat tiga orang aktor berperan sebagai stakeholder yang berhubungan langsung dengan hutan dan satu aktor yang berperan ganda sebagai pemerintah dan bankir. Variasi jumlah pemain ini ternyata berpengaruh terhadap total keuntungan setiap pemain. Total keuntungan pada permainan ini lebih besar daripada total keuntungan pemain pada permainan pertama dan kedua yang melibatkan empat stakeholder. Hal ini disebabkan karena kesempatan berinvestasi pemain dengan tiga stakeholder lebih besar daripada empat stakeholder.

Menurut Manik (2010), semakin terbatas suatu sumber daya alam dibandingkan dengan permintaan masyarakat yang semakin meningkat, maka kompetisi untuk memperoleh sumber daya alam tersebut semakin tinggi dan peluang terjadinya konflik semakin besar. Pemain A dalam permainan ini mendapatkan keuntungan sebesar 524Ϸ yang terdiri atas 197Ϸ aset dan 497 Ϸ uang

tunai, serta hutang dan denda sebesar 152 Ϸ. Pemain B memiliki total keuntungan

377Ϸ dengan 192Ϸ berupa aset dan 232Ϸ berupa uang tunai. Terakhir, terdapat pemain C dengan total keuntungan sebesar 584Ϸ yang terdiri atas 166Ϸ berupa aset dan 418Ϸ berupa uang tunai.


(32)

1. Pemain C

Pemain yang memiliki total keuntungan paling besar pada permainan ini adalah pemain C. Pemain ini memiliki latar belakang ilmu ekonomi kehutanan. Pemain ini memiliki beberapa jenis investasi, antara lain empat sel ekowisata (0) dan karbon (0), dua sel pembalakan hutan (-1), kelapa sawit (+1), dan biofuel (+1) serta satu sel sengon (+1) dan pertambangan (0). Dari investasi-investasi tersebut, investasi yang menghasilkan keuntungan paling besar adalah investasi

sengon dan pembalakan hutan, yakni 49Ϸ dan 42Ϸ. Salah satu faktor lain yang

menyebabkan pemain C memenangkan permainan adalah karena pemain ini tidak mendapatkan denda ataupun berhutang kepada bank.

Pemain C memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 484Þ. Nilai ini berasal dari total keuntungan pemain A sebesar 584Þ dikurangi dengan modal awal sebesar 100Þ. Selain itu, nilai kelestarian lahan yang dimiliki pemain A adalah sebesar (+3). Nilai ini berasal dari penjumlahan jenis investasi yang mengurangi tutupan hutan (-) ditambah jenis investasi yang menambah luasan hutan dan investasi yang tidak merubah luasan hutan.

2. Pemain A

Pemain A adalah pemain yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi. Tidak seberuntung pemain sebelumnya, pemain A yang berada pada urutan kedua

mengalami hukuman sebesar 110Ϸ serta meminjam uang dari bank sebesar 42Ϸ.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap total keuntungan pemain A yang memiliki total aset lebih banyak daripada pemain B dan C. Strategi yang dilakukan pemain A untuk memenangkan pertandingan antara lain berinvestasi lima sel ekowisata (0) dan karbon (0), empat sel pembalakan hutan (-1), dua sel akasia (+), serta satu sel jati (+) dan sengon (+). Pemain ini memiliki nilai kelestarian lahan sebesar nol, sedangkan jumlah nilai produktivitas lahan yang dimiliki pemain ini berjumlah 424Þ.

3. Pemain B

Pada urutan ketiga terdapat pemain B dengan memiliki total keuntungan

352Ϸ. Pemain ini memiliki beberapa jenis investasi, antara lain tiga sel karbon (0), dua sel ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1), serta satu sel pembalakan hutan (-1), akasia (+1), pertambangan dan biofuel (+1). Faktor yang menyebabkan pemain ini


(33)

berada pada urutan terakhir adalah karena pemain B tidak memilih jenis investasi yang memiliki hasil besar seperti sengon, jati, dan akasia. Selain faktor tersebut, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pemain ini yang lebih cenderung naturalis. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 277Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+4).

4. Pemerintah

Seperti pada permainan sebelumnya, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan dan aturan yang harus diikuti oleh para pemain. Aturan pemerintah tersebut antara lain penetapan pajak, pemberian disinsentif dan insentif bagi pemain, serta aturan yang mengatur tata guna lahan. Salah satu contoh penerapan aturan tersebut adalah ditetapkannya pajak untuk jenis investasi pembalakan hutan sebesar 10%. Aturan yang berbeda ditetapkan untuk jenis investasi kelapa sawit, yakni pemerintah mengeluarkan aturan bahwa setiap pemain yang akan

berinvestasi jenis ini harus membayar 2Ϸ lebih mahal dari harga sebenarnya. Selain itu, setiap pemain yang akan berinvestasi pada mozaik harus membayar 1Ϸ

lebih mahal dari harga sebenarnya. Hal tersebut dilakukan karena pemerintah menganggap bahwa membangun investasi baru itu harus membayar uang untuk perizinan.

Pemerintah juga mengeluarkan aturan yang melarang investasi pembalakan hutan di sekitar kanan kiri sungai dan di sekitar mata air. Selama berlangsungnya permainan, pemerintah juga melakukan penyesuaian-penyesuaian baru terhadap aturan yang telah dibuat, hal ini terjadi ketika banyak pemain berinvestasi pembalakan hutan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap pemain yang berinvestasi pembalakan hutan untuk memiliki tanggung jawab sosial atau CSR (Coorporate Social Responsibility), baik berupa investasi karbon atau investasi yang memberdayakan masyarakat di sekitar hutan. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder mahasiswa dalam memilih jenis investasi disajikan dalam Lampiran 2.

4.2.1.4 Permainan Keempat

Pengulangan permainan yang keempat dilakukan di Perum Perhutani KPH Kendal, Jawa Tengah. Permainan ini dimainkan oleh staf dan petugas lapangan Perum Perhutani KPH Kendal yang terdiri atas Kepala Seksi PSDH yang berperan


(34)

sebagai pemerintah, dua orang perwakilan dari LMDH yang berperan sebagai pemain A dan pemain C, staf bagian perencanaan sebagai pemain B dan satu asisten Perhutani yang berperan sebagai pemain D. Sebelum permainan ini dimulai, para pemain membuat kesepakatan, bahwa permainan akan dilangsungkan selama 60 menit. Selama rentang waktu tersebut, para pemain telah menyelesaikan dua putaran, sehingga hampir semua investasi sudah mendatangkan hasil. Setelah dilakukan perhitungan total keuntungan dari masing-masing pemain, pemain D keluar sebagai pemenang dengan total keuntungan

336Ϸ, diikuti pemain A dengan total keuntungan sebesar 304Ϸ dan pemain C dengan 210Ϸ dan pemain B dengan 160Ϸ.

1. Pemain D

Jenis investasi yang diinvestasikan oleh pemain D antara lain sengon (1+) dan pembalakan hutan (-1) sebanyak dua sel, kelapa sawit (+), jati (+) dan karbon (0) sebanyak satu sel serta ekowisata (0) sebanyak tiga sel. Dari beberapa investasi tersebut, jenis investasi yang menghasilkan aset dan keuntungan terbesar adalah investasi dari jati (50Þ) dan sengon (25Þ). Investasi jati dilakukan pada lahan bekas tebangan milik pemain A, karena pemain D berencana tidak melakukan penanaman kembali pada lahan tersebut.

Berdasarkan perhitungan total keuntungan dikurangi dengan modal awal, maka didapatkan nilai produktivitas untuk pemain ini, yakni 236Þ. Selain nilai produktivitas, juga dihitung nilai kelestarian dari pemain ini yakni sebesar (+2). Pemain ini memiliki latar belakang pekerjaan sebagai asisten Perhutani.

2. Pemain A

Setelah pemain D, terdapat pemain A yang memiliki latar belakang sebagai ketua LMDH setempat. Total keuntungan yang dimiliki oleh pemain ini adalah

304Ϸ yang berasal dari beberapa jenis investasi. Jenis investasi tersebut antara lain

berupa karbon (0), pembalakan hutan (-), sengon (+), akasia (+) dan ekowisata (0). Pembalakan hutan merupakan jenis investasi terbanyak yang dimiliki oleh pemain A, yakni sebanyak lima sel.

Pemilihan jenis investasi tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan kayu masyarakat di sekitar hutan dan produsen kayu yang permintaannya semakin meningkat. Selain itu, hal ini juga diakibatkan pajak yang ditetapkan oleh


(35)

pemerintah untuk hasil penebangan kecil, yakni sebesar 5% dari penghasilan bersih. Menurut UU Nomor. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dikeluarkan Departemen Keuangan Republik Indonesia, besaran PSDH untuk wilayah kabupaten atau kota adalah sebesar 32%, sehingga dalam permainan ini pajak yang ditetapkan oleh pemerintah termasuk ke dalam kategori kecil. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 201Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-1) yang merupakan hasil dari penjumlahan nilai tiap jenis investasi.

3. Pemain C

Pemain C berada pada urutan ketiga dengan total keuntungan sebesar 210Ϸ. Jenis investasi yang dimiliki oleh pemain C hampir sama dengan investasi yang dimiliki oleh pemain A, yakni lima sel pembalakan hutan (-1), tiga sel karbon (0), dua sel ekowisata (0) dan kelapa sawit (+1) serta satu sel sengon (+1).

Perbedaannya terletak ketika pemain C mendapatkan denda 75Ϸ, sehingga hal ini

mengurangi pendapatan pemain C. Sumber pendapatan utama pemain C adalah industri kayu yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku industri. Pemain ini mendapatkan nilai produktivitas lahan sebesar 110Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (-2).

4. Pemain B

Pemain yang berada pada posisi terakhir adalah pemain B yang memiliki

total keuntungan sebesar 160Ϸ, yang terdiri atas 90Ϸ aset dan 70Ϸ uang tunai.

Jenis investasi yang dimiliki oleh pemain B antara lain berupa sengon (+1) dan akasia (+1) sebanyak satu sel, pembalakan hutan (-1) dan ekowisata (0) sebanyak dua sel dan sel karbon (0) sebanyak empat sel. Pemain B memilik prinsip untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan agar tetap lestari, sehingga hal tersebut mempengaruhi pilihan investasi pemain ini. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 60Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar nol.

Berbeda dengan pemain A dan C yang memiliki jenis investasi pembalakan hutan lebih dari lima sel, memiliki prinsip bahwa hutan akan lestari jika rakyat mendapatkan kesejahteraannya terlebih dahulu. Hal ini dapat dicapai apabila masyarakat memanfaatkannya untuk konsumsi sendiri dan tidak melakukan quick cash, atau berorientasi ekonomi produktif, yaitu memanfaatkan sumber daya


(36)

hutan untuk diperjualbelikan di pasar (Primack 1993 dalam Ongkan 2006). Pemain yang mengacu pada aturan bahwa pengelolaan hutan akan lestari jika mengikuti peraturan yang sudah ada dalam Undang-Undang Kehutanan adalah pemain D. Ringkasan secara umum motivasi stakeholder instansi Perhutani dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.2.1.5 Permainan Kelima

Setiap tahunnya, CIFOR (Center for International Forestry Research) dan Wageningen University yang berasal dari Belanda mengadakan kerjasama untuk melakukan pelatihan mengenai pendekatan multi stakeholder dalam pengelolaan hutan. Pelatihan sebelumnya diadakan di Thailand dengan partisipasi lebih dari sembilan negara, sedangkan pada tahun ini pelatihan diadakan di kantor CIFOR, Situ Gede, Bogor. Peserta dalam pelatihan ini berjumlah 14 orang yang terdiri atas delapan negara, yakni Indonesia, Georgia, Etiopia, Kenya, Kamboja, Bangladesh, Tanzania dan Ghana.

Secara sederhana, terdapat perbedaan pada permainan ini jika dibandingkan dengan permainan sebelumnya, yakni pada permainan ini terdapat penasehat untuk setiap pemain dan pemerintah. Sehingga membantu para pemain untuk menentukan jenis investasinya. Teknik yang digunakan peneliti pada permainan kali ini adalah pengamatan secara langsung dan melakukan tracking back atau penelusuran kembali langkah yang dilakukan oleh para pemain melalui foto permainan tersebut yang diperoleh dari peserta, sedangkan motivasi dari setiap pemain didapat dari melihat ketika permainan sedang berlangsung.

1. Pemerintah

Pemerintah pada permainan ini mengeluarkan aturan untuk tetap mempertahankan kelestarian alam dengan tidak memperbolehkan pemain melakukan kegiatan pembalakan hutan. Hal ini didasari oleh prinsip pemerintah untuk memaksimalkan manfaat hutan sebagai alat untuk mengurangi emisi karbon. Selain itu, pemerintah memberikan insentif kepada pemain yang berinvestasi karbon serta menetapkan pajak penghasilan untuk investasi pertambangan sebesar 10%.


(37)

2. Pemain A

Pemain A dalam permainan ini mempunyai beberapa macam investasi, antara lain sengon (+1), akasia (+1), pembalakan hutan (-1) sebanyak satu sel, investasi ekowisata (0) sebanyak tiga sel, serta karbon (0) sebanyak lima sel. Pemasukan terbesar diperoleh dari hasil investasi sengon, akasia dan pembalakan hutan. Pemilihan jenis investasi pemain ini didasarkan pada kebutuhan lapangan pekerjaan baru, penghijauan, kebutuhan akan kayu yang semakin meningkat dan mengurangi efek global warming. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 110Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+1).

3. Pemain B

Pada posisi kedua terdapat pemain B yang mempunyai kesempatan bermain sebanyak 16 kali langkah. Pemain ini memiliki lima jenis investasi, antara lain ekowisata (0) sebanyak dua sel, biofuel (+1) sebanyak dua sel, sengon (+1) satu sel, karbon (0) tiga sel dan jati (+1) dua sel. Dari kelima investasi tersebut, sengon dan jati merupakan pemasukan terbesar bagi pemain B dengan total aset dari keduanya 125Ϸ. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 219Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+5).

4. Pemain C

Setelah pemain B, terdapat pemain C yang memiliki total keuntungan

sebesar 179Ϸ. Pemain ini lebih banyak berinvestasi di hutan inti dan hutan tepi,

serta hanya sedikit berinvestasi pada lahan mozaik. Jenis investasi pemain ini antara lain biofuel (+1) sebanyak dua sel, karbon (0) sebanyak lima sel, ekowisata (0) tiga sel serta sengon (+1) dan akasia (+1) sebanyak satu sel. Sehingga dari kelima jenis investasi tersebut pemain ini mendapatkan nilai kelestarian lahan sebesar (+4). Nilai produktivitas lahan dari pemain ini berjumlah 79Þ.

5. Pemain D

Pemain terakhir dalam permainan ini adalah pemain D. Pemain ini memiliki total keuntungan sebesar 258Ϸ yang terdiri atas 128Ϸ aset dan 130Ϸ uang tunai. Investasi yang dimiliki pemain ini dan tidak dimiliki oleh pemain lain adalah investasi sumber daya air. Apabila sumber daya ini dimiliki secara pribadi, maka setiap pemain yang akan berinvestasi harus membayar 4Ϸ kepada pemain D, namun hanya pada lahan yang berada di sekitar sumber air.


(38)

Setelah dilakukan perhitungan pada akhir permainan, pemenang permainan

ini adalah pemain B, dengan total keuntungan 319Ϸ, diikuti oleh pemain D denda 308Ϸ, pemain A dengan 210Ϸ serta pemain C dengan 179Ϸ. Terdapat beberapa jenis investasi membedakan pendapatan antara satu pemain dengan pemain yang lainnya. Perbedaan tersebut antara lain ketika pemain B berinvestasi jati sebanyak dua sel padahal jati memiliki aset dan keuntungan yang besar sehingga hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pemain B memenangkan permainan. Selain jati, investasi sengon juga memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemain ini, dengan harganya yang murah tetapi memiliki keuntungan yang besar. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 208Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+2). Ringkasan secara umum motivasi stakeholder peserta pelatihan di CIFOR dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.2.1.6 Permainan Keenam

Permainan ini merupakan permainan terakhir dalam penelitian ini. Permainan ini melibatkan beberapa instansi pemerintah dan non-pemrintah, antara lain Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Perum Perhutani, LMDH dan akademisi. Pemain dalam permainan ini berjumlah lima orang ditambah satu orang yang berperan menjadi petugas bank. Sebelum permainan dimulai, peneliti menjelaskan terlebih dahulu peraturan permainan yang harus diikuti oleh para pemain dan mesepakati lamanya waktu permainan, yakni 60 menit.

1. Pemain A

Permainan ini diawalai oleh Pemain A yang memiliki latar belakang sebagai ketua LMDH setempat. Pemain A mempunyai beberapa macam investasi, antara lain sengon (+1), akasia (+1), dan biofuel (+1) sebanyak satu sel, investasi ekowisata (0) sebanyak empat sel, serta karbon (0) sebanyak dua sel. Pemasukan terbesar diperoleh dari hasil investasi ekowisata, sengon dan akasia. Selain dari ketiga jenis tersebut, pemain ini juga mendapatkan hasil dari pembayaran oleh pemain lain ketika melewati sel ekowisata dan karbon milik pemain A. Pemilihan jenis investasi tersebut didasarkan pada keinginan pemain untuk tetap menjaga hutan agar fungsi-fungsinya tetap terjaga. Pemain ini memiliki nilai produktivitas lahan sebesar 123Þ dan nilai kelestarian lahan sebesar (+3).


(1)

Lampiran 2 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder mahasiswa dalam memilih jenis investasi

No. Jenis

Investasi Latar Belakang Pemilihan Investasi

1. Pembalakan Hutan

a. Mendapatkan hasil yang banyak dan pajak yang kecil b. Membuka aksesbilitas jalan

2. Ekowisata a. Mendapat insentif dari pemerintah

b. Setiap pemain yang melewati harus membayar c. Melestarikan lingkungan

d. Memberdayakan masyarakat desa hutan 3. Jati a. Aset dan hasil yang besar

b. Sebagai hutan tanaman dan reboisasi 4. Karbon a. Melestarikan lingkungan

b. Insentif dari pemerintah c. Menyerap karbon 5. Tidak

Berinvestasi

a. Tidak sesuai dengan aturan pemerintah b. Topografi tidak mendukung

c. Lahan sudah menjadi millik pemain lain d. Mendapatkan punishment

e. Tidak memiliki modal

6. Sengon a. Sebagai tanggung jawab sosial

b. Mengurangai erosi di sempadan sungai c. Taman wisata dan Agroforestri

d. Investasi jangka panjang 7. Kelapa

Sawit

a. Harga investasi yang murah

b. Pemberdayaan masyarakat sekitar perkebunan c. Dekat dengan jalan sehingga aksesbilitas mudah d. Untuk kegiatan penanaman lahan kosong

8. Akasia a. Kegitan penghijauan

b. Pembuatan HTI untuk mendapatkan keuntungan besar Agroferestri

9. Biofuel a. Pemerintah memberikan insentif


(2)

Lampiran 3 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder perusahaan kehutanan dalam memilih jenis investasi

No. Jenis

Investasi Latar Belakang Pemilihan Investasi

1. Bioefuel a. Mencari alternatif bahan baku bahan bakar ramah lingkungan

2. Akasia a. Untuk persediaan kayu bakar bagi masyarakat 3. Karbon a. Mengurangi emisi karbon

b. Mengurangi deforestasi dan degradasi lahan hutan c. Mendapatkan insentif dari pemerintan

4. Pembalakan Hutan

a. Memenuhi permintaan pasar b. Peremajaan tanaman

c. Meningkatkan nilai tambah hutan d. Kebutuhan masyarakat akan kayu 5. Sengon a. Mendapatkan keuntungan yang besar

b. Memberikan mata pencaharian baru untuk masyarakat Menerapkan pola agroforestri

6. Kelapa sawit

a. Melakukan inovasi produk kehutanan

b. Meningkatkan prosuksi minyak dan mengurangi impor minyak Investasi jangka panjang

7. Tidak berinvestasi

a. Mendapatkan hukuman

b. Kembali ke investasi milik sendiri c. Lahan milik investor lain

d. Modal tidak mencukupi 8. Jati a. Percobaan varietas baru JPP

9. Ekowisata a. Membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat b. Melestariakn alam sambil mendapatkan pemasukan.


(3)

Lampiran 4 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder praktisi kehutanan internasional dalam memilih jenis investasi

No. Jenis

Investasi Latar Belakang Pemilihan Investasi

1. Karbon a. Mencegah pemanasan global b. Mengurangi emisi karbon

c. Mendapat insentif dari pemerintah 2. Biofuel a. Menigkatan produksi minyak alternatif

3. Air a. Setiap orang yang akan berinvestasi harus membayar kepada pemilik air

4. Akasia a. Untuk kegiatan penghijauan dan mendapatkan keuntungan yang besar

5. Tidak berinvestasi

a. Lahan telah menjadi milik pemain lain b. Terdapat enclave

c. Tidak memiliki modal 6. Pembalakan

Hutan

a. Mendapatkan keuntungan yang besar b. Mendapat izin dari pemerintah

7. Ekowisata a. Mendapatkan keuntungan dari setiap orang yang lewat b. Melestarikan Flora dan Fauna

8. Sengon a. Memenuhi permintaan bahan baku industri

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan 9. Jati a. Keuntungan dan aset yang besar


(4)

Lampiran 5 Ringkasan secara umum motivasi stakeholder kehutanan di Bogor dalam memilih jenis investasi

No. Jenis

Investasi Latar Belakang Pemilihan Investasi

1. Karbon a. Mencegah pemanasan global b. Mengurangi emisi karbon

c. Mendapat insentif dari pemerintah 2. Biofuel a. Menigkatan produksi minyak alternatif

3. Air a. Setiap orang yang akan berinvestasi harus membayar kepada pemilik air

4. Akasia a. Untuk kegiatan penghijauan dan mendapatkan keuntungan yang besar.

b. Bahan baku pulp 5. Tidak

berinvestasi

a. Lahan telah menjadi milik pemain lain b. Tidak memiliki modal

6. Pembalakan Hutan

a. Mendapatkan keuntungan yang besar

7. Ekowisata a. Mendapatkan keuntungan dari setiap orang yang lewat b. Melestarikan Flora dan Fauna

8. Sengon a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan 9. Jati a. Keuntungan dan aset yang besar


(5)

RINGKASAN

NOVAN INDRA PRADANA (E14070075): Aplikasi Game Theory Terhadap

Pengelolaan Hutan Lestari Menggunakan Landsccape Game. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO dan EFI YULIATI YOVI.

Sumber daya hutan merupakan salah satu jenis sumber daya alam yang memiliki permintaan tinggi. Tanpa adanya perencanaan dan kebijakan yang baik dalam pemanfaatannya, maka kelestarian hutan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, para stakeholder di dalam hutan harus mampu menilai dampak jangka panjang maupun jangka pendek dari sebuah strategi pengelolaan hutan. Model simulasi merupakan pendekatan yang digunakan ketika sistem yang akan diteliti sangat besar dan kompleks. Landscape Game merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan simulasi pengelolaan hutan yang diharapkan mampu menemukan sebuah strategi pengelolaan sumber daya hutan yang lestari.

Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan metode simulasi dalam pengelolaan hutan serta menemukan strategi terbaik dalam mengelola hutan. Selain itu, manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran kepada para stakeholder tentang dampak dari penerapan sebuah strategi pengelolaan hutan. Data penelitian ini dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan diskusi terhadap para pemain Landscape Game. Terdapat empat golongan pemain dalam penelitian ini. Golongan pertama adalah mahasiswa, golongan kedua adalah perusahaan kehutanan (Perum Perhutani KPH Kendal), golongan ketiga adalah praktisi kehutanan (CIFOR dan Wageningen University) dan yang terakhir adalah golongan stakeholder kehutanan di Bogor.

Berdasarkan hasil penelitian, permainan pertama bersama mahasiswa dan dosen dimenangkan oleh pemain C dengan keuntungan 481Þ. Pada permainan kedua bersama empat mahasiswa, permainan dimenangkan oleh pemain C dengan total keuntungan 308Þ. Pada permainan ketiga bersama tiga mahasiswa, permainan dimenangkan oleh pemain C dengan total keuntungan 481Þ. Pada permainan keempat bersama Perum Perhutani KPH Kendal, permainan dimenangkan oleh pemain D dengan total keuntungan 336Þ. Pada permainan kelima di CIFOR, permainan dimenangkan oleh pemain D dengan total keuntungan 308Þ. Permainan terakhir dimainkan oleh stakeholder kehutanan di Bogor. Permainan ini dimenangkan oleh pemain D Perhutani KPH Bogor dengan total keuntungan 270Þ. Permainan yang memiliki nilai produktivitas lahan terbesar adalah permainan pertama 1216Þ. Permainan yang memiliki nilai kelestarian lahan terbesar adalah permainan kelima (+12). Strategi terbaik dalam penelitian ini ketika seorang pemain berinvestasi hutan tanaman rakyat baik jati atau sengon pada lahan mozaik, dan pembalakan hutan, karbon serta ekowisata pada lahan inti atau tepi.

Game Theory dapat dijadikan alat untuk mencari tahu bagaimana strategi dan cara pikir setiap aktor yang terlibat dalam konflik. Selain itu dari teori tersebut dapat ditemukan sebuah strategi yang mengarah ke pembentukan institusi baru, aturan baru, ataupun menguatkan yang telah ada.


(6)

SUMMARY

NOVAN INDRA PRADANA (E14070075): Application of Game Theory toward Sustainable Forest Management Using Landscpe Game. Under guidance of HERRY PURNOMO and EFI YULIATI YOVI.

Forest resources are one of the natural capital that have high demand. With the absence of good planning and policy regarding the use of forest, the forest sustainability will not be achieved. Therefore, stakeholders in the forest must be able to assess the long-term and short-term impacts of a forest management strategy. The simulation model is approach that can be used when the system is very large and complex. Landscape Game is a tool that can be used to perform simulation of forestry management and is expected to be able to find a sustainable forest resource management.

The research aims to introduce simulation method in forest management as well as find the best strategy in managing landscape. In addition, the benefits of this research is to provide an overview for stakeholder the impact of application of forest management strategies. Data of this study were collected through direct observations and discussions with the Landscape Game player. There were four groups of player and were played six time. The first group were students from Bogor Agricultural University, the second group was the state owned forestry company (Perum Perhutani KPH Kendal), the third group was forestry the practitioners (CIFOR and Wageningen University), and the last group was combination among the forest stakeholder in Bogor (KPH Bogor, NGO, Bogor Forestry Departement, LMDH)

The study result shown that the first game who played by student and lecturer was won by player C with total profit 481Þ. The second game who played by four students was won by player C with a total profit of 308Þ. In the third game with Three sudents the game was won by the player C with a total profit of 481Þ. The fourth game was played by Perum Perhutani KPH Kendal, this game won by player D with a total profit of 336Þ. On the fifth game which played in CIFOR, the game won by players B with a total profit 319Þ. The last game was played by combination among the forest stakeholder in Bogor. This game was won by player D with 270Þ. The game that has biggest land productivity value is the first game (1216Þ). The game that has biggest land sustainability values is the fifth game (+ 12). The best strategy in this games are when all player invest teak and other plantation on the mosaics land. In the other side, forest logging, carbon and ecotourism are the best strategy at the forest core and forest edge.

Game Theory is an innovative tool that can be used to develop a coordinated strategy among different actors. Such strategy may also lead to the development of new institutions, new rules and revitalize existing ones.