hal ini dapat diartikan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat kelestarian lahan yang baik.
Permainan kelima yang dimainkan bersama praktisi kehutanan internasional memberikan contoh bagaimana aturan pemerintah yang bersifat tidak netral
berpengaruh terhadap jumlah nilai total kelestarian lahan. Pada pemainan tersebut pemerintah melarang jenis investasi pembalakan hutan dan mengutamakan
manfaat hutan dalam bentuk jasa. Hal ini menyebabkan nilai kelestarian lahan pada permainan tersebut menjadi sangat besar, yakni +12.
Permainan yang memiliki nilai kelestarian lahan negatif adalah permainan keempat. Permainan ini dimaikan bersama Perum Perhutani KPH Kendal.
Pemerintah dalam permainan ini memberikan celah kepada pemain untuk dapat memanfaatkan hutan secara langsung kayu dengan ditetapkannya nilai pajak
yang rendah. Aturan ini menyebabkan para pemain berlomba untuk memanfaatkan sumber daya kayu sehingga mengurangi luasan lahan yang
bervegetasi pohon. Meskipun demikian, pemerintah tetap mengeluarkan aturan untuk tetap mempertahankan kelestarian hutan. Contoh dari aturan tersebut antara
lain diberikannya insentif bagi pemain yang berinvestasi karbon dan biofuel. Pada permainan keenam, peran pemerintah sebagai pembuat peraturan dan
penentu arah dari sebuah wilayah tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai total kelestarian lahan seperti kelima permainan sebelumnya. Pada permainan ini para
pemain lebih cenderung untuk memilih jenis investasi yang menjaga keutuhan hutan dan menambah luasan hutan. Latar belakang pemain dalam memilih
investasi tidak lagi dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi melainkan ekologi dan keberlanjutan lahan.
4.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Investasi
Menurut Umar
2009, persepsi
manusia terhadap
lingkungan environmental perception merupakan persepsi spasial yakni sebagai interpretasi
tentang suatu setting ruang oleh individu yang didasarkan atas latar belakang, budaya, nalar dan pengalaman individu tersebut. Setiap individu dapat
mempunyai persepsi lingkungan yang berbeda terhadap objek yang sama karena tergantung dari latar belakang yang dimiliki. Persepsi lingkungan yang
menyangkut persepsi spasial sangat berperan dalam pengambilan keputusan.
Pemilihan jenis investasi dalam permainan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi pemilihan jenis investasi adalah setting lahan yang disediakan dalam papan permainan serta harga dan keuntungan pada tabel pay-off Lampiran
1. Faktor eksternal yang mempengaruhi jenis investasi adalah faktor pendidikan dan faktor pekerjaan. Faktor pertama yang dianggap berpengaruh adalah faktor
jenis lahan atau setting lahan pada papan permainan yang diinterpretasikan dalam warna yang berbeda, yakni kuning lahan mozaik, hijau muda hutan tepi dan
hijau tua hutan inti. Hal ini didasarkan pada pernyataan Chomitz 2007 yang membagi lahan pada suatu wilayah itu menjadi tiga jenis, yaitu mozaik, inti dan
tepi. Pembagian jenis lahan ini membatasi pemain untuk bisa berinvestasi dengan
bebas sehingga tidak semua keinginan pemain untuk berinvestasi jenis investasi yang sesuai dengan keinginannya dapat terwujud. Faktor ini juga mempengaruhi
jenis investasi yang sering dipilih oleh pemain dan jenis investasi yang jarang dipilih oleh pemain. Pemilihan terhadap jenis investasi yang jarang dipilih ini
terjadi di luar manfaat yang dapat diberikan oleh jenis investasi tersebut. Beberapa contoh dari jenis investasi tersebut adalah jenis investasi air, pertambangan,
biofuel dan karbon untuk re-forestasi. Jenis investasi air dan pertambangan jarang dipilih oleh para pemain karena jumlah lahan yang sudah disediakan untuk
investasi tersebut hanya sedikit, yakni satu sel untuk investasi air dan dua buah untuk investasi pertambangan. Jenis karbon dan biofuel pada lahan mozaik tidak
sering dijadikan pilihan utama oleh para pemain karena mereka berasumsi harus membangun sebuah wilayah hutan baru namun mereka tidak boleh memanen
kayunya. Selain jenis lahan, faktor internal yang dianggap berpengaruh adalah tabel
mengenai pay-off atau hasil. Tabel ini berisi informasi mengenai jenis investasi apa saja yang diperbolehkan untuk setiap bentang lahan mozaik, hutan tepi dan
hutan inti, berapa harga yang harus dibayarkan untuk setiap investasi, keuntungan dan aset yang akan didapatkan untuk setiap investasi, hipotek yang
akan didapatkan jika investasi digadaikan kepada bank, periode untuk bisa mendapatkan hasil investasi dan kondisi-kondisi khusus untuk beberapa investasi.
Permainan ini menuntut setiap pemain untuk bisa menjadi pemenang, oleh karena itu seorang pemain pasti akan berusaha untuk memenangkan permainan
sehingga terjadi persaingan dengan pemain lainnya. Sebagai strategi untuk bisa memenangkan permainan, dalam permainan ini seorang pemain akan
mempertimbangkan jumlah keuntungan, manfaat dan harga dari pilihan investasi yang tersedia. Pilihan keuntungan, harga dan manfaat yang akan diperoleh pemain
sangat berpengaruh terhadap pilihan jenis investasi karena adanya sensitivitas harga yang dirasakan oleh pemain.
Menurut Shanker et al. 1999, sensitivitas harga adalah penilaian yang dilakukan konsumen akan manfaat ekonomi dari suatu harga yang bersangkutan,
dan konsumen akan mencari alternatif harga terbaik bagi mereka, dengan mempertimbangkan nilai manfaat yang diberikan. Dengan adanya sensitivitas
harga ini, maka pemain akan memilih jenis investasi dengan membandingkan antara nilai dan manfaat yang akan diterima serta mencari alternatif harga terbaik
dari pilihan investasi untuk memaksimalkan nilai yang akan diterimanya. Faktor selanjutnya adalah pendidikan, dalam penelitian ini terdapat empat
tingkatan pendidikan yang merupakan pendidikan terakhir yang dimiliki para pemain. Keempat tingkatan tersebut adalah Sekolah Menengah Atas SMA,
sarjana, master, dan doktor. Pada permainan bersama mahasiswa kesemuanya memiliki pendidikan terakhir sarjana dan hanya terdapat satu yang memiliki
pendidikan doktor, yakni dosen yang berperan sebagai pemerintah pada pengulangan pertama. Pada permainan yang dimainkan bersama staf perum
Perhutani KPH Kendal, tingkat pendidikan para pemainnya adalah sarjana. Kemudian tingkat pendidikan para pemain yang bermain dalam pengulangan
kelima di CIFOR memiliki variasi tingkat pendidikan antara master dan doktor. Pada permainan keenam yang dimainkan di perum Perhutani KPH Bogor, tingkat
pendidikannya bervariasi antara SMA sampai dengan sarjana. Pengaruh dari faktor ini memberikan pengetahuan terhadap pemain,
mengenai jenis-jenis investasi serta cara pandang pemain terhadap kelestarian alam. Ketika permainan dimainkan bersama mahasiswa, sebagian besar pemain
memilih untuk berinvestasi jenis investasi yang tidak mengurangi luas hutan, dengan memilih investasi yang bersifat menjaga luas hutan. Selain itu investasi
para pemain mahasiswa kurang memiliki variasi jenis investasi dibandingkan dengan permainan bersama perusahaan hutan dan praktisi kehutanan. Jenis
investasi tersebut didukung oleh pemerintah yang mengeluarkan beberapa aturan untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pada permainan terakhir, faktor
pendidikan lebih nampak pengaruhnya padaaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Faktor berikutnya adalah faktor pekerjaan. Faktor ini digolongkan menjadi lima golongan, yakni pekerjaan sebagai mahasiswa, NGO Non Government
Organization, instansi, peneliti, dan dosen. Pengaruh pekerjaan ini dapat dilihat pada permainan yang dimainkan bersama mahasiswa, ketika para pemain lebih
memilih untuk berinvestasi karbon dan ekowisata serta penanaman di lahan mozaik daripada pembalakan hutan. Hal tersebut juga terjadi dalam permainan
yang dimainkan di CIFOR. Latar belakang pekerjaan sebagai peneliti dan anggota NGO berpengaruh terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni
dengan melarang investasi pembalakan hutan. Kedua kasus tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi dalam
permainan bersama staf Perum Perhutani KPH Kendal. Pada permainan ini terdapat dua pemain yang lebih memilih berinvestasi pembalakan hutan daripada
karbon dan ekowisata. Kedua pemain tersebut memiliki latar belakang pekerjaan sebagai ketua LMDH. Hal ini disebabkan karena faktor pengalamannya di
lapangan untuk memanfaatkan sumber daya hutan secara langsung dalam bentuk barang. Meskipun memiliki pekerjaan yang sama, yakni LMDH, namun karena
latar belakang dan pengalaman usaha yang berbeda maka orinentasi dalam bermain pun berbeda. Pemain dari LMDH KPH Bogor lebih memilih untuk
berinvestasi ekowisata karena di daerahnya hutan lebih banyak dimanfaatkan untuk ekowisata dan agroforestri.
4.2.4 Interaksi Antar Pemain