Development Strategy Partnership and Community Development PT. Perkebunan NusantaraVII : A Case Study In a member of the group Banana chips agroindustry in Bandar Lampung

(1)

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII

(Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri

Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung)

AUGUST THRYANDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul :

ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII

(STUDI KASUS PADA ANGGOTA KELOMPOK AGROINDUSTRI KERIPIK PISANG DI KOTA BANDAR LAMPUNG)

merupakan hasil karya saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan dalam daftar pustaka di bagian akhir ini.

Bogor, Desember 2012

August Thryanda P054100035


(3)

AUGUST THRYANDA. Development Strategy Partnership and Community Development PT. Perkebunan NusantaraVII : A Case Study In a member of the group Banana chips agroindustry in Bandar Lampung.Under the leader of NURHENI SRI PALUPI as the head of the leader and ANGGRAINI SUKMAWATI as the members.

The partnership program is a program to enhance the ability of small businesses to be resilient and independent through the use of funds from the profits of BUMN. The partnership program is able to empower communities and regions, based on their potential and their role and community participation. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII is one of State Owned Company (BUMN). One of their programs is to find the micro and small entrepreneurs to improving their creativity. The one of their Enterprises is chips, which took place near the office PTPN VII, in along the way Zainal Abidin PagarAlam in Tanjung Karang Village Bandar Lampung city. The research purpose to: (1) Identify activities empowerment group members agroindustry chips in PKBL by PTPN VII in the Segala Mider village Tanjung Karang Barat of Bandar Lampung city, 2) formulate alternative strategies for developing partnerships by PTPN VII tosupporttheir partners business. The research was conducted in Segala Mider village of Tanjung Karang Barat of Bandar Lampung city. The research location was chosen purposive with the consideration that in 2007 this villages was center of chips Industry in Bandar Lampung. The respondents were all members of the agroindustry partners PTPN VII, which amounts to 12 people. The analysis method by using a matrix IFE, EFE, IE, SWOT and QSPM. The conclusions of this research are: 1) the empowerment of members of the chips agroindustry activities in Segala Mider Village of Tanjung Karang Barat Bandar Lampung city in PKBL include (a) Following small business management training and (b) Get funding partnership program who needed, 2) Three strategies alternative for developing PKBL PTPN VII, are: a) Increasing the capacity of the fund to take advantage of low carrying capacity of the government or BUMN, b) Improving the skill and knowing of technology to improve the image of the product, and c) Make use of the product as a food typical of the region with a variety of flavors to be able to compete with other similar products.


(4)

RINGKASAN

AUGUST THRYANDA. Strategi Pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VII : (Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung). Dibimbing oleh NURHENI SRI PALUPI sebagai Ketua dan ANGGRAINI SUKMAWATI sebagai Anggota.

Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program kemitraan mampu memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensi serta peran dan partisipasi masyarakat. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII (Persero) adalah salah satu BUMN yang mempunyai salah satu program untuk meningkatkan kreatifitas para pengusaha mikro dan kecil. Salah satu diantaranya adalah usaha keripik yang bertempat di dekat kantor PTPN VII di sepanjang jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kelurahan Segala Mider, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung.Program Kemitraan yang dilakukan PTPN VII merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk dapat mengembangkan UKM di Propinsi Lampung. Tujuan dari adanya PKBL PTPN VII yaitu meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Aktifitas pemberdayaan yang dilakukan PKBL tidak sebatas pada bantuan pemberian pinjaman modal saja, tetapi juga peningkatan sumber daya manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik untuk Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII, (2) Merumuskan alternatif strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam mendukung keberhasilan usaha mitra binaannya.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2007 Kelurahan Segala Mider dijadikan Sentra Industri Keripik di Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan survei sedangkan metodenya deskriptif ekploratif yang merupakan penelitian non hipotesis. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok agroindustri mitra binaan PTPN VII yang berjumlah 12 orang responden dengan skala usaha industri rumah tangga. Metode analisis strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dengan menggunakan matrik IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM.

Implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh PTPN VII yaitu (1) PTPN VII harus mempromosikan produk binaannya tersebut kepada para tamu PTPN VII yang berkunjung ke Propinsi Lampung, karena para tamu akan mengingat merk atau produk yang disajikan oleh PTPN VII dan dapat membawa oleh-oleh khas lampung dari hasil produksi mitra binaannya sendiri, (2) PTPN VII harus lebih cermat mengawasi dan mendampingi para anggota kelompok agroindustri dalam mengembangkan usaha keripik dan mencatat sejauh mana perkembangan usaha anggota sejak adanya PKBL PTPN VII, (3) PTPN VII harus membantu anggota kelompok untuk mencari dan memanfaatkan bantuan dana maupun peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas usaha keripik.


(5)

berbunga rendah, 2) Pada aspek produksi, anggota kelompok perlu meningkatkan skill dan penguasaan teknologi terkait peningkatan mutu dan citra produk dengan cara mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh berbagai instansi-instansi setempat dan mengaplikasikan teori tersebut pada usaha keripiknya, dan 3) Pada aspek pemasaran, anggota kelompok perlu meningkatkan promosi produk kepada konsumen dengan mengikuti berbagai pameran-pameran, penggunaan kemasan berlabel, dan memberikan variasi rasa baru untuk meningkatkan minat para konsumen untuk membeli produknya. Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) PTPN VII mencakup aktivitas yang terkait dengan core business maupun yang sama sekali tidak terkait, sedangkan sumber dana diambilkan dari sebagian laba perusahaan, yang tren lima tahun terakhir jumlahnya terus meningkat. Adapun pelaksanaannya melalui program PTPN 7 merupakan suatu wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi sosial masyarakat, melalui suatu kegiatan pemberdayaan yang mendorong partisipasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga mampu meningkatkan kemandirian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam PKBL meliputi (a) Mengikuti kegiatan pelatihan teknis yaitu pelatihan manajemen usaha kecil dan (b) Mendapatkan dana program kemitraan bagi yang membutuhkan; (2) Tiga alternatif strategi pengembangan PKBL PTPN VII yaitu : (a) Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN, (b) Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkat-kan citra produk, dan (c) Memanfaatmeningkat-kan produk sebagai mameningkat-kanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis.

Saran yang dapat diberikan yaitu (1) Anggota kelompok perlu meningkat-kan promosi produk kepada konsumen dengan mengikuti berbagai pameran-pameran, penggunaan kemasan berlabel, dan memberikan variasi rasa baru untuk meningkatkan minat para konsumen untuk membeli produknya, (2) PTPN VII harus mempromosikan produk binaannya tersebut kepada para tamu PTPN VII yang berkunjung ke Propinsi Lampung pada khususnya dan masyarakat Lampung pada umunya, karena mereka akan mengingat merk atau produk yang disajikan oleh PTPN VII dan dapat membawa oleh-oleh khas lampung dari hasil produksi mitra binaannya sendiri, (3) PTPN VII harus lebih cermat mengawasi dan mendampingi para anggota kelompok agroindustri dalam mengembangkan usaha keripik dan mencatat sejauh mana perkembangan usaha keripik anggota sejak adanya PKBL PTPN VII, dan (4) PTPN VII harus membantu anggota kelompok untuk mencari dan memanfaatkan bantuan dana maupun peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas usaha keripik.


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan pustaka suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII

(Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri

Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung)

AUGUST THRYANDA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

Judul Tugas Akhir : Alternatif Strategi Pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VII (Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : August Thryanda Nomor Pokok. : P054100035

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, M.S. Ketua

Dr.Ir. Anggraini Sukmawati, M.M. Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah,

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, M.S, Dipl.Ing, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. H. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan berkah dan karunia-Nya pada kita. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul Alternatif Strategi Pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VII (Studi Kasus Pada Kelompok Agroindusti Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung). Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Dr.Ir. Anggraini Sukmawati, M.M. selaku Anggota Komisi Pembimbing 3. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Penguji Luar Komisi

sekaligus Ketua Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah 4. Para pengajar dan staf sekretariat Program Studi Magister Profesional

Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, spesial untuk Mas Alan yang sering direpotkan oleh penulis selama menyelesaikan studi.

5. Drs. Ahmad Riadi selaku Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada Bagian PKBL dan Umum PT. Perkebunan Nusantara VII (dan Pengusaha Keripik Pisang pada sentra Agroindustri Keripik di Kota Bandar Lampung atas segala informasi yang telah diberikan.

6. Serly Silviyanti Soepratikno, istriku yang tetap setia memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.


(10)

8. Teman-teman MPI Angkatan 14 : Marlinda Apriyani, Pindo Witoko, Jaja Subagia Dinata, Intan Zania, Wine Widiana, Berliyanto Budi Cahyo, Santoso, Andi Iskandar, Sugeng Riyanto, Pristiyanto, Suryadi dan Robert E. Kusnadi. 9. Seluruh sahabat yang telah membantu, memberikan support selama penulis

menyelesaikan studi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga tugas akhir ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil menengah pada umumnya dan usaha keripik pisang pada khususnya. Saran dan kritik atas Tugas Akhir ini sangat diharapkan, agar menjadi lebih sempurna serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2012


(11)

August Thryanda. Dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 5 Agustus 1981 sebagai anak bungsu dari Bapak Mgs. M. Damsjik Udjang dan (Alm) Ibu Sri Rahayu. Menempuh pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas di Bandar Lampung. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 1999. Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis sempat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra kampus diantaranya Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian, Badan Pelaksana Pusat Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (BPP ISMPI), Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bandar Lampung. Pada bulan September 2010 penulis diterima di Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berprofesi sebagai seorang wirausahawan dan mendirikan usaha yang tergabung dalam kelompok usaha Global Cipta Cemerlang yang berkedudukan di Lampung. Saat ini penulis juga tercatat sebagai Bendahara Umum DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung sejak tahun 2010.


(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Profil Usaha Kecil Menengah dan Strategi Pengembangan ... 9

2.2. Konsep Pemberdayaan ... 14

2.3 Gambaran Umum Komoditas Pisang ... 20

2.4 Analisis Strategi ... 23

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...…………... ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2 Bahan dan Alat ... 27

3.3 Kerangka Konseptual dan Operasional ... 27

3.4 Perancangan Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data .... 29

3.5 Analisis Data ... ... 32

3.5.1 Matriks IFE dan EFE ... 32

3.5.2 Teknik Pembobotan ... ... 33

3.5.3 Matriks Internal External ... 35

3.5.4 Matriks SWOT ...……... 35

3.5.5 Matriks Perencanaan Strategi Quantitatif . ... 37

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 39

4.1.2 Keadaan Penduduk ... ... 39

4.1.3 Keadaan Sarana dan Prasarana ... 42

4.1.4 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN VII . 43 4.1.5 Kegiatan di Sentra Agroindustri Keripik ... 45

4.2 Karakteristik Responden ... ... 47

4.2.1 Umur ... 47

4.2.2 Jumlah Anggota Keluarga Responden ... 47

4.2.3 Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 48


(13)

xii

4.4.2 Hasil Pemberdayaan ... 54

4.4 Rencana Strategis Pengembangan ... 61

4.4.1 Analisis SWOT ... 61

4.4.2 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif ... 73

4.5 Implikasi Manajerial ... 77

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1 Kesimpulan ... ... 81

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... ... 83


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah UMKM Provinsi Lampung tahun 2010 ... 2

2 Jumlah industri beberapa komoditas unggulan perdagangan di Kota Bandar Lampung . ... 4

3 Distribusi penyaluran dana pada setiap sektor, Tahun 2011 ... 6

4. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset ... 10

5 Model Matriks IFE ... 33

6 Model Matriks EFE ... 33

7 Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal perusahaan ... 34

8 Matriks Internal Eksternal ... 35

9 Matriks SWOT ... 36

10 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider menurut umur tahun 2010 ... 39

11 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010 ... 40

12 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan mata pencaharian tahun 2010 ... 41

13 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan penggolongan agama tahun 2010 ... 42

14 Sarana dan prasarana di Kelurahan Segala Mider tahun 2010 ... 43

15 Harga setiap jenis keripik di Sentra Agroindustri Keripik ... 46

16 Sebaran responden berdasarkan umur ... 47

17 Sebaran jumlah responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 47


(15)

xiv

agroindustri keripik ... 49

21 Besar dana pinjaman PKBL PTPN VII (Dalam ribu rupiah) ... 51

22 Kehadiran anggota kelompok dalam berbagai kegiatan pelatihan- pelatihan teknis dan pertemuan kelompok ... 54

23 Volume produksi/bulan dari masing-masing anggota kelompok ... 55

24 Omset penjualan anggota kelompok/bulan (Dalam ribu rupiah) ... 56

25 Pendapatan anggota kelompok per bulan (Dalam ribu rupiah) ... 57

26 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL PTPN VII ... 63

27 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ... 67

28 Pembobotan untuk diagram faktor internal dan eksternal ... 69

29 Analisis SWOT anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ... 71

30 Strategi Prioritas (SWOT) Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII ... 73

31 Total alterrnatif skor pada 10 strategi ... 74


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka analisis kebijakan pengembangan Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan PTPN VII ... 30

2. Diagram alir produksi keripik di Sentra Agroindustri Keripik ... 60

3. Diagram Matriks I-E kelompok agroindustri keripik PKBL


(17)

xvi

Nomor Halaman

1. Identitas responden anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII (dalam ribu rupiah) ...

87

2. Sumber permodalan usaha dan bantuan pinjaman dari PKBL PTPN VII (dalam ribu rupiah) ...

88

3. Rata-rata jumlah produk yang dihasilkan dalam 1 bulan ... 89 4. Rata-rata penggunaan bahan baku usaha keripik dalam 1 bulan .... 90 5. Biaya operasional usaha agroindustri keripik per bulan (dalam

ribu rupiah) ...

91

6. Pendapatan anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII per bulan ...

92

7. Penilaian bobot faktor strategi internal ... 93 8. Penilaian bobot faktor strategi eksternal ... 94 9. Penilaian bobot strategi internal anggota kelompok agroindustri

keripik PKBL PTPN VII ...

95

10.Penilaian bobot strategi eksternal anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ...

95

11.Matriks evaluasi faktor internal (IFE) ... 96 12.Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) ... 96 13.Strategi prioritas berdasarkan visi, misi dan tujuan anggota

kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ...

97

14.Strategi prioritas anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ...

98


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UKM dalam Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15,6 persen. Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UKM (dengan migas) pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,57 persen (angka sementara) atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional (dengan migas) yang tercatat sebesar 4,10 persen (angka sementara). Perkembangan UKM seperti itu sangat kritikal dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tantangan UKM untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKM harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi sosial kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.

Pada 17 Juni 2003, dikeluarkan Peraturan Menteri No. Kep/236/MBU/2003 dan Surat Menteri BUMN No.SE-433/MBU/2003 tentang Program Kemitraan untuk pemberdayaan khususnya UMKM. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKM dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjaminnya kelangsungan hidup dan perkembangan UKM sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan.


(19)

Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memiliki tujuan yang sangat berpihak kepada UMKM, diantaranya : (1) Peningkatan jumlah dan peran koperasi dan UMKM dalam perekonomian Nasional; (2) Peningkatan pemberdayaan koperasi dan UMKM; (3) Peningkatan daya saing produk koperasi dan UKM melalui peningkatan kemampuan koperasi dan UKM dalam mengembangkan produk-produk kreatif, inovatif, berkualitas dan berdaya saing; (4) Peningkatan pemasaran produk koperasi dan UKM melalui peningkatan kelembagaan dan jaringan pemasaran serta pangsa pasar produk koperasi dan UKM; (5) Meningkatkan akses pembiayaan dan penjaminan koperasi dan UMKM melalui penyediaan skema dan memperluas akses pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan koperasi dan UMKM; (6) Pengembangan wirausaha koperasi dan UMKM baru; (7) Perbaikan iklim usaha yang lebih berpihak kepada koperasi dan UMKM.

Lampung merupakan salah satu daerah pemberi kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan dan pemberdayaan UKM nasional. Perkembangan jumlah usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah UMKM Provinsi Lampung Tahun 2010

No. Bidang Jumlah Unit

1. Pertambangan dan Penggalian 2.908

2. Industri Pengolahan 66.850

3. Listrik, gas, dan air bersih 281

4. Konstruksi 6.680

5. Pertanian 1.064.687

6. Perdagangan, hotel, dan restoran 278.559

7. Keuangan, persewaan/jasa perusahaan 1.829

8. Jasa-jasa 52.024

Total unit 1.473.818

Sumber : Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, 2011

Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Lampung mencatat jumlah unit usaha yang tergolong UMKM di daerah ini per 31 Desember 2010 mencapai 1,473 juta unit. Dinas Koperasi dan UMKM mencatat dari 1,473 juta unit UMKM di Lampung terbagi menjadi delapan bidang, yakni pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; pertanian; perdagangan, hotel, dan restoran; keuangan, persewaan/jasa perusahaan; dan


(20)

jasa-3

jasa. UMKM dengan jumlah terbanyak bergerak di bidang pertanian, yakni 1.064.687 unit, diikuti dengan bidang perdagangan, hotel dan restoran, sebanyak 278.559 unit lalu diikuti oleh industri pengolahan sebanyak 66.850 unit.

Bidang pertanian memberi kontribusi terbesar dalam pengembangan UMKM di Lampung. Hal ini disebabkan karena Provinsi Lampung didukung oleh kondisi geografis yang merupakan daerah pertanian. Produk pertanian unggulan Provinsi Lampung adalah pisang. Buah ini banyak didatangkan dari Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Utara, dan Lampung Tengah dan Lampung Timur. Produksi pisang Lampung pada tahun 2003, mencapai 319.081 ton, angka ini terus meningkat dibandingkan dengan produksi pisang pada tahuntahun sebelumnya, dimana pada tahun 2002 sebesar 184.554. Ekspor pisang segar dari Provinsi Lampung pada caturwulan pertama tahun 2001 sekitar 316 ton dengan nilai 58.976 dollar Amerika, atau 0,02 persen dari total ekspor provinsi sebesar 245,6 juta dollar Amerika. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan ekspor di caturwulan yang sama tahun sebelumnya, yang nilainya mencapai 103.215 dollar Amerika. Ekspor pisang Indonesia selama ini ditujukan ke negara-negara dikawasan Asia terutama Cina (Dinas Perkebunan Lampung).

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bidang pertanian akan lebih berkembang pesat jika dipadukan dengan industri pengolahan makanan. Terutama untuk Kota Bandar Lampung, pengembangan dan pemberdayaan UMKM dapat dikonsentrasikan kepada industri pengolahan makanan yang berasal dari produk pertanian seperti pisang. Jumlah industri beberapa komoditas unggulan perdagangan yang ada di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa keripik pisang menduduki peringkat kedua setelah komoditas kopi. Banyaknya jumlah industri keripik pisang dikarenakan di Provinsi Lampung tersedia bahan baku yang cukup besar. Industri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat adalah pusat perdagangan keripik di Kota Bandar Lampung.


(21)

Tabel 2. Jumlah industri beberapa komoditas unggulan perdagangan di Kota Bandar Lampung

No. Komoditas Unggulan Industri (Unit)

1. Keripik Pisang 38

2. Kopi 49

3. Sulaman dan Bordir 15

4. Kain Tapis 18

5. Kerang 21

6. Melinjo 37

Sumber : Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Lampung, 2011

Sebagai kota yang mengandalkan sektor industri, ada beberapa kawasan yang awalnya tumbuh dengan sendirinya sebagai kawasan industri di Kota Bandar Lampung selain Kawasan Industri Lampung (KaIL) sebagai kawasan industri yang ditetapkan oleh pemerintah, diantaranya yakni : kawasan industri di Jalan Soekarno-Hatta, by pass, Jalan Yos Sudarso, Panjang, Srengsem, dan sepanjang jalur lintas Sumatera.

Dalam pengembangan sektor industri seringkali dijumpai beberapa kendala yaitu tidak tersedianya modal yang cukup serta rendahnya potensi sumberdaya manusia yang dimiliki. Menanggapi hal itu, kebijakan program kemitraan merupakan salah satu strategi pembangunan pemerintah yang berpihak kepada pengusaha kecil dan menengah. Program ini merupakan upaya pemberdayaan petani dan pengurangan kesenjangan ekonomi antara perusahaan besar agroindustri dan petani kecil.

Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program kemitraan diharapkan mampu menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), agar menjadi tangguh dan mandiri. Program kemitraan mampu memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensinya serta peran dan partisipasi masyarakat.

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII (Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan yang ada di wilayah Sumatera bagian selatan yang berkantor di wilayah Bandar Lampung. PTPN VII tidak hanya fokus bergerak di bidang perkebunan. Salah satu program


(22)

5

mereka adalah menyaring para pengusaha mikro dan kecil dalam membantu meningkatkan kreatifitas. Usaha keripik salah satunya, yang bertempat di dekat kantor PTPN VII di sepanjang jalan Zainal Abidin Pagar Alam Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung.

Lokasi usaha PTPN VII yang berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, menyebabkan keberadaannya sangat diperlukan sebagai agent of development dalam rangka memberikan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga diharapkan mampu membangun suasana kerja dan hubungan masyarakat yang semakin kondusif. Untuk merealisasikan hal tersebut, dilakukan berbagai upaya dalam rangka mendorong kegiatan pertumbuhan ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja serta kesempatan berusaha, terutama bagi usaha kecil/menengah di sekitar unit usaha. Salah satu upaya tersebut adalah Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), yang bergerak di sektor industri, perdagangan umum, perkebunan rakyat, perikanan dan lain-lain.

Pembinaan terhadap pengusaha kecil/ekonomi lemah diberikan dalam bentuk bantuan modal kerja, pelatihan dan keterampilan, manajemen usaha serta dalam bentuk kepedulian lingkungan melalui program bina lingkungan yaitu berupa bantuan fisik untuk korban bencana alam, pendidikan dan latihan kepada masyarakat sekitar, sarana dan prasarana umum dan lain-lain. Dampak dilakukannya hal ini adalah keberadaan PTPN VII benar-benar dirasakan oleh masyarakat sekitar. Keberhasilan ini tentunya akan mampu membantu pemerintah dalam upaya menuju pemberdayaan ekonomi kerakyatan, dengan tujuan untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan perekonomian serta terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha dengan mengembangkan potensi usaha kecil dan koperasi, agar menjadi tangguh dan mandiri. Distribusi penyaluran dana PTPN VII pada tiap sektor untuk tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan distribusi penyaluran dana PTPN VII pada berbagai sektor, salah satunya dananya dikucurkan pada PKBL PTPN VII yang terletak di sentra industri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung. Bantuan dana tersebut tersebut diambil dari bagian sektor industri, karena sebagian besar anggotanya adalah pemilik usaha industri


(23)

keripik skala rumah tangga yaitu keripik pisang. Keripik pisang saat ini telah menjadi icon oleh-oleh asal Lampung. Keripik pisang merupakan komoditas unggulan industri kedua setelah kopi.

Tabel 3. Distribusi penyaluran dana pada setiap sektor, Tahun 2011

Sektor Jumlah Dana Jumlah Mitra Binaan Sektor Industri Rp. 713.000.000,- 70

Sektor Perdagangan Rp. 1.920.750.000,- 273 Sektor Pertanian Rp. 9.101.000.000,- 1.552 Sektor Perkebunan Rp. 412.500.000,- 19 Sektor Perikanan Rp. 66.500.000,- 25 Sektor Peternakan Rp. 283.000.000,- 25 Sektor Jasa Rp. 394.000.000,- 43 Sektor lainnya Rp. 300.000.000,- 2

Jumlah Rp.13.190.750.000,- 2009

Sumber : PTPN VII, 2011.

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah usaha kecil dan menengah di Lampung semakin meningkat jumlahnya. Sebagian besar UKM selalu menghadapi kendala klasik yaitu keterbatasan modal, pemasaran, sumber daya manusia, dan ketersedian bahan baku. Empat aspek itu menjadi faktor penghambat laju perkembangan industri kecil di Lampung. Banyak UKM masih mencari pasar bagi produknya. Banyak pula UKM yang tidak mampu memenuhi permintaan karena terbatasnya permodalan dan ketersedian bahan baku. Sehingga, ketika permintaan meningkat, UKM banyak yang kelimpungan sendiri. Ditambah lagi dengan minimnya sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Berbagai upaya dan kebijakan untuk membangun sektor ini telah banyak dilakukan, tapi sampai sekarang belum ditemukan formula yang dianggap paling tepat untuk bisa keluar dari kendala tersebut.

Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan


(24)

7

perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.

Program Kemitraan yang dilakukan PTPN VII di sentra industri keripik Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk dapat mengembangkan UKM di Propinsi Lampung. Tujuan dari adanya PKBL PTPN VII yaitu meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Aktifitas pemberdayaan yang dilakukan PKBL tidak sebatas pada bantuan pemberian pinjaman modal saja, tetapi juga peningkatan sumber daya manusia.

Permasalahan mengenai kondisi masyarakat sekitar baik dari sisi sosial dan ekonomi juga harus menjadi pertimbangan PKBL. Faktor-faktor yang menjadi penyebab masyarakat pelaku industri di Kelurahan Segala Mider perlu diberdayakan juga harus dikaji secara lebih mendalam agar program yang digulirkan oleh PTPN VII menjadi tidak salah sasaran. Agar tujuan dari PKBL menjadi tepat sasaran juga diperlukan sebuah pengkajian yang mendalam mengenai bagaimana strategi pengembangan yang dilakukan baik dari program maupun pendekatan-pendekatan lain.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung ?

2. Bagaimana alternatif strategi pengembangan kemitraan (IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM) yang dilakukan oleh PTPN VII dalam mendukung kegiatan usaha mitra binaannya ?


(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Mengidentifikasi aktivitas program pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung.

2. Merumuskan alternatif strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam mendukung keberhasilan usaha mitra binaannya.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai :

1. Bahan masukan bagi PTPN VII dalam membuat atau memperbaharui kebijakan mengenai kegiatan PKBL yang dilakukan di Sentra Industri Keripik Segala Mider.

2. Bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian sejenis ditempat dan waktu yang berbeda.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Usaha Kecil Menengah dan Strategi Pengembangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah :

a. Usaha Mikro

Kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil

Kriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. Usaha Menengah

Kriteria Usaha Menengah Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) menurut UU ini digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset yang dimiliki oleh sebuah usaha yang dapat dilihat pada Tabel 4.


(27)

Tabel 4. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset

No Usaha Kriteria

Asset Omzet

1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta

2 Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 Juta – 2,5 Miliar 3 Usaha Menengah > 500 Juta – 10 Miliar > 2,5 Miliar – 50 Miliar

Selain berdasar Undang-undang tersebut, dari sudut pandang perkembangannya Usaha Kecil dan Menengah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria Usaha Kecil dan Menengah yaitu:

a. Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.

b. Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.

c. Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor

d. Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).

Besarnya potensi perkembangan usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) di Lampung menarik minat berbagai lembaga permodalan untuk berekspansi ke sini. Keterbatasan wawasan serta kurang motivasi untuk membesarkan usahanya masih menjadi kendala yang klise bagi UMK kita. Dengan segala potensi alam yang dimiliki oleh Lampung harusnya UMK di daerah ini punya motivasi besar untuk terus melakukan inovasi dan selalu konsisten dalam meningkatkan kualitas produk yang mereka hasilkan agar dapat berkembang lebih maju.

Menurut Hafsah (2004), Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Lampung, antara lain meliputi :


(28)

11

a. Kurangnya Permodalan. Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratifdan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas. Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar. Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

d. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif. Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. e. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha. Kurangnya informasi yang

berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.


(29)

f. Implikasi Otonomi Daerah. Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. g. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek. Sebagian besar produk industri kecil

memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.

h. Terbatasnya Akses Pasar. Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

Menurut Hafsah (2004), Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

a. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif. Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

b. Bantuan Permodalan. Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yangada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank

c. Perlindungan Usaha. Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan


(30)

13

perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

d. Pengembangan Kemitraan. Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untukmemperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

e. Pelatihan. Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

f. Membentuk Lembaga Khusus. Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.

g. Memantapkan Asosiasi.Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. h. Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara

UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

i. Mengembangkan Kerjasama yang Setara. Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.


(31)

2.2 Konsep Pemberdayaan

Menurut Hasyim (2005), kemitraan berasal dari kata mitra (diangkat dari bahasa jawa, ”mitro”) yang berarti kawan kerja atau pasangan kerja. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, pola-pola kemitraan terdiri dari :

1. Pola kemitraan inti plasma, yaitu pola kemitraan yang perusahaan mitranya bertindak sebagai perusahaan inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberi pelayanan, bimbingan kepada petani/kelompok tani dan kelompok mitra berlaku sebagai plasma.

2. Pola kemitraan subkontrak, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.

3. Pola kemitraan keagenan, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan kemitraan.

4. Pola kemitraan dagang umum, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra atau dengan kata lain perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra.

5. Pola kemitraan KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis),yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

6. Pola kemitraan waralaba, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya diberi hak lisensi merek dagang dan saluran pemasaran disertai bantuan manajemen.

7. Pola kemitraan bentuk-bentuk lain, yaitu pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang, tetapi belum dibakukan atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang.

Menurut Hidayat dan Darwin (2001), faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan adalah variabel-variabel yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan kegiatan pemberdayaan. Dalam konteks pemberdayaan


(32)

15

rakyat diperlukan variabel pokok yang menjadi fokus utama dalam program pemberdayaan yaitu ekonomi dan sosial. Variabel ekonomi meliputi : Sumber Daya Manusia (SDM), modal dan teknologi. Variabel sosial meliputi : keterampilan dan minat.

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi yaitu SDM yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Sumberdaya manusia seringkali disebutkan sebagai kekayaan yang paling berharga dari suatu organisasi dan segala keberhasilan atau kegagalan banyak dipengaruhi oleh kualitas dari sumber ini.

2. Modal

Modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Modal berhubungan erat dengan uang, modal adalah uang yang tidak dibelanjakan, jadi disimpan untuk kemudian diinvestasikan.

3. Teknologi

Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak terlepas daripada kemajuan teknologi. Teknologi yang senantiasa berubah itu adalah syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanianpun terhenti.

4. Keterampilan

Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Keterampilan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat adalah kemampuan dalam mengelola usaha yang dikembangkan. Rendahnya keterampilan dalam kelompok sasaran dapat dikembangkan melalui intervensi bantuan modal, pelatihan dan pengadaan teknologi sesuai dengan kebutuhan.

5. Minat

Minat adalah keinginan atau dorongan atas jenis usaha yang akan dikembangkan. Minat merupakan suatu variabel sosial yang sangat penting


(33)

untuk diketahui, karena meskipun suatu unit usaha memiliki skor variabel ekonomi yang sangat baik, namun bila tidak diminati maka hal ini mengindikasikan bahwa unit usaha tersebut kurang atau bahkan tidak prospek untuk dikembangkan.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) memiliki visi untuk menjadi bagian yang mampu menciptakan dan mendukung keberlanjutan perusahaan melalui harmonisasi kepentingan perusahaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan (PTPN 2009). Misi dari PKBL adalah untuk : 1. Menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat, khususnya

UMKM, agar menjadi tangguh dan mandiri.

2. Memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensi, peran dan partisipasi masyarakat.

3. Membantu masyarakat mendapatkan fasilitas sosial dan umum yang layak dan sehat sesuai dengan kebutuhannya (felt needs).

4. Mempertahankan dan mengembangkan fungsi dan kualitas lingkungan. 5. Membentuk perilaku wirausaha dan masyarakat yang etis dan professional.

Tujuan PKBL adalah :

1. Terciptanya pertumbuhan ekonomi rakyat dengan memperluas kesempatan berusaha di UMKM.

2. Terbentuknya masyarakat yang mandiri berdasarkan potensi sumberdaya manusia dan alam yang dimiliki.

3. Terpenuhinya fasilitas sosial dan umum yang layak, sehat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

4. Terjaganya kelestarian alam dan lingkungan.

5. Terwujudnya masyarakat dan mitra binaan yang memiliki perilaku etis dan professional.

Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (PTPN 2009). Usaha kecil yang dapat diikut sertakan dalam program kemitraan memiliki beberapa syarat, yaitu :


(34)

17

1. Milik Warga Negara Indonesia (WNI).

2. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

3. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

4. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun. 5. Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan.

Setelah memenuhi semua persyaratan di atas, mitra binaan memiliki kewajiban yang harus dijalankan yaitu melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh BUMN pembina, menyelenggarakan pencatatan/pembukuan dengan tertib membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati serta menyampaikan laporan perkembangan usaha setiap triwulan kepada BUMN pembina. Selain mitra binaan, BUMN pembina kemitraan juga memiliki kewajiban, yaitu :

1. Membentuk unit program kemitraan dan program bina lingkungan.

2. Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan program kemitraan dan program bina lingkungan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi (SKD).

3. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) program kemitraan dan program bina lingkungan.

4. Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon mitra binaan secara langsung.

5. Menyiapkan dan menyalurkan dana program kemitraan kepada mitra binaan dan dana program bina lingkungan kepada masyarakat.

6. Melakukan pemantuan dan pembinaan terhadap mitra binaan. 7. Mengadministrasikan kegiatan pembinaan.

8. Melakukan pembukuan atas program kemitraan dan program bina lingkungan.

9. Menyampaikan laporan pelaksanaan program kemitraan dan program bina lingkungan yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada menteri.


(35)

10. Menyampaikan laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada koordinator BUMN pembina di wilayah masing-masing.

Sumber dana atau pembiayaan program kemitraan didapatkan dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%, hasil jasa administrasi pinjaman, bunga deposito dan jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasional. Peruntukan dana program kemitraan dibedakan menjadi dua yaitu pinjaman dan hibah. Pinjaman dilakukan untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan. Hibah digunakan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan hal -hal lain yang mengangkat peningkatan produktivitas mitra binaan serta untuk pengkajian atau penelitian (maksimal 20% dari penyaluran dana kemitraan).

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan (Suharto 2009). Pemberdayaan sebagai suatu proses adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan sebagai tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial.

Perubahan sosial yang dimaksud adalah masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan adalah proses menjadikan masyarakat menjadi mandiri, bukan tergantung kepada orang lain dan membantu masyarakat menjadi pemain utama (subjek) bukan sebagai pembantu atau penonton (Irwan 2007). Pemberdayaan bukan hanya meliputi individu dan kelompok masyarakat lapisan bawah, pinggiran dan pedesaan sebagai kelompok sasaran, tetapi seluruh sumberdaya manusia yang berperan dalam kelompok masyarakat. Istilah pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (Adi 2002).


(36)

19

Menurut Kartasasmita (1996) yang diacu oleh Hafsah (2008) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi yaitu :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena bila hal tersebut terjadi maka akan terjadi kepunahan, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga akan membuat masyarakat semakin berdaya.

2. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, disebabkan karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

3. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan, serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.

Kelompok adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama dan mengadakan hubungan antara sesama mereka (Soekanto, 1990). Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga kesadaran untuk saling menolong. Menurut Mulyana (2005) dalam Effendy (2006) kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.

Salah satu ciri terpenting dari kelompok menurut Mardikanto (1991), adalah suatu kesatuan sosial yang memiliki kepentingan bersama dan tujuan bersama. Tujuan ini dicapai melalui pola interaksi yang mantab dan masing-masing (individu yang menjadi anggotanya) memiliki perannya sendiri-sendiri. Kelompok dapat diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri :

1. Memiliki ikatan yang nyata


(37)

3. Memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas

4. Memiliki kaidah-kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama 5. Memiliki keinginan dan tujuan bersama

Menurut Rakhmat (2000), kelompok mempunyai tujuan dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Dengan kata lain, kelompok memiliki dua tanda psikologis. Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (sense of belonging) yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain.

Menurut Notohadiprawiro (2006), agroindustri adalah industri yang bahan bakunya berasal dari hasil pertanian. Istilah agroindustri merujuk pada suatu jenis industri yang bersifat pertanian. Agroindustri merupakan industri besar karena : 1. Menggunakan sumberdaya yang sangat beraneka.

2. Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Melibatkan sejumlah tenaga kerja dengan berbagai keterampilan.

4. Memerlukan kemahiran mengelola secara terpadu (integrative), menyeluruh (comprehensive) dan lentur (flexible).

5. Melibatkan beraneka kegiatan jasa, meliputi komunikasi, transportasi, informasi, pendidikan, penelitian dan tataniaga.

6. Melibatkan uang dalam jumlah besar.

Industri merupakan komponen dari agribisnis. Pengertian agroindustri sebagai komponen dari sistem agribisnis merupakan industri yang mengolah bahan baku dari hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi. Agroindustri mempunyai peranan yang sangat penting karena pada umumnya mampu menghasilkan nilai tambah dari produk segar hasil pertanian.

2.3 Gambaran Umum Komoditas Pisang

Tanaman pisang adalah tanaman buah herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara yang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan


(38)

21

buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.

Pisang mempunyai manfaat dalam penyembuhan anemia, menurunkan tekanan darah, tenaga untuk berpikir, kaya serat untuk membantu diet, kulit pisang dapat digunakan sebagai cream anti nyamuk, membantu sistem syaraf, dapat membantu perokok untuk menghilangkan pengaruh nikotin, stres, mencegah stroke, mengontrol temperatur badan terutama bagi ibu hamil, menetralkan keasaman lambung, dan sebagainya.Tanaman pisang secara genetis dapat menghasilkan vaksin yang murah dan sebagai alternatif untuk pertahanan anak dari serangan penyakit.

Pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan Indonesia. Walaupun bukan tergolong kedalam buah ekslusif (hanya dapat tumbuh di lokasi tertentu, dibudidayakan secara modern, harga jual yang tinggi dan diperdagangkan oleh lembaga pemasaran tertentu), pisang memiliki potensi pasar yang luas dan diminati oleh hampir semua lapisan dan golongan masyarakat.

Pisang di Indonesia mempunyai ragam varietas atau kultivar yang cukup banyak seperti pisang ambon, barangan, raja bulu, raja sere, badak, kapok kuning, nangka, tanduk, agung, mas dan lain-lain. Tanaman pisang pada umumnya dikembangkan secara vegetatif berupa anakan atau belahan bonggol dan bibit hasil kultur jaringan.

Berdasarkan fungsinya, pisang dikelompokan dalam empat golongan yaitu: Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. banana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas, pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typic atau disebut juga M. paradisiaca normalis misalnya pisang nangka, tanduk dan kapok, pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya misalnya pisang


(39)

batu dan klutuk dan yang terakhir pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).

Sedangkan berdasarkan cara konsumsi pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang dikonsumsi dalam bentuk segar setelah matang, seperti pisang ambon, susu dan raja. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar atau dikolak, dibuat sale dan gaplek. Pisang dapat diolah menjadi tepung, keripik pisang dan puree seperti pisang tanduk, siam, kapas, kepok, nangka dan uli. Ekspor pisang dalam bentuk olahan yang sudah diperdagangkan di luar negeri adalah keripik pisang (Utami, 2009).

Keripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tujuan pengolahan pisang menjadi keripik pisang adalah untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan/memperpanjang kemanfaatan buah pisang. Syarat mutu keripik pisang dapat mengacu SNI 01-4315-1996.

Propinsi Lampung mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan agroindustri, terutama untuk agroindustri dengan orientasi pasar antar daerah maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan pertanian yang cukup luas untuk kebutuhan bahan baku agroindustri, sehingga memungkinkan pengembangan agroindustri dengan skala usaha yang optimal. Salah satu Usaha kecil sektor agroindustri yang memiliki prospek sangat potensial untuk dikembangkan di Propinsi Lampung adalah usaha pembuatan keripik pisang.

Di salah satu sudut kota bandar Lampung terdapat satu kawasan industri keripik pisang, dimana terdapat lebih dari 50 merek dagang yang terdaftar di kawasan tersebut. Kawasan tersebut terletak di jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kelurahan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. Pada awalnya kawasan tersebut bukanlah sebagai sentra keripik pisang lampung seperti saat ini, namun setelah mendapatkan berbagai dukungan dari berbagai pihak dan juga pemerintah daerah maka terciptalah kawasan pusat oleh oleh keripik pisang tersebut (Adianto, 2010).


(40)

23

2.4 Analisis Strategi

Strategi menurut Chandler yang dirujuk Rangkuti (2006) menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber dana yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun. Menurut Rangkuti (2006) konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut :

1. Distinctive Competence; yaitu tindakan yang dilakukan untuk perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Dua faktor yang biasa diidentifikasi adalah keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumber dayanya.

2. Competitive Advantage; yaitu kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Biasanya yang dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan perhatian lebih pada 3 (tiga) faktor yaitu; cost leadership, diferensial dan fokus.

Selanjutnya, Rangkuti (2006) mengelompokkan strategi menjadi tiga tipe yaitu;

1. Strategi Manajemen yaitu strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan

orientasi pengembangan strategi secara makro misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi akusisi, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan dan sebagainya.

2. Strategi Investasi, strategi ini merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi. Misalnya apakah perusahaan ingin melakukan strategi pertumbuhan yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi divestasi dan sebagainya. 3. Strategi Bisnis yaitu biasa disebut juga dengan strategi bisnis secara fungsional

karena strategi berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan.

Menurut David (2006), analisis SWOT merupakan instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan


(41)

cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.

Tujuan dari Analisa SWOT adalah untuk memberikan gambaran hasil analisis keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan secara menyeluruh yang digunakan sebagai dasar atau landasan penyusunan objektif dan strategi perusahaan dalam corporate planning.

Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah.

Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu : 1. Strengths (Kekuatan)

Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

2. Weakness (Kelemahan)

Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

3. Opportunities (Peluang)

Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri, misalnya : kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.

4. Threats (Ancaman)

Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.


(42)

25

Menurut David (2006), Di luar strategi-strategi pemeringkatan untuk mendapatkan daftar prioritas, hanya ada satu teknik analitis dalam literatur yang dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai tindakan alternatif. Teknik tersebut adalah Matriks Perencanaan Strategis Quantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM), yang secara objektif menunjukkan strategi mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal ayang diidentifikasikan sebelumnya.

Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang dibangun berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Daya tarik relatif dari setiap strategi di dalam serangkaian alternatif dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari setiap faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Beberapa strategi alternatif dapat dimasukkan dalam QSPM, dan berapapun strategi dapat dimasukkan dalam setiap rangkaian tersebut, tetapi hanya strategi-strategi di dalam rangkaian tertentu yang dievaluasi relatif satu terhadap yang lain.

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Indariawati et al (2011) hasil penelitian adalah strategi pengembangan usaha yang paling tepat untuk dimplementasikan adalah memperluas jangkauan distribusi dan pemasaran. Strategi tersebut dapat dicapai dengan cara penetrasi pasar, pengembangan produk yang sudah ada dan perluasan pasar, dengan tetap mengandalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta mengatasi semua kelemahan dan mengantisipasi adanya ancaman yan berasal dari lingkungan perusahaan. Identifikasi dan evaluasi faktor lingkungan internal meliputi mutu poduk, diversifikasi produk, pengalaman berusaha, kapasitas produksi cukup besar dan loyalitas karyawan; disamping kurangnya promosi, pencatatan keuangan masih sederhana, tenaga pemasaran belum optimal, penetapan harga jual dan keterbatasan modal. Identifikasi dan evaluasi faktor lingkungan eksternal meliputi SDA, sosial budaya dan lingkungan, kemudahan proses produksi, kekuatan tawar menawar dari konsumen dan pemasok, keberadaan perusahaan sejenis,


(43)

perusahaan pendatang baru, keberadaan produk sejenis, kebijakan pemerintah serta kondisi ekonomi dan politik.

Anggun Farantika Eritmetik (2010) didapatkan kesimpulan bahwa: (1) Aktivitas Program Kemitraan dan Bina Lingkungan(PKBL) oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dilakukan dengan memberikan pelatihan manajemen usaha kecil dan pemberian dana pinjaman program kemitraan, (2) Semakin tepat pemberian dana pinjaman program kemitraan maka proses dan tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII akan semakin tercapai, (3) Semakin tinggi minat anggota KUB Telo Rezeki dalam mengembangkan usaha keripik maka proses dan tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII akan semakin tercapai, (4) Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII mampu meningkatkan keterampilan anggota KUB Telo Rezeki Mitra PTPN VII dan (5) Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII mampu meningkatkan modal yang dimiliki anggota KUB Telo Rezeki Mitra PTPN VII.

Nurmianto (2004) menerangkan bahwa untuk penilaian kinerja dari suatu model atau pola kemitraan terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan yaitu efektivitas, profesionalitas, pola pembinaan, pola pengawasan, modal yang disalurkan, potensi pengembangan, dan prosedur birokarsi yang ada. Bobot terbesar dari kriteria adalah pada kriteria efektivitas sebesar 0.354, kemudian secara berurutan adalah profesionalitas sebesar 0.24, prosedur birokrasi sebesar 0.159, pola pembinaan sebesar 0.104, pola pengawasan sebesar 0.068, potensi pengembangan sebesar 0.045, dan modal yang disalurkan sebesar 0.031. Model usulan adalah model kemitraan yang memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM dengan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri. Pola Kemitraan yang sedang berjalan saat ini sebaiknya dirubah dengan model usulan guna mendukung kemajuan bersama (win-win solution).


(1)

No Faktor strategi eksternal

A

B

C

D

E

F

G

Total

Bobot

1 Citra produk baik

0

3

1

1

2

2

3

12

0.135

2

Hubungan baik dengan

pemasok bahan baku

2

0

2

3

3

2

3

15

0.169

3

Peluang pasar yang besar

sebagai sentra industri

keripik

2

2

0

3

3

1

3

14

0.157

4

Daya dukung pemerintah

atau BUMN

3

3

2

0

3

2

2

15

0.169

5 Kompetitor produk sejenis

1

2

1

1

0

2

3

10

0.112

6 Ketersediaan bahan baku

2

2

2

3

3

0

3

15

0.169

7 Kebijakan pemerintah

1

1

2

2

1

1

0

8

0.090

Total

11 13 10 13 15 10 17

89

1

No Faktor strategi eksternal

A

B

C

D

E

F

G

Total

Bobot

1 Citra produk baik

0

1

1

3

1

1

3

10

0.127

2

Hubungan baik dengan

pemasok bahan baku

3

0

3

1

3

3

1

14

0.177

3

Peluang pasar yang besar

sebagai sentra industri

keripik

3

1

0

3

1

1

3

12

0.152

4

Daya dukung pemerintah

atau BUMN

1

1

1

0

1

1

2

7

0.089

5 Kompetitor produk sejenis

2

1

2

3

0

1

3

12

0.152

6 Ketersediaan bahan baku

3

2

3

3

3

0

3

17

0.215

7 Kebijakan pemerintah

1

1

1

2

1

1

0

7

0.089

Total

13

7

11 15 10

8

15

79

1

Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :

Lampiran 8b. Penilaian bobot faktor strategi eksternal II (Ketua KUB)

1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal

2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal

3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Lampiran 8a. Penilaian bobot faktor strategi eksternal I (PTPN VII)


(2)

1

2

1 Perencanaan strategis yang

tidak terlalu mahal dan rumit

0.152

0.173

0.162

2 Harga produk terjangkau

0.152

0.135

0.143

3 Produk sebagai makanan khas

daerah

0.161

0.183

0.172

4 Lokasi merupakan sentra

usaha keripik

0.161

0.154

0.157

1 Manajemen yang masih

tradisional

0.080

0.125

0.103

2 Biaya tenaga kerja yang tinggi

0.089

0.067

0.078

3 Daya dukung dana rendah

0.089

0.077

0.083

4 Skill dan penguasaan

teknologi rendah

0.116

0.087

0.101

1.000

1.000

1.000

1

2

1 Citra produk baik

0.127

0.135

0.131

2 Hubungan baik dengan

pemasok bahan baku

0.177

0.169

0.173

3 Peluang pasar yang besar

sebagai sentra industri keripik

0.152

0.157

0.155

4 Daya dukung pemerintah atau

BUMN

0.089

0.169

0.129

1

Kompetitor produk sejenis

0.152

0.112

0.132

2

Ketersediaan bahan baku

0.215

0.169

0.192

3

Kebijakan pemerintah

0.089

0.090

0.089

1.000

1.000

1.000

Lampiran 10. Penilaian bobot strategi eksternal Anggota Kelompok

Peluang

Ancaman

Jumlah

Bobot

Rata-rata

Faktor-faktor Eksternal

Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII

Kekuatan :

Kelemahan :

Jumlah

Faktor-faktor Internal

Lampiran 9. Penilaian bobot strategi internal Anggota Kelompok

Bobot

Rata-rata

Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII


(3)

Lampiran 11. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)

Bobot

Skor Alternatif

Nilai yang dibobot

1 Perencanaan strategis yang

tidak terlalu mahal dan rumit

0.162

4

0.648

2 Harga produk terjangkau

0.143

3

0.429

3 Produk sebagai makanan khas

daerah

0.171

4

0.684

4 Lokasi merupakan sentra

usaha keripik

0.157

3

0.471

1 Manajemen yang masih

tradisional

0.075

1

0.075

2 Biaya tenaga kerja yang tinggi

0.060

2

0.120

3 Daya dukung dana rendah

0.063

1

0.063

4 Skill dan penguasaan

tekhnologi rendah

0.070

2

0.140

1.000

2.630

Bobot

Skor Alternatif

Nilai yang dibobot

1 Citra produk baik

0.131

3

0.393

2 Hubungan baik dengan

pemasok bahan baku

0.173

4

0.692

3

Peluang pasar yang besar

sebagai sentra industri keripik

0.155

3

0.465

4 Daya dukung pemerintah atau

BUMN

0.129

3

0.387

1

Kompetitor produk sejenis

0.132

1

0.132

2

Ketersediaan bahan baku

0.192

1

0.192

3

Kebijakan pemerintah

0.089

2

0.178

1.000

2.439

Ancaman

Faktor-faktor Eksternal

Jumlah

Kekuatan :

Faktor-faktor Internal

Kelemahan :

Jumlah

Lampiran 12. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)


(4)

PKBL PTPN 7

No Strategi Visi Misi Tujuan Skor Rangking

1 Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal. (K1, P2)

3 2 5 7

2 Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra produk yang baik di mata konsumen. (K3, P1)

3 2 5 8

3 Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah

untuk mendapatkan peluang pasar yang besar. (K4, P3) 2 3 5 5 4 Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk

mendapatkan daya dukung pemerintah atau BUMN. (K5, P4)

2 3 5 6

5 Memanfaatkan peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik untuk merubah manajemen yang baru. (L1, P3)

2 1 3 12

6 Meminimumkan penggunaan tenaga kerja dengan

mengatur jumlah pasokan bahan baku. (L2, P2) 1 1 2 16 7 Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan

memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. (L3, P4)

3 3 6 3

8 Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk

meningkatkan citra produk. (L4, P1) 4 3 7 1

9 Memanfaatkan perencanaan strategis untuk mengatasi

ketersediaan jumlah bahan baku. (K1, A2) 2 2 4 11 10 Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk

bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (K3, A1) 3 2 5 9 11 Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan

berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (K4, A1)

4 3 7 2

12 Memanfaatkan lokasi sebagai sentra usaha keripik, untuk

mengatasi lemahnya kebijakan pemerintah. (K5, A3) 1 2 3 15 13 Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk

bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (L1, A1) 2 2 4 10 14 Memanfaatkan biaya tenaga kerja yang tinggi, agar

sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait kebijakan UMR. (L2, A3)

2 1 3 13

15 Meningkatkan daya dukung dana yang rendah, agar mampu mengatasi ketersediaan jumlah bahan baku. (L3, A2)

1 2 3 14

16 Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (L4, A1)

4 2 6 4


(5)

Rangking

Strategi

1

Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra

produk.

2

Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa,

untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis.

3

Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya

dukung dari pemerintah atau BUMN.

4

Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing

dengan kompetitor produk sejenis.

5

Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah untuk mendapatkan

peluang pasar yang besar.

6

Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk mendapatkan daya dukung

pemerintah atau BUMN.

7

Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk

mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal.

8

Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra

produk yang baik di mata konsumen.

9

Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk bersaing dengan

kompetitor produk sejenis.

10

Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk bersaing dengan

kompetitor produk sejenis.


(6)

Lampiran 15. Matriks QSPM

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

Kekuatan

1. Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 0.162 2 0.324 2 0.324 3 0.486 2 0.324 0 0 0 0 3 0.486 0 0 2 0.324 3 0.486 2. Harga produk terjangkau 0.143 4 0.572 3 0.429 2 0.286 2 0.286 2 0.286 3 0.429 3 0.429 4 0.572 4 0.572 1 0.143 3. Produk sebagai makanan khas daerah 0.172 4 0.688 4 0.688 3 0.516 2 0.344 4 0.688 3 0.516 2 0.344 3 0.516 2 0.344 2 0.344 4. Lokasi merupakan sentra usaha keripik 0.157 0 0 0 0 3 0.471 0 0 4 0.628 4 0.628 0 0 2 0.314 2 0.314 2 0.314

Kelemahan

1. Manajemen yang masih tradisional 0.076 0 0 0 0 2 0.152 1 0.076 2 0.152 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.304 2. Biaya tenaga kerja yang tinggi 0.061 3 0.183 0 0 0 0 3 0.183 0 0 0 0 1 0.061 2 0.122 2 0.122 0 0 3. Daya dukung dana rendah 0.063 1 0.063 1 0.063 4 0.252 2 0.126 0 0 4 0.252 3 0.189 0 0 0 0 0 0 4. Skill dan penguasaan tekhnologi rendah 0.070 4 0.280 3 0.210 2 0.140 4 0.280 2 0.140 2 0.140 0 0 0 0 0 0 2 0.140

Peluang

1. Citra produk baik 0.131 4 0.524 4 0.524 3 0.393 2 0.262 2 0.262 0 0 0 0 4 0.524 3 0.393 3 0.393 2. Hubungan baik dengan pemasok bahan baku 0.173 0 0 0 0 1 0.173 0 0 0 0 1 0.173 4 0.692 2 0.346 2 0.346 2 0.346 3. Peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik 0.155 3 0.465 3 0.465 4 0.620 3 0.465 4 0.620 4 0.620 2 0.310 2 0.310 2 0.310 1 0.155 4. Daya dukung pemerintah atau BUMN 0.129 3 0.387 2 0.258 4 0.516 0 0 3 0.387 4 0.516 0 0 0 0 0 0 0 0

Ancaman

1. Kompetitor produk sejenis 0.132 4 0.528 4 0.528 2 0.264 4 0.528 2 0.264 2 0.264 2 0.264 3 0.396 4 0.528 4 0.528 2. Ketersediaan bahan baku 0.192 2 0.384 2 0.384 0 0 2 0.384 0 0 0 0 2 0.384 2 0.384 2 0.384 2 0.384

3. Kebijakan pemerintah 0.089 0 0 0 0 3 0.267 0 0 2 0.178 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 4.398 3.873 4.536 3.258 3.605 3.538 3.159 3.484 3.637 3.537

8 9 10

Alternatif strategi