74
4.2. Pola Hubungan dan Aturan yang Berlaku dilapangan.
4.2.1. Pola Hubungan Antara Telly dengan Ekspedisi.
Aturan-aturan lain yang tidak tertulis dan menjadi rahasia umum antara pekerja Kopkarpel khususnya petugas Telly lapangan dengan ekspedisi maupun
para supir angkutan didasari oleh rasa saling membutuhkan, pengertian dan solidaritas. Hubungan ini dibangun dengan saling memanfaatkan wewenang
masing-masing bagian. Hal-hal seperti pengutipan liar diluar kewajiban, dinilai sebagai rasa
terima kasih atas kerjasama dan batuan Telly kepada ekspedisi. Bantuan-bantuan yang diberikan seperti prioritas muat, mencari lokasi kontainer yang tidak pada
tempatnya hingga pengaturan alat dilapangan dinilai sangat penting bagi kelancaran pekerjaan ekspedisi, meskipun hal tersebut sudah menjadi salah satu
dari bagian pekerjaan seorang Telly. Tidak ada yang tahu kapan awal mula peraturan ini dilakukan, satu hal
yang pasti semua bermula dari kebiasaan ekspedisi memberikan imbalan rasa terima kasih. Imbalan yang diberikan awalnya sekedar uang rokok, kebiasaan
inilah yang dinilai menjadi awal mula terbentuknya semacam trend dikalangan Telly untuk memprioritaskan barang-barang yang diurus oleh masing-masing
ekspedisi. “udah dari jaman kontiner masih diangkut becak kayak
gitu mainnya, ada angka lebih kau kasikan la, kan dibantu juganya kau sama orang itu, jangan pelit-pelit kali, gak
dibantu orang itu kau juga
yang susah” wawancara dengan Pak Topik, Ekspedisi Antar Pulau
Universitas Sumatera Utara
75 Sebagian ekspedisi memang merasa keberatan dengan adanya kebiasaan-
kebiasaan ini, hal ini dinilai sebagai pungutan liar diluar kewajiban. Namun jika di telusuri lebih jauh, adanya dana khusus yang diberikan setiap kantor ekspedisi
sebagai uang pelancar di lapangan. Dana ini dikhususkan untuk memperlancar kinerja mereka di lapangan, baik dalam pengurusan dokumen maupun urusan
lapangan. Dana yang dikeluarkan bervariasi tergantung kebijakan perusahaan masing-masing.
Umumnya Telly tidak mengetahui berapa pastinya dana tersebut dikeluarkan oleh kantor ekspedisi, mereka hanya menerima berapa jumlah yang
diberikan dari petugas ekspedisi yang ada di lapangan. Tidak ada patokan jumlah yang harus diberikan kepada mereka, karena jumlah uang yang diberikan hanya
sekedar uang terima kasih. Terlepas dari itu semua banyak ekspedisi yang merasa tidak keberatan
dengan adanya peraturan-peraturan semacam ini, sebagian dari mereka malah mengkhawatirkan penghapusan uang pelancar. Pemotongan-pemotongan uang
pelancar juga menjadi hal yang diajarkan dan diturunkan turun-temurun oleh sesama ekspedisi. Ada korupsi tersendiri yang dilakukan ekspedisi terhadap
pendistribusian uang pelancar dilapangan kepada Telly. Hal tersebut sudah menjadi rahasia umum dikalangan ekspedisi.
“kalo dikasi 50 ribu per kontiner kasikan teli 20 perkontiner, pande-pande la atur uangnya, yang penting
jaga hubungan aja sama orang itu” wawancara dengan Bang Tommy, Ekspedisi Impor
Universitas Sumatera Utara
76 Hal-hal semacam ini yang membuat solidaritas antara Telly dan ekspedisi
terjalin, hubungan personal antara mitra kerja yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Kebiasaan yang menjadi kewajiban ini dianggap hal yang biasa
karena tidak ada yang merasa dirugikan dalam menjalaninya. Telly mendapat uang masuk tambahan untuk kesehariannya dari apa yang seharusnya sudah
menjadi kewajiban tugasnya sementara ekspedisi tidak merasa dirugikan karena bukan uang pribadinya yang diberikan.
Ada semacam sanksi tersendiri di kalangan Telly dan ekspedisi kepada orang yang dianggap bertingkah dengan aturan yang sudah ada. Julukan-julukan
seperti “kayu laut”, “koboi”, “ekspedisi bawah pohon” sering diberikan kepada ekspedisi-ekspedisi yang pelit untuk soal bagi-bagi uang pelancar. Istilah-istilah
seperti “Telly tengik” juga diberikan kepada Telly yang bekerja mengikuti peraturan dasar kerjanya. Istilah ini menjadi nama trend si pemilik sebagai sebuah
sanksi di kalangan pekerja pelabuhan khususnya kawasan BICT. “kayu laut itu keras, sama kayak hatinya keras kali,
semua mau makan sendiri. Koboi itu tukang tembak, kerjanya nembak aja, janji-janji tak jelas. Kalo ekspedisi
bawah pohon itu dia ntah dimana-mana pangkalannya, payah kali carik dia, duduknya dibawah pohon-pohon di
belawan ini la” wawancara dengan Sadli, Telly
Kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pribadi dilapangan adalah hal yang umum dan menjadi dasar terbentuknya penyimpangan-penyimpangan ini. Pekerja-
pekerja yang berada di lapangan mayoritas laki-laki, hampir semua dari mereka
Universitas Sumatera Utara
77 merupakan perokok. Kondisi pelabuhan yang panas dan gersang juga
mengharuskan mereka untuk banyak minum, dari situlah istilah uang rokok dan uang minum muncul di kalangan pekerja pelabuhan. Hal yang sangat lumrah
mempertanyakan “uang rokok” atau “uang minum” kepada setiap jasa yang dilakukan dikalangan pekerja pelabuhan.
4.2.2. Pola Hubungan Antara Telly dengan Supir.