KOPKARPEL (Studi Etnografi Dalam Menjalankan Tugas)

(1)

DATA INFORMAN

1. NAMA : Sihombing PEKERJAAN : Supir Angkutan LAMA BEKERJA : 9 Tahun

2. NAMA : Farell PEKERJAAN : Telly LAMA BEKERJA : 8 Tahun 3. NAMA : Bembeng

PEKERJAAN : Ekspedisi LAMA BEKERJA : 13 Tahun 4. NAMA : Hutabarat

PEKERJAAN : Supir Angkutan LAMA BEKERJA : 10 Tahun 5. NAMA : Nababan

PEKERJAAN : Telly LAMA BEKERJA : 7 Tahun 6. NAMA : Gondrong

PEKERJAAN : Telly LAMA BEKERJA : 2 Tahun

7. NAMA : Tommy

PEKERJAAN : Ekspedisi LAMA BEKERJA : 10 Tahun

8. NAMA : BOB

PEKERJAAN : Ekspedisi LAMA BEKERJA : 5 Tahun 9. NAMA : Arjuna

PEKERJAAN : Ekspedisi LAMA BEKERJA : 9 Tahun 10. NAMA : Sadly

PEKERJAAN : Telly LAMA BEKERJA : 9 Tahun


(2)

11. NAMA : Wak Edo PEKERJAAN : Telly LAMA BEKERJA : 25 Tahun 12. NAMA : Buaya

PEKERJAAN : Supir Angkutan LAMA BEKERJA : 7 Tahun

13. NAMA : Bang Adek PEKERJAAN : Mandor Angkutan LAMA BEKERJA : 13 Tahun

14. NAMA : Bayu

PEKERJAAN : Supir Angkutan LAMA BEKERJA : 7 Tahun

15. NAMA : Wak Manca PEKERJAAN : Supir Angkutan LAMA BEKERJA : 25 Tahun 16. NAMA : Pak Topik

PEKERJAAN : Ekspedisi LAMA BEKERJA : 25 Tahun


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR PUSTAKA

H.Waterman, T. P. (1982). In Search of Exelence. New York: HarperCollins. Handoko, H. T. (2003). Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.

Kilmann, D. (1988). Gaining Control Of The Corporete Culture. San Fransisco: Jossey Bass Publishers.

Mangkunegara, A. P. (2001). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Peters T.J, W. R. (1982). In Search of Excellence. New York: Harper & Row Publishers.

Spredley, J. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suryono, C. R. (2003). SHIPPING Pengangkutan Intermoda Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta: Lembaga Manajemen PPM.

Sutrisno, E. (2010). Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Sumber Skripsi

Ramdan. (2008). Pengaturan Kelancaran Arus Barang (Studi Tentang Proses Bongkar Muat Dari Dan Ke Kapal Di Pelabuhan Belawan). Tesis pada Ilmu Hukum. FH USU: Diterbitkan.

Maulana . I. (2015). Pabrik Klambir Jaya (Studi Etnografi Dalam Menjalankan Aktifitas). Skripsi pada Antropologi Sosial. FISIP USU: Diterbitkan.

Mardongan . S. (2000). Analisis Pengaruh Kunjungan Kapal Terhadap Produksi Bongkar Muat Peti Kemas pada Unit Usaha Terminal Peti Kemas Belawan. Skripsi pada Pengembangan Ekonomi. FE USU: Diterbitkan.

Handayani. M. (2009). Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang Di Laut. Skripsi pada Ilmu Hukum. FH USU: Diterbitkan.


(10)

Hartaty, Rahayu D. (2011). Sistem Pengawasan Internal Gaji dan Upah Pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. Skripsi pada Akutansi. FE USU Diterbitkan.

Harefa, Angel S.W. (2011). Analisis dan Evauasi Sistem Penggajian Karyawan pada PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan. Skripsi pada Akutansi. FE USU. Diterbitkan.

Peraturan Perundang – Undangan

Undang – Undang Dasar No.33 Tahun 1945 Tentang Pengertian Perekonomian. Undang – Undang No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

Undang – Undang No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.

Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan.

Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1973 Tentang Perluasan dan Wilayah Labuhan Deli.

Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 1972 Tentang Pendirian Kota Belawan. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1991 Tentang Pendirian Pelindo.

Sumber Internet

http//:www.pelindo1.co.id http// :www.inaport1.co.id


(11)

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Deskripsi Kota Belawan

2.1.1. Letak Geografi

Kota Belawan merupakan sebuah kota pelabuhan yang terletak di sebelah Utara Kota Medan ibukota Provinsi Sumatera utara. Kota Belawan memiliki Luas 26,25 km² dan kepadatan penduduknya adalah 3.500,23 jiwa/km².

Bila di tinjau dari kegiatan pelabuhan dunia, Belawan memiliki letak yang sangat strategis yaitu berada di jalur perdagangan dunia di Selat Malaka. Topografi daerah Belawan merupakan daerah pesisir dengan sungai yang bermuara ke laut. Ditemukannya banyak daerah rawa dengan hutan bakau.

Belawan Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan, Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.


(12)

(13)

2.1.2. Kependudukan

Pada tahun 2012 jumlah penduduk kota Belawan adalah sebanyak 113.816 jiwa dimana 58.462 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 55.354 jiwa berjenis kelamin wanita dengan kepadatan penduduk < 4000 jiwa . Data ini adalah berdasarkan sensus yang dilakukan oleh BPS kota Medan, tetapi tiap harinya jumlah penduduk yang berada di Belawan bisa naik 30 % dari data tersebut.


(14)

Hal ini disebabkan daerah Belawan merupakan pusat industri dan pusat pelayanan jasa yang dapat menarik sejumlah tenaga kerja dan pendatang untuk melakukan kegiatan di daerah Belawan. Dengan total 121.225 Belawan dapat diklasifikasikan sebagai kota besar yakni kota yang penduduknya berjumlah 100.000 -1.000.000 jiwa.

2.1.3. Sejarah Kota Belawan

Pada mulanya sebelum terbentuknya Wilayah Kecamatan Medan Belawan, Wilayah ini Merupakan Bagian dari Wilayah Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Ketika itu wilayah Kecamatan Labuhan Deli terdiri dari 19 Desa yakni :

Desa Belawan I Desa Sei Mati

Desa Belawan II Desa Labuhan Deli

Desa Belawan III Desa Pekan Labuhan

Desa Bagan Deli Desa Rengas Pulau

Desa Titi Papan Desa Telaga Tujuh

Desa Mabar Desa Terjun

Desa Kota Bangun Desa Karang Gading Desa Tanjung Mulia Desa P. Johar

Desa Tanah Enam Ratus Desa Helvetia Desa Besar


(15)

Selanjutnya dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 22 Tahun 1973 tanggal 8 Mei 1973 Mengenai Perluasan Wilayah Kecamatan Labuhan Deli tersebut dibentuk menjadi 3 wilayah Kecamatan salah satu diantaranya adalah Kecamatan Medan Belawan :

Desa Belawan I Desa Belawan II Desa Belawan III Desa Bagan Deli

Kemudian dengan keluarnya UU Nomor : 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa/ Kelurahan, maka Desa-desa yang berada di Ibukota Provinsi diganti dengan Kelurahan.

Kemudian Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor : 140/4078/K/1978 tentang Pemekaran Kelurahan dari 116 Kelurahan menjadi 144 Kelurahan, serta perubahan nama 1 Kelurahan di Kota Madya Medan, dimana salah satu Kecamatan yang mengalami Pemekaran adalah Kecamatan Medan Belawan yang terdiri dari 4 Kelurahan sekarang menjadi 6 Kelurahan yaitu :

Kelurahan Belawan I Kelurahan Belawan II Kelurahan Belawan Bahagia Kelurahan Belawan Bahari


(16)

Kelurahan Belawan Sicanang Kelurahan Bagan Deli

Kemudian Berdasarkan PP No. 72 Tahun 1972 dan Persetujuan Permendagri No. 140/2271/PUD Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 1973 Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara No 140/4078/k/1978 Tanggal 19 Oktober 1978 tentang Pemekaran Kelurahan di Wilayah Kotamadya Medan. Maka dengan demikian terbentuklah Kecamatan Medan Belawan.

2.1.4. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat memiliki peran penting dalam perencanaan pengembangan dan penataan suatu daerah. Pelabuhan Belawan memiliki fungsi besar dalam perekonomian masyarakat sekitar. Hal ini dapat dilihat dengan kehidupan serta kegiatan perekonomian masyarakat Belawan, dimana dengan keberadaan pelabuhan, maka berbagai macam jenis usaha dan kegiatan yang mendukung kegiatan perekonomian rumah tangga masyarakat Belawan.

Sebagian masyarakat Belawan bermata pencaharian sebagai pedagang. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya kedai nasi/warung, rumah makan/restaurant, toko aksesoris, toko baju, apotik, toko suvenir, swalayan, minimarket, kedai buah -buahan serta perlengkapan-perlengkapan rumah tangga lainnya, toko alat kantor dan lain sebagainya dapat ditemui di Belawan.

Selain pedagang ada pula yang bermata pencaharian sebagai menyediakan jasa, tukang pangkas, tukang becak/ojek, foto copy, papan bunga, bengkel,


(17)

percetakan foto dan lain sebagainya, banyak ditemui di Belawan termasuk Pekerja Seks Komersial.

Belawan juga memiliki Pasar Induk tempat berjualan kebutuhan sembako, pasar yang terletak di pinggiran kota selalu ramai setiap harinya. Tidak hanya sembako pasar Belawan juga menjual berbagai macam barang monja,pakaian, tas, karpet,sepatu bekas yang didatangkan dari luar negeri banyak di jual di pasar ini.

Nelayan juga menjadi salah satu sumber mata pencaharian yang dijalani oleh sebagian masyarakat Belawan, menjadi nelayan tradisional atau menjadi anak buah kapal ikan. Tidak hanya mencari Ikan, Kerang, Kepiting, Udang dan sebagainya termasuk dalam kegiatan tersebut.Ada pula masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pekerja, sebagian dari mereka bekerja menjadi buruh di pelabuhan maupun buruh pabrik. Beberapa mata pencaharian diatas merupakan sebagian sektor formal mata pencaharian masyarakat Belawan, ada berbagai macam sektor lain yang dilakukan masyarakat Belawan guna menyambung hidup setiap hari.

Lokasi yang strategis dengan negara tetangga dan jalur perdagangan Internasional membuat Kota Belawan dijadikan kota utama untuk dijadikan titik penting dalam mempertahankan kedaulatan negara. Ada sekurang kurangnya 3 instansi pertahanan negara yang mendirikan markas di kota Belawan, Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut I (LANTAMAL I), Polres KP3, Polsek Belawan, Ditpolair, Pangkalan Angkatan Darat setingkat Korem dan Koterm hanyalah sebagian dari instansi pertahanan militer dan sipil yang berada di Belawan. Hal ini


(18)

menjadikan Kota Belawan memiliki banyak asrama dan komplek-komplek sebagai tempat tinggal personil yang bekerja di Kota Belawan.

2.2. Deskripsi Pelabuhan Belawan

Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan yang terletak dikota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dan merupakan pelabuhan terpenting di pulau Sumatera yang merupakan pelabuhan kelas utama yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (PELINDO I).

Dengan Visi PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)

“MenjadiNomorSatu di BisnisKepelabuhanan di Indonesia” Misi PT PelabuhanIndonesia I (Persero)

“MenyediakanJasaKepelabuhananyangTerintegrasi,BerkualitasdanBernil aiTambahuntukMemacuPertumbuhanEkonomi Wilayah”

Values Perusahaan ditetapkansebagaiberikut:

1. Customer Focus : Proaktif dalam melayani dan

membangunhubungan dengan pelanggan, melalui perilaku kunci : Proaktif danCepat Tanggap.

2. Integrity : Mengutamakan perilaku terpuji sesuai dengan nilai, prinsip dan etika Perusahaan, melalui perilaku kunci : Jujur&Taat, serta Berani & Bertanggungjawab


(19)

3. Professionalisme: Penguasaan terhadap pekerjaan yang mencakup pengetahuan keterampilan dan sikap, melalui perilaku kunci : Kompeten & Disiplin, serta Berkualitas.

4. Teamwork : Keinginan yang tulus untuk bekerjasama dengan orang lain, melalui perilaku kunci: Berkolaborasi & Bersinergi, serta Tulus & Saling Menghargai.

Maksud dan tujuan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sesuai dengananggaran dasar Perusahaan adalah melakukan usaha dibidang penyelenggaraan dan pengusahaan jasa kepelabuhan serta optimalisasi pemanfaatan sumber dayayang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermutu.

Pelabuhan Belawan memiliki banyak fasilitas yang mendukung fungsi pelabuhan itu sendiri diantaranya sebagai dermaga tempat bertambatnya kapal laut, pergudangan barang dan proses bongkar muat, CY atau Container Yard sebagai tempat penumpukan kontainer, perkantoran untuk instansi terkait dan lain sebagainya.

2.2.1. Sejarah Terminal Petikemas Gabion Belawan

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan merupakan perusahaan yangbergerak menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhanan. PT. PelabuhanIndonesia I didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 1991 dengan Akta Notaris Imas Fatimah SH No. 1 tanggal 01 Desember 1992 sebagai mana dimuat dalam tambahan berita negara RI No. 8612 tahun 1994,


(20)

beserta perubahan terakhir sebagaimana telah diumumkan dalam tambahan berita negara RI tanggal 02 Januari 1999 No. 1. Nama lengkap perusahaan adalah PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) disingkat PT. PELINDO I.

Pada masa penjajahan Belanda Perseroan ini diberi namaHaven Badrift. Selanjutnya setelah kemerdekaan RI tahun 1945 s/d 1950 Perseroan berstatus sebagai jawatan Pelabuhan. Pada tahun 1960 s/d 1969 jawatan pelabuhan berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status Perusahaan Negara Pelabuhan disingkat dengan nama PN Pelabuhan.

Pada periode 1969 s/d 1983 PN Pelabuhan berubah menjadi Lembaga Penguasa Pelabuhan dengan nama Badan Penguasahan Pelabuhan disingkat BPP. Pada tahun 1983 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1983 Badan Penguasahan Pelabuhan dirubah menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan disingkat PERUMPEL.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 1991 PERUMPEL I berubah status menjadi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) berkedudukan dan berkantor pusat di Medan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2001 kedudukan tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham pada Persero/Perseroan Terbatas dialihkan kepada Menteri BUMN.

Belawan International Container Terminal adalah salah satu cabang penyelenggara teknis dari Pelabuhan Indonesia, yang melakukan bisnis dan pelayanan pemuatan dan pemakaian kontainer. Cabang ini merupakan yang


(21)

terbesar di Sumatera, terletak di daerah Belawan Gabion, yaitu Timur Laut Sumatera, tepatnya sekitar 30 km dari Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara.

Belawan International Container Terminal terletak di mulut Sungai Belawan dan Sungai Deli dengan saluran pengiriman yang mengukur 13, 5 km panjang menghubungkan pelabuhan untuk wilayah perairan di Selat Malaka.

Unit Terminal Penumpukan Kontainer mulai dibangun sejak tahun 1980 pada areal seluas 30 hektar, peresmian dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Ke II tanggal 17 Maret 1987. Terminal penumpukan inidiusahakan oleh Divisi Usaha Terminal Petikemas (UTPK) cabang Pelabuhan Belawan yang berdiri sejak 1 September 1984 dan mulai beroperasi pada tanggal 10 Februari 1985.

Unit terminal petikemas mulai melaksanakan bongkar muat pertama sekali pada tanggal 16 mei 1985. Sementara pada tanggal 18 April 1986 dimulai kegiatan penumpukan kontainer. Containner Freight Service (CFS) Import dioperasikan pada tanggal 15 Juni 1987, CFS Ekspor pada tanggal 5 Februari 1988 dan CFS Reefer Plug dioperasikan pada tanggal 1 Mei 1988. Sejak saat itu terminal petikemas telah beroperasi secara penuh.

Sejalan dengan perkembangannya sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT Pelabuhan Indonesia No. OT. 09/I/I/PI-98 tanggal 16 Januari 1998 ditetapkan struktur organisasi dan tata kerja Unit Usaha Terminal Petikemas Belawan. Sehubungan dengan Surat Keputusan Direksi, Divisi Usaha Terminal Petikemas Belawan berubah status menjadi cabang atau Unit Usaha Mandiri dari PT.


(22)

Pelabuhan Indonesia I dengan nama Unit Usaha Terminal Peti Kemas (Unit UTPK Belawan).

Kemudian pada tahun 2003 struktur organisasi Belawan kontainer Terminal Unit Bisnis ditingkatkan oleh Keputusan Indonesia Pelabuhan Direktur Korporasi PR. 01/1/4/PI-03 tentang struktur organisasi dan administrasi bekerja di pelabuhan cabang (UTPK Belawan). Pada tanggal 18 Juli 2009 sampai sekarang perubahan struktur organisasi menjadi Belawan International Container Terminal di BICT.

Tentang Koperasi Pada Umumnya Menurut UU Koperasi. Koperasi diatur dalam UU No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.Yang tertera dalam Pasal 1 yang dimaksud dengan Koperasi adalah badan hukumyang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan harta kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalan kanusaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial,dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi1.

Dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usahabersama berdasarkan atas asas kekeluargaan2.Ketentuan tersebut sesuai denganprinsip koperasi, karena itu koperasi mendapat misi untuk berperan nyata dalammenyusun perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan

1Pasal 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian 2Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945


(23)

demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang – seorang.

Tujuan Koperasi di Indonesia menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang terdapat di dalam Pasal 43 yaitu: Pasal 4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnyadan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkandari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

Bidang usaha kerjasama koperasi adalah suatu bidang-bidang usaha yang dikerjakan dalam suatu koperasi. Di dalam bidang usaha kerjasama koperasimerupakan suatu bidang usaha di dalam suatu perusahaan, hubungan bidang usahakerjasama koperasi dengan Pelindo adalah bahwa di dalam perusahaan Pelindo ada didirikan badan atau bidang usaha yaitu koperasi yang bertujuan untuk mensejahterakan anggota koperasi dan untuk mensejahterakan masyarakat pada umumnya.

2.2.2. Letak Geografi Pelabuhan

Pelabuhan Belawanberada di ujung utara kota Belawan, Areal pelabuhan dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar ± 5 sampai 10 menit perjalanan dari pusat Kota Belawan. Areal pelabuhan sendiri berada di beberapa tempat yang berbeda, untuk pelabuhan Penumpang dan terminal curah berada di kelurahan Belawan I dan Belawan II, sedangkan Pelabuhan Internasional dan Pelabuhan Ikan berada di kelurahan Bagan Deli.


(24)

Akses pelabuhan Belawan didukung dengan akses langsung ke jalan tol Belmera yang melintasi kota Belawan, Medan, hingga Tanjung Morawa. Keberadaan jalan tol ini dinilai menjadi point besar dalam memperlancar arus barang, jalan tol ini berguna sebagai prasarana bagi pengangkutan dalam mendistribusikan barang yang akan di Eksport maupun di Import oleh produsen dan konsumen. Direncanakan pembangunan akan terus dilaksanakan guna menjadikan Belawan sebagai kota pelabuhan yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas seperti jalur kereta api dan jalan tol Medan-Tebing Tinggi.

Meskipun dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, akses masuk ke dalam areal pelabuhan sangat terbatas, hanya sebagian orang yang memiliki ID


(25)

Card atau Pass Pelabuhan yang dapat masuk kedalam areal pelabuhan. Hal ini diberlakukan karena sifat pelabuhan sendiri bersifat sensitif dan merupakan salah satu Objek Vital Negara.

2.2.3. Fasilitas

Daerah Belawan pada dasarnya lahannya di peruntukkan untuk segala jenis fasilitas yang menunjang jasa kepelabuhanan. Daerah pemukiman masyarakat Belawan dan para tenaga kerja yang beraktifitas di Belawan. Daerah pemukiman ini berada paling jauh dari pelabuhan Belawan itu sendiri. Pelabuhan Belawan yang memiliki luas sekitar12.072,33 hektare terdiri atas beberapa pelabuhan yaitu Pelabuhan Belawan Lama, Pelabuhan Ujung Baru, Pelabuhan Citra, BICT (Belawan International Container Terminal), Konvensional Gabion, dan Terminal Penumpang. Dermaga untuk sandar kapal, Dermaga Belawan peruntukannya terdiri dari :

Terminal penumpang (kapal Pelni dan Fery) sepanjang 215 meter Terminal petikemas (internasional) 500 meter

Terminal petikemas antar pulau (domestic) 350 meter Terminal curah cair minyak sawit 300 meter

Terminal curah cair BBM 75 meter Terminal curah kering pupuk 100 meter Terminal curah kering semen 100 meter Terminal curah kering bungkil 100 meter


(26)

Terminal general cargo 2. 184 meter

Pergudangan antara lain untuk jenis komoditas pupuk, semen yang mana sebelum diangkut dari pelabuhan Belawan terlebih dahulu masuk gudang untuk kegiatan packing.Perkantoran letaknya berada dikawasan pelabuhan dan sekitaran dermaga dan terminal yang antara lain :

Kantor Syahbandar Belawan Kantor Departemen Perhubungan Kantor Navigasi

Kantor Administrator Pelabuhan / Otoritas Pelabuhan Kantor Bergagai Macam Perusahaan Pelayaran Kantor Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kantor Pelabuhan Indonesia, dll.

2.2.4. Kegiatan Usaha

Kegiatan usaha yang dilaksanakan dalam menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhan dan usaha lainnya yang menunjang pencapaian tujuan perusahaan meliputi, penyediaan dan/atau pelayanan :

1. Kolam-kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas dan tempat berlabuhnya kapal.

2. Jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan (pilotage) dan penundaan kapal.


(27)

3. Dermaga dan fasilitas lain untuk bertambat, bongkar muat petikemas, curah cair, curah kering (general cargo), dan kendaraaan.

4. Jasa terminal petikemas, curah cair, curah kering, multi purpose, penumpang, pelayaran rakyat dan Ro-Ro.

5. Gudang-gudang, lapangan penumpukan dan tangki/tempat penimbunan barang-barang, angkutan bandar, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan.

6. Tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan, industri dan gedung-gedung/bangunan yang berhubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan multi moda.

7. Listrik, air minum, dan instalasi limbah serta pembuangan sampah. 8. Jasa pengisian bahan bakar minyak untuk kapal dan kendaraan di

lingkungan pelabuhan.

9. Kegiatan konsolidasi dan distribusi barang termasuk hewan.

10.Jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhanan.

11.Pengusahaan dan pelayanan depo petikemas dan perbaikan, cleaning, fumigasi, serta pelayanan logistic.


(28)

BAB IV

AKTIFITAS BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER

TERMINAL (BICT) dan TERMINAL PENUMPUKAN

KONTAINER DOMESTIK (TPKD)

3.1. Kegiatan Belawan International Container Terminal (BICT)

Terdapat Dua kegiatan penting yang ada di Dermaga BICT, yaitu proses Import dan Eksport Barang, kegiatan Import adalah kegiatan pemasukan barang dari luar negeri ke dalam negeri, sedangkan kegiatan Eksport adalah kebalikan dari kegiatan Import yakni kegiatan mengeluarkan barang dari dalam ke luar negeri. Kedua kegiatan ini merupakan kegiatan pokok mengingatfungsi utama didirikannya dermaga ini dikhususkan untuk aktifitas perdagangan Internasional.

3.1.1. Kegiatan Import

Kegiatan Import memiliki 3 Kegiatan Penting, Kegiatan tersebut meliputi Pembongkaran, Penumpukan, Pemuatan Kontainer. Ketiga kegiatan tersebut tidak lepas dari tenaga kerja borongan yang disediakan oleh KOPKARPEL. Telly, Foreman, Driver, merupakan unit penting dalam kegiatan ini mereka dianggap sebagai ujung tombak pelaksana kegiatan dilapangan.

Proses import dilakukan guna memenuhi kebutuhan bahan baku maupun barang jadi yang di butuhkan di dalam negeri, dengan pihak importir dan eksportir dari negara asal melakukan persetujuan jual beli. Pembebanan pembayaran biasanya dilakukan di pelabuhan terakhir dimana barang tersebut akan di kirim.


(29)

Proses import membutuhkan waktu yang bervariatif, proses tersebut dapat berlangsung sekitar dua atau tiga bulan bahkan lebih, tergantung pada jarak yang ditempuh, cepat tidaknya kantor otoritas negara asal dalam memeriksa dokumen, kondisi cuaca, ketersediaan barang, arus pelayaran serta maskapai pelayaran itu sendiri.

Kapal yang membawa barang untuk di import di pelabuhan Belawan harus transit terlebih dahulu di dermaga Singapura dan Malaysia, biasanya kapal yang bersandar disana merupakan kapal-kapal besar yang melayani pengiriman antar negara.Sebagian kontainer-kontainer barang akan di turunkan dan di urutkan sesuai dengan tujuan masing-masing, kontainer-kontainer tersebut nantinya akan dikirim ke berbagai pelabuhan yang ada di Indonesia.Kapal yang membawa kontainer dari pelabuhan-pelabuhan besar di negara tetangga ke Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kapal lintas negara, mengingat kondisi geografis Indonesia merupakan negara kepulauan.

Kapal yang telah diperiksa sebelumnya segala surat dan dokumennya oleh pihak Bea dan Cukai, Pengecekan kesehatan oleh dinas Karantina, dan pengecekan-pengecekan lain sesuai dinas terpadu diperbolehkan bersandar oleh Dinas Syahbandar dan dipandu oleh Kapal Pandu Pelindo untuk bersandar di dermaga BICT. Lamanya proses ini tergantung pada kesiapan dokumen dan tidak ditemukannya masalah yang berarti, biasanya waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama atau lebih cepat dari jadwal yang ditentukan.


(30)

Beberapa dokumen-dokumen yang dibutuhkan Shipping lines4 dalam proses clearance kapal kepihak Pelabuhan/ Syahbandar, Dinas Karantina, Direktorat Imigrasi, serta Inspektorat Angkutan Laut antara lain :

1. Buku Kesehatan

2. Sertifikat Bebas Penyakit 3. Kartu Vaksinasi

4. Sertifikat layak laut 5. Sertifikat lambung timbul

6. Sertifikat keamanan radio, telephone, telegraph 7. Sertifikat keamanan bangunan kapal

8. Sertifikat permesinan

9. Sertifikat klasifikasi lambung timbul 10.Sertifikat permesinan kapal

11.Surat ukur 12.Surat sijil

13.Daftar nama anak buah kapal 14.Daftar manifest5 perbekalan kapal.

4Perusahaan pelayaran disebut juga sebagai Shipping Company atau populer juga disebut dengan

istilah Shippig Lines. Dalam operasionalnya tugas utama dari Shipping Lines adalah mengangkut barang dari pelabuhan awal ke pelabuhan tujuan berdasarkan instruksi pengiriman (Shipping Instruction) barang dari Shipper.

5Manifest adalah suatu dokumen di kapal yang menerangkan seluruh jumlah dan jenis-jenis barang


(31)

Kapal yang telah memenuhi syarat untuk bersandar di dermaga Belawan kemudian dikeluarkan pembongkaran kontainer pada kapal yang bersandar tersebut, pembukaan dan penurunan palka, Kontainer yang telah berstatus Openstack6(Pembukaan Penumpukan) lalu dipindahkan ke tempat penumpukan petikemas, proses pengangkatan kontainer sering disebut dengan proses LoLo7 (Lift Off Lift On). Supervisi Stevedoring8 Pelindo bertugas Memantau Foreman dalam membongkar muatan. Foreman dan Operator Container Crane bekerja sama dalam membongkar muatan kapal.

Container Crane9. Crane ini terletak dipingir dermaga, bertugas hanya untuk memindahkan kontainer ke kapal maupun dari kapal dikarenakan mobilisasinya terbatas hanya maju dan mundur. Crane ini memiliki kapasitas yang besar, mampu mengangkat beban kurang lebih 40 ton. BICT sendiri memiliki 6 unit crane berkapasitas 35 Ton, dan 5 unit crane berkapasitas 40 Ton. Dengan total 11 Crane kapal yang siap melayani kapal yang bersandar.

6 Openstack, adalah status dimana kontainer diperbolehkan untuk dipindahkan ketempat

penumpukan.

7Lift On Lift Off adalah gerakan menaikkan dan menurunkan kontainer menggunakan alat.

8Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/tongkang/ truck atau

membuat barang dari dermaga/tongkang/ truck kedalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau crane darat.


(32)

Supervisi Stevedoring dan Operator Crane Kapal sendiri merupakan pegawai tetap BICT, mereka merupakan tenaga kerja direkrut dan dilatih oleh BICT. Pekerjaan ini membutuhkan tenaga kerja ahli, mengingat proses pemindahan dan pengoperasian alat berat membutuhkan pengalaman, pelatihan dan sertifikat khusus dibidangnya. Sedangkan Foreman adalah tenaga kerja borongan yang dimiliki KOPKARPEL, Foreman hanya bertugas menghandle proses stacking dan pemuatan kontainer mobil Trailer.

Tahapan kemudian berlanjut ke bagian penumpukan, kontainer yg sedang dalam proses LoLo ditempatkan keatas trailer kontainer, proses memindahan kontainer ke tempat penumpukan dilakukan menggunakan mobil trailer. Mobil yang memiliki 2 bagian yaitu kepala tempat pengemudi dan mesin dan gandengan tempat membawa kontainer ini sering disebut dengan mobil langsir karena tugas


(33)

utamanya adalah membawa kontainer dari dermaga ketempat penumpukan (Langsir).

Driver / Supir yang melangsir adalah tenaga kerja Kopkarpel, tidak ada keahlian khusus yang dituntut, mereka hanya diwajibkan mampu menguasai mengemudikan Truck Trailer dan memiliki Surat Ijin Mengemudi. Untuk Truck Langsir sendiri BICT memiliki sekitar 43 unit kepala mobil dan 56 gandengan. Mobil langsir dilarang keluar dari areal BICT, semua pekerjaan termasuk perbaikan dilakukan di areal BICT, mobil hanya beraktifitas seputaran dermaga.

Proses LoLo juga dilakukan di areal penumpukan, kontainer diangkat kedalam blok-blok penumpukan didalam Container Yard10, terdapat 3 blok setiap blok memiliki 22 slot dan 4 row, sebuah row dapat diisi oleh 4 sampai 5 tumpukan kontainer. Blok tersebut dimulai dari Blok A0 sampai A1 untuk barang khusus (Rusak, atau berkebutuhan khusus), Blok B1, B2, C1, C2 untuk tempat penumpukan sementara kontainer yang akan di eksport, Blok D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan seterusnya sampai Blok I2. Sementara Blok B3 dan C3 digunakan untuk barang beracun dan berbahaya. Total kapasitas yang sanggup ditangani oleh BICT adalah 15.726 TEU (Twentyfoot Equivalent Unit), atau sekitar 15 ribu lebih kontainer berukuran 20 feet.

10Container Yardadalah lapangan penumpukan container dimana containerdisusun rapi memakai


(34)

Proses pengangkatan kontainer dan penyusunannya kedalam blok sendiri menggunakan alat berat bernama Rubber Tired Gantry Crane11atau yang biasa disebut dengan Tenggo, tenggo sendiri berbentuk crane, memiliki empat tiang raksasa yang berfungsi sebagai kaki berbentuk persegi yang dikemudikan oleh seorang operator. Tenggo dapat mengangkat beban hingga 40 ton, alat angkat utamanya adalah lengan persegi yang dapat memanjang maupun mengecil menyesuaikan panjang kontainer yang akan diangkat. Tenggo memiliki mobilitas yang sama dengan crane kapal dengan menyusuri blok satu persatu, perbedaannya adalah tenggo dapat berpindah blok dengan memutar ke delapan rodanya 90 derajat.

11Rubber Tyred Gantry adalah gantry mobile crane digunakan untuk penumpukan peti kemas

dalam lapangan penumpukan terminal peti kemas. Gambar 5Rubber Tired Gantry (Tenggo)


(35)

BICT memiliki 22 unit tenggo yang bertugas melayani disetiap blok CY. Tenggo dikemudikan oleh operator,tidak ada yang berbeda antara operator tenggo dengan crane kapal keduanya merupakan pegawai Pelindo, hanya jenis sertifikasinya dan pelatihannya yang berbeda. Operator bertugas diatas tenggo untuk itu para operator membutuhkan asisten yang berada dibawah. Telly adalah Orang yang bertugas melakukan penghitungan dan pencatatan jumlah, merk dan kondisi setiap gerakan barang berdasarkandokumen serta membuat laporan. Telly juga bertanggung jawab dalam pencatatan letak dan penempatan lokasi penumpukan container

Setelah di CY Telly BICT memberitahu Operator Tenggo untuk mengangkat dan meletakkan kontainer di blok yang masih kosong sekaligus mencatat merk, nomor seri dan dimana lokasi kontainer itu ditumpuk. Setelah dipenumpukan status kontainer berubah dari status 01 dimana kontainer masih berada diatas kapal, 02 kontainer dalam proses disposisi ke tempat penumpukan, ke status 03 yaitu kontainer yang sudah selesai disposisi dan menunggu untuk dikeluarkan.

Proses kemudian berlanjut dengan pemuatan kontainer dari CY BICT ke lokasi pengiriman. Namun hal yang pertama dilakukan adalah pencetakan SP2 (Surat Perintah Pengeluaran). Disini pihak Ekspedisi berperan dalam semua proses pelengkapan dokumen, dan penyelesaian pembayaran administrasi lain dengan dinas atau pihak terkait lainnya.

Pencetakan SP2 sendiri dilakukan oleh Pelindo, dimana SP2 menggunakan sistem komputerisasi yang hanya dimiliki pihak Pelindo. Setiap SP2 memiliki


(36)

keunikan pada Barcode yang terletak di atas, kode ini digunakan untuk merubah status kontainer di sistem menjadi 09 dimana kontainer siap untuk dipindahkan.

Gambar 6 Contoh Surat SP2

Tempo waktu yang diberikan oleh pihak Pelindo adalah 3 hari sejak perubahan status Kontainer menjadi 03, apabila telah lewat waktu yang ditentukan maka Ekspedisi akan dikenakan TB (tambah bayar) dan Pelindo akan menaikkan tarif biaya penumpukan sesuai dengan tarif yang ditentukan sebelumnya. Biaya ini akan terus dinaikkan kelipatannya sampai waktu tenggang terakhir, bila waktu tenggang terakhir barang tersebut akan disita dan dilelang oleh negara.

Proses ini dimulai ketika mobil trailer atau biasa disebut trado memasuki areal dermaga BICT, petugas Operator Gate memeriksa, menscan SP2 dan


(37)

NomorPlat kendaraan yang masuk kedalam areal dermaga, operator gate kemudian memberikan kertas print out pass gate untuk kendaraan trailer. Setelah melewati gate, trado harus berjalan sekitar 500 m untuk melakukan pemeriksaan di gate Bea Cukai (BC).

Di gate Bea Cukai ini trado diperiksa bagian kabin oleh petugas keamanan dermaga, kernet, ataupun orang lain dilarang menumpang kedalam areal dermaga, untuk menghindari masuknya pihak yang tidak berkepentingan dan melakukan kegiatan kriminal di dalam dermaga, tidak ada yang diperbolehkan masuk selain supir trado. Para kernet diharuskan turun dari trado dan menunggu di depan gate BC, tidak banyak yang bisa mereka lakukan karena areal terbatas,.

Di areal CY supir harus memarkirkan tradonya tepat di blok dimana kontainer tersebut berada, tidak mengganggu jalur tenggo. Petugas Telly Muat menanyakan lokasi barang kepada supir dan meminta kertas pass masuk gate BICT yang diberikan sebelumnya Putih (Asli) dan Merah (Copy). Adalah hal yang wajar seorang Telly menanyakan lokasi kontainer yang seharusnya merupakan bagian dari tugasnya melihat banyaknya jumlah trado yang masuk kedalam areal ini.

Proses muat berlangsung sekitar 10 menit sampai 10 jam tergantung padatnya dan ketersediaan alat di CY. Hal ini dikarenakan banyaknya kendaraan yang muat petugas Telly harus menyisir satu persatu blok penumpukan untuk proses muat yang teratur. Supir harus membayar uang muat sebesar Rp.3000 kepada Telly sebagai uang jasa muat kontainer. Setelah lokasi kontainer ketemu dan tenggo berada di posisi, Telly memberitahu operator untuk mengambil


(38)

kontainer merek apa dan nomor seri berapa, Telly juga memberitahu lokasi slot, row, dan tier berapa container tersebut berada.

Dalam proses import, eksport maupun antar pulau supir dari pihak pengangkutan juga membayar Rp 3000 kepada Telly muat di dalam BICT sebagai uang muat dalam proses pemuatan kontainer import, uang tersebut biasanya dibagi dua dengan operator RTG sebagai uang tambahan harian atau uang masuk mereka disamping gaji pokok. Hal tersebut dirasa tidak memberatkan bagi supir pengangkutan karena Telly banyak membantu mereka dalam mencari dan menentukan letak kontainer yang akan di muat.

“kalo aku sih gak masalah bang, 3000 perak yang penting awak lancar muat didalam, kadang kontainer kita gak nampak dicarikan orang itu sekalian, ya sekalian jaga hubungan aja sama orang itu” (wawancara dengan Bang Hombing Supir Pengangkutan)

Hal yang tersulit dari proses muat adalah bila trado yang membawa kontainer bertipe 2 x 20 feet harus muat di 2 lokasi yang berbeda atau yang sering disebut beda slot. Hal ini dapat membuat proses muat semakin lama karena tenggo bekerja dengan cara menyisir area. Supir harus menunggu dua kali untuk proses muat jika tango sudah melewati salah satu kontainer yang harus ia bawa atau istilahnya “kelewatan alat”.

Kelewatan alat dapat dicurangi bila ekspedisi memiliki kedekatan dengan Telly, alat yang lewat dapat dicegah dengan bantuan Telly yang bertugas di dalam masing-masing blok. Kedekatan antara Telly dengan pihak ekspedisi dapat dibilang menjadi kunci proses pemuatan kontainer. Pengaturan alat dan mobilitas


(39)

tenggo sepenuhnya diatur oleh supervisi, namun kenyataan dilapangan dapat diatur, Telly bisa melakukan curi-curi posisi untuk menyelamatkan pemuatan barang. Curi-curi ini sebenarnya melanggar ketentuan yang telah diatur dalam aturan proses bongkar muat kontainer, namun ekspedisi juga sering memberi imbalan terhadap Telly yang bertugas di blok penumpukan dimana barang mereka banyak ditempatkan. Pemberian imbalan diluar kewajiban ini dimaksudkan agar Telly memprioritaskan barang milik ekspedisi tertentu.

“bisa diatur kalo didalam, asal sama-sama ngerti aja sama satu lagi jangan pas lagi banyak motor yang ngantri, payah nanti ketauan sama supervisi” (wawancara dengan Farell, Telly)

“ya, kita ngasih orang itu bukan apa, untuk kita juganya, barang kita cepat dimuatnya, kalo ada apa-apa cepat dibantu orang itu, misalnya gak ada alat orang itu mau pindah blok sendiri tanpa tau supervisi”

(wawancara dengan Bang Bembeng, Ekspedisi Import)

Selain masalah kelewatan alat, kebutuhan-kebutuhan ekspedisi terhadap orang dalam juga dinilai sangat penting guna mempermudah pekerjaan mereka. Banyak dari ekspedisi yang memiliki “gacok” Telly maupun orang dalam lainnya. Hal ini seperti sudah sangat wajar di kalangan ekspedisi, dan menjadi hal yang biasa. Pemberian prioritas ini bukan tanpa imbalan, adanya istilah “Uang Pelancar” menjadikan kebiasaan tersendiri bagi Ekspedisi sebagai ucapan terima kasih. Uang pelancar tersendiri didapat dari produsen maupun perusahaan Ekspedisi yang memang bersedia memberikan uang pelancar ini asalkan urusan mereka dipercepat. Hampir semua aspek yang berhubungan dengan jasa mulai


(40)

dari yang besar hingga yang terkecil menganut sistem kebiasaan ini, kebiasaan yang sepertinya telah menjadi kewajiban dikawasan Pelabuhan Belawan.

Memang tidak semua pegawai maupun instansi yang terkait menjalankan sistem tersebut, namun pemberian sebagai ucapan terima kasih tetap dilakukan untuk menjaga hubungan kerja di pelabuhan. Beberapa orang memang tidak mengharapkan imbalan uang sebagai rasa terima kasih, pemberian bisa berupa parsel, barang, makanan maupun hanya sekedar pulsa handphone.

Para Telly dan operator alat biasanya melakukan penyisiran satu persatu setiap bloknya mulai dari slot rendah sampai slot tertinggi kemudian kembali lagi ke slot rendah, penyisiran memakan waktu berkisar antara satu sampai empat jam tergantung dengan kepadatan jumlah kendaraan yang antri, pelayanan terhadap kendaraan tergantung dengan kerjasama antara Telly dengan operator RTG.

“tergantung orang itu bang, kadang mau kompak orang itu, cepat muatnya, kadang Tellynya sendiri ntah kemana” (wawancara dengan Barat, Supir Pengangkutan)

Ketersediaan sarana serta juga menjadi masalah tersendiri dalam proses muat, sering ditemukan RTG yang rusak akibat terbatasnya waktu perawatan karena jam operasional 24 jam selama 7 hari penuh. Tenggo yang rusak menjadi kendala tersendiri mengingat RTG merupakan instrumen utama dalam proses muat kontainer. Dalam kasus kerusakan RTG atau barang menunggu RTG yang


(41)

telah lewat bloknya, dalam kondisi ini Kalmar12 memiliki peran penting dalam proses muat.

Penggunaan kalmar juga memiliki aturan tersendiri dari supervisi. Fungsi utama kalmar adalah membantu proses langsir eksport kedalam blok penumpukan sebelum dimuat kedalam kapal. Kalmar dilarang melewati blok-blok tertentu hanya beberapa blok yang memiliki ruang yang cukup untuk mobilisasi yang di perbolehkan di lewati oleh kalmar. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan kontainer barang akibat tersenggol atau tertabrak oleh kalmar, hal ini juga membuat penggunaan kalmar terbatas pada bagian-bagian penumpukan tertentu karena kalmar tidak dapat menjangkau kontainer yang berada pada tengah blok penumpukan.

Meskipun terbatas namun penggunaan kalmar dalam situasi genting juga dapat dilakukan diluar sepengetahuan supervisi. Hal ini sering dilakukan karena beberapa hal seperti urgensi barang yang harus segera diantar kepada konsumen, kerusakan RTG, lamanya waktu tunggu yang dialami supir. Aturan main biaya penggunaan kalmar dikenai biaya muat sebesar Rp 10.000, aturan mainnya sama dengan RTG, ada yang membayar ditempat, maupun setelah selesai kerja.

“kalo supir-supir ini yang minta kalmar biasanya orang itu bayar sendiri, karena orang itu biasanya ngejar trip, ekspedisi jarang ngasi kalmar kalo barangnya gak penting-penting kali, tau sendiri lah kami gaji per trip, bukan gaji bulanan” (wawancara dengan Nababan, Supir Pengangkutan).

12Kalmar adalah mobil raksasa yang dapat bergerak bebas dengan gantry yang dapat disesuaikan


(42)

“kadang kami malas muatkannya bukan apa, kadang ekspedisinya tak mau bayar, kebanyakan ditokohin kami, kalo ketauan supervisi kami juga yang kena, padahal sama-sama enaknya” (wawancara dengan Gondrong, Telly).

“kalo gak mau orang itu muatkan, protes aja langsung sama supervisi, minta tambah alat di blok yang rusak alatnya, itu kalo rusak, kalo kelewatan alat ya tahankan la macam mana mau dibilang” (wawancara dengan Bang Tommy, Ekspedisi Import)

Pemberian imbalan terima kasih ini berbeda setiap individu, baik cara maupun intensitasnya, biasanya para ekspedisi memberi lebih kepada personal masing-masing Telly. Tergantung bagaimana mereka menjaga hubungan kedekatan kerja. Umumnya para Telly mengumpulkan kertas copy pass gate pelabuhan atau yang sering biasa disebut kertas merah, yang dibawa oleh truck saat memasuki areal pelabuhan. Kertas tersebut menjadi bukti bagi Telly untuk melakukan penagihan kepada Ekspedisi.

Tidak ada tarif patokan nominal pasti untuk setiap kertas merah yang diberikan, semua sekali lagi tergantung kepada hubungan baik Telly dengan ekspedisi. Nominal angka yang di berikan ke Telly didapat resmi dari kantor ekspedisi, setiap perusahaan ekspedisi punya budget tersendiri untuk urusan uang pelancar lapangan. Namun soal penyampaiannya kepada pihak tertentu tetap dikontrol oleh karyawan lapangan perusahaan ekspedisi tersebut.

“suka hati kita ngasih berapa, itu kan bukan kewajiban, cuman rasa terima kasih aja, mau gak kau kasi pun gak apa, gak ada hak orang itu maksa kita, kalo aku mainnya sikit banyak ku kasih cepek, gak pernah protes orang itu, mau party banyak mau party sikit tetap cepek (Rp.


(43)

100.000) yang penting gak ada masalah di dalam. (wawancara dengan Bang Tommy, Ekspedisi Import). “tengok-tengok orangnya juga, kalo tengik malas aku ngasihnya, iya kita kan sama-sama butuhnya, iya baik- baik la mintaknya, jangan ada pemaksaan, ngapain kita kasi kalo dia tengik sama kita” (wawancara dengan Bang Bob, Ekspedisi Import).

Setelah proses muat selesai Telly mengambil kertas copy pass gate untuk disimpan sebagai bukti pekerjaan yang mereka lakukan, kertas merah ini biasanya dijadikan bukti oleh Telly sebagai hasil kerja yang nantinya ditunjukkan kepada ekspedisi-ekspedisi yang barangnya sudah dikerjakan Telly tersebut.

“kalo aku main fair, aku main kertas merah, selembar goceng panjang pendek (container 40ft dan 20ft), itupun ku periksa dulu kertas merahnya, punya aku apa bukan, nanti ntah punya siapa-siapa aku pulak yang bayar”. (wawancara dengan Bang Juna, Ekspedisi Import).

Waktu pengutipan sendiri beragam, sebagian Telly mendatangi ekspedisi-ekpedisi maupun mandor-mandor pengangkutan pada saat istirahat, biasanya Tellylangsung mendatangi pangkalan-pangkalan yang dijadikan tempat mangkal ekspedisi maupun mandor angkutan. Masing-masing memiliki semacam trik tersendiri ada yang menentukan lokasi, sampai dirumah pribadi.

“aku gak mau ngutip-ngutip ke pangkalan gitu, apalagi bawa-bawa kertas merah, lucu ditengok orang, bagus kita telpon aja langsung orangnya janjian dimana, gak malu-maluin datang kepangkalan”(wawancara dengan Bang Sadli, Telli).


(44)

Tidak ada yang tahu persis kapan kebiasaan yang sudah seperti kewajiban ini mulai dilakukan, Pelindo melarang tegas bagi pihaknya yang melakukan pengutipan liar diluar hak pegawainya. Tidak sedikit ekspedisi yang melakukan praktek ini, namun tidak sedikit pula yang menerapkan sistem yang dijalankan oleh Pelindo.

Ada semacam sanksi tersendiri yang diberlakukan di kalangan Telly kepada ekspedisi-ekspedisi yang “pelit”. Sebutan-sebutan seperti ekspedisi koboy, sampai ketidak pedulian Telly terhadap barang menjadi hal biasa yang dialami ekspedisi. Hal ini berujung pada terlantarnya supir pengangkutan di dalam CY, yang bukan menjadi “prioritas”Telly.

“memang ini kerjaan kami, tapi masa gak ada pengertiannya sama sekali, ntah kasi kek uang rokok sama kami, enggak mungkin uang lapangan gak dikasi dari kantor” (wawancara dengan Pak Edo, Telly)

“kadang bukan apa, gondok ya gondok juga liatnya, kami jadi lama ngantri, kalo mau ikut aturan ya ujung-ujungnya kami pun ikut aturan, orang kalian enak gajinya bulanan, kerja gak kerja digaji, kami gaji per trip, lama muat makin sikit trip kami, rugi di waktu aja kami jadinya gara-gara uang pelancar, mau kami bayar kan gak cocok, orang dananya ada dari kantor kalian” (wawancara dengan Buaya, Supir Pengangkutan).

Setelah selesai proses muat Telly mengembalikan kertas putih kepada supir untuk di kembalikan ke Operator Gate sebagai pass keluar gate BICT dan mengganti status kontainer menjadi 010 yang artinya kontainer telah keluar dari areal dermaga BICT. Pihak ekspedisi kemudian meminta SP2 dan memberikan surat jalan kemana barang ini harus diantar. Setelah kontainer tersebut


(45)

dikosongkan di pabrik/ gudang angkutan wajib membawa kembali kontainer tersebut ke dalam depo petikemas, masing-masing depo petikemas berbeda tergantung dengan pelayaran mana yang digunakan eksportir di negara asal. Proses ini disebut dengan pengembalian empty/ kosongan.

3.1.2. Kegiatan Eksport

Kegiatan eksport pada dasarnya kebalikan dari kegiatan Import, kegiatan tersebut dimulai dari pengambilan kontainer kosong di depo petikemas untuk dibawa ke pabrik/ gudang untuk diisi komoditi yang akan di eksport. Kegiatan ekspor tidak lain bertujuan untuk mengirim barang keluar negeri.Kegiatan ekspor dilanjutkan dengan membawa kontainer tersebut kedalam BICT, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses ekspor, OpenStacking adalah penentuan waktu penumpukan kontainer eksport yang telah ditentukan oleh Pelindo, dan Closing Time13.

Open stacking yang biasanya disebut dengan open kapal biasanya waktu dimana sebuah kapal yang membawa muatan impor telah selesai dibongkar dan bersiap untuk berganti muatan untuk mengangkut barang eksport. Waktu open kapal biasanya bervariasi tergantung jadwal pelayaran, pada open kapal biasanya ekspedisi sudah mulai memasukkan barang yang akan di eksport kedalam dermaga penumpukan BICT.

Closing time atau yang biasa disebut sebagai jam klosing merupakan deadline atau jam terakhir pemasukan kontainer kedalam dermaga penumpukan.


(46)

Pada waktu klosing PELINDO menutup penerimaan kontainer dan mulai memasukkan kontainer-kontainer ekspor ke kapal, sedangkan kontainer eksport yang belum berada didermaga sudah dilarang melewati pintu gate BICT. Kontainer yang melewati jam klosing mengharuskan ekspedisi mengganti kapal yang akan digunakan, penggantian kapal biasanya sudah ditentukan oleh pihak pelayaran, hal ini juga menjadi salah satu penyebab keterlambatan impor barang di negara tujuan.

Untuk memasuki areal dermaga supir harus terlebih dahulu meminta NPE (Nota Pelayanan Eksport) dari ekspedisi untuk ditunjukkan kepada Operator Gate dan petugas Gate Bea dan Cukai. Setelah menunjukkan NPE kepada petugas pintu selanjutnya truck melewati pos Bea Cukai, disini petugas akan memeriksa kondisi fisik kontainer, kelengkapan surat, dan pengecekan nomor seal yang terpasang di kontainer.

Tidak jauh berbeda dengan proses import, proses eksport memiliki atura-aturan yang dapat di rubah tergantung dengan situasi. Jam klosing sendiri bisa di perpanjang tergantung negosisasi. Istilah “Tembus Klosing” yang biasa dilakukan ekspedisi untuk memasukkan barang meskipun telah lewat jam klosing, ekspedisi biasanya memberitahukan perihal keterlambatan dengan petugas yang melakukan penumpukan. Keterlambatan maksimal yang dapat di tolerir adalah sampai 2 jam dari jam klosing, keterlambatan tersebut dapat di tebus dengan memberikan sejumlah “Angka” kepada petugas. Tentu saja ini merupakan hal yang salah mengingat Pelindo dengan tegas melarang setiap anggotanya untuk menerima uang dan melakukan korupsi.


(47)

“Kita bisa tembus klosing, asal kita pastikan motor kita sampe jam berapa, pokoknya maksimal 2 jam dari jam klosing, biasanya bayar 400 ribu tergantung kau pande-pande lobi” (wawancara dengan Pak Adek, Mandor Angkutan).

Kemudian supir mencari dan bertanya lokasi penurunan kontainer tersebut kepada Telly bongkar, penentuan lokasi penumpukan tergantung kapal yang akan digunakan, jadwal keberangkatan, dan pelayaran. Ada total 4 Blok dengan total 44 slot yang disediakan Pelindo untuk kegiatan stacking, penumpukan ini dilakukan oleh Telly dan operator tenggo.

Lamanya waktu pembongkaran kontainer kedalam blok penumpukan dipengaruhi oleh jumlah trado yang mengantri pada blok pembongkaran dan ketersediaan alat bongkar. Alat bongkar yang dipakai biasanya menggunakan kalmar namun hal tersebut dapat dikondisikan dengan keadaan di lapangan, tenggo dapat diperbantukan atas perintah supervisi bila blok penumpukan sudah mulai padat.

Pembongkaran dilakukan secara bergiliran, satu persatu kontainer diturunkan dan ditempatkan, tenggo menyisir lokasi satu persatu diikuti trado-trado yang membawa Kontainer eksport. Proses ini memang cukup memakan waktu, namun proses ini dianggap lebih mudah karena sifatnya hanya menyusun dibandingkan proses muat yang harus mencari dan memindahkan tumpukan-tumpukan kontainer. Proses penumpukan dilakukan jika ada Delay atau keterlambatan kapal yang datang atau waktu menunggu kapal selanjutnya masih yang memungkinkan untuk dilakukannya proses penumpukan.


(48)

Setelah proses penumpukan, pada waktu yang telah ditentukan proses dilanjutkan ke proses pemuatan Kontainer kedalam kapal. Ada dua tipe pembongkaran yang dilakukan, tipe pertama yaitu pembongkaran langsung dari trado angkutan ke kapal menggunakan crane kapal, tipe kedua adalah melakukan estafet dari blok penumpukan sementara ke atas kapal. Tipe pemuatan kedalam kapal ini digunakan tergantung pada keadaan dan urgensi barang tersebut.

Proses memuat muatan kapal dari blok penumpukan biasanya dilakukan dengan kerjasama antara pengemudi head truck Pelindo dengan foreman dan operator crane serta Telly yang bertugas. Pengemudi mobil langsir, Telly, operator crane kapal dan tenggo, dan foreman bekerja sama dalam melakukan estafet kontainer dari blok penumpukan ke dalam kapal.

Proses-proses ini menjadi cerminan kinerja yang mempengeruhi Pelindo dalam segi pelayanan, baik pelayanan untuk pihak pelayaran maupun pihak ekspedisi dan supir yang akan berdampak besar pada proses eksport di pelabuhan Belawan.

3.2. Kegiatan Terminal Penumpukan Kontainer Domestik (TPKD)

Terminal Penumpukan Kontainer Domestik (TPKD) adalah terminal yang difungsikan sebagai terminal antar pulau. Terminal yang mendukung kegiatan perdagangan dalam negeri ini memiliki Kegiatan utama yakni kegiatan pengiriman barang antar pulau dan kegiatan penerimaan barang yang datang dari antar pulau.


(49)

Kegiatan ini pada dasarnya sama seperti kegiatan didalam terminal internasional baik dalam bentuk eksport maupun import, yang membedakan hanyalah terminal ini diperuntukkan untuk proses pengiriman antar pulau.

Proses yang dilakukan untuk pembongkaran kontainer dari kapal ke areal CY pun terbilang sama, dari crane kapal, ke mobil langsir, kemudian ke tanggo lalu ke blok penumpukan, ada 3 perusahan pelayaran besar yang menjadi klien utama dermaga antar pulau, ketiga perusahaan tersebut adalah TANTO, Salam Pacifik Intim Lines (SPIL), dan Meratus.

Dalam kegiatan pemuatan kontainer dari blok penumpukan ke atas mobil pengangkut, langkah yang dilakukan sama seperti proses penerimaan import barang. Kontainer dari kapal di bongkar keatas gandengan mobil langsir Pelindo dan diletakkan di masing-masing blok penumpukan, untuk blok penumpukan TPKD sendiri Pelindo menyediakan kurang lebih 17 blok penumpukan.

Pekerja yang melakukan pembongkaran juga terbilang sama yakni Telly dan operator tenggo. Tidak banyak perbedaan yang mencolok antara terminal masuk domestik dengan terminal import internasional, cara kerja dan sistem kerjanya relatif sama, mulai dari masuknya trado kedalam areal TPKD sampai proses keluar meninggalkan areal BICT, termasuk dalam aturan main yang berlaku di lapangan seperti kebiasaan-kebiasaan yang menjadi kewajiban dalam terminal import internasional.

Namun tetap ada kekhasan masing masing cara kerja, untuk proses muat dalam terminal masuk domestik, perbedaan yang mencolok pada


(50)

prosespengambilan EIR. Supir diharuskan mengambil EIR atau Equipment Interchange Recipt14, ketika sudah muat dan akan melewati Gate BICT, didalam EIR berisi keterangan-keterangan yang menyatakan keadaan kontainer ketika dikeluarkan dari TPKD, EIR berguna sebagai surat yang sah atas claim kerusakan kontainer pada saat pemulangan kontainer kedepo karena EIR adalah bukti sah keadaan kontainer yang keluar dari dalam Terminal sama dengan kondisi fisik kontainer dilapangan.

Tempat pengambilan EIR beragam tergantung pelayaran masing-masing, untuk beberapa pelayaran seperti MERATUS dan SPIL menyediakan tempat pengambilan EIR di dekat pintu keluar BICT, sedangkan beberapa pelayaran lainnya seperti TANTO dan CTP mengharuskan pengambilan EIR di depo masing–masing.

Pelindo juga mengeluarkan EIR untuk setiap kontainer yang keluar maupun yang masuk kedalam areal BICT baik untuk terminal domestik maupun internasional, proses ini dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan. Pelindo berkewajiban mengeluarkan EIR untuk meminimalisir kerugian akibat tuntutan-tuntutan yang bukan disebabkan oleh kesalahan Pelindo.

Pelindo mengijinkan mobil gerobak berbadan tunggal dan trado untuk masuk ke terminal TPKD, perbedaan untuk terminal BICT dimana Pelindo hanya mengijinkan mobil trado untuk masuk kedalam. Mobil gerobak adalah mobil berchasis tunggal tidak memiliki trailer, dan berlantai kayu atau besi.

14Equipment Interchange Recipt adalah document sebagai hasil survey yang mencatat keterangan

mengenai kondisi atau kerusakan pada bagian container pada waktu penyerahan atau peralihan Tanggung jawab. EIR harus ditanda-tangani yang menyerahkan / menerima.


(51)

Ada peraturan khusus yang tidak tertulis yang terjadi didalam terminal domestik, dimana mobil gerobak lebih di khususkan dan di utamakan untuk muat ketimbang mobil trado, peraturan ini diketahui oleh supir-supir dan pemilik angkutan, tidak banyak yang tahu kapan hal ini mulai terjadi. Meskipun menjadi gerobak menjadi prioritas bukan berarti trado tidak mendapat pelayanan dan hak yang sama.

“sama juga susah juga trado di antar pulau bang, ngutamakan gerobak kadang, padahal samanya kami bayar uang muat” (wawancara dengan Bayu, supir angkutan).

Banyaknya barang yang masuk melalui dermaga antar pulau sering kali membuat Pelindo kewalahan, keterbatasan sarana serta kendala-kendala lain seperti kerusakan alat sering sekali terjadi di dermaga antar pulau. Banyak supir yang mengeluhkan lamanya proses muat di dalam, hal ini berdampak besar pada penurunan pendapatan supir gerobak, dikarenakan kendaraan mereka yang tidak dapat di potong di gudang seperti trado.

“dari jam 10 pagi, 7 jam uwak muat di dalam, gara-gara alat rusak, bolak balik ketiduran aku didalam, aturannya barangnya bongkar langsung jadi gantung besok diantar satu trip gantung jadinya uwak hari ini” (wawancara dengan Wak Manca, supir angkutan).

Untuk proses pembongkaran kontainer sendiri prosedur yang sama juga diterapkan oleh Pelindo, prosedur mengenai Closing Time diberlakukan sama, mudahnya bisa dibilang seperti eksportnya antarpulau. Perbedaan yang terlihat dalam tiket masuk kendaraan menggunakan Sp2 bongkar, jika pada Eksport


(52)

Internasional menggunakan NPE, di antar pulau menggunakan Sp2 Bongkar. Sp2ini berbeda dengan Sp2 yang dikeluarkan Pelindo, Sp2 ini dikeluarkan oleh pihak pelayaran sebagai bukti pengiriman barang antar pulau.

3.3. Pembagian Pekerjaan Dan Sistem Kerja

Pembagian pekerjaan di bagi kedalam beberapa bidang pekerjaan, bidang operasional, pelayanan, serta perawatan dan pemeliharaan. Pembagian kerja yang dilakukan diatur dalam beberapa kelompok atau grup kerja. Masing-masing grup bekerja sesuai dengan jadwal jaga dan shif kerja yang telah di tentukan masing- masing.


(53)

3.3.1 Pembagian Kerja

Pembagian kerja dibagi kedalam beberapa kelompok bagian kerja, diantaranya penanggung jawab kegiatan operasional, pelaksana kegiatan operasional dan operator alat. Pembagian kerja kemudian dikelompokkan kembali dalam beberapa bidang sesuai dengan kegiatan kerjanya. Berikut jumlah anggota masing-masing bagiannya :

1. Penanggung Jawab Kegiatan Operasional

Supervisi Perencanaan Planner 4 orang

Asisten Manajer Pelayanan Operasi 1 orang

Asisten Manajer Perencanaan dan Pengendalian Operasi 1 orang Pelaksana Perancanaan dan Pengendalian Operasi Senior/ PPSA dan

Adm. Reefer Export 1 orang

Pelaksana Pelayanan Operasi Senior / Adm. TKBM dan Reefer

Import 1 orang

Staf Pelayanan Pelanggan 1 orang

Staf Pemasaran Senior / Penanganan Claim 1 orang Pelaksana Perencanaan dan Pengendalian Operasi 2 orang

Adm. Reefer Export 2 orang

Adm. Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan 1 orang

Adm. Pengoperasian Alat 1 orang

Adm. Kinerja Operasi 1 orang

Adm. Operasi 1 orang

Koordinator Behandle 1 orang

Foreman dan Stevedore 10 orang


(54)

2. Petugas Pelaksana Kegiatan Operasional

Supervisi Pelayanan Bongkar / Muat 4 orang

Koordinator Gate 4 orang

Petugas Gate 12 orang

Adm. Portlog / Petugas HHT 4 orang

Koordinator Lapangan 4 orang

Petugas Lapangan (Tally) Dermaga 20 orang

Petugas Tally Lapangan 55 orang

Petugas Lapangan Reefer 8 orang

Tabel 3 Jumlah Petugas Pelaksana Kegiatan Operasional

3. Operator

Koordinator Alat CC 4 orang

Koordinator Alat RTG 4 orang

Operator Reach Stacker 8 orang

Operator Side Loader 4 orang

Operator CC 28 orang

Operator RTG 44 orang

Operator HeadTruck 62 orang

Tabel 4 Jumlah Petugas Operator Alat Bongkar Muat

Ada tiga kegiatan kerja utama didalam BICT yang mendukung fungsi utama Pelayanan kegiatan operasional bongkar muat dermaga, masing-masing kegiatan terdapat bidang kerja yang saling bersinergi, ketiga kegiatan tersebut meliputi :

Kegiatan Stevedoring adalah kegiatan pembongkaran barang dari dan ke kapal dengan menggunakan peralatan mekanis, non mekanis dan moda transportasipendukungnya. Beberapa bagian yang ada didalam kegiatan Stevedoring meliputi :

Stevedore adalah pelaksana, penyusun rencana dan pengendalian kegiatan bongkar muat diatas kapal.


(55)

Chief tally clerk adalah penyusun rencana pelaksana dan pengendali perhitungan fisik, pencatatan dan survey kondisi barang pada setiap pergerakan bongkar muat dan dokumentasi serta membuat laporan secara periodik.

Foreman adalah pelaksana dan pengendali kegiatan operasional bongkar muat barang dari dan kapal sampai ke tempat penumpukan barang dan sebaliknya serta membuat laporan periodik hasil kegiatan bongkar muat.

Tally clerk adalah pelaksana yang melakukan kegiatan perhitungan pencatatan jumlah, merek, dan kondisi setiap gerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan.

Mistry adalah pelaksana perbaikan kemasan barang dalam kegiatan stevedoring, cargodoring, dan recieving/delivery.

Watchman adalah petugas pengawas dan pelaksana keamanan barang pada kegiatan stevedoring, cargodoring, dan recieving/delivery.

Kegiatan Cargodoringadalah kegiatan mengeluarkan barang dari dermaga dan mengangkut dari dermaga kelapangan penumpukan barang di gudang/ lapangan penumpukan dan sebaliknya. Kegiatan ini memiliki beberapa bagian yaitu :


(56)

Quay supervisor adalah petugas pengendali kegiatan operasional bongkar muat barang di dermaga dan mengawasi kondisi barang sampai ketempat penimbunan dan sebaliknya.

Tally clerk adalah pelaksana yang melakukan kegiatan perhitungan pencatatan jumlah, merek, dan kondisi setiap gerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan.

Watchman adalah petugas pengawas dan pelaksana keamanan barang pada kegiatan stevedoring, cargodoring, dan recieving/delivery.

Kegiatan Recieving/delivery merupakan kegiatan penerimaan dan penyerahan barang dari gudang/ lapangan penumpukan barang didaerah lini 1 dan menyusun keatas kendaraan truk dipintu gudang/ lapangan penumpukan barang lini 1 atau sebaliknya untuk seterusnya disampaikan kepada Shipper. Kegiatan ini memiliki beberapa bagian yaitu :

Tally clerk adalah pelaksana yang melakukan kegiatan perhitungan pencatatan jumlah, merek, dan kondisi setiap gerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan.

Mistry adalah pelaksana perbaikan kemasan barang dalam kegiatan stevedoring, cargodoring, dan recieving/delivery

Watchman adalah petugas pengawas dan pelaksana keamanan barang pada kegiatan stevedoring, cargodoring, dan recieving/delivery.


(57)

3.3.2. Sistem Kerja

Pelabuhan beroperasi terus menerus 24 jam sehari, 7 hari seminggu, termasuk hari Minggu dan tanggal merah jika ada kapal yang berlabuh, menyesuaikan roda perekonomian dunia yang tidak pernah berhenti berputar, serta sebagai bukti profesionalitasnya dalam menyelenggarakan kegiatan di pelabuhan dibutuhkan pembagian kerja yang jelas agar para karyawannya mampu bekerja secara optimal.

Jam kerja reguler dibagi menjadi 3 shift dengan 8 jam kerja termasuk 2 jam waktu untuk istirahat, sholat dan makan. Hal ini berlaku untuk seluruh pegawai Pelindo dan Karyawan Kopkarpel dalam bagian pengawasan dan pelaksana kegiatan. Setiap shift diisi oleh grup kerja yaitu jumlah tenaga kerja dalam satu regu kerja. Sedangkan untuk hari Minggu dan hari libur nasional perhitungan jam kerja termasuk kedalam jam lembur.

Jam kerja dihitung ketika pekerja melakukan absensi sidik jari kehadiran pada shift masing-masing, keterlambatan yang di tolerir adalah 10 menit dari masing-masing shift yang telah di tentukan. Jam kerja Shift Pertama dimulai pukul 00.00 malam sampai pukul 08.00 pagi, untuk Shift Kedua jam kerja dimulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 16.00 sore, dan Shift Ketiga dimulai pukul 16.00 sore sampai pukul 00.00 malam. Masing-masing shift memiliki waktu istirahatnya masing-masing.

Untuk waktu istirahat siang sendiri Pelindo menetapkan Jadwal Istirahat siang pukul 12.00 siang sampai 13.00 pada hari biasa. Sedangkan khusus hari Jum’at jam istirahat sedikit agak lama menyesuaikan jadwal shalat Jum’at yakni


(58)

pukul 12.00 sampai 13.30. Istirahat kedua pukul 18.00 sampai pukul 19.00 malam setiap hari.

Istilah istirahat disebut dengan waktu pause, pada jam ini semua kegiatan aktifitas pelabuhan berhenti seluruh pekerja baik Pelindo, Kopkarpel, pengangkutan maupun ekspedisi dan pihak depo memanfaatkan waktu ini untuk bersantai. Pada jam pause biasanya dimanfaatkan Telly untuk menagih imbalan dengan mendatangi pangkalan-pangkalan.

3.3.3. Sistem Gaji

Gaji yang diterima oleh pegawai dan karyawan berbeda tergantung masing masing jabatan yang dipegang. Sistem penggajian pada Pelindo sebagai salah satu BUMN di kota Medan belumlah terkomputerisasi sepenuhnya; atau dengan kata lain masih menggunakan sistem manual.

Beberapa istilah dan pengertian yang berkaitan dengan penggajian karyawan pada Pelindo, antara lain: “jabatan” adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, kewajiban, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai (karyawan); “kelas jabatan” adalah tingkat jabatan yang didasarkan pada nilai jabatan dan digunakan sebagai dasar penetapan penghasilan; “upah” adalah penghasilan ditambah tunjangan yang diterima pegawai (karyawan) selama 1 (satu) bulan selanjutnya dapat disebut take home pay; “penghasilan” adalah penerimaan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai (karyawan) didasarkan kepada jabatan dan kelas jabatannya, ditetapkan atas dasar sistem merit; “gaji pokok golongan” adalah gaji berdasarkan pangkat dan


(59)

golongan pegawai (karyawan) yang dipakai untuk menetapkan/menghitung besaran manfaat pensiun dan iuran pensiun.

Untuk gaji yang diterima anggota Kopkarpel pada awal bekerja adalah sekitar 2.250.000 rupiah. Gaji tersebut belum termasuk dengan uang lembur dan uang tunjangan lainnya. Kenaikan gaji diperoleh dari lamanya masa kerja yang diabdikan selama bekerja dan akan dihitung per-tahunnya, rata-rata kenaikan dihitung dari jumlah kehadiran dan prestasi kerja yang baik.

3.3.4. Penerimaan dan Pengangkatan

Penerimaan, pengangkatan dan penempatan pegawai (karyawan) merupakan hak dan kewenangan Pelindo yang dilaksanakan oleh Direksi (berbentuk keputusan Direksi) sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Penerimaan karyawan dilakukan dengan mengisi formasi sesuai dengan kebutuhan perusahaan saat itu.

Pegawai (karyawan) masa percobaan (calon pegawai) dapat diangkat sebagai karyawan tetap melalui masa percobaan selama satu tahun. Pengangkatan karyawan masa percobaan menjadi karyawan didasarkan pada, antara lain: penilaian kinerja; pelatihan orientasi; rekomendasi atasan langsung; dan kesehatan. Pengangkatan karyawan dalam pangkat dan kelas jabatan ditetapkan berdasarkan Keputusan Direksi, dengan mempertimbangkan persyaratan dan kriteria yang jelas, objektif, transparan dan dapat diketahui oleh setiap karyawan.

Kepada pegawai (karyawan) dilakukan penilaian karya secara periodik satu tahun sekali. Tata cara penilaian karya pegawai diatur tersendiri dalam


(60)

Keputusan Direksi, yaitu mengacu pada KPI (Key Performance Indicator) dengan memperhatikan asas-asas transparansi dan dapat dipertanggungjawabkan.

3.3.5. Tunjangan dan Bonus

Selain gaji, karyawan berhak memperoleh kesejahteraan sesuai kemampuan perusahaan. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terdiri dari: tunjangan kemalangan, tunjangan mobilitas, tunjangan jabatan bagi pejabat tertentu, tunjangan telepon dan handphone bagi pejabat tertentu, tunjangan keamanan, tunjangan cuti tahunan, tunjangan hari raya keagamaan (THR), tunjangan uang transportasi, insentif pemanduan, insentif BICT, bonus, asuransi pegawai asuransi bagi pejabat tertentu, bantuan menunaikan ibadah haji, pakaian seragam perusahaan dan kartu pegawai, natura makan siang, uang duka, biaya pemakaman, tunjangan perumahan akhir masa tugas, penghargaan pengabdian, bantuan paket pensiun, manfaat dan gaji dasar pensiun, perawatan dan pengobatan, fasilitas kendaraan, gaji ke-13, fasilitas kesehatan, ibadah dan olahraga.


(61)

BAB V

PERATURAN-PERATURAN SERTA PENERAPANNYA

DILAPANGAN

Proses bongkar muat yang dilakukan di pelabuhan Belawan memiliki koridor yang telah ditentukan melalui peraturan-peraturan yang bersifat mengikat antara Perusahaan Bongkar Muat (PELINDO I) dengan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) serta Penyedia Jasa Bongkar Muat (KOPKARPEL).

Sejak dikeluarkannya keputusan bersama yang mengubah kendali operasional bongkar muat yang awalnya berada di bawah PBM menjadi berada di tangan UUJBM (Unit Usaha Jasa Bongkar Muat). Perpindahan ini berakibat kepada berubahnya hak dan kewajiban masing-masing pihak dimana TKBM tidak berkewajiban lagi kepada PBM untuk secara professional melaksanakan proses bongkar muat di pelabuhan Belawan.

Perubahan ini selain berdampak pada menurunya profesionalitas yang dirasakan pada PBM, juga dirasakan oleh TKBM dimana banyak diantara mereka mendapat ketidakadilan dalam memperoleh hak yang seharusnya mereka dapat. Ketidakadilan ini berdampak pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan TKBM terhadap peraturan-peraturan yang ada.

Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi seperti adanya pungutan-pungutan liar di lapangan sering terjadi di lapangan. Hal ini bukan saja berdampak pada


(62)

menurunnya tingkat kepuasan terhadap pelayanan PBM namun dapat berdampak pada menurunnya tingkat produktivitas PBM itu sendiri.

4.1. Peraturan - Peraturan

Perubahan-perubahan yang terjadi akibat dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama yang tertuang didalam salah satu pasal Keputusan Bersama tersebut menyebutkan bahwa15 :

1. Kegiatan Unit Usaha Jasa Bongkar Muat Meliputi : a. Administrasi Operasi, terdiri dari :

1. Registrasi TKBM

2. Pengelompokan TKBM menjadi regu-regu kerja 3. Menyediakan TKBM

4. Mengatur Gilir Kerja TKBM

b. Pelayanan jaminan perlindungan kesejahteraan, terdiri dari : 1. Penyedia transportasi

2. Penyediaan pakaian, sepatu, dan topi keselamatan kerja (helmet), sarung tangan serta masker.

3. Asuransi

4. Tunjangan Hari Raya 5. Pendidikan dan Latihan 6. Tunjangan Perumahan

2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). UUJBM Koperasi TKBM menerima biaya administrasi operasional sesuai dengan ketentuan yang diaturoleh Menteri Perhubungan.

3. Pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), disesuaikan dengan kondisi masing-masing pelabuhan.

Dari pasal 7 peraturan diatas dapat dilihat bahwa UUJBM mengatur secara penuh administrasi operasi yang meliputi penggajian, penerimaan hingga mengatur giliran kerja. Kecendrungan yang terjadi dilapangan adalah UUJBM dalam hal ini KOPKARPEL melakukan ketidakadilan berupa seringterjadinya

15Pasal 7 Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Direktur Jenderal Pembinaan

Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : AL.59/1/12-02 ; 300/BW/2002;13/SKB/DEP.I/VIII/2002 tentang pembinaan dan pengembangan koperasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan.


(63)

keterlambatan dalam pembayaran hak-hak pekerja.Keterlambatan yang di keluhkan seperti pembayaran uang lembur, bonus dianggap menjadi masalah utama timbulnya aturan-aturan main baru yang berlaku di lapangan.

“ Uang lembur kami banyakan telatnya, kadang lama kali dibayar, tengok la sampe demon-demon kami”

(wawancara dengan Wak Edo, Telly)

Demonstrasi yang terjadi pada tanggal 10 Februari 2016 lalu merupakan cerminan ketidakadilan yang diterima oleh karyawan yang menuntut pembayaran atas hak-haknya yang lama tertunda, mereka juga mempertanyakan kejelasan status mereka sebagai karyawan dan anggota Kopkarpel.

Dalam pasal 7 diatas UUJBM juga memiliki wewenang untuk menyediakan TKBM. Hal ini dinilai dapat menimbulkan praktek-praktek kecurangan tersendiri, pekerja menganggap adanya indikasi kecurangan dimana koperasi beralih fungsi menjadi sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja “outsourcing”. Ini dianggap mencurangi dasar pendirian koperasi dimana Koperasi Karyawan Pelabuhan sejatinya didirikan untuk mensejahterakan anggotanya.

Beberapa fasilitas yang diberikan seperti adanya “Bus Shuttle” sebagai sarana fasilitas transportasi yang disediakan bagi para pekerja dalam memaksimalkan pekerjaan. Fasilitas lain yang diberikan koperasi kepada karyawan adalah penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), Safety Boots, Helm, Rompi Lapangan yang dinilai cukup memenuhi standar diberikan kepada masing-masing petugas lapangan.


(64)

4.2. Pola Hubungan dan Aturan yang Berlaku dilapangan.

4.2.1. Pola Hubungan Antara Telly dengan Ekspedisi.

Aturan-aturan lain yang tidak tertulis dan menjadi rahasia umum antara pekerja Kopkarpel khususnya petugas Telly lapangan dengan ekspedisi maupun para supir angkutan didasari oleh rasa saling membutuhkan, pengertian dan solidaritas. Hubungan ini dibangun dengan saling memanfaatkan wewenang masing-masing bagian.

Hal-hal seperti pengutipan liar diluar kewajiban, dinilai sebagai rasa terima kasih atas kerjasama dan batuan Telly kepada ekspedisi. Bantuan-bantuan yang diberikan seperti prioritas muat, mencari lokasi kontainer yang tidak pada tempatnya hingga pengaturan alat dilapangan dinilai sangat penting bagi kelancaran pekerjaan ekspedisi, meskipun hal tersebut sudah menjadi salah satu dari bagian pekerjaan seorang Telly.

Tidak ada yang tahu kapan awal mula peraturan ini dilakukan, satu hal yang pasti semua bermula dari kebiasaan ekspedisi memberikan imbalan rasa terima kasih. Imbalan yang diberikan awalnya sekedar uang rokok, kebiasaan inilah yang dinilai menjadi awal mula terbentuknya semacam trend dikalangan Telly untuk memprioritaskan barang-barang yang diurus oleh masing-masing ekspedisi.

“udah dari jaman kontiner masih diangkut becak kayak gitu mainnya, ada angka lebih kau kasikan la, kan dibantu juganya kau sama orang itu, jangan pelit-pelit kali, gak dibantu orang itu kau juga yang susah”


(65)

Sebagian ekspedisi memang merasa keberatan dengan adanya kebiasaan-kebiasaan ini, hal ini dinilai sebagai pungutan liar diluar kewajiban. Namun jika di telusuri lebih jauh, adanya dana khusus yang diberikan setiap kantor ekspedisi sebagai uang pelancar di lapangan. Dana ini dikhususkan untuk memperlancar kinerja mereka di lapangan, baik dalam pengurusan dokumen maupun urusan lapangan. Dana yang dikeluarkan bervariasi tergantung kebijakan perusahaan masing-masing.

Umumnya Telly tidak mengetahui berapa pastinya dana tersebut dikeluarkan oleh kantor ekspedisi, mereka hanya menerima berapa jumlah yang diberikan dari petugas ekspedisi yang ada di lapangan. Tidak ada patokan jumlah yang harus diberikan kepada mereka, karena jumlah uang yang diberikan hanya sekedar uang terima kasih.

Terlepas dari itu semua banyak ekspedisi yang merasa tidak keberatan dengan adanya peraturan-peraturan semacam ini, sebagian dari mereka malah mengkhawatirkan penghapusan uang pelancar. Pemotongan-pemotongan uang pelancar juga menjadi hal yang diajarkan dan diturunkan turun-temurun oleh sesama ekspedisi. Ada korupsi tersendiri yang dilakukan ekspedisi terhadap pendistribusian uang pelancar dilapangan kepada Telly. Hal tersebut sudah menjadi rahasia umum dikalangan ekspedisi.

“kalo dikasi 50 ribu per kontiner kasikan teli 20 perkontiner, pande-pande la atur uangnya, yang penting jaga hubungan aja sama orang itu”


(66)

Hal-hal semacam ini yang membuat solidaritas antara Telly dan ekspedisi terjalin, hubungan personal antara mitra kerja yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Kebiasaan yang menjadi kewajiban ini dianggap hal yang biasa karena tidak ada yang merasa dirugikan dalam menjalaninya. Telly mendapat uang masuk tambahan untuk kesehariannya dari apa yang seharusnya sudah menjadi kewajiban tugasnya sementara ekspedisi tidak merasa dirugikan karena bukan uang pribadinya yang diberikan.

Ada semacam sanksi tersendiri di kalangan Telly dan ekspedisi kepada orang yang dianggap bertingkah dengan aturan yang sudah ada. Julukan-julukan seperti “kayu laut”, “koboi”, “ekspedisi bawah pohon” sering diberikan kepada ekspedisi-ekspedisi yang pelit untuk soal bagi-bagi uang pelancar. Istilah-istilah seperti “Telly tengik” juga diberikan kepada Telly yang bekerja mengikuti peraturan dasar kerjanya. Istilah ini menjadi nama trend si pemilik sebagai sebuah sanksi di kalangan pekerja pelabuhan khususnya kawasan BICT.

“kayu laut itu keras, sama kayak hatinya keras kali, semua mau makan sendiri. Koboi itu tukang tembak, kerjanya nembak aja, janji-janji tak jelas. Kalo ekspedisi bawah pohon itu dia ntah dimana-mana pangkalannya, payah kali carik dia, duduknya dibawah pohon-pohon di belawan ini la”

(wawancara dengan Sadli, Telly)

Kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pribadi dilapangan adalah hal yang umum dan menjadi dasar terbentuknya penyimpangan-penyimpangan ini. Pekerja-pekerja yang berada di lapangan mayoritas laki-laki, hampir semua dari mereka


(67)

merupakan perokok. Kondisi pelabuhan yang panas dan gersang juga mengharuskan mereka untuk banyak minum, dari situlah istilah uang rokok dan uang minum muncul di kalangan pekerja pelabuhan. Hal yang sangat lumrah mempertanyakan “uang rokok” atau “uang minum” kepada setiap jasa yang dilakukan dikalangan pekerja pelabuhan.

4.2.2. Pola Hubungan Antara Telly dengan Supir.

Hubungan antara Telly dengan supir tidak jauh berbeda dengan Telly dengan ekspedisi, masing-masing saling membutuhkan antara satu sama lain. Supir adalah pengemudi head truck luar yang ditugaskan untuk mengambil dan membawa kontainer dari dalam kawasan BICT menuju lokasi-lokasi yang ditentukan oleh ekspedisi.

Biasanya ekspedisi menentukan penggunaan angkutan yang dipakai dalam menyelesaikan delivery barang kepada pemilik barang. Perbandingan ongkos, serta kualitas pelayanan membuat ramainya kompetisi dikalangan pemilik angkutan. Banyaknya pengangkutan-pengangkutan baru semakin meramaikan pertumbuhan dan perkembangan dunia kepelabuhanan .

Supir angkutan yang muat di dalam BICT akan berhubungan langsung dengan Telly, supir akan memberikan SP2 yang sebelumnya diberikan oleh ekspedisi sebagai tiket masuk areal BICT kepada Telly untuk mencari lokasi dan nomor kontainer yang akan dimuat. Supir-supir biasanya memberikan uang muat sebesar Rp 5000 kepada Telly yang bertugas di blok tersebut.


(1)

dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca. Besar harapan saya skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pembacanya.

Medan, Oktober 2016 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN... PERNYATAAN ORIGINALITAS ...

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 4

1.3. Rumusan Masalah ... 8

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Metode Penelitian ... 9

1.5.1. Observasi (Non-Partisipasi) ... 10

1.5.2. Wawancara Mendalam ... 10

BAB II KOPERASI KARYAWAN PELABUHAN ... 2.1. Sejarah Pembentukan Koperasi Karyawan Pelabuhan ... 12

2.1.1. Badan Usaha Karya (Juni 1969 – Desember 1977) ... 12

2.1.2. Yayasan Usaha Karya (Januari 1978 – September 1988)... 13

2.1.3. Badan Sementara Pengelola Pekerjaan Bongkar Muat (Oktober 1988 – Mei 1989) ... 14

2.1.4. Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (Juni 1989 – Sekarang) ... 15

2.2. Latar Belakang Pembentukan Koperasi Karyawan Pelabuhan ... 17

2.3. Struktur Organisasi Koperasi Karyawan Pelabuhan ... 17

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 2.1. Deskripsi Kota Belawan ... 21


(3)

2.1.1. Letak Geografi ... 21

2.1.2. Kependudukan ... 23

2.1.3. Sejarah Kota Belawan ... 24

2.1.4. Mata Pencaharian ... 26

2.2. Deskripsi Pelabuhan Belawan ... 28

2.2.1. Sejarah Terminal Petikemas Gabion Belawan... 29

2.2.2. Letak Geografi Pelabuhan ... 33

2.2.3. Fasilitas ... 35

BAB IV AKTIFITAS BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT) dan TERMINAL PENUMPUKAN KONTAINER DOMESTIK (TPKD) ... 3.1. Kegiatan Belawan International Container Terminal (BICT) ... 38

3.1.1. Kegiatan Import ... 38

3.1.2. Kegiatan Eksport... 55

3.3. Pembagian Pekerjaan Dan Sistem Kerja ... 62

3.3.1 Pembagian Kerja ... 63

3.3.2. Sistem Kerja ... 67

3.3.3. Sistem Gaji ... 68

3.3.4. Penerimaan dan Pengangkatan ... 69

3.3.5. Tunjangan dan Bonus ... 70

BAB V PERATURAN-PERATURAN SERTA PENERAPANNYA DILAPANGAN ... 4.1. Peraturan - Peraturan ... 72

4.2. Pola Hubungan dan Aturan yang Berlaku dilapangan. ... 74

4.2.1. Pola Hubungan Antara Telly dengan Ekspedisi. ... 74

4.2.2. Pola Hubungan Antara Telly dengan Supir. ... 77

4.3. Hubungan Kerja Antar Telly ... 80

4.3.1. Kekompakan ... 80

4.3.2. Persaingan Kerja ... 81

4.4. Dampak Yang Ditimbulkan ... 83

4.4.1. Dampak Bagi Para Telly ... 83


(4)

4.4.3. Dampak Bagi Ekspedisi ... 84

4.4.4. Dampak Bagi Supir Angkutan ... 85

4.5. Harapan Para Pekerja Dalam Bekerja ... 85

BAB VI PENUTUP ... 5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

DATA INFORMAN ... 93


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi Koperasi Karyawan Pelabuhan ... 20

Gambar 2 Peta Kecamatan Medan Belawan ... 22

Gambar 3 Lokasi Areal Pelabuhan – pelabuhan di Belawan. ... 34

Gambar 4 Container Crane ... 42

Gambar 5 Rubber Tired Gantry (Tenggo) ... 44

Gambar 6 Contoh Surat SP2 ... 46

Gambar 7 Diagram Proses Bongkar Muat. ... 62

Gambar 8 Jadwal Kerja ADM Operasi dan Foreman ... 95

Gambar 9 Jadwal Koordinator CC dan RTG ... 96

Gambar 10 Jadwal Kerja Operator Head Truck ... 96

Gambar 11 Jadwal Kerja Operator CC dan RTG... 96

Gambar 12 Jadwak Kerja Operator Alat ... 96


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (BPS) ... 23

Tabel 2 Jumlah Pegawai Penanggung Jawab Operasional ... 63

Tabel 3 Jumlah Petugas Pelaksana Kegiatan Operasional ... 64