Pengertian Regulasi Penyiaran KERANGKA TEORI

30 instrumen dominasi kelas. Kelas pemodal menggunakan kekuasaan ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan bahwa arus informasi publik berjalan sesuai dengan misi dan tujuan mereka. Kedua, analisis strukturalis cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monolitik, mapan, statis, dan determinan. Analisis strukturalis mengabaikan potensi dan kapasitas agen sosial untuk memberi respons terhadap kondisi-kondisi struktural. Mereka menafikan terjadinya interaksi antar agen sosial serta interaksi timbal-balik antara agen dan struktur. Ketiga, analisis konstruktivis memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurnan dan bergerak dinamis. Bahwa kehidupan media tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor lainnya seperti budaya, politik, individu, dan seterusnya. Pandangan konstruksionis, negara dan pemodal tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen penundukkan terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik dominasi dan hegemoni. 18

B. Pengertian Regulasi Penyiaran

Ada tiga hal regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim demokrasi yang menjadi salah satu urgensi mendasari penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara freedom of 18 Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 11-12. 31 speech , yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah. Namun pada saat bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivasi media seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi penggunaan spektrum gelombang radio. 19 Nilai demokrasi karenanya menghendaki kriteria yang jelas dan fair tentang pengaturan alokasi akses media. Regulasi akan menentukan interferensi signal siapa yang berhak “menyiarkan” dan siapa yang tidak. Alam peran konteks demikian regulasi berperan sebagai mekanisme kontrol control mechanism. Kedua , demokrasi menghendaki adanya “sesuatu” yang menjamin keberagaman diversity politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Dalam batas tertentu, kebebasan untuk menyampaikan informasi freedom of information memang dibatasi oleh hak privasi seseorang right to privacy dan adanaya hak privasi seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Menurut Feintuck diungkapkan bahwa limitasi keberagaman diversity sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi atas nama keberagaman. Dalam perkembangannya aspek diversity, lebih banyak diafliasikan sebagai aspek politik dan ekonomi dan ekonomi dalam konteks ideologi suatu negara. 20 19 Leen d’Heanans Frieda Saeys, Western Broadcasting at the Dawn of the 21th Century, New York: Mouten de Gruyter, 2000, h. 24-26. 20 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, Edinburgh University Press, 1998, h. 43 32 Ketiga , terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan. Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. dalam hal ini sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang pasar bebas dan AFTA. Menurut Feintuck , dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal yakni struktur, tingkah laku dan isi. 21 Regulasi struktur structural regulation berisi pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku behavioural regulation dimaksudkan untuk mengatur tata-laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi content regulation bensi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan. Dalam konteks diversitas politis dan kultural, regulasi penyiaran juga mesti berisi peraturan yang mencegah terjadinya monopoli atau penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik public service values dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang bersifat patemalistik. Menurut BergerLuckmann, proses mengkonstruksi berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality, objective reality dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. 22 21 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, h. 51 22 Peter Berger, L dan Thomas Luckmann, Social Construction of Reality terj., Jakarta: LP3ES, 1990, h. 185-187. 33 Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas termasuk ideologi dan keyakinan serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam pasar, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai objectiver reality, termasuk di dalamnya teks produk industri media, representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sedangkan subjective reality merupakan kcnstruksi definisi realitas realita dalam hal ini misalnya media, pasar, dan seterusnya yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi.

C. Konseptualisasi Konglomerasi