Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam industri media saat ini, persaingan ketat untuk menunjukan kelas pemodal yang menggunakan kekuasaan ekonomi sebagai sistem pasar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya seperti: sosial dan budaya, politik, individu dan seterusnya. Ekonomi disini dapat diartikan sebagai kekuatan, kelemahan ataupun keterbataasan kapital. Dalam arti kekuatan kapital, perusahaan media ini dapat atau mampu untuk mengakuisisi perusahaan lain. Sementara dalam keterbatasan kapital atau ingin memperkuat basis bisnis dapat dilakukan dengan konsolidasi atau merger ke berbagai media. Dugaan yang berkembang kuat selama ini adalah reformasi telah mengubah performa dan sikap pers secara umum. Tidak seperti pers Orde Baru yang terkungkung keseragaman isi dan kemasan, media pada era reformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi kata bebas ini dapat bermakna lain sebab sulit mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar mandiri. Meskipun rezim berubah dan iklim politik telah terbuka tetap diperlukan kecurigaan faktor eksternal yang berpotensi untuk mempengaruhi prilaku media dalam mengkonstruksi dan memaknai realitas. 1 2 Menurut Ben H. Bagdikian, selama dekade 1980-an, Amerika Serikat menyaksikan semakin terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang atau perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, korporasi-korporasi media ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat membentuk dan mempengaruhi lanskap sosial di Amerika. 1 Hal ini adalah yang terjadi pada Indonesia saat ini, di era globalisasi media banyak bersaing untuk mencapai media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Dalam konteks Indonesia, kita memang harus memikirkan sesuatu pendekatan yang dapat mengakomodasi soal peran negara dan kelompok kepentingan atau kelompok usaha yang mendasarkan bisnisnya pada relasi pribadi antara negara dan dunia usaha, yaitu kaum pencari rente, the rent seekers . Media massa mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik dan budaya, ditingkat lokal maupun global. Media massa adalah kelas yang mengatur dimana bukan sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu masyarakat. Media juga menjadi medium pengiklanan utama secara signifikan mampu meningkatkan penjualan produk barang dan jasa yang mampu menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara dunia produksi dan konsumsi. 1 Ben H. Bagdikian, , The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997. h. 14. 3 Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi, korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara kepemilikan saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan kerjasama, atau pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan bahkan ratusan media. 2 Fenomena ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. Kepemilikan media, bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan bagaimana lanskap sosial, citraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol dan disosialisasikan ada masyarakat. Contohnya dalam korporasi media saat ini di Indonesia seperti PT. MNC Group, PT. Trans Corp, KKG, Salim Grup, Jawa Pos Grup, dan lain-lain. PT. Media Nusantara Cipta PT. MNC Terbuka merupakan salah satu perusahaan media di Indonesia yang memiliki bisnis di bidang broadcasting media RCTI, Global TV, TPI, SUN TV Network, Print media Sindo, Genie, MomKiddie, Realita, HighEnd, HighEndTeen, Radio Trijaya Network, Radoo Dangdut TPI, Globalradio, Women Radio, Agency Content Production Cross Media International, Star Media Nusantara, MNC Picture , 24-hour program channels MNC Entertaiment, MNC News, MNC Music, MNC The Indonesian Channels, Online Media Okezone.com, dan VAS Linktone. Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media terbesar di Indonesia. 2 Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa , Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Ed ke-5, Cet. 2, h. 434. 4 Media komersial harus selalu bisa mempertahankan dan menjaring pelanggan agar bertahan hidup, tetapi sekarang penekanannya adalah memberi perhatian lebih kepada khalayak dan hal ini memunculkan keraguan tentang keseimbangan antara mencari keuntungan dan tugas untuk menyediakan jasa publik. Jaringan televisi MNC merupakan yang terbesar di Indonesia dengan nama perusahaan atau stasiun: RCTI, TPI dan Global TV. RCTI PT Rajawali Citra Televisi Indonesia merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, televisi ini mulai mengudara pada Agustus 1989. RCTI dengan cepat menjadi televisi swasta terbesar karena fasilitasi bisnis dari keluarga Cendana Soeharto di masa Orde Baru. 3 Hary Tanoesoedibjo adalah Presiden Direktur dan CEO MNC. Hary telah berkiprah di industri televisi sejak 2003 ketika ia menjadi presiden grup dan CEO RCTI yang merupakan anak perusahaan grup Bimantara, sebuah grup perusahaan yang dimiliki putra mantan penguasa Orde Baru, Bambang Trihatmojo. Selain di industri televisi, Hary meniti karirnya dari perusahaan- perusahaan investasi milik grup Bimantara. Kalau kita perhatikan, grup MNC ini merupakan salah satu grup televisi Indonesia yang dengan jelas dikontrol oleh orang-orang Soeharto. Televisi seperti RCTI dan TPI merupakan televisi-televisi yang hadir saat Soeharto berkuasa dan mendapatkan banyak fasilitas dari kekuasaan Orde Baru. TPI, 3 http:pravdakino.multiply.comjournalitem27Konglomerasi_Media_dalam_Grup_MNC_ Media_Nusantara_Citra. 5 misalnya, pada kehadiran pertamanya menggunakan saluran transmisi TVRI yang merupakan saluran televisi pemerintah. Selama orde baru, bisnis media terkonsentrasi pada segelintir pelaku bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan. Tekanan-tekanan eksternal yang akhirnya memaksa Orde Baru untuk mengoreksi sebuah kebijjakan liberalisasi selektif yang telah melahirkan struktur kapitalisme kroni, termasuk pada sektor industri media. Grup perusahaan MNC ini memiliki lobi dan pengaruh yang sangat besar pada proses politik Indonesia. Kebijakan deregulasi yang dilakukan secara bertahap hingga, pada tahun 1996-1997 saat krisis ekonomi, perusahaan- perusahaan televisi menolak RUU Penyiaran yang membatasi transmisi siaran televisi secara nasional. RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan pada tahun 1997 dengan menghilangkan larangan transmisi secara nasional. Pada akhirnya, lahirlah UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang terlepas dari beberapa kelemahan, yang memberikan landasan bagi transformasi menuju sistem media penyiaran yang demokratis dan modern. Dedi N. Hidayat menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media bahwa praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dendan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global. 4 4 Dedi N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, h. 441. 6 Pola kepemilikan media serta praktik industri dan distrinusi produk media yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok bisnis besar. Fenomena konsentrasi media disatu sisi menghendaki upaya-upaya yang mengarah pada konsolidasi dan konvergensi dalam bisnis media modern. Namun, konsentrasi media juga menimbulkan sejumlah paradoks yang berkaitan dengan fungsi media sebagai ruang publik dengan sejumlah fungsi-fungsi sosial yang melekat didalamnya. Disinilah, terlihat bagaimana korporasi media, seperti MNC memiliki peran besar dalam menyaring apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh masyarakat, apa yang baik dan tidak baik, serta bagaimana masyarakat harusnya bersikap. Seperti yang terjadi di AS, media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Dari latar belakang masalah yang peneliti sebutkan di atas maka penggabungan media massa atau konglomerasi media ini dapat berkembang dengan intervensi untuk meningkatkan keuntungan bagi konglomerat media.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah