9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres Kerja
2.1.1 Pengertian Stres
Menurut Robbins 2003 stres menunjukkan suatu kondisi dinamika yang di dalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala,
atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.
Manuaba dalam Tarwaka , 2004 memberikan definisi stres yaitu segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari
dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan berbagai macam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada
dideritanya suatu penyakit. Siagian 2007 menyatakan bahwa stress merupakan kondisi ketegangan
yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stress yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan
seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luar lainnya. Hal ini berarti perawat
yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi kerja perawat.
2.1.2 Sumber Stres
Sumber stres merupakan asal penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat stresor seperti individu, keluarga, dan lingkungan. Sumber
Universitas Sumatera Utara
stres yang berasal dari dalam diri individu umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai
permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi maka dapat menimbulkan stres. Sumber stres dari masalah keluarga
ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga.
Permasalahan ini akan selalu menimbulkan keadaan yang dinamakan stres begitu juga dengan sumber stres dalam masyarakat dan lingkungan
umumnya,yang dapat dilihat dari hubungan pekerjaan yang secara umum disebut dengan stres pekerja karena lingkungan fisik, hubungan interpersonal serta kurang
adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang Hidayat, 2007.
2.1.3 Tanda-tanda Stres
Everly dan Girdano dalam Munandar 2001 mengajukan daftar tanda- tanda dari adanya distress. Menurut mereka, stres akan mempunyai dampak
pada suasana hati mood, otot kerangka musculoskeletal dan organ-organ dalam badan visceral.
1. Tanda-tanda suasana hati mood: a. Menjadioverexcited
b. Cemas c. Merasa tidak pasti
d. Sulit tidur pada malam hari somnabulisme e. Menjadi mudah bingung dan lupa
Universitas Sumatera Utara
f. Menjadi sangat tidak enak uncomfortable dan gelisah ill at ease g. Menjadi gugup nervous
2. Tanda-tanda otot kerangka muscoskeletal a. Jari-jari dan tangan gemetar
b. Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat c. Mengembangkan tic gerakan tidak sengaja
d. Kepala mulai sakit e. Merasa otot menjadi tegang atau kaku
f. Menggagap jika berbicara g. Leher menjadi kaku
3. Tanda-tanda organ-organ dalam badan visceral a. Perut terganggu
b. Merasa jantung berdebar c. Banyak berkeringat
d. Tangan berkeringat e. Merasa kepala ringan atau akan pingsan
f. Mengalami kedinginan cold chillc g. Wajah menjadi „panas‟
2.1.4 Tingkatan Stres
Potter Perry 2005 membagi tingkatan stres menjadi tiga situasi yaitu situasi stres ringan, situasi stres sedang dan situasi stres berat. Situasi stres ringan
merupakan stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, stres ini berlangsung beberapa
Universitas Sumatera Utara
menit atau jam. Sementara situasi stres sedang, berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari, misalnya perselisihan yang tidak
terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga, sedangkan situasi stres berat, merupakan situasi kronis
yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan.
2.1.5 Konsekuensi dari Stres
Menurut Muchlas 2005, stres menunjukkan gejala-gejala dalam sejumlah cara. Misalnya, seseorang yang sedang mengalami stres dengan level yang tinggi
dapat berkembang menuju tekanan darah tinggi, luka lambung. Iritabilitas, sulit dalam mengambil keputusan rutin, kehilangan selera makan, kecenderungan
memperoleh kecelakaan, dan lain-lain. Semua gejala-gejala ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umu yaitu :
1. Gejala-gejala Fisiologis Yang terbanyak menjadi perhatian kita perihal stres adalah gejala-gejala
fisiologis. Secara menonjol disebabkan oleh kenyataan adanya berbagai topik penelitian yang dilakukan oleh para spesialis dalam ilmu-ilmu
kedokteran dan kesehatan. Penelitian ini menuju pada konklusi bahwa stres dapat menciptakan perubahan-perubahan dalam metabolisme,
meningkatkan angka denyut jantung dan pernafasan, menaikkan tekanan darah, dan menimbulkan sakit kepala.
Universitas Sumatera Utara
2. Gejala-gejala Psikologis Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berhubungan dengan
pekerjaan dengan sendirinya dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja, dalam kenyataannya adalah efek psikologis dari stres
yang paling sederhana dan jelas. Tetapi, stres menunjukkan dirinya dalam status
psikologis tertentu,
misalnya ketegangan,
kecemasan, ketersinggungan, kebosanan, dan keras kepala, makin sedikit orang-orang
memiliki kontrol terhadap waktu kerja mereka, makin besar pula stres dan ketidakpuasan kerjanya.
3. Gejala-gejala Perilaku Gejala-gejala stres yang berhubungan dengan perilaku termasuk
perubahan-perubahan dalam produktivitas, absensi dan pindah kerja, juga perubahan-perubahan dalam kebiasaan makan, lebih sering merokok dan
bertambahnya konsumsi alkohol, bicara menjadi cepat, bertambah gelisah, dan adanya gangguan tidur.
2.1.6 Pengertian Stres Kerja
Veithzal 2004 menyatakan stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan, dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat pekerja tersebut
bekerja. Smith dalam Wijono, 2010 mengemukakan bahwa konsep stres kerja
dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : pertama, stress kerja merupakan hasil
Universitas Sumatera Utara
dari keadaan tempat kerja. Keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik. Ini akan mengurangi motivasi karyawan. Kedua stres kerja merupakan hasil
dari 2 faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan
tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, adalah faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas.
Menurut Zamralita 2005 stress kerja bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa
dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka 5 lima tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka 9
sembilan maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stress kerja.
2.1.7 Pembangkit Stres Kerja Stressors
Pada dasarnya, sumber stres merupakan hasil dari interaksi dan transaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Menurut Munandar 2001
setiap aspek dari pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja yang melakukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak.
Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya ditempat lain, dirumah, disekolah, diperkumpulan dan sebagainya.
Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit stres saja tapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian dari waktu manusia adalah bekerja. Jadi lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang bekerja. Pembangkit stres dipekerjaan
Universitas Sumatera Utara
merupakan pembangkit stres yang besar peranannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya tenaga kerja.
Munandar 2001 mengatakan faktor-faktor di pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu
faktor-faktor intrisik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Faktor-
faktor intrisik dalam pekerjaan termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tututan tugas. Tuntutan fisik seperti faktor kebisingan. Sedangkan faktor-
faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
1. Tuntutan fisik : kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap feel dan psikologis diri seseorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan
pembangkit stres. Suara bising selain dapat menimbulkan gannguan pendengaran sementara atau tetap pada pendengaran kita, juga dapat
merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi ini memudahkan
timbulnya kecelakaan. Tidak mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan. Bising oleh para pekerja pabrik dinilai sebagai
pembangkit stres yang membahayakan. 2. Tuntutan tugas : penelitian menunjukan bahwa shift kerja malam
merupakan sumber utama dan stres bagi pekerja pabrik. Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut dari
Universitas Sumatera Utara
pada para pekerja pagisiang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan perut.
Menurut Robbins 2002 ada beberapa faktor penyebab stres kerja, antara lain : konflik antar pribadi dengan pimpinan, beban kerja yang sulit dan
berlebihan, terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar.
Menurut Wahjono 2010 secara lengkap ada beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai sumber stres yaitu:
1. Faktor Lingkungan. ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur organisasi,
ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stres dikalangan para karyawan dalam sebuah organisasi. Bentuk-bentuk ketidakpastian lingkungan ini
antara lain ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, ketidakpastan teknologi, dan ketidakpastian keamanan.
2. Faktor Organisasi. Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stres antara lain:
a. tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, shift kerja, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik.tuntutan peran yang
berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah
organisasi.
Universitas Sumatera Utara
b. tuntutan antar pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh karywan lain seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya
hubungan antar pribadi para karyawan. c. struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiasi dalam
organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi
individu dalam pengambilan keputusan merupakan potensi sumber stres.
d. kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemiminan atau
manajerial dari
eksklusif senior
organisasi. Gaya
kepemimpinan tertentu dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stres.
3. Faktor Individu Faktor individu menyangkut denga faktor-faktor dalam kehidupan pribadi
individu. Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga, masalah ekonomi, dan karakteristik kepribadian bawaan. Ketika penyebab stres ditinjau
secara individu maka dapat diketahui bahwa stres merupakan fenomena yang bertumpuk-tumpuk dari beberapa faktor-faktor tersebut di atas.
Dalam kenyataan setiap individu memiliki itngkat stres yang berbeda meskipun diasumsi berada dalam faktor-faktor pendorong stres yang sama.
Menurut Drafke 2009 ada beberapa hal yang menyebabkan stres yaitu : a. permintaankuantitatif
b. permintaankualitatif
Universitas Sumatera Utara
c. kontrol pengendalian kerja d. partisipasi
e. shift kerja f. perankerja
g. faktor pendukung lainnya
2.1.8 Dampak Stres Kerja
Menurut Gitosudarmo 2000 dampak stress kerja dapat menguntungkan ataupun merugikan pekerja. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan
memacu pekerja untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat dan sebaik-baiknya, namun jika stress tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan
dampak yang merugikan pekerja. Selain pada pekerja , Towner dalam Imatama 2006 menyebutkan
kerugian finansial yang akan diterima instansi akibat stress kerja antara lain: absen karena sakit, waktu manajemen berkurang karena kehilangan peran pekerja
dalam rencana manajemen, pengaruh pada pekerja lainnya yang terbebani pekerjaan pekerja yang absen, pengunduran diri dan perekrutan yang
membutuhkan latihan dan pengembangan, kecelakaan dan kesalahan di tempat kerja, dan tuntutan hukum.
2.1.9 Tatacara Mengelola Stres
Menurut Wahjono 2010, dalam mengelola sebuah organisasi, stres dapat dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi hal yang positif bagi kinerja
individu maupun organisasi. Ada dua pendekatan yang dapat daigunakan untuk mengelola stres, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Pendekatan Individu Tenaga kerja dapat memikul tanggungjawab pribadi untuk mengurangi
tingkat stressnya, strategi individu yang telah terbukti efektif mencakup :
a. Pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu yang efektif dan efisien .
b. Meningkatnya latihan non fisik kompetitif seperti joging, aerobik, berenang dan sebagainya.
c. Pelatihan pengenduran seperti meditasi, hipnotis dan biofeedback
d. Perluasan jaringan dukungan sosial seperti keluarga dan teman yang dapat diajak bicara sebagai slauran keluar bila tingkat
stres menjadi berlebihan. 2. Pendekatan Organisasi
Faktor organisasi yang dikendalikan oleh manajemen seperti tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dapat dimodifikasi sedemikian
rupa untuk menghindari tingkat stres yang tinggi. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen antara lain :
a. Memperbaiki mekanisme seleksi personil dan penempatan kerja. Sehingga individu yang memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap stres dapat ditempatkan pada pekerjaan yang memiliki tingkat stres yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
b. Penggunaan pendapatan sasaran yang realistis, sehingga individu mengetahui secara jelas sasaran yang meereka tuju,
menerima umpan balik dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan.
c. Perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan pekerja kendali yang besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni.
d. Meningkatkan keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan. Memperbaiki komunikasi organisasi yang dapat
mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran. e. Penegakan program kesejahteraan korporasi yang memusatkan
perhatian kepada keseluruhan kondisi fisik dan mental pekerja.
2.2 Prestasi Kerja