Distribusi Karakteristik Responden Analisis Multivariat

VISI : Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Terkemuka dalam pelayanan dan Pendidikan yang bertaraf Internasional. MISI : a. Meningkatkan kompetensi SDM melalui Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Ilmu Kesehatan lainnya serta Pengembangan Sistem dan Prosedur Pelayanan Administrasi yang bertaraf Internasional; b. Memberikan pelayanan Kesehatan Individu yang menyenangkan dan mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan c. Mendukung upaya Pemerintah Aceh dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk mencapai Millenium Development Goals yang di aplikasikan melalui pencapaian Human Development Index d. Menerapkan prinsip efektifitas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan pengelolaan keuangan.

4.2 Distribusi Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan terhadap 60 responden.Tabel 4.1 menjelaskan distribusi frekuensi responden pada setiap karakteristik reponden. Responden pada kelompok umur 34 – 44tahun 40,0 , umur 23 – 33 tahun 31,7 dan sisanya umur 45 – 55 tahun 28,3 , pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA 33,3, SMP 26,7, SD 21,7, Sarjana 11,6 dan Diploma 6,7, responden sebagai 43 Universitas Sumatera Utara Ibu Rumah Tangga 43,3, berprofesi sebagai Pegawai Swasta sebanyak 25, PNS sebanyak 18,4, petani sebanyak 8,3 dan pedagang sebanyak 5,0, sementara itu 65,0 responden terlambat untuk memeriksakan diri ke RSUZA dan sisanya sebanyak 35,0 tidak terlambat dalam memeriksakan diri ke RSUZA terhadap penyakitnya, dan terdapat 40,0 penanggung biaya pengobatan dengan JKA Jaminan Kesehatan Aceh, responden yang menanggung biaya sendiri atau pribadi 30,0, menggunakan Askes 18,3 dan sisanya responden menggunakan Jamsostek 11,7.Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, diagnosa dan penanggung biaya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1berikut : Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penderita Kanker Serviks No Karakteristik f 1. Umur 23 – 33tahun 34 – 44tahun 45 – 55tahun 19 24 17 31,7 40,0 28,3 2. Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana 13 16 20 4 7 21,7 26,7 33,3 6,7 11,6 3. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Petani Pedagang Pegawai Swasta Pegawai Negeri 26 5 3 15 11 43,3 8,3 5,0 25,0 18,4 44 Universitas Sumatera Utara No Karakteristik f 4. Diagnosa Stadium I- II Stadium III-IV 21 39 35,0 65,0 5. Penanggung biaya Pribadi umum Askes Jamsostek JKA 18 11 7 24 30,0 18,3 11,7 40,0

4.3 Analisis Univariat

4.3.1 Keterlambatan Mencari Pengobatan

Distribusi responden berdasarkan keterlambatan mencari pengobatan penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh sebagian besar yaitu 39 orang 65,0 terlambat mencari pengobatan terdiagnosa sudah dalam stadium III dan IV, dan sebanyak 21 orang 35,0 tidak terlambat mencari pengobatan karena terdiagnosa sudah stadium antara I dan II Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Keterlambatan Mencari Pengobatan f Terlambat Tidak terlambat 39 21 65,0 35,0 Jumlah 60 100,0 4.3.2 Pengetahuan Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan pada penderita kanker serviks sebanyak 38 orang 63,3 berpengetahuan kurang dan sebanyak 22orang 36,7 termasuk kategori baik. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.1 Lanjutan 45 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan f Kurang baik Baik 38 22 63,3 36,7 Jumlah 60 100,0 Pengetahuan diukur dalam 15 pernyataan, seluruh pernyataan responden yang berisi pengetahuan mengenai penyakit kanker serviks secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini : Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan No Pernyataan Jawaban Benar Salah Total f f f 1. Kanker leher rahim kanker serviks adalah penyakit yang mematikan 52 86,7 8 13,3 60 100,0 2. Penyakit kanker leher rahim salah satu penyebabnya adalah Papiloma Human Virus 47 78,3 13 21,7 60 100,0 3. Penyakit kanker leher rahim dapat menyebar keorgan-organ tubuh yang lain 23 38,3 37 61,7 60 100,0 4. Tanda penyakit kanker leher rahim salah satunya adalah keluar lendir yang berwarna kuning dan berbau 29 48,3 31 51,7 60 100,0 5. Ketidakteraturan datang bulan merupakan gejala dari kanker leher rahim 32 53,3 28 46,7 60 100,0 6. Merasakan nyeri setelah melakukan hubungan intim merupakan gejala dari penyakit kanker leher rahim 31 51,7 29 48,3 60 100,0 7. Penyakit kanker leher rahim harus segera diobati sedini mungkin agar penyakit tersebut tidak semakin parah 30 50,0 30 50,0 60 100,0 8. Penyakit kanker serviks apabila sudah parah dan menyebar di dalam rahim 30 50,0 30 50,0 60 100,0 46 Universitas Sumatera Utara No Pernyataan Jawaban Benar Salah Total f f f dapat membuat kondisi tubuh semakin lemah 9. Pap smearmerupakan salah satu cara deteksi dini terhadap kanker yang harus dilakukan oleh setiap wanita yang sudah menikah 23 38,3 37 61,7 60 100,0 10. Kanker leher rahim dapat diatasi dengan mengubah pola hidup tanpa berobat ke dokter 33 55,0 27 45,0 60 100,0 11. Jangan pernah menaburi bedak pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan, karena bisa berubah menjadi sel kanker 35 58,3 25 41,7 60 100,0 12. Pada kanker leher rahim apabila tingkat keparahannya semakin parah maka penyembuhannya semakin sulit 31 51,7 29 48,3 60 100,0 13. Dengan teratur minum obat anti kanker dan menjalani terapi di rumah sakit akan memberikan kesembuhan terhadap penyakit kanker leher rahim 11 18,3 49 81,7 60 100,0 14. Radioterapi penyinaran dengan sinar x merupakan salah satu pengobatan dari kanker leher rahim 26 43,3 34 56,7 60 100,0 15. Salah satu pengobatan yang dilakukan pada kanker leher rahim adalah dengan cara operasi pengangkatan peranakkan rahim 24 40,0 36 60,0 60 100,0 Pengetahuan adalah pemahaman responden tentang kanker serviks yang mencakup pengertian kanker serviks, tanda dan gejala dari kanker serviks dan pengobatan kanker serviks, paling banyak responden yang mengerti “kanker Leher Rahim kanker serviks adalah penyakit yang mematikan” sebanyak 52 Tabel 4.4 Lanjutan 47 Universitas Sumatera Utara orang86,7. Responden yang tidak mengetahui bahwa dengan teratur minum obat anti kanker dan menjalani terapi di rumah sakit akan memberikan kesembuhan terhadap penyakit kanker yaitusebanyak 8 orang 13,3.

4.3.3 Akses ke RSUZA Banda Aceh

Distribusi frekuensi responden penderita kanker serviks berdasarkan akses ke RSUZA, sebanyak 53 orang 88,3 dikategorikan sulit dijangkau menuju ke RSUZA dan sebanyak 7 orang 11,7 dikategorikan mudah dijangkau oleh penderita kanker serviks dalam mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Akses ke RSUZA Banda Aceh Akses ke RSUZA f Sulit dijangkau Mudah dijangkau 53 7 88,3 11,7 Jumlah 60 100,0 Akses diukur dalam 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan yang berisi tentang Akses menuju ke RSUZA secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pertanyaan Akses No Pertanyaan Jawaban Ya Tidak Total f f f 1. Apakah jarak tersebut menyulitkan anda menuju ke RSUZA? 45 75,0 15 25,0 60 100,0 2. Apakah waktu tersebut terasa memberatkan anda menuju ke RSUZA? 46 76,7 14 23,3 60 100,0 48 Universitas Sumatera Utara No Pertanyaan Jawaban Ya Tidak Total f f f 3. Apakah biaya transportasi tersebut memberatkan anda 43 71,7 17 28,3 60 100,0 4. Apakah kendaraan tersebut mudah di dapat dari rumah anda untuk menuju ke RSUZA 42 70,0 18 30,0 60 100,0 5. Apakah anda ke RSUZA ada yang menemani? 32 53,3 28 46,7 60 100,0 Akses adalah sarana yang meliputi jarak, waktu, dana transportasi dan yang menemani datang berobat ke rumah sakit, paling banyak responden merasakan waktu yang dibutuhkan sangat memberatkan sehingga terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan. Yang paling banyak menjawab “ya” adalah pertanyaan nomor 5 yaitu tidak ada yang menemani ke rumah sakit sehingga terjadi keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.

4.3.2 PersepsiTerhadap Penyakit

Berdasarkan distribusi frekuensi responden penderita kanker serviks tentang persepsi terhadap penyakit kanker serviks, sebanyak 45 orang 75,0 di kategorikan negatif dan sebanyak 15 orang 25,0 dikategorikan positif mengenai penyakitnya. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Penyakit Persepsi terhadap penyakit f Negatif Positif 45 15 75,0 25,0 Jumlah 60 100,0 Tabel 4.6 Lanjutan 49 Universitas Sumatera Utara Persepsi diukur dalam 10 pernyataan, seluruh pernyataan responden yang berisi tentang persepsi terhadap penyakit secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.8berikut : Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi terhadap Penyakit No Pernyataan Jawaban Ya Tidak Total f f f 1. Anda merasa takut bahwa penyakit anda akan semakin parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan? 53 88,3 7 11,7 60 100,0 2. Anda merasa bahwa penyakit kanker leher rahim merupakan penyakit yang mematikan? 28 46,7 32 53,3 60 100,0 3. Anda merasa harus segera ke rumah sakit karena sudah menimbulkan tanda dan gejala suatu penyakit? 38 63,3 22 36,7 60 100,0 4. Anda merasa kanker leher rahim dapat membahayakan hidup anda apabila tidak dilakukan pengobatan secara dini 35 58,3 25 41,7 60 100,0 5. Anda terus berusaha mencari pengobatan agar sembuh dari penyakit kanker leher rahim 31 51,7 29 48,3 60 100,0 6. Anda merasa menderita penyakit kanker leher rahim bukan merupakan akhir dari segalanya 32 53,3 28 46,7 60 100,0 7. Sakit yang saya derita tidak perlu diobati karena tidak akan bisa sembuh 23 38,3 37 61,7 60 100,0 8. Apabila terus minum obat dan menjalani terapi di rumah sakit memberikan kesembuhan terhadap penyakit kanker yang saya derita 27 45,0 33 55,0 60 100,0 50 Universitas Sumatera Utara No Pernyataan Jawaban Ya Tidak Total f f f 9. Anda merasa takut untuk menjalani operasi pengangkatan rahim karena operasi merupakan salah satu pengobatan yang dilakukan agar sembuh dari penyakit kanker serviks 27 45,0 33 55,0 60 100,0 10. Penyakit kanker serviks yang saya derita akan sembuh dengan sendirinya tanpa diobati 31 51,7 29 48,3 60 100,0 Persepsi adalah pendapat penderita kanker serviks tentang penyakitnya, banyak responden beranggapan “merasa takut bahwa penyakit anda akan semakin parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan” yaitu sebanyak 53 orang 88,3. Banyak yang menjawab beranggapan salah mengenai penyakit yang dideritanya tidak perlu diobati karena tidak akan sembuh yaitu sebanyak 37 orang 61,7.

4.4 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan variabel independen pengetahuan, akses, persepsi terhadap penyakit dan variabel dependen keterlambatan mencari pengobatan.Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen menggunakan uji Chi-square pada tingkat ke maknaan α 0,05. Tabel 4.8 Lanjutan 51 Universitas Sumatera Utara

4.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan

Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan keterlambatan pengobatan didapat hasil bahwa pengetahuan kurang baik ada 38 orang yaitu pada diagnosa yang terlambat sebanyak 33 orang 86,8 dan yang tidak terlambat sebanyak 5 orang 13,2 . Pengetahuan baik sebanyak 22 orang, yang mencari pengobatan tidak terlambat sebanyak 16 orang 72,7 dan yang mencari pengobatan terlambat sebanyak 6 orang 27,3 . Hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keterlambatan mencari pengobatan pada respoden p=0,001. Hubungan pengetahuan dengan keterlambatan mencari pengobatan dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini: Tabel 4.9 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan padaPenderitaKanker Serviks Variabel Independen Mencari penggobatan Total p χ 2 Terlambat Tidak terlambat f f f Pengetahuan Kurang Baik Baik 33 6 86,8 27,3 5 16 13,2 72,7 38 22 100,0 100,0 0,001 21,733 4.4.2 Hubungan Akses ke RSUZA dengan Keterlambatan Mencari Penggobatan Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa dari dari 53 orang responden dengan akses yang sulit dijangkau sebanyak 38 orang 71,1 terlambat dan 15 orang 28,3 52 Universitas Sumatera Utara tidak terlambat mencari pengobatan. Sedangkan dengan akses yang mudah dijangkau sebanyak 7 orang, sebanyak 1 orang 14,3 tidak terlambat mencari pengobatan sedangkan 6 orang 85,7 terlambat mencari penggobatan. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara akses dengan mencari pengobatan. Tabel 4.10 Hubungan Akses dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks Variabel Independen Mencari penggobatan Total p χ 2 Terlambat Tidak terlambat f f f Akses Sulit dijangkau Mudah dijangkau 38 1 71,7 14,3 15 6 28,3 85,7 53 7 100,0 100,0 0,006 8,959

4.4.3 Hubungan Persepsi Penyakit dengan Keterlambatan

Mencari Pengobatan Tabel silang antara persepsi terhadap penyakit dengan keterlambatan mencari pengobatan menunjukkan bahwa dari 45 responden yang persepsi negatif ada 37 orang 82,2 terlambat mencari pengobatan sedangkan dari 15 orang yang persepsi positif ada 2 orang 13,3 terlambat mencari pengobatan. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,001. Dengan demikian terdapat hubungan antara persepsi terhadap penyakit dengan keterlambatan mencari pengobatan. 53 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.11Hubungan Persepsi Penyakit dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks Variabel Independen Mencari penggobatan Total p χ 2 Terlambat Tidak terlambat f f f Persepsi Terhadap Penyakit Negatif Positif 37 2 82,2 13,3 8 13 17,8 86,7 45 15 100,0 100,0 0,001 23,468

4.5 Analisis Multivariat

Untuk mengetahui determinan keterlambatan penderita kanker serviks mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik berganda. Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji logistik berganda yaitu salah satu pendekatan model statistik untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen lebih dari satu terhadap variabel dependen kategori yang bersifat dikotomi atau binary.Variabel yang dimasukkan dalam uji regresi logistik berganda adalah variabel dengan p 0,25 pada hasil uji Chi Square yaitu pengetahuan, akses, persepsi terhadap penyakit, dengan metode enter. Variabel yang terpilih dalam model akhir regresi logistik dengan metode enter seperti diujikan pada Tabel 4.12 berikut : 54 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.12 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Variabel B Sig. Exp B 95 CI Lower Upper Pengetahuan 2,526 0,008 12,500 1,948 80,205 Akses 2,835 0,043 17,027 1,099 263,870 Persepsi Terhadap Penyakit 3,865 0,000 47,680 5,762 394,511 Constant -3,186 0,000 0,041 Setelah dilakukan analisis multivariat, didapat hasil bahwa pengetahuan, akses, persepsi terhadap penyakit berpengaruh terhadap keterlambatan mencari pengobatan pada penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh tahun 2013. Variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap keterlambatan mencari pengobatan adalah variabel persepsi terhadap penyakit dengan nilai koefisien regresi B = 3,865 Hasil uji statistik juga menunjukkan juga nilai percentage correct = 90artinya pengetahuan, akses dan persepsi terhadap penyakit menjelaskan kemungkinan keterlambatan mencari pengobatan di RSUZA Banda Aceh tahun 2013 sebesar 90. Selebihnya 10 dipengaruhi seperti pendidikan dan lingkungan yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi kemungkinan keterlambatan mencari pengobatan penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh adalah sebagai berikut: � = 1 1 + � −�+� 1 � 1 + � 2 � 2 + ⋯� � � � 55 Universitas Sumatera Utara � = 1 1 + � − −3,186+2,526� 1 +2,835 � 2 +3,865 � 3 Keterangan: P : Probabilitas peluang tidak terlambat X 1 : Pengetahuan, koefisien regresi 2,526 X 2 : Akses, koefisien regresi 2,835 X 3 : Persepsi terhadap penyakit, koefisien regresi 3,865 a : Konstanta -3,186 e : 2,71828 Persamaan diatas menyatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang kurang, akses yang sulit dijangkau dan persepsi yang negatif memiliki probabilitas sebesar 99,8 untuk peluang terlambat dalam mencari pengobatan. Responden yang memiliki pengetahuan yang baik, akses yang mudah dijangkau dan persepsi yang positif memiliki probabilitas 4,0 untuk terlambat mencari pengobatan. 56 Universitas Sumatera Utara BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 60 responden dengan menanyakan pengetahuan responden tentang keterlambatan dalam mencari pengobatan, menunjukkan bahwa yang paling banyak responden mengerti kanker leher rahim kanker serviks adalah penyakit yang mematikan sebanyak 86,7, sedangkan yang paling banyak tidak mengetahui oleh responden adalah dengan teratur minum obat anti kanker dan menjalani terapi di rumah sakit akan memberi kesembuhan terhadap penyakit kanker yaitu sebanyak 13,3. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square diperoleh nilai p = 0,001 p 0,05 artinya ada pengaruh antara pengetahuan dengan keterlambatan mencari pengobatan yaitu orang yang memiliki pengetahuan kurang tentang kanker serviks berisiko untuk terlambat mencari pengobatan. Penderita yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 63,3, sedangkan berpengetahuan baik sebanyak 36,7. Pada umumnya orang yang berpengetahuan baik akan berperilaku baik pula sesuai dengan apa yang diketahuinya dan tahu apa manfaat yang diperoleh dari perilaku tersebut, sebaliknya orang yang berpengetahuan kurang akan berperilaku kurang pula karena tidak mengetahui tentang tujuan, manfaat dari pemeriksaan dini atau deteksi dini tentang penyakitnya agar tidak terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan. 57 Universitas Sumatera Utara Menurut Notoatmodjo 2007 pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Green 1980 dalam Notoatmodjo 2007 bahwa pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang memengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Secara umum pengetahuan responden kurang baik dimana, pengetahuan responden tentang kanker serviks yang kurang, bisa disebabkan karena pendidikan responden yang rendah, atau bisa juga karena responden hanya menyerap informasi yang berhubungan dengan kondisi dirinya sehingga informasi lain tentang kanker serviks yang tidak berhubungan dengan dirinya dianggap tidak penting. Pemilihan informasi yang diterima membuat responden tidak mengingat seluruh informasi. Uji statistik menunjukkan untuk variabel pengetahuan didapat nilai Exp B sebesar 12,500, artinya responden yang berpengetahuan kurang baik memiliki kemungkinan peluang 12 kali lebih besar untuk terlambat mencari pengobatan dibandingkan responden yang berpengetahuan baik. Pengetahuan individu terhadap banyak hal khususnya tentang keterlambatan mencari pengobatan terhadap penyakit kanker serviks dan yang utama siapkah seseorang menerima risiko yang akan ditimbulkan jika sudah terlambat berobat maka terlambat pula diagnosisnya mengakibatkan penyakitnya sudah semakin tinggi stadiumnya sehingga sudah menyebar dan pengobatannya semakin sulit untuk disembuhkan. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Dewi 2008 di RSU Soetomo di Surabaya yang menyimpulkan ada pengaruh pengetahuan terhadap keterlambatan penderita kanker serviks dalam memeriksakan diri ke pelayanan 58 Universitas Sumatera Utara kesehatan dimana pemahaman penderita mengenai penyakit kanker serviks yang meliputi pengertian, tanda bahaya, faktor risiko, cara deteksi dan pencegahan tentang kanker serviks masih kurang memahami. Pengetahuan kurang baik responden mengenai penyakit yang dirasakannya dapat mengakibatkan terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan dikarenakan menganggap bahwa tanda dan gejala penyakit merupakan hal yang tidak perlu dikhawatirkan selama masih bisa menjalani kehidupan sehari-hari tidak terganggu.Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Sarwono 1997 yang menyatakan kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan karena dia merasa tidak mengidap penyakit.Soekardja 2000 dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa salah satu keterlambatan penderita mencari penggobatan adalah karena penderita tidak mengerti atau kurang menyadari bahaya kanker.Hawari 2004 juga menyatakan ketidaktahuanignorancymenjadi salah satu faktor yang menyebabkan keterlambatan pengobatan kanker serviks. Asumsi dari penelitian ini adalah bahwa pendidikan seseorang tidak menjamin suatu pengetahuan yang dimilikinya, dimana dengan lebih mengetahui tentang keadaan yang dialami pada dirinya akan melahirkan suatu motivasi untuk melakukan suatu tindakan, tetapi tindakan yang dilakukan oleh para penderita kanker serviks di RSUZA Banda Aceh berkisar 65 dinyatakan sudah terlambat mencari pengobatan. Menurut Green 1980 perilaku adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Perilaku manusia yang sesuai dengan norma kesehatan merupakan hasil dari 59 Universitas Sumatera Utara proses pendidikan kesehatan. Namun, perubahan perilaku tidak hanya dapat dicapai dengan pendidikan saja. Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks yakni faktor sosial, budaya, ekonomi dan perilaku merupakan refleksi dari berbagai kejiwaan, seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keiginan, kehendak, motivasi, niat dan sebagainya. Untuk itu sangat diharapkan kepada Dinas Kesehatan perlu bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia untuk memberikan promosi kesehatan dalam bentuk pengetahuan dengan penyuluhan tentang kanker serviks dan pengobatannya serta pentingnya melakukan Papsmear untuk mendeteksi sejak dini penyakit kanker serviks pada wanita yang sudah menikah dan aktif seksualnya.Petugas kesehatan di RSUZA Banda Aceh juga perlu memberikan pengetahuan berupa penyuluhan tentang kanker serviks dan pengobatannya kepada keluarga responden yang wanita agar keluarga responden dapat mendeteksi kanker serviks sejak dini karena salah satu faktor risiko kanker serviks adalah adanya riwayat keluarga. 5.2 Pengaruh Akses terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh Tahun 2013 Penelitian yang dilakukan terhadap 60 orang responden diperoleh hasil bahwa mayoritas akses untuk sulit dijangkau sebanyak 88,3 sedangkan untuk akses yang mudah dijangkau hanya 11,7. Terdapat pengaruh antara akses dengan keterlambatan mencari pengobatan pada nilai p = 0,006 P0,05. Mengacu pada analisis tersebut bahwa semakin sulit dijangkau akses menuju ke RSUZA maka 60 Universitas Sumatera Utara semakin besar terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan tentang kanker serviks. Dari hasil penelitian mengenai akses ke RSUZA yang meliputi jarak, waktu, dana dan yang menemani responden merasakan kesulitan untuk ke RSUZA Banda Aceh. Hal ini dapat terlihat berdasarkan hasil penelitian dari jawaban yang diberikan responden atas beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan akses menuju ke RSUZA Banda Aceh, dalam hal waktu responden merasa keberatan menuju ke RSUZA sebesar 76,7, dan jarak tempat tinggal responden menuju ke RSUZA sangat menyulitkan responden sebanyak 75. Uji statistik menunjukkan untuk variabel akses didapatkan nilai Exp B sebesar 17,027, artinya respoden dengan akses yang sulit dijangkau menuju ke RSUZA memiliki kemungkinan 17 kali lebih besar terlambat mencari pengobatan dibandingkan dengan akses yang mudah dijangkau. Seluruh responden dirujuk ke rumah sakit umum di daerahnya setelah responden dinyatakan menderita penyakit kanker serviks di puskesmas. Fasilitas pengobatan kanker serviks yang tidak lengkap di rumah sakit umum di daerah membuat responden harus berobat ke RSUZA Banda Aceh yang memiliki peralatan lebih lengkap.Berdasarkan hasil penelitian peneliti bahwa responden berasal dari luar daerah Kota Banda Aceh, dimana berawal dari keluhan yang terjadi memeriksakan diri ke pelayanan terdekat dengan mengunakan fasilitas yang terbatas di puskesmas maka rujukkan menjadi prioritas agar memudahkan dalam akses untuk menuju ke RSUZA. Selain itu tindakan lain yang dilakukan responden sebelum berobat ke RSUZA Banda responden menyempatkan diri untuk berobat ke pengobatan tradisional didaerah tempat tinggalnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian 61 Universitas Sumatera Utara Soekardja 2002 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang membuat keterlambatan adalah faktor rumah sakit yang kurang memiliki perlengkapan untuk berobat. Dengan adanya kemudahan akses pelayanan menjadikan dasar sebagai alternatif pemilihan tempat mencari pengobatan kanker serviks disamping itu kualitas pelayanan yang diberikan kepada penguna pelayanan.Kota Banda Aceh dengan wilayah geografis berupa dataran tinggi dengan tingkat akses kesulitan pelayanan pada masyarakat terpencil menjadikan balai pengobatan swasta menjadi alternatif pemilihan untuk tempat pengobatan. Disamping itu program pemerataan pelayanan kesehatan yang belum merata keseluruh pelosok Daerah Nanggroe Aceh Darusalam. Keadaan ini dapat disebabkan oleh subjek yang bertempat tinggal didaerah perkotaan lebih mudah mendapatkan akses informasi mengenai kesehatan khususnya tentang pemeriksaan dini kanker serviks, disamping itu adanya interaksi antar kelompok sosial mempermudah transfer informasi dari satu orang ke orang lain. Pada subjek yang tinggal didaerah pedesaan lebih cenderung terisolir sehingga kurang mendapatkan informasi khususnya mengenai penyakit kanker serviks, disamping itu kurang berjalanya program kesehatan yang mencapai pelosok desa menyebabkan informasi tentang papsmear tidak didapatkan oleh subjek yang tingal didaerah pedesaan. Menurut Anderson 1995 pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikenal dengan Andersen Behavioral Model of Health Service Utilization yang meliputi 3 komponen yaitu: 1. Komponen predisposing terdiri dari 62 Universitas Sumatera Utara faktor demografi antara lain umur, jenis kelamin, status perkawinan, besarnya keluarga dan struktur sosial termasuk ras, pendidikan dan pekerjaan serta faktor keyakinan antara lain pengetahuan, sikap dan persepsi, ini menggambarkan individu dapat menggunakan pelayanan kesehatan. 2. Komponen enabling adalah kemampuan individu, untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang memengaruhi sumber keluarga, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan sumber daya masyarakat meliputi sarana pelayanan, lokasijarak transportasi dan sebagainya. 3. Komponen need merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan.Adanya kemudahan akses pelayanan menjadikan dasar sebagai alternatif pemilihan tempat mencari pengobatan . 5.3 Pengaruh PersepsiPenyakit terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh Tahun 2013 Variabel persepsi penyakit pada penderita kanker serviks untuk mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh persepsi negatif sebesar 75 karena banyak penderita kanker yang beranggapan merasa takut bahwa penyakitnya akan semakin parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan, sedangkan responden yang beranggapan persepsi positif mengenai kanker serviks sebanyak 25. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square diperoleh nilai p = 0,001 0,05. Artinya dapat disimpulkan terdapat pengaruh persepsi penyakit terhadap keterlambatan mencari pengobatan pada penderita kanker serviks. Hasil uji 63 Universitas Sumatera Utara regresi logistik menunjukkan bahwa, diperoleh nilai Exp B 47,680 artinya orang yang memiliki persepsi negatif terhadap penyakit kanker serviks memiliki peluang untuk terlambat dalam mencari pengobatan sebesar 47 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan persepsi positif terhadap penyakitnya. Hal ini didukung dari jawaban responden terhadap persepsi penyakit tentang kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh. Sebanyak 61,7 responden beranggapan bahwa sakit yang dideritanya tidak perlu diobati karena tidak akan sembuh, sedang responden mengetahui karena merasa takut bahwa penyakitnya akan semakin parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan sebesar 88,3. Ketakutan responden membuat responden ingin berobat agar cepat mendapatkan kesembuhan sehingga responden terhindar dari kematian yang disebabkan penyakitnya,responden ingin tetap hidup berkumpul dengan keluarganya.Rasa sayang responden kepada keluarganya mengalahkan ketakutan responden atas penyakitnya. Mitchell 1998 dalam Hawari 2004 menyatakan bahwa salah satu faktor yang menghambat datangnya pasien untuk berobat adalah karena rasa takut bahwa ia menderita kanker dan takut dioperasi. Namun, dalam penelitian ini sebanyak 55respondentidak mengalami ketakutan terhadap operasi kanker serviks, dan kematian yang akan dialami jika terlambat berobat. Dalam hal ini responden menganggap bahwa apabila penyakit sudah parah atau sudah menyebar kebagian tubuh yang lain maka untuk apa lagi diobati karena tidak akan dapat sembuh hanya tinggal menunggu kematian saja. 64 Universitas Sumatera Utara Tidak dapat dipungkiri bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku mencari pengobatan. Pikiran tersebut akan memengaruhi dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi seseorang masih tidak memperdulikan tentang penyakitnya maka niat untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan di nomor dua kan apalagi penyakit yang diderita dirasakan tidak mengganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala-gejala kanker serviks sudah dialami respondentetap membuatresponden tidak segera mengobati penyakitnya karena pengetahuannya tentang kanker serviks tidak ada.Respondenmendiamkan penyakitnya karena responden menganggap penyakitnya tidak parah dan tidak mengganggu kegiatan responden sehari-hari. responden memiliki sikap yang tidak baik dan persepsi yang negative terhadap penyakitnya karena responden tidak mengobati penyakitnya yang disebabkan pengetahuan responden tentang kanker serviks tidak ada. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Muzaham 1995 yang menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa beberapa penderita gejala penyakit yang cukup berat namun tidak meminta pertolongan dokter ialah karena mereka dapat bertoleransi pada rasa sakit dan meragukan bahwa rasa sakit itu akan membawa akibat negatif bagi kehidupannya. 65 Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan