VISI : Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Terkemuka dalam pelayanan dan
Pendidikan yang bertaraf Internasional. MISI :
a. Meningkatkan kompetensi SDM melalui Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Ilmu Kesehatan lainnya
serta Pengembangan Sistem dan Prosedur Pelayanan Administrasi yang bertaraf Internasional;
b. Memberikan pelayanan Kesehatan Individu yang menyenangkan dan mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan
c. Mendukung upaya Pemerintah Aceh dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk mencapai Millenium Development Goals yang di
aplikasikan melalui pencapaian Human Development Index d. Menerapkan prinsip efektifitas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan
pengelolaan keuangan.
4.2 Distribusi Karakteristik Responden
Penelitian dilakukan terhadap 60 responden.Tabel 4.1 menjelaskan distribusi frekuensi responden pada setiap karakteristik reponden. Responden pada kelompok
umur 34 – 44tahun 40,0 , umur 23 – 33 tahun 31,7 dan sisanya umur 45 – 55 tahun 28,3 , pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA 33,3,
SMP 26,7, SD 21,7, Sarjana 11,6 dan Diploma 6,7, responden sebagai 43
Universitas Sumatera Utara
Ibu Rumah Tangga 43,3, berprofesi sebagai Pegawai Swasta sebanyak 25, PNS sebanyak 18,4, petani sebanyak 8,3 dan pedagang sebanyak 5,0,
sementara itu 65,0 responden terlambat untuk memeriksakan diri ke RSUZA dan sisanya sebanyak 35,0 tidak terlambat dalam memeriksakan diri ke RSUZA
terhadap penyakitnya, dan terdapat 40,0 penanggung biaya pengobatan dengan JKA Jaminan Kesehatan Aceh, responden yang menanggung biaya sendiri atau
pribadi 30,0, menggunakan Askes 18,3 dan sisanya responden menggunakan Jamsostek 11,7.Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur,
pendidikan, pekerjaan, diagnosa dan penanggung biaya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penderita Kanker Serviks
No Karakteristik
f
1.
Umur 23 – 33tahun
34 – 44tahun 45 – 55tahun
19 24
17 31,7
40,0 28,3
2. Pendidikan
SD SMP
SMA Diploma
Sarjana 13
16 20
4 7
21,7 26,7
33,3
6,7 11,6
3. Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga Petani
Pedagang Pegawai Swasta
Pegawai Negeri 26
5 3
15 11
43,3 8,3
5,0 25,0
18,4
44
Universitas Sumatera Utara
No Karakteristik
f
4. Diagnosa
Stadium I- II Stadium III-IV
21 39
35,0 65,0
5. Penanggung biaya
Pribadi umum Askes
Jamsostek JKA
18 11
7 24
30,0 18,3
11,7 40,0
4.3 Analisis Univariat
4.3.1 Keterlambatan Mencari Pengobatan
Distribusi responden berdasarkan keterlambatan mencari pengobatan penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh sebagian besar yaitu 39 orang
65,0 terlambat mencari pengobatan terdiagnosa sudah dalam stadium III dan IV, dan sebanyak 21 orang 35,0 tidak terlambat mencari pengobatan karena
terdiagnosa sudah stadium antara I dan II
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Keterlambatan Mencari
Pengobatan f
Terlambat Tidak terlambat
39 21
65,0 35,0
Jumlah 60
100,0 4.3.2 Pengetahuan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan pada penderita kanker serviks sebanyak 38 orang 63,3 berpengetahuan kurang dan sebanyak 22orang
36,7 termasuk kategori baik. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.1 Lanjutan
45
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan
f
Kurang baik Baik
38 22
63,3 36,7
Jumlah 60
100,0
Pengetahuan diukur dalam 15 pernyataan, seluruh pernyataan responden yang
berisi pengetahuan mengenai penyakit kanker serviks secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan
No Pernyataan
Jawaban Benar
Salah Total
f f
f
1. Kanker leher rahim kanker serviks
adalah penyakit yang mematikan 52 86,7
8 13,3 60 100,0
2. Penyakit kanker leher rahim salah satu
penyebabnya adalah Papiloma Human Virus
47 78,3 13
21,7 60 100,0 3.
Penyakit kanker leher rahim dapat menyebar keorgan-organ tubuh yang lain 23 38,3
37 61,7 60 100,0
4. Tanda penyakit kanker leher rahim salah
satunya adalah keluar lendir yang berwarna kuning dan berbau
29 48,3 31
51,7 60 100,0 5.
Ketidakteraturan datang bulan merupakan gejala dari kanker leher
rahim 32 53,3
28 46,7 60 100,0
6. Merasakan nyeri setelah melakukan
hubungan intim merupakan gejala dari penyakit kanker leher rahim
31 51,7 29
48,3 60 100,0 7.
Penyakit kanker leher rahim harus segera diobati sedini mungkin agar penyakit
tersebut tidak semakin parah 30 50,0
30 50,0 60 100,0
8. Penyakit kanker serviks apabila sudah
parah dan menyebar di dalam rahim 30 50,0
30 50,0 60 100,0
46
Universitas Sumatera Utara
No Pernyataan
Jawaban Benar
Salah Total
f f
f
dapat membuat kondisi tubuh semakin lemah
9. Pap smearmerupakan salah satu cara
deteksi dini terhadap kanker yang harus dilakukan oleh setiap wanita yang sudah
menikah 23 38,3
37 61,7 60 100,0
10. Kanker leher rahim dapat diatasi dengan mengubah pola hidup tanpa berobat ke
dokter 33 55,0
27 45,0 60 100,0
11. Jangan pernah menaburi bedak pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan,
karena bisa berubah menjadi sel kanker 35 58,3
25 41,7 60 100,0
12. Pada kanker leher rahim apabila tingkat keparahannya semakin parah maka
penyembuhannya semakin sulit 31 51,7
29 48,3 60 100,0
13. Dengan teratur minum obat anti kanker dan menjalani terapi di rumah sakit akan
memberikan kesembuhan terhadap penyakit kanker leher rahim
11 18,3 49
81,7 60 100,0 14. Radioterapi penyinaran dengan sinar x
merupakan salah satu pengobatan dari kanker leher rahim
26 43,3 34
56,7 60 100,0 15. Salah satu pengobatan yang dilakukan
pada kanker leher rahim adalah dengan cara operasi pengangkatan peranakkan
rahim 24 40,0
36 60,0 60 100,0
Pengetahuan adalah pemahaman responden tentang kanker serviks yang mencakup pengertian kanker serviks, tanda dan gejala dari kanker serviks dan
pengobatan kanker serviks, paling banyak responden yang mengerti “kanker Leher Rahim kanker serviks adalah penyakit yang mematikan” sebanyak 52
Tabel 4.4 Lanjutan
47
Universitas Sumatera Utara
orang86,7. Responden yang tidak mengetahui bahwa dengan teratur minum obat anti kanker dan menjalani terapi di rumah sakit akan memberikan kesembuhan
terhadap penyakit kanker yaitusebanyak 8 orang 13,3.
4.3.3 Akses ke RSUZA Banda Aceh
Distribusi frekuensi responden penderita kanker serviks berdasarkan akses ke
RSUZA, sebanyak 53 orang 88,3 dikategorikan sulit dijangkau menuju ke RSUZA dan sebanyak 7 orang 11,7 dikategorikan mudah dijangkau oleh
penderita kanker serviks dalam mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Akses ke RSUZA Banda Aceh
Akses ke RSUZA f
Sulit dijangkau Mudah dijangkau
53
7
88,3 11,7
Jumlah 60
100,0
Akses diukur dalam 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan yang berisi tentang Akses menuju ke RSUZA secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pertanyaan Akses
No Pertanyaan
Jawaban Ya
Tidak Total
f f
f
1. Apakah jarak tersebut menyulitkan anda menuju ke RSUZA?
45 75,0
15 25,0 60
100,0 2. Apakah waktu tersebut terasa
memberatkan anda menuju ke RSUZA? 46
76,7 14
23,3 60 100,0
48
Universitas Sumatera Utara
No Pertanyaan
Jawaban Ya
Tidak Total
f f
f
3. Apakah biaya transportasi tersebut memberatkan anda
43 71,7
17 28,3 60
100,0 4. Apakah kendaraan tersebut mudah di
dapat dari rumah anda untuk menuju ke RSUZA
42 70,0
18 30,0 60
100,0 5. Apakah anda ke RSUZA ada yang
menemani? 32
53,3 28
46,7 60 100,0
Akses adalah sarana yang meliputi jarak, waktu, dana transportasi dan yang menemani datang berobat ke rumah sakit, paling banyak responden merasakan waktu
yang dibutuhkan sangat memberatkan sehingga terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan. Yang paling banyak menjawab “ya” adalah pertanyaan nomor 5 yaitu
tidak ada yang menemani ke rumah sakit sehingga terjadi keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.
4.3.2 PersepsiTerhadap Penyakit
Berdasarkan distribusi frekuensi responden penderita kanker serviks tentang persepsi terhadap penyakit kanker serviks, sebanyak 45 orang 75,0 di kategorikan
negatif dan sebanyak 15 orang 25,0 dikategorikan positif mengenai penyakitnya.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Penyakit
Persepsi terhadap penyakit f
Negatif Positif
45 15
75,0 25,0
Jumlah 60
100,0 Tabel 4.6 Lanjutan
49
Universitas Sumatera Utara
Persepsi diukur dalam 10 pernyataan, seluruh pernyataan responden yang berisi tentang persepsi terhadap penyakit secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel
4.8berikut :
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi terhadap Penyakit
No Pernyataan
Jawaban Ya
Tidak Total
f f
f
1.
Anda merasa takut bahwa penyakit anda akan semakin parah apabila
tidak segera mendapatkan pengobatan?
53 88,3
7 11,7
60 100,0
2.
Anda merasa bahwa penyakit kanker leher rahim merupakan penyakit yang
mematikan? 28
46,7 32
53,3 60 100,0
3.
Anda merasa harus segera ke rumah sakit karena sudah menimbulkan
tanda dan gejala suatu penyakit? 38
63,3 22
36,7 60
100,0
4.
Anda merasa kanker leher rahim dapat membahayakan hidup anda
apabila tidak dilakukan pengobatan secara dini
35 58,3
25 41,7
60 100,0
5.
Anda terus berusaha mencari pengobatan agar sembuh dari
penyakit kanker leher rahim 31
51,7 29
48,3 60 100,0
6.
Anda merasa menderita penyakit kanker leher rahim bukan merupakan
akhir dari segalanya 32
53,3 28
46,7 60 100,0
7.
Sakit yang saya derita tidak perlu diobati karena tidak akan bisa sembuh
23 38,3
37 61,7
60 100,0
8.
Apabila terus minum obat dan menjalani terapi di rumah sakit
memberikan kesembuhan terhadap penyakit kanker yang saya derita
27 45,0
33 55,0
60 100,0 50
Universitas Sumatera Utara
No Pernyataan
Jawaban Ya
Tidak Total
f f
f
9.
Anda merasa takut untuk menjalani operasi pengangkatan rahim karena
operasi merupakan
salah satu
pengobatan yang dilakukan agar sembuh dari penyakit kanker serviks
27 45,0
33 55,0
60 100,0
10. Penyakit kanker serviks yang saya derita
akan sembuh dengan sendirinya tanpa diobati
31 51,7
29 48,3
60 100,0
Persepsi adalah pendapat penderita kanker serviks tentang penyakitnya, banyak responden beranggapan “merasa takut bahwa penyakit anda akan semakin
parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan” yaitu sebanyak 53 orang 88,3. Banyak yang menjawab beranggapan salah mengenai penyakit yang
dideritanya tidak perlu diobati karena tidak akan sembuh yaitu sebanyak 37 orang 61,7.
4.4 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan variabel independen pengetahuan, akses, persepsi terhadap penyakit dan variabel dependen
keterlambatan mencari pengobatan.Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen menggunakan uji
Chi-square pada tingkat ke maknaan α 0,05.
Tabel 4.8 Lanjutan
51
Universitas Sumatera Utara
4.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan
Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan keterlambatan pengobatan didapat hasil bahwa pengetahuan kurang baik ada 38 orang yaitu pada
diagnosa yang terlambat sebanyak 33 orang 86,8 dan yang tidak terlambat sebanyak 5 orang 13,2 . Pengetahuan baik sebanyak 22 orang, yang mencari
pengobatan tidak terlambat sebanyak 16 orang 72,7 dan yang mencari pengobatan terlambat sebanyak 6 orang 27,3 . Hasil uji statistik dengan uji chi square
menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keterlambatan mencari pengobatan pada respoden p=0,001. Hubungan pengetahuan dengan
keterlambatan mencari pengobatan dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini:
Tabel 4.9 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan padaPenderitaKanker Serviks
Variabel Independen
Mencari penggobatan Total
p χ
2
Terlambat Tidak
terlambat f
f f
Pengetahuan
Kurang Baik Baik
33 6
86,8 27,3
5 16
13,2 72,7
38 22
100,0 100,0
0,001 21,733
4.4.2
Hubungan Akses ke RSUZA dengan Keterlambatan Mencari Penggobatan
Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa dari dari 53 orang responden dengan akses yang sulit dijangkau sebanyak 38 orang 71,1 terlambat dan 15 orang 28,3
52
Universitas Sumatera Utara
tidak terlambat mencari pengobatan. Sedangkan dengan akses yang mudah dijangkau sebanyak 7 orang, sebanyak 1 orang 14,3 tidak terlambat mencari pengobatan
sedangkan 6 orang 85,7 terlambat mencari penggobatan. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara akses dengan mencari
pengobatan.
Tabel 4.10 Hubungan Akses dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks
Variabel Independen
Mencari penggobatan Total
p χ
2
Terlambat Tidak
terlambat f
f f
Akses
Sulit dijangkau Mudah dijangkau
38 1
71,7 14,3
15 6
28,3 85,7
53 7
100,0 100,0
0,006 8,959
4.4.3 Hubungan Persepsi Penyakit dengan Keterlambatan
Mencari Pengobatan
Tabel silang antara persepsi terhadap penyakit dengan keterlambatan mencari pengobatan menunjukkan bahwa dari 45 responden yang persepsi negatif ada 37
orang 82,2 terlambat mencari pengobatan sedangkan dari 15 orang yang persepsi positif ada 2 orang 13,3 terlambat mencari pengobatan. Hasil uji Chi
Square diperoleh nilai p = 0,001. Dengan demikian terdapat hubungan antara persepsi terhadap penyakit dengan keterlambatan mencari pengobatan.
53
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11Hubungan Persepsi Penyakit dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks
Variabel Independen
Mencari penggobatan Total
p χ
2
Terlambat Tidak
terlambat f
f f
Persepsi Terhadap Penyakit
Negatif Positif
37 2
82,2 13,3
8 13
17,8 86,7
45 15
100,0 100,0
0,001 23,468
4.5 Analisis Multivariat
Untuk mengetahui determinan keterlambatan penderita kanker serviks mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh dilakukan analisis multivariat dengan
menggunakan regresi logistik berganda. Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji logistik berganda
yaitu salah satu pendekatan model statistik untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen lebih dari satu terhadap variabel dependen kategori yang
bersifat dikotomi atau binary.Variabel yang dimasukkan dalam uji regresi logistik berganda adalah variabel dengan p 0,25 pada hasil uji Chi Square yaitu
pengetahuan, akses, persepsi terhadap penyakit, dengan metode enter. Variabel yang terpilih dalam model akhir regresi logistik dengan metode enter seperti diujikan pada
Tabel 4.12 berikut : 54
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Variabel
B Sig.
Exp B 95 CI
Lower Upper
Pengetahuan 2,526
0,008 12,500
1,948 80,205
Akses 2,835
0,043 17,027
1,099 263,870
Persepsi Terhadap Penyakit
3,865 0,000
47,680 5,762
394,511
Constant -3,186
0,000 0,041
Setelah dilakukan analisis multivariat, didapat hasil bahwa pengetahuan, akses, persepsi terhadap penyakit berpengaruh terhadap keterlambatan mencari
pengobatan pada penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh tahun 2013. Variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap keterlambatan mencari
pengobatan adalah variabel persepsi terhadap penyakit dengan nilai koefisien regresi B = 3,865
Hasil uji statistik juga menunjukkan juga nilai percentage correct = 90artinya pengetahuan, akses dan persepsi terhadap penyakit menjelaskan
kemungkinan keterlambatan mencari pengobatan di RSUZA Banda Aceh tahun 2013 sebesar 90. Selebihnya 10 dipengaruhi seperti pendidikan dan lingkungan yang
tidak termasuk dalam penelitian ini. Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi
kemungkinan keterlambatan mencari pengobatan penderita kanker serviks ke RSUZA Banda Aceh adalah sebagai berikut:
� = 1
1 + �
−�+�
1
�
1
+ �
2
�
2
+ ⋯�
�
�
�
55
Universitas Sumatera Utara
� = 1
1 + �
− −3,186+2,526�
1
+2,835 �
2
+3,865 �
3
Keterangan: P : Probabilitas peluang tidak terlambat
X
1
: Pengetahuan, koefisien regresi
2,526
X
2
: Akses, koefisien regresi
2,835
X
3
: Persepsi terhadap penyakit, koefisien regresi
3,865 a : Konstanta -3,186
e : 2,71828 Persamaan diatas menyatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan
yang kurang, akses yang sulit dijangkau dan persepsi yang negatif memiliki probabilitas sebesar 99,8 untuk peluang terlambat dalam mencari pengobatan.
Responden yang memiliki pengetahuan yang baik, akses yang mudah dijangkau dan persepsi yang positif memiliki probabilitas 4,0 untuk terlambat mencari
pengobatan. 56
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh tahun 2013
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 60 responden dengan menanyakan pengetahuan responden tentang keterlambatan dalam mencari
pengobatan, menunjukkan bahwa yang paling banyak responden mengerti kanker leher rahim kanker serviks adalah penyakit yang mematikan sebanyak 86,7,
sedangkan yang paling banyak tidak mengetahui oleh responden adalah dengan teratur minum obat anti kanker dan menjalani terapi di rumah sakit akan memberi
kesembuhan terhadap penyakit kanker yaitu sebanyak 13,3. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square diperoleh nilai p
= 0,001 p 0,05 artinya ada pengaruh antara pengetahuan dengan keterlambatan mencari pengobatan yaitu orang yang memiliki pengetahuan kurang tentang kanker
serviks berisiko untuk terlambat mencari pengobatan. Penderita yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 63,3, sedangkan berpengetahuan baik sebanyak 36,7. Pada
umumnya orang yang berpengetahuan baik akan berperilaku baik pula sesuai dengan apa yang diketahuinya dan tahu apa manfaat yang diperoleh dari perilaku tersebut,
sebaliknya orang yang berpengetahuan kurang akan berperilaku kurang pula karena tidak mengetahui tentang tujuan, manfaat dari pemeriksaan dini atau deteksi dini
tentang penyakitnya agar tidak terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan.
57
Universitas Sumatera Utara
Menurut Notoatmodjo 2007 pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pendapat yang sama dinyatakan oleh
Green 1980 dalam Notoatmodjo 2007 bahwa pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang memengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap
kesehatan. Secara umum pengetahuan responden kurang baik dimana, pengetahuan responden tentang kanker serviks yang kurang, bisa disebabkan karena pendidikan
responden yang rendah, atau bisa juga karena responden hanya menyerap informasi yang berhubungan dengan kondisi dirinya sehingga informasi lain tentang kanker
serviks yang tidak berhubungan dengan dirinya dianggap tidak penting. Pemilihan informasi yang diterima membuat responden tidak mengingat seluruh informasi. Uji
statistik menunjukkan untuk variabel pengetahuan didapat nilai Exp B sebesar 12,500, artinya responden yang berpengetahuan kurang baik memiliki kemungkinan
peluang 12 kali lebih besar untuk terlambat mencari pengobatan dibandingkan responden yang berpengetahuan baik. Pengetahuan individu terhadap banyak hal
khususnya tentang keterlambatan mencari pengobatan terhadap penyakit kanker serviks dan yang utama siapkah seseorang menerima risiko yang akan ditimbulkan
jika sudah terlambat berobat maka terlambat pula diagnosisnya mengakibatkan penyakitnya sudah semakin tinggi stadiumnya sehingga sudah menyebar dan
pengobatannya semakin sulit untuk disembuhkan. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Dewi 2008 di RSU
Soetomo di Surabaya yang menyimpulkan ada pengaruh pengetahuan terhadap keterlambatan penderita kanker serviks dalam memeriksakan diri ke pelayanan
58
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dimana pemahaman penderita mengenai penyakit kanker serviks yang meliputi pengertian, tanda bahaya, faktor risiko, cara deteksi dan pencegahan tentang
kanker serviks masih kurang memahami. Pengetahuan kurang baik responden mengenai penyakit yang dirasakannya
dapat mengakibatkan terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan dikarenakan menganggap bahwa tanda dan gejala penyakit merupakan hal yang tidak perlu
dikhawatirkan selama masih bisa menjalani kehidupan sehari-hari tidak terganggu.Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Sarwono 1997 yang
menyatakan kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan karena dia merasa tidak mengidap penyakit.Soekardja 2000 dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa salah satu keterlambatan penderita mencari penggobatan adalah karena penderita tidak mengerti atau kurang menyadari bahaya
kanker.Hawari 2004 juga menyatakan ketidaktahuanignorancymenjadi salah satu faktor yang menyebabkan keterlambatan pengobatan kanker serviks. Asumsi dari
penelitian ini adalah bahwa pendidikan seseorang tidak menjamin suatu pengetahuan yang dimilikinya, dimana dengan lebih mengetahui tentang keadaan yang dialami
pada dirinya akan melahirkan suatu motivasi untuk melakukan suatu tindakan, tetapi tindakan yang dilakukan oleh para penderita kanker serviks di RSUZA Banda Aceh
berkisar 65 dinyatakan sudah terlambat mencari pengobatan. Menurut Green 1980 perilaku adalah suatu tindakan yang mempunyai
frekuensi, lama dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Perilaku manusia yang sesuai dengan norma kesehatan merupakan hasil dari
59
Universitas Sumatera Utara
proses pendidikan kesehatan. Namun, perubahan perilaku tidak hanya dapat dicapai dengan pendidikan saja. Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
sangat kompleks yakni faktor sosial, budaya, ekonomi dan perilaku merupakan refleksi dari berbagai kejiwaan, seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keiginan,
kehendak, motivasi, niat dan sebagainya. Untuk itu sangat diharapkan kepada Dinas Kesehatan perlu bekerjasama
dengan Yayasan Kanker Indonesia untuk memberikan promosi kesehatan dalam bentuk pengetahuan dengan penyuluhan tentang kanker serviks dan pengobatannya
serta pentingnya melakukan Papsmear untuk mendeteksi sejak dini penyakit kanker serviks pada wanita yang sudah menikah dan aktif seksualnya.Petugas kesehatan di
RSUZA Banda Aceh juga perlu memberikan pengetahuan berupa penyuluhan tentang kanker serviks dan pengobatannya kepada keluarga responden yang wanita agar
keluarga responden dapat mendeteksi kanker serviks sejak dini karena salah satu faktor risiko kanker serviks adalah adanya riwayat keluarga.
5.2 Pengaruh Akses terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh Tahun 2013
Penelitian yang dilakukan terhadap 60 orang responden diperoleh hasil bahwa mayoritas akses untuk sulit dijangkau sebanyak 88,3 sedangkan untuk akses yang
mudah dijangkau hanya 11,7. Terdapat pengaruh antara akses dengan keterlambatan mencari pengobatan pada nilai p = 0,006 P0,05. Mengacu pada
analisis tersebut bahwa semakin sulit dijangkau akses menuju ke RSUZA maka 60
Universitas Sumatera Utara
semakin besar terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan tentang kanker serviks. Dari hasil penelitian mengenai akses ke RSUZA yang meliputi jarak, waktu,
dana dan yang menemani responden merasakan kesulitan untuk ke RSUZA Banda Aceh. Hal ini dapat terlihat berdasarkan hasil penelitian dari jawaban yang diberikan
responden atas beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan akses menuju ke RSUZA Banda Aceh, dalam hal waktu responden merasa keberatan menuju ke
RSUZA sebesar 76,7, dan jarak tempat tinggal responden menuju ke RSUZA sangat menyulitkan responden sebanyak 75. Uji statistik menunjukkan untuk
variabel akses didapatkan nilai Exp B sebesar 17,027, artinya respoden dengan akses yang sulit dijangkau menuju ke RSUZA memiliki kemungkinan 17 kali lebih besar
terlambat mencari pengobatan dibandingkan dengan akses yang mudah dijangkau. Seluruh responden dirujuk ke rumah sakit umum di daerahnya setelah
responden dinyatakan menderita penyakit kanker serviks di puskesmas. Fasilitas pengobatan kanker serviks yang tidak lengkap di rumah sakit umum di daerah
membuat responden harus berobat ke RSUZA Banda Aceh yang memiliki peralatan lebih lengkap.Berdasarkan hasil penelitian peneliti bahwa responden berasal dari luar
daerah Kota Banda Aceh, dimana berawal dari keluhan yang terjadi memeriksakan diri ke pelayanan terdekat dengan mengunakan fasilitas yang terbatas di puskesmas
maka rujukkan menjadi prioritas agar memudahkan dalam akses untuk menuju ke RSUZA. Selain itu tindakan lain yang dilakukan responden sebelum berobat ke
RSUZA Banda responden menyempatkan diri untuk berobat ke pengobatan tradisional didaerah tempat tinggalnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
61
Universitas Sumatera Utara
Soekardja 2002 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang membuat keterlambatan adalah faktor rumah sakit yang kurang memiliki perlengkapan untuk
berobat. Dengan adanya kemudahan akses pelayanan menjadikan dasar sebagai
alternatif pemilihan tempat mencari pengobatan kanker serviks disamping itu kualitas pelayanan yang diberikan kepada penguna pelayanan.Kota Banda Aceh dengan
wilayah geografis berupa dataran tinggi dengan tingkat akses kesulitan pelayanan pada masyarakat terpencil menjadikan balai pengobatan swasta menjadi alternatif
pemilihan untuk tempat pengobatan. Disamping itu program pemerataan pelayanan kesehatan yang belum merata keseluruh pelosok Daerah Nanggroe Aceh Darusalam.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh subjek yang bertempat tinggal didaerah perkotaan lebih mudah mendapatkan akses informasi mengenai kesehatan khususnya
tentang pemeriksaan dini kanker serviks, disamping itu adanya interaksi antar kelompok sosial mempermudah transfer informasi dari satu orang ke orang lain. Pada
subjek yang tinggal didaerah pedesaan lebih cenderung terisolir sehingga kurang mendapatkan informasi khususnya mengenai penyakit kanker serviks, disamping itu
kurang berjalanya program kesehatan yang mencapai pelosok desa menyebabkan informasi tentang papsmear tidak didapatkan oleh subjek yang tingal didaerah
pedesaan. Menurut Anderson 1995 pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang dikenal dengan Andersen Behavioral Model of Health Service Utilization yang meliputi 3 komponen yaitu: 1. Komponen predisposing terdiri dari
62
Universitas Sumatera Utara
faktor demografi antara lain umur, jenis kelamin, status perkawinan, besarnya keluarga dan struktur sosial termasuk ras, pendidikan dan pekerjaan serta faktor
keyakinan antara lain pengetahuan, sikap dan persepsi, ini menggambarkan individu dapat menggunakan pelayanan kesehatan. 2. Komponen enabling adalah
kemampuan individu, untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang memengaruhi sumber keluarga, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi,
informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan sumber daya masyarakat meliputi sarana pelayanan, lokasijarak transportasi dan sebagainya. 3. Komponen
need merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan.Adanya kemudahan akses
pelayanan menjadikan dasar sebagai alternatif pemilihan tempat mencari pengobatan .
5.3 Pengaruh PersepsiPenyakit terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh Tahun 2013
Variabel persepsi penyakit pada penderita kanker serviks untuk mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh persepsi negatif sebesar 75 karena banyak
penderita kanker yang beranggapan merasa takut bahwa penyakitnya akan semakin parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan, sedangkan responden yang
beranggapan persepsi positif mengenai kanker serviks sebanyak 25. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square diperoleh nilai p
= 0,001 0,05. Artinya dapat disimpulkan terdapat pengaruh persepsi penyakit terhadap keterlambatan mencari pengobatan pada penderita kanker serviks. Hasil uji
63
Universitas Sumatera Utara
regresi logistik menunjukkan bahwa, diperoleh nilai Exp B 47,680 artinya orang yang memiliki persepsi negatif terhadap penyakit kanker serviks memiliki peluang untuk
terlambat dalam mencari pengobatan sebesar 47 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan persepsi positif terhadap penyakitnya. Hal ini didukung dari jawaban
responden terhadap persepsi penyakit tentang kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh. Sebanyak 61,7 responden
beranggapan bahwa sakit yang dideritanya tidak perlu diobati karena tidak akan sembuh, sedang responden mengetahui karena merasa takut bahwa penyakitnya akan
semakin parah apabila tidak segera mendapatkan pengobatan sebesar 88,3. Ketakutan responden membuat responden ingin berobat agar cepat mendapatkan
kesembuhan sehingga responden terhindar dari kematian yang disebabkan penyakitnya,responden ingin tetap hidup berkumpul dengan keluarganya.Rasa sayang
responden kepada keluarganya mengalahkan ketakutan responden atas penyakitnya. Mitchell 1998 dalam Hawari 2004 menyatakan bahwa salah satu faktor
yang menghambat datangnya pasien untuk berobat adalah karena rasa takut bahwa ia menderita kanker dan takut dioperasi. Namun, dalam penelitian ini
sebanyak 55respondentidak mengalami ketakutan terhadap operasi kanker serviks, dan kematian yang akan dialami jika terlambat berobat. Dalam hal ini responden
menganggap bahwa apabila penyakit sudah parah atau sudah menyebar kebagian tubuh yang lain maka untuk apa lagi diobati karena tidak akan dapat sembuh hanya
tinggal menunggu kematian saja. 64
Universitas Sumatera Utara
Tidak dapat dipungkiri bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku mencari pengobatan. Pikiran tersebut akan
memengaruhi dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi seseorang masih tidak memperdulikan tentang penyakitnya maka
niat untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan di nomor dua kan apalagi penyakit yang diderita dirasakan tidak mengganggu dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Gejala-gejala kanker serviks
sudah dialami respondentetap membuatresponden tidak segera mengobati penyakitnya karena pengetahuannya
tentang kanker serviks tidak ada.Respondenmendiamkan penyakitnya karena responden menganggap penyakitnya tidak parah dan tidak mengganggu kegiatan
responden sehari-hari. responden memiliki sikap yang tidak baik dan persepsi yang negative terhadap penyakitnya karena responden tidak mengobati penyakitnya yang
disebabkan pengetahuan responden tentang kanker serviks tidak ada. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Muzaham 1995 yang menyatakan bahwa salah satu
alasan mengapa beberapa penderita gejala penyakit yang cukup berat namun tidak meminta pertolongan dokter ialah karena mereka dapat bertoleransi pada rasa sakit
dan meragukan bahwa rasa sakit itu akan membawa akibat negatif bagi kehidupannya.
65
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan