Bagian terakhir dari karya ini merupakan penegasan dari intisari skripsi
                                                                                Belanda melalui Mgr. Petrus Hoopmans. Beliau memilih Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth di Breda, karena kongregasi ini memiliki rumah sakit dan sudah
berpengalaman dalam pelayanan kesehatan. Setelah melalui proses panjang, pada tanggal 13 Januari 1925 Kongregasi
Fransiskanes Santa Elisabeth di Breda memutuskan dan mengumumkan nama keempat suster yang akan berangkat ke daerah misi, yaitu Sr. M. Pia Van
Blaricum, Sr. M. Philotea Biemans, Sr. M. Gonzaga Van Gorp dan Sr. M. Antoinette Plug. Keempat suster ini beraangkat dari Belanda pada tanggal 29
Agustus 1925 dengan kapal Johan de Witt. Mereka tiba di Medan pada tanggal 29 September 1925. Kemudian para suster tinggal di sebuah rumah kontrakan di Jl.
Wasir No.8 Sekarang Jl. Kolonel Sugiono Medan. Rencana atas kedatangan tenaga perawat yang merupakan  kesepakatan
dengan pihak pemerintah setempat ternyata tidak jadi. Pemerintah setempat tidak menerima para perawat biarawati Katolik. Para suster merasa sedih, namun tidak
putus asa. Penolakan ini justru menghantar mereka untuk melayani orang sakit dan menderita dari rumah ke rumah.  Setelah delapan bulan, semakin banyak
pelayanan yang menuntut para suster, bahkan orang sakit yang justru datang ke rumah suster. Untuk itu para suster membutuhkan tempat pelayanan yang layak,
maka dibeli rumah yang sangat sederhana di Jl. S. Parman Padang Bulan untuk tempat tinggal para suster dan menanpung orang-orang sakit yang sedang dirawat
Syukur, 2009: 214-215.
Pada tanggal 11 Februari 1929, dibangunlah rumah sakit yang berdampingan dengan rumah suster di Jl. Imam Bonjol Medan. Rumah ini  kelak
akan menjadi rumah induk Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth di Indonesia. Dari tahun ke tahun Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth semakin
berkembang, baik dari jumlah anggota maupun dalam karya dan pelayanan. Karya pelayanan semakin bertumbuh dan beragam, mulai dari rumah peristirahatan
penderita TBC di Berastagi yang selanjutnya akan menjadi rumah retret Maranatha. Kemudian, karena calon suster FSE semakin banyak, maka  sebagai
langkah awal dibangun rumah pembinaan di Jalan Slamet Riyadi Medan. Dalam masa pembinaan ini, kepada para calon mulai dikenalkan tentang
kongregasi  FSE, juga ditanamkan tentang semangat pendiri, serta spiritualitas FSE sebagai pengikut Santo Fransiskus Assisi. Sebagai pengikut Santo Fransiskus
Assisi, para suster FSE dipanggil untuk hidup dalam kebahagiaan sejati Fransiskan yang nyata dalam karya pelayanan dan persaudaraan. Maka dari awal
berdirinya kongregasi, semangat kebahagiaan sejati Fransiskan sudah ditanamkan dari awal masa pembinaan, dan diharapkan meskipun masih dalam masa
pembinaan sudah memiliki semangat kebahagiaan sejati Fransiskan Kons.  No. 12-16.