Teori-Teori Kekerasan Landasan Teori

Tindakan kekerasan terhadap perempuan, baik secara domestic maupun public secara individu maupun kelompok, seperti: inimidasi, pelecehan seksual, penghinaan moral, pemukulan, penganiayaan, pemerkosaan, perzinaan, kekejaman, pembunuhan dan eksploitasi tenaga kerja migrantperempuan tidak pernah mendapatkan pelanggaran hak asasi perempuan sebagai manusia, tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang serius. Aturan hukum yang melindungi kaum perempuan masih sangat lemah. www.suaramerdeka.co.id

2.1.5 Teori-Teori Kekerasan

1.Teori Katharsis Katharsis dalam Yunani berarti “pencucian” atau “pembersihan”. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa tayangan yang berisi kekerasan meskipun hanya tipuan kamerafiksi atau tindakan brutal dalam acara TV atau film memberikan efek positif bagi penonton. Ketiak penonton melihat tayangan tersebut, penonton seakan ikut mengalami kekerasan atau ketakutan yang dialami para tokoh di dalam TVfilm, penonton juga ikut terlibat berjuang. Dengan “happy ending”, penonton puas, rasa takut yang ada dibawah sadar penonton hilang berubah menjadi berani. Dengan demikian kekerasan yang ditayangkan dalam TVfilm memberikan efek positif pada tingkah laku yang real penonton. Jadi, menurut teori ini, kekerasan dalam Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. TVfilm tidak membawa efek negative merusak sebaliknya justru membawa efek positif bagi penonton. 2. Teori Imitasi Pengikut teori ini berpendapat bahwa kekerasan dalam TVfilm mendorong tumbuhnya keinginan untuk meniru, Bantingan tipuan seperti dalam Smack Down, tindakan sadis oleh para tokoh pujaan, pembunuhan, dan lain-lain akan menjadi pendorong bagi penontonnya untuk melakukan tindakan yang sama dalam kehidupan sehari-hari. Padahal didalam film adalah fiksi. Sebagai contoh, apabila apabila para actor Smack Down menjadi idola anakremaja ada kecenderungan anakremaja terdorong untuk mengimitasikan diri seperti tokoh mereka, ingin bermain Smack Down meniru gerakan para actor tersebut. Anak-anak paling suka berlaku seperti itu. Dan permainan itu tentu saja sangat berbahaya. Bahaya lain, menurut imitasi adalah, bahwa sering kali dalam film laga ditampilkan kekerasan dan pembunuhan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. Happy endingnya adalah tokoh idola akhirnya tampil sebagai pemenang setelah berjuang sedemikian berat. Ia tampil sebagai pahlawan. Cara penyelesaian masalah dengan kekerasan ala para tokoh idoal itu menjadi mosel bagi anak remaja tidak jarang juga bagi orang tua dalam penyelesaian masalah. Tawuran antar pelajar bukan tidak mungkin dipicu oleh keinginan tampil sebagai hero membela almamater teman, seperti tindakan heroic para tokoh film yang dijadiakn idola bagi anakremaja. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3. Teori Kekerasan Struktural Teori kekerasan structural dari Johann Galtung, seseorang kriminolog dari Norwegia dan seorang polemolog adalah teori yang bertalian dengan kekerasan yang paling menarik. Teori kekerasan structural pada hakekatnya adalah teori kekerasan “sobursi”. Dengan “sobural” berarti suatu akronim dari nilai-nilai social, aspek budaya, dan factor structural masyarakat. Teori ”kekerasan struktural” jika diimplementasikan seacar empiric realistik,telah diterapkan secara telanjang di zaman Soeharto Orde baru melalui Angkatan Bersenjata dan organisasi poloitik yang berkuasa yang berbaju kultur jawa. Secara singkat, Soeharto bisa dibandingkan dengan Ken Arok, hanya zaman dan teknologi bersenjata yang berbeda, dalam buku PramoedyaAnanta Toer, Arok Dedes Hasta Mitra, Jakarta, 2002. Kekerasan structural sesungguhnya bukan barang kemasan baru dari abat ke 21 dan bukan pula solusi baru melalui kekerasan structural terhadap kekerasan. Yargon awam tentang kekerasan bahwa kekerasan identik dengan perbuatan fisik, sesungguhnya tidak selalu berarti demikian. Perbuatan kekerasan apalagi yang structural bahkan dari yang berwajib berkuasa secara psikis, sampai pada bersifat naratifseperti berita-berita pers mengenai Sadam dan Khadafi. Turpin dan Kurtz, 1997 :91. Bahkan secara logika mungkin sulit diterima kalau dikatakan bahwa bentuk penipuan yang jelas secara kasat mata bukan kekerasan, pada azaznya menurut Yargon awam ujung-ujungnya adalah Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. kekerasan. Suatu kekerasan structural yang sangat “naïf” dan terselubung dengan maksud-maksud yang tidak etis. Paling tidak ada empat pendekatan yang biasanyadigunakan baik oleh peneliti Indonesia maupun peneliti dari luar, yaitu: a. Pertama, esensialisme, yaitu anggapan bahwa konflik disebabkan oleh adanya permusuhan antara dua kelompok etnik yang berbeda. Teori ini menegaskan adanya perbedaan esensial diantara kelompok-kelompok etnik. Biasanya, peneliti ini menggunakan pendekatan ini cenderung mencari kekuatan instristik dari kelompok-kelompok yang berbeda. b. Kedua, Intrumentalisme, yaitu pendekatan yang lebih melihat pada peranaan elit dalam menggunakan identitas etnik untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan ekonomi. Pendekatan ini berusaha mencari actor-aktor elit yang ada dibalik terjadinay suatu konflik kekerasan. Konflik denagn demikian dipandang dari sebuah produk dari konflik anta relit yang menggunakan identitas etnik untuk memobilitasi dukungan dari kepentingannya. c. Ketiga, Konstrukvitisme, yaitu anggapan bahwa mobilitas telah merubah identitas dengan membawa massa kedalam kerangka kesadaran yang lebih luas dan ekstra local. Hal ini membuat identitas dan komunitas menjadi lebih luas dan terinstitusional. Sebagian peneliti menyebutkan bahwa konflik yang yang terjadi dinegara berkembang merupakan akibat dari kolonialisme. Penelitian ini biasanya berusaha menjawab pertanyaan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. mengapa beberaqpa system politik justru menimbulkan konflik sedangakan system yang lainnya tidak. d. Keempat, Institusionalisme, yaitu anggapan bahwa konflik telah terjadi karena tidak adanya lemabaga-lembagainstitusi-institusi yang bekerja secara baik untuk mengakomodasi segala bentuk kepentingan anta relit atau kelompok. Akiko menggunakan berbagai pendekatan, yaitu: 1. Psychological theory of violence teori psikologi tentang kekerasan yang didiskusikan teori frustasi dan agresi, teori relativedeprivation, dan social identity theory, Sebagian peneliti menggangap bahwa konflik kekerasan merupakan respon dari kekecewaan rasa kecewa atau deprivasi, baik yang absolute alasan material maupun relative alas an psikologis. Karena itu beberapa individu berjuang untuk membentuk identitas dirinya dan identitas kelompok. 2. Human security dan civil society. Perspektif ini mengarahkan penelitian untuk melihat bagaimana asosiasi antara kelompok masyarakat sipil bekerja, termasuk apakah ada perlindungan antara individu, kelompok dan komunitas daria ancaman luar. Pendekatan ini lebih menfokuskan pada kehidupan masyarakat sipil, keterlibatan masyarakat sipil dalam asosiasi formal dan informal civic engagement, dan hubungan antar kelompok masyarakat sipil. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3. Social movement theory yang berupaya untuk menjelaskan gerakan massa dalam konflik kekerasan. Terdapat beberapa teori yang digunakan yaitu collective behavior dari Durkheim, grievance and frustration model yang dikembangkan dari teori deprivasinyaTed Gurr, rational choice dari olson, dan resource mobilization dari MaCarthy dan Zald. Teori-teori digunakan untuk melihat bagaimana perilaku kolektif terjadi. httpwww.google.co.idkekerasan

2.2 Semiotika Komunikasi