8
1.2 Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang tersebut maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana representasi kekerasan yang ditampilkan dalam
film Perempuan Berkalung Sorban??
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana bentuk kekerasan dalam film Perempuan
Berkalung Sorban .
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan konstribusi terhadap kajian studi tentang analisis isi yang
menganalisis tentang film. 1.3.3
Manfaat Praktis Secara Praktis hasil penelitian ini bisa dipakai sebagai kajian bagi para
sineas dalam membuat film yang menyajikan isu menarik dan dapat menjadi wacana bagi penonton. Disisi lain dapat memberi gambaran tentang
bagaimana bentuk film yang layak di tonton oleh masyarakat.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Film
Film adalah gambar hidup yang sering juga disebut movie. Film secara kolektif, sering juga disebut sinema. Sinema itu itu sendiri bersumber dari kata
kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di Dunia para sineas sebagai seluloit.
Pengertian secara
harafiah film sinema adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos cahaya + graphie = graph tulisan = gambar =
citra, jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus yang bisa kita
sebut dengan kamera. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang lain dan benda termasuk fantasi
dan figure palsu dengan kamera, dan oleh animasi. Kamera film menggunakan pita seluloit atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi. Butiran silver halide yang
menempel pada pita ini sangat sensitive terhadap cahaya. Saat proses cuci film, silver halide yang telah terespon cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam,
sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terespon akan tinggal dan larut bersama cairan pengembang developer.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Definisi film
menurut UU 8 1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang
merupakan media komunikasi masa pandang dengan yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, pinggiran video, dan
atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa
suara, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, dan elektronik.
Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plasyik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid.
Dalam bidang fotografi film ini menjadi media yang dominant digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya
fotografi bergeser pada penggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang sinemafotografi perihal media penyimpan ini telah mengalami
perkembangan yang pesat. Berturut=turut dikenal media penyimpan selluloid film, pita analog, dan yang terakhir media digital pita, cakram, memori chip. Sejalan
dengan perkembangan media penyimpanan dalam bidang sinematografi,maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita dapat diproduksi tanpa
menggunakan selluloid media film. Bahkan saat ini sudah semakin sedikit film yang menggunakan media selluloid pasa tahap penggambilan gambar. Pada tahap pasca
produksi gambar yang telah disdit dari media analog maupundiital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan pada
media selluloid, analog maupun digital.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perkembangan teknologi media penyimpanan ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan keistilah yang mengacu pada bentuk karya
seni audio-visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu genrecabang seni yang menggunakan audio suara dan visual gambar sebagai medianya. Istilah film
pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastic yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi
film ini menjadi media yang dominandigunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser pada penggunaan
media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang sinematografi perihal media penyimpan ini telah mengalami
perkembangan yang pesat. Sejalan dengan perkembangan media penyimpanan dalam bidang sinematografi, maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita dapat
diproduksi tanpa menggunakan selluloid media film. Bahkan saat ini sudah semakin sedikit film yang menggunakan media selluloid pada tahap pengambilan gambar.
Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital dapat disimpan dalam media fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat
disimpan dalam media selluloid, analog maupun digital. Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah menggubah pengertian
film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah yang mengacu pada bentuk karya seniaudio-visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu genre cabang
seni yang menggunakan audiosuara dan visual gambar sebagai medianya. http:wikipedia.com
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.1.2 Film sebagai salah satu alat komunikasi massa
Dalam pengertian umum, media massa adalah sarana informasi untuk menyampaikanberita kepada masyarakat luas, baik yang menggunakan alat cetak
surat kabar, majalah, bulletin, dan sebagainya maupun elektronik televise, radio, internet, dan sebagainya. Sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat
elektronik dipadukan dengan hasil ekspresi seni dan budaya, film memiliki peranan penting dalam masyarakat. Di satu sisi film dapat memperkaya nuansa kehidupan
manusia dengan hal-hal yang bermanfaat dari berbagai dimensi. Penafsran tentang makna bergantung dari sisi mana kita memandangnya. Film yang kita tonton
merupakan salah satu representasi dari realitas yang ada dalam masyarakat. Walaupun kadang-kadang penuh imajinasi dan fiksi,
tetapi tetap saja film itu
mengambil tema dari realitas social yang ada dalam masyarakat. Menurut Tuner, film bukan hanya refleksi dari realitas tapi makna film
sebagai representasi realitas masyarakat. Film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konveksi-konveksi, dan ideology dari kebudayaan.
Menurut McQuail tugas film adalah menghibur, memberikan informasi dan
mendidik. “Media massa dalam menjalankan fungsinya menyajikan hiburan yang dapat menyenangkan hati pembaca, pendengar, penonton. Hiburan itu dapat saja
muncul dalam bentuk musik, cerita maupun berita-berita ringan yang terjadi di sekitar kita”.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.1.3 Pengertian Kekerasan
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai sifat atau hal yang keras. Sedangkan paksaan berarti tekanan, desakan yang keras, jadi
kekerasan berarti membawa kekuatan, paksaan dan tekanan Poerwadarminta, 1999 :102. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kekerasan Violence berarti sebagai suatu
serangan atau invasi fisik integritas mental psikologis seseorang Englander dalam Saraswati, 2003 : 13.
Menurut Johan Galtung, kekerasan terjadi apabila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi
potensialnya. Kata-kata kunci yang perlu diterapkan yaitu actual nyata dan potensial mungkin, dibiarkan serta dibatasi tanpa disingkirkan kekerasan sering dilakukan
oleh seseorang atau lembaga yang dianggap kuat atau lebih dominant memiliki otoritas tertentu. Mereka yang memiliki wewenang lebih itu cenderung akan
melakukan kekerasan bila merasa wewenang mereka ada yang melanggar dan tidak dipatuhi. Dengan kata lain, sesungguhnya kekerasan itu potensial dilakukan oleh
siapapun dan sudah melekat didalam suatu pola relasi yang diantara kedua
belah pihak merupakan adanya ketidakseimbangan yang satu
memiliki otoritas yang lebih besar dari pada yang lainnya.
Kekerasan pada dasarnya tergolong kedalam dua bentuk kekerasan yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan
yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
maupun yang tidak, seperti yang terjadi dalam perang yakni kekerasan antar masyarakat dan terorisme.
Kekerasan domestic adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, dimana biasanya yang berjenis kelamin laki-laki menganiaya secara verbal, fisik, dan
psikologis. Kekerasan secara verbal seperti berkata-kata yang tidak semestinya, kekerasan fisik misalnya, meliputi tindakan yang mengakibatkan rasa sakit, luka atau
bekas luka ditubuh seseorang, keguguran, pingsan, dan atau kematian. Kekerasan psikologis adalah tindakan yang mengakibatkan rasa takut, kehilangan percaya diri,
kehilangan kemampuan untuk mengambil tindakan, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan jiwa serius kepada jenis kelamin perempuan Avivia, 2006 : 179-180
Menurut pasal 5 Undang-undang nomer 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dibagi menjadi beberapa jenis
Fokusmedia, 2004 :5-6, diantaranya: 1.
Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
2. Kekerasan Psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan
hilangnya respon, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, malu, tersinggung dan penderita psikis berat pada seseorang.
3. Kekerasan Seksual adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk
paksaan atau mengancam untuk melakuakn hubungan seksual, melakuakan siksaan yang bertindak sadis pada seseorang.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Kekerasan Ekonomi adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan
kerugian dan penghinaan secara ekonomi, terlantarnya anggota kelompok dan atau menciptakan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan melarang untuk bekerja yang layak di dalam dan diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.
Menurut Kompas 1993 dalam penelitian Paul Joseph I.R 1996:37 ada dua jenis kekerasan yaitu kekerasan verbal dan non verbal. Kekerasan verbal adalah
kekerasan yang berbentuk kata-kata, kategori kekerasan verbal meliputi, umpatan olok-olok, hinaandan segala perkataan yang menyebabkan lawan bicara merasa
tersinggung, emosi dan marah. Sedangkan kekerasan non verbal adalah melalui bahasa tubuh, tindakan, intonasi dan kecepatan suara.
Kekerasan sangat sering kita jumpai yang kita tahu secara langsung hanyalah sebagian dari kekerasan itu sendiri.
2.1.4 Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan yang dialami pada perempuan secara
fisik., seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum
ataupun dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kekerasan terhadap perempuan sering kali terjadi karena adanya ketimpangan dan tidak keadilan gender. Ketimpangan gender adalah peran dan hak
perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status
lebih rendah dari laki-laki. “Hak Istimewa” yang dimiliki laki-laki seolah-olah menjadikan
perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena- mena, termasuk dengan cara kekerasan. Kekerasan pada perempuan dapat terjadi
dalam bentuk: 1.
Tindakan kekerasan fisik Tindakan kekererasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa
atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan menggunakan anggota tubuk pelaku tangan dan kaki atau dengan alat-alat lainnya.
Misalnya seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan. 2.
Tindakan kekerasan Non fisik Tindakan kekerasan non fisik adalah tindakan yang bertujuan untuk
merendahkan citra dan kepercayaan diri seseorang perempuan, baik melalui kata-kata
maupun perbuatan yang tidak disukai atau dikehendaki
korbannya. 3.
Tindakan kekerasan psikologis atau Jiwa Tindakan kekerasan psikologis atau jiwa adalah tindakan yang bertujuan
mengganggu dan menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu
bergantung suami dan orang lain.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tindakan kekerasan terhadap perempuan, baik secara domestic maupun public secara individu maupun kelompok, seperti: inimidasi, pelecehan seksual,
penghinaan moral, pemukulan, penganiayaan, pemerkosaan, perzinaan, kekejaman, pembunuhan dan eksploitasi tenaga kerja migrantperempuan tidak
pernah mendapatkan pelanggaran hak asasi perempuan sebagai manusia, tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang serius. Aturan hukum yang melindungi
kaum perempuan masih sangat lemah. www.suaramerdeka.co.id
2.1.5 Teori-Teori Kekerasan
1.Teori Katharsis Katharsis dalam Yunani berarti “pencucian” atau “pembersihan”. Para
pendukung teori ini berpendapat bahwa tayangan yang berisi kekerasan meskipun hanya tipuan kamerafiksi atau tindakan brutal dalam acara TV
atau film memberikan efek positif bagi penonton. Ketiak penonton melihat tayangan tersebut, penonton seakan ikut mengalami kekerasan atau ketakutan
yang dialami para tokoh di dalam TVfilm, penonton juga ikut terlibat berjuang. Dengan “happy ending”, penonton puas, rasa takut yang ada
dibawah sadar penonton hilang berubah menjadi berani. Dengan demikian kekerasan yang ditayangkan dalam TVfilm memberikan efek positif pada
tingkah laku yang real penonton. Jadi, menurut teori ini, kekerasan dalam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
TVfilm tidak membawa efek negative merusak sebaliknya justru membawa efek positif bagi penonton.
2. Teori Imitasi
Pengikut teori ini berpendapat bahwa kekerasan dalam TVfilm mendorong tumbuhnya keinginan untuk meniru, Bantingan tipuan seperti
dalam Smack Down, tindakan sadis oleh para tokoh pujaan, pembunuhan, dan lain-lain akan menjadi pendorong bagi penontonnya untuk melakukan
tindakan yang sama dalam kehidupan sehari-hari. Padahal didalam film adalah fiksi. Sebagai contoh, apabila apabila para actor Smack Down menjadi
idola anakremaja ada kecenderungan anakremaja terdorong untuk mengimitasikan diri seperti tokoh mereka, ingin bermain Smack Down
meniru gerakan para actor tersebut. Anak-anak paling suka berlaku seperti itu. Dan permainan itu tentu saja sangat berbahaya. Bahaya lain, menurut imitasi
adalah, bahwa sering kali dalam film laga ditampilkan kekerasan dan pembunuhan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. Happy endingnya
adalah tokoh idola akhirnya tampil sebagai pemenang setelah berjuang sedemikian berat. Ia tampil sebagai pahlawan. Cara penyelesaian masalah
dengan kekerasan ala para tokoh idoal itu menjadi mosel bagi anak remaja tidak jarang juga bagi orang tua dalam penyelesaian masalah. Tawuran antar
pelajar bukan tidak mungkin dipicu oleh keinginan tampil sebagai hero membela almamater teman, seperti tindakan heroic para tokoh film yang
dijadiakn idola bagi anakremaja.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Teori Kekerasan Struktural
Teori kekerasan structural dari Johann Galtung, seseorang kriminolog dari Norwegia dan seorang polemolog adalah teori yang bertalian dengan
kekerasan yang paling menarik. Teori kekerasan structural pada hakekatnya adalah teori kekerasan “sobursi”. Dengan “sobural” berarti suatu akronim dari
nilai-nilai social, aspek budaya, dan factor structural masyarakat. Teori ”kekerasan struktural” jika diimplementasikan seacar empiric
realistik,telah diterapkan secara telanjang di zaman Soeharto Orde baru melalui Angkatan Bersenjata dan organisasi poloitik yang berkuasa yang
berbaju kultur jawa. Secara singkat, Soeharto bisa dibandingkan dengan Ken Arok, hanya zaman dan teknologi bersenjata yang berbeda, dalam buku
PramoedyaAnanta Toer, Arok Dedes Hasta Mitra, Jakarta, 2002. Kekerasan structural sesungguhnya bukan barang kemasan baru dari abat ke 21 dan
bukan pula solusi baru melalui kekerasan structural terhadap kekerasan. Yargon awam tentang kekerasan bahwa kekerasan identik dengan perbuatan
fisik, sesungguhnya tidak selalu berarti demikian. Perbuatan kekerasan apalagi yang structural bahkan dari yang berwajib berkuasa secara psikis,
sampai pada bersifat naratifseperti berita-berita pers mengenai Sadam dan Khadafi. Turpin dan Kurtz, 1997 :91. Bahkan secara logika mungkin sulit
diterima kalau dikatakan bahwa bentuk penipuan yang jelas secara kasat mata bukan kekerasan, pada azaznya menurut Yargon awam ujung-ujungnya adalah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kekerasan. Suatu kekerasan structural yang sangat “naïf” dan terselubung dengan maksud-maksud yang tidak etis.
Paling tidak ada empat pendekatan yang biasanyadigunakan baik oleh peneliti Indonesia maupun peneliti dari luar, yaitu:
a. Pertama, esensialisme, yaitu anggapan bahwa konflik disebabkan oleh
adanya permusuhan antara dua kelompok etnik yang berbeda. Teori ini menegaskan adanya perbedaan esensial diantara kelompok-kelompok
etnik. Biasanya, peneliti ini menggunakan pendekatan ini cenderung mencari kekuatan instristik dari kelompok-kelompok yang berbeda.
b. Kedua, Intrumentalisme, yaitu pendekatan yang lebih melihat pada
peranaan elit dalam menggunakan identitas etnik untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan ekonomi. Pendekatan ini berusaha
mencari actor-aktor elit yang ada dibalik terjadinay suatu konflik kekerasan. Konflik denagn demikian dipandang dari sebuah produk dari
konflik anta relit yang menggunakan identitas etnik untuk memobilitasi dukungan dari kepentingannya.
c. Ketiga, Konstrukvitisme, yaitu anggapan bahwa mobilitas telah merubah
identitas dengan membawa massa kedalam kerangka kesadaran yang lebih luas dan ekstra local. Hal ini membuat identitas dan komunitas menjadi
lebih luas dan terinstitusional. Sebagian peneliti menyebutkan bahwa konflik yang yang terjadi dinegara berkembang merupakan akibat dari
kolonialisme. Penelitian ini biasanya berusaha menjawab pertanyaan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
mengapa beberaqpa system politik justru menimbulkan konflik sedangakan system yang lainnya tidak.
d. Keempat, Institusionalisme, yaitu anggapan bahwa konflik telah terjadi
karena tidak adanya lemabaga-lembagainstitusi-institusi yang bekerja secara baik untuk mengakomodasi segala bentuk kepentingan anta relit
atau kelompok.
Akiko menggunakan berbagai pendekatan, yaitu: 1.
Psychological theory of violence teori psikologi tentang kekerasan yang didiskusikan teori frustasi dan agresi, teori relativedeprivation, dan social
identity theory, Sebagian peneliti menggangap bahwa konflik kekerasan merupakan respon dari kekecewaan rasa kecewa atau deprivasi, baik yang
absolute alasan material maupun relative alas an psikologis. Karena itu beberapa individu berjuang untuk membentuk identitas dirinya dan identitas
kelompok. 2.
Human security dan civil society. Perspektif ini mengarahkan penelitian untuk melihat bagaimana asosiasi antara kelompok masyarakat sipil bekerja,
termasuk apakah ada perlindungan antara individu, kelompok dan komunitas daria ancaman luar. Pendekatan ini lebih menfokuskan pada kehidupan
masyarakat sipil, keterlibatan masyarakat sipil dalam asosiasi formal dan informal civic engagement, dan hubungan antar kelompok masyarakat sipil.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Social movement theory yang berupaya untuk menjelaskan gerakan massa
dalam konflik kekerasan. Terdapat beberapa teori yang digunakan yaitu collective behavior dari Durkheim, grievance and frustration model yang
dikembangkan dari teori deprivasinyaTed Gurr, rational choice dari olson, dan resource mobilization dari MaCarthy dan Zald. Teori-teori digunakan untuk
melihat bagaimana perilaku kolektif terjadi. httpwww.google.co.idkekerasan
2.2 Semiotika Komunikasi
2.2.1 Pendekatan Semiotik dalam Film
Film menjadi media yang menarik untuk bahan kajian mempelajari berbagai hal yang terdapat didalamnya. Kajian terhadap film dilakukan kerena film
memberikan kepuasan dan arti tentang budaya maupun lingkungannya terdapat hubungan-hubungan antara image dan penonton, industri dan khalayak, narasi dan
budaya. Langkah yang dapat dilakukan dalam mengkaji film adalah dengan menganalisis bahasa film sehingga dapat menghasilkan makna Sobur,1993:127.
Film merupakan transformasi dari kehidupan manusia, dimana gambaran- gambaran nilai manusia terlihat jelas. Kehidupan manusia dengan nilai simbol-simbol
yang mempunyai makna dan arti yang berbeda-beda, lewat simbol-simbol tersebut film juga merupakan sarana ekspresi indrawi yang khas dan efisien, antara lain :
mampu mengekspresikan emosi, aksi dan karakterisasi yang dikomunikasikan dengan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kemahiran mengekspresikan image-image yang ditampilkan dalam film yang kemudian menghasilkan makna-makna tertentu sesuai dengan konteksnya.
Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda Chandler, 2002: www.aber.ac.uk. Studi ini tidak hanya mengarah pada ”tanda” dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk- bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, images, suara, gesture, dan objek.
Bila kita mempelajari tanda tidak bisa memisahkan tanda yang satu dengan tanda- tanda yang lain membentuk sebuah sistem, dan kemudian disebut sistem tanda. Lebih
sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut Jhon Fiske konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang imbul
antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode Chandler, 2001: www.aber.ac.uk.
Menurut Jhon Fiske dalam Introduction to Communication Studies Fiske, 2006:9 komunikasi merupakan aktivitas manusia yang lebih lama dikenal namun
hanya sedikit orang yang memahaminya. Dalam mempelajari komunikasi kita dapat membaginya dalam dua perspektif, yaitu segi proses, serta sisi produksi dan
pertukaran makna. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda Eco, 1976:6 dalam Sobur 2002:95. Pengertian lain juga dikemukakan
Van Zoest mengartikan semiotik sebagai ”ilmu tanda sign dan segala yang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengiriimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya”.
Penerapan semiotik pada film, berarti kita harus memperhatikan aspek medium film atau cinema yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini
jenis pengambilan kamera selanjutnya disebut shot dan kerja kamera camera work. Denngan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan
bagaimana maknanya. Misalnya, Close up CU shot berati ambilan kamera dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari CU shot adalah keintiman dan
sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning atau pan-up yaitu gerak
kamera mendongak pada poros horizontal. Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada objek yang diambil
Berger,1982:37.
2.2.2 Model Semiotik John Fiske
Menurut Fiske 1994:5 analisis semiotik pada sinema atau film layar wide screen disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televise, sehingga
analisis yang dilakukan pada film suster keramas terbagi menjadi beberapa level yaitu:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Level Realitas Reality Pada level ini, realitas dapat dilihat pada kostum pemain, alat rias,
lingkungan, gesture, suara, perilaku, ucapan dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis.
Beberapa kode-kode sosial yang merupakan realita secara persis dapat didefinisikan dalam medium melalui ekspresi:
a. Penampilan, kostum dan make up yang digunakan oleh pemain pada
film ”Perempuan Berkalung Sorban”. Dalam penelitian ini, tokoh yang menjadi objek penelitian. Bagaimana pakaian dan tata rias yang
mereka gunakan, serta apakah kostum dan make up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode
sosial dan kultural. b.
Lingkungan atau setting, yang ditampilkan dari cerita tokoh tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna
didalamnya. c.
Dialog, berupa makna dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam dialog.
2. Level Representasi
Level ini meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, suara dan casting yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat
konvensional. Level representasi melalui:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1 Shot Gambaran atau aspek visual dari suatu program televisivideo yang tampak di
monitorlayar adalah hasil dari serangkaian pengambilan gambar atau shootin dalm kegiatan produksi. Para pembuat film mempergunakan banyak istilah yang
berhubungan dengan shot. Dalam faktor-faktor yang kini berperan termasuk jarak,
focus, sudut pengambilan, gerak dan sudut pandang. Shot normal meliputi : full shot shot keseluruhan, shot tiga per empat, shot menengah medium shot. Shot
memerlukan waktu. Dalam angka waktu itu ada imaji-imaji yang banyaknya terus menerus berbeda. Frame mencakup informasi visual yang tidak terbatas dan
potensial. Kita bisa saja mengatakan bahwa sebuah shot film dapat disamakan dengan sebuah kalimat, karena ia mengutarakan sepotong film. Sebuah shot film bisa
berisi informasi subjek yang mau kita baca didalamnya dan satuan-satuan manapun yang kita rumuskan, dalam shot itu bersifat menurut kehendak hati sendiri.
Teknik pada shot meliputi : 1.
Teknik kamera : jarak dan sudut pengambilan
a. Long shot: pengambilan yang menunjukkan semua bagian objekpengambilan
gambar keseluruhan, menekankan pada background. Shot ini biasanya dipakai dalam tema-tema sosial yang lebih lama dan lingkungannya daripada individu
sebagai fokusnya. b.
Estabilishing shot: biasanya digunakan untuk membuka suatu adegan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
c. Medium shot: disebut juga waist shot menunjukkan subjek atau aktornya dan lingkungannya dalam ruang yang sama. Biasanya digunakan untuk
memperlihatkan kehadiran dua atau tiga aktor secara dekat. d. Close up: menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter wajah atau benda
dengan menampakkan bagian-bagiannya dalam detail sehingga memenuhi layar, dan mengaburkan objek dan konteksnya. Pengambilan ini
memfokuskan pada perasaan atau reaksi dari seseorang, dan kadangkala digunakan dalam percakapan untuk menunjukkan emosi seseorang.
e. Extrem close up: menggambarkan secara details ekspresi pemain dari suatu peristiwa lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata,bibir, tangan dan
sebagaimya. f. View point: jarak dan sudut nyata dari kamera yang memandang dan merekam
objek. g.
Point of view: sebuah pengambilan kamera yang memandang dan merekam objek.
h. Selective focus: memberikan efek dengan menggunakan perlatan optikal
untuk mengurangi ketajaman dari atau image atau bagian dirinya.
2. Teknik kamera perpindahan
a. Zoom: perpindahan tanpa memindahkan kamera, hanya lensa difokuskan
untuk mendekati objek. Biasanya digunakan untuk memberikan kejutan kepada
penonton.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Following pan: kamera berputar untuk mengikuti perpindahan objek.
Kecepatan perpindahan terhadap subjek menghasilkan mood tertentu yang menunjukkan hubungan penonton dengan subjeknya.
c. Tracking dolling: perpindahan kamera secara pelan, maju, atau menjauhi
objek berbeda dengan zoom. Kecepatan tracking mempengaruhi perasaan penonton, jika dengan cepat utamanya trackung in menunjukkan
ketertarikan, demikian sebaliknya. www.aber.ac.uk’grammar’ of television and
film.
2 Pencahayaan
Cahaya menjadi salah satu unsure media visual, karena dengan cahaya informasi bias dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsure teknis yang
membuat benda bisa dilihat. Maka penyajian film juga, pada mulanya disebut sebagai ”painting with light” melukis dengan cahaya. Namun dalam perkembangan bertutur
dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakn banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau atmosfer set dan bisa menunjang
dramatic adegan.
3. Penataan SuaraMusik
a. Comentarvoice-over narration: biasanya digunakan untuk memperkenalkan
bagian tertentu dari suatu program, menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk menginterpresentasikan kesan pd penonton dari suatu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sudut pandang, menghubungkan bagian atau sequences dari program secara bersamaan.
b. Sound effect: untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu kejadian.
c. Musik: untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu
adegan, warna emosional pada musik turut mendukung keadaan emosional atau adegan.
Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada teknik editing dan penataan musik yang ada dalam level representasi, karena
keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi dalam film Perempuan Berkalung Sorban
4. Teknik Editing a. Cut: perubaan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan, sudut pandang atau
lokasi lainnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene, mempersingkat waktu, memperbanyak point view, atau
membentuk kesan terhadap image atau ide. b. Jump cut: untuk membuat suatu adegan yang dramatis.
c. Motivated cut: bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Level Ideologi Level ideology dimana pengorganisasian kode-kode tersebut terdapat dalam
suatu kesatuan coherence dan penerimaan social social acceptability, seperti: kelas, patriarki, ras, feminisme, maskulinitas, matrealisme, kapitalisme, liberalisme,
status dan lainnya. Berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, peneliti hanya memakai symbol-simbol yang ditampilkan dalam film
Perempuan Berkalung Sorban. Graeme Turner sendiri, tetap memandang hubungan antara film, dideology,
kebudayaan bersifat problematis. Dalam hal ini, film ditanyakan sebagai produksi dari struktur social, politik, budaya tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruh
dinamika struktur tersebut. Demikian halnya, dengan objek penelitian ini yaitu film suster keramas yang juga merupakan produk dari struktur social, politik, serta
budaya. Menurut Turner, selain film bekerja pada system-sytem makna kebudayaan untuk memperbaruhi, meriviewnya, ia juga diproduksi oleh system-system makna itu.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.3. Kerangka berpikir
Kekerasan yang ada dalam film Perempuan Berkalung Sorban ini merupakan kekerasan yang dialami oleh perempuan berupa kekerasan fisik maupun kekerasan
psikologis yang ditayangkan dalam film Perempuan Berkalung Sorban. Teori yang digunakan adalah teori analisis isi Film Perempuan Berkalung
Sorban merupakan media yang digunakan oleh Hanung Bramantyo untuk menyampaikan pesan yang berisikan “Kekerasan” kepada khalayak luas yang
berperan sebagai komunikan. Film “Perempuan Berkalung Sorban” di analisis sesuai dengan kekerasan
yang muncul dalam setiap adegan difilm tersebut. Bentuk yang tampak dalam kekerasan dan diskriminasi gender terdapat pada dialog dan visual di setiap scene
atau adegannya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi