Klasifikasi Patogenesis Prestasi Belajar 1 Definisi

2.2.4. Klasifikasi

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan gejala yang paling menonjol. Pada dispepsia ulcer-like, gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada perut bagian atas. Nyeri biasanya berkurang dengan mengkonsumsi makanan atau antasida dan dapat membangunkan anak dari tidurnya. Dispepsia dysmotility-like ditandai dengan sensasi atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas yang sangat mengganggu tetapi bukan rasa sakit. Sensasi ini menyerupai rasa menyesak di perut bagian atas, rasa cepat kenyang, kembung atau mual. Dikatakan dispepsia nonspesifik apabila tidak terpenuhinya atau memenuhi kriteria untuk kedua kelompok sebelumnya. 6,10,15

2.2.5. Patogenesis

Patogenesis dispepsia fungsional masih belum diketahui secara pasti. Gangguan motilitas diduga menjadi salah satu penyebab berdasarkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya bukti ritme elektris lambung yang tidak teratur dan perlambatan waktu pengosongan lambung dan duodenum atau motilitas abnormal yang ditandai dengan gerak mundur dari lambung dan duodenum. Penelitian yang dilakukan oleh Hyman, dkk. menunjukkan adanya kelainan motilitas tersebut pada 39 dari 44 anak yang memiliki gejala saluran cerna bagian atas yang fungsional. Penelitian yang dilakukan oleh Pineiro Cerrero, dkk. juga menunjukkan bahwa pasien dengan nyeri perut fungsional memiliki kelainan aktivitas elektrik lambung dengan Universitas Sumatera Utara gerakan lambung yang lebih lamban dibandingkan dengan kelompok yang sehat. Sebagai tambahan, pasien tersebut juga memiliki tekanan kontraksi duodenum yang tinggi. 6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Friesen, dkk. dijumpai bahwa 52 anak yang diteliti dan menderita dispepsia fungsional memiliki abnormalitas elektrogastrografi. Mereka menunjukkan adanya disritmia berupa bradigastria pada saat puasa dan takigastria setelah makan. Abnormalitas ini berhubungan dengan perlambatan waktu pengosongan lambung dan memberatnya keluhan nyeri perut setelah makan. 16 Gangguan motilitas lambung diduga terkait dengan aktivasi eosinofil. Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dispepsia fungsional terjadi pengaktifan eosinofil dengan tingkat sedang sampai ekstensif pada mukosa lambung. 19 Fokus penelitian lainnya adalah sel mast dan kaitannya dengan faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis dan psikologis dapat berhubungan dengan inflamasi pada pasien dengan dispepsia fungsional. Sel mast menjadi fokus penelitian karena hubungannya yang erat dengan saraf enterik. Sel mast mengalami peningkatan jumlah pada bagian antrum, korpus dan duodenum pasien dengan dispepsia fungsional. Peningkatan tersebut berhubungan dengan hipersensitivitas akan distensi dan sel mast tersebut akan mengalami degranulasi apabila lambung mengalami distensi. 15 Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa aktivasi sel mast akan menghasilkan mediator yang mengeksitasi sistem saraf enterik dan menyebabkan abnormalitas fungsi sensorik dan motorik saluran cerna. Mediator yang dihasilkan berupa triptase yang akan berikatan dengan Universitas Sumatera Utara reseptor PAR-2 yang dalam waktu cepat akan menghasilkan perubahan mioelektrikal pada elektrogastrografi. 11 Faktor psikologis seperti kecemasan dapat berperan dalam respon inflamasi. Stres akan mengaktivasi hipotalamus untuk melepaskan corticotrophin-releasing factor CRF. CRF juga diproduksi oleh sel inflamasi di susunan saraf perifer sampai sentral. Sel mast mengekspresikan reseptor CRF dan jika terstimulasi akan melepaskan sitokin dan mediator proinflamasi lainnya. Telah diketahui pula bahwa hubungan faktor psikologi dengan inflamasi bersifat dua arah, dimana faktor psikologi dapat menimbulkan inflamasi dan inflamasi dapat mencetuskan kecemasan dan depresi. Berbagai mediator yang dilepaskan sel inflamasi akan mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang. Sel mast dan dan histamin neuronal memainkan peranan penting dalam mencetuskan kecemasan, terutama lewat reseptor H1 postsinaps. Hal ini menjelaskan mengapa gejala dispepsia fungsional berkurang dengan pemberian penyekat reseptor H1 atau H2 dan stabilisator sel mast. Mediator lain seperti tumor necrosis factor- α juga dapat mengaktifkan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal atau berpengaruh langsung pada sistem saraf pusat. 10 Pengurangan gejala setelah pemberian obat antisekretorik melahirkan pendapat bahwa penyakit ini berkaitan dengan tingginya kadar asam lambung. Pada kenyataannya, tidak ada penelitian yang menunjukkan adanya hipersekresi asam pada pasien dispepsia fungsional. Respon terhadap obat antisekretorik tersebut cenderung bersifat plasebo. 5 Universitas Sumatera Utara

2.2.6. Manifestasi Klinis