Diagnosis Banding Penatalaksanaan Prestasi Belajar 1 Definisi

disfagia, odinofagia, nyeri yang menetap dan penurunan berat badan atau jika gejala yang ada menetap setelah pengobatan empiris. 7-9 Di lain pihak ada pendapat yang menyatakan endoskopi tidak perlu dilakukan karena prosedurnya yang tidak menyenangkan dan nilai diagnosisnya yang terbatas. 7,9 Berdasarkan konsensus Maastricht dan fakta dimana keganasan pada saluran cerna anak dan angka kejadian tukak peptik sangat kecil, penggunaan endoskopi kurang dianjurkan. 9 Ultrasonografi perut kurang membantu dalam mendiagnosis dispepsia fungsional pada anak-anak. Foto polos abdomen dengan kontras penting untuk menyingkirkan penyebab fisikal seperti malrotasi, penyakit Crohn dan lesi obstruktif atau inflamasi yang lain. Manometri gastroduodenal mudah dilakukan dan berguna dalam pemeriksaan gangguan fungsi saluran cerna bagian atas dan memberikan dasar pendekatan pengobatan yang bekerja memodifikasi motilitas lambung dan usus halus. 5,6

2.2.8. Diagnosis Banding

Terdapat banyak kelainan yang memiliki manifestasi klinis seperti dispepsia fungsional. 6,7 Salah satu kelainan yang paling mirip adalah dispepsia sekunder akibat penyakit organik. Dispepsia sekunder karena penyakit organik harus dibedakan dari dispepsia fungsional karena penatalaksanaannya jelas berbeda. Dispepsia sekunder akibat penyakit organik dicurigai pada anak-anak dengan manifestasi klinis sebagai berikut: 6 1. Usia muda kurang dari 5 tahun Universitas Sumatera Utara 2. Demam, penurunan berat badan atau gagal tumbuh 3. Muntah berwarna seperti empedu atau berdarah 4. Nyeri yang dapat membangunkan anak dari tidurnya 5. Nyeri alih ke punggung, bahu atau lengan atas 6. Nyeri saat berkemih 7. Dijumpai darah pada urin 8. Nyeri pada pinggang 9. Inflamasi atau luka pada daerah anus 10. Dijumpai darah pada feses 11. Dijumpai hasil laboratorium abnormal 12. Adanya riwayat inflammatory bowel disease atau tukak peptik pada keluarga 2 Adapun penyebab dispepsia sekunder akibat penyakit organik dipaparkan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.2. Penyebab Dispepsia Sekunder akibat Penyakit Organik. 5 Kelainan Organik Penyebab Dispepsia Infeksi parasit Penyakit saluran empedu dan hepatic Pankreatitis Penyakit Chron’s Penyakit Celiac Intoleransi laktosa Pertumbuhan berlebih bakteri Refluks gastroesofageal Ulkus peptikum Gastritis Helicobacter pylori Inflamasi Saluran cerna atas yang diinduksi obat Gastroenteritis eosinofilik Abnormalitas anatomikal Universitas Sumatera Utara Penyakit lain yang menyerupai dispepsia fungsional adalah gastroenteritis eosinofilik. Friessen, dkk. melaporkan kasus anak dengan nyeri perut bagian atas yang tidak remisi dengan pengobatan empiris selama 12 minggu. Dari pemeriksaan endoskopi dijumpai peningkatan jumlah eosinofil yang menandai gastroenteritis eosinofilik. 5

2.2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dispepsia bergantung pada penyebabnya, apakah organik atau fungsional. Jika penyebab organik ditemukan, penatalaksanaan yang dilakukan spesifik terhadap penyebabnya. Untuk dispepsia fungsional, penatalaksanaannya bersifat simtomatis saja. 6 Pada pelayanan kesehatan primer pemberian terapi empiris cukup aman setelah menyingkirkan tanda refluks gastrointestinal. Pengobatan empiris yang dianjurkan adalah antisekretorik dan prokinetik. 5,8 Pengaturan pola makan penting dalam penatalaksanaan dispepsia fungsional. Menghindari makanan berbumbu kuat, berlemak dan yang mengandung kafein dapat meringankan gejala. Obat-obatan golongan prokinetik, penyekat reseptor H2, penghambat pompa proton dan antidepresan trisiklik dosis rendah berguna dalam mengurangi gejala. Dispepsia ulcer-like berespon positif terhadap obat prokinetik, yang menunjukkan dasar patogenesisnya berupa perubahan motilitas saluran cerna. Penyekat reseptor H2 dan agen prokinetik digunakan untuk anak-anak dengan gejala dispepsia yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan Universitas Sumatera Utara sekolah. 6 Pada anak dengan dispepsia fungsional dan Helicobacter pylori negatif, dianjurkan untuk mendapatkan obat penetralisir asam lambung terlebih dahulu seperti penyekat reseptor H2, antasida dan penghambat pompa proton atau obat prokinetik seperti cisaprid dan metoklopramid. Apabila gejala tetap bertahan, terapi diganti menjadi obat prokinetik apabila sebelumnya dipakai obat penetralisir asam lambung dan sebaliknya. Apabila setelah 8 minggu gejalanya tetap bertahan atau kambuh apabila pengobatan dihentikan, dianjurkan untuk dilakukan endoskopi. 9 Penelitian awal menyatakan bahwa obat antisekretorik merupakan terapi empiris yang paling tepat. Seiring berjalannya waktu, peneliti melakukan pemeriksaan manometri antroduodenum, elektrogastrografi dan ultrasonografi pada anak dengan dispepsia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat gangguan motilitas lambung disertai inflamasi tanpa adanya lesi mukosa spesifik. Hal ini memunculkan ide bahwa obat prokinetik lebih superior daripada obat antisekretorik. 8,9 Pendekatan biopsikososial pada dispepsia fungsional berfokus pada penanganan gejala dengan menilai faktor psikososial yang memperberat gejala. Penilaian dilakukan tidak hanya pada anak tetapi juga keluarganya. Obat yang digunakan sama seperti pengobatan empiris ditambah antidepresan trisiklik. 8 Meskipun dengan pengobatan, masih ada anak yang tetap menunjukkan gejala. Bagi mereka, penatalaksanaan yang dilakukan meliputi modifikasi lingkungan, relaksasi, psikoterapi, hipnoterapi atau biofeedback. 6 Universitas Sumatera Utara

2.2.10. Komplikasi dan Prognosis