Penilaian keparahan dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan sistem skoring. Skor terendah 0 dan tertinggi 16. Ada 3 kelompok, yaitu
kelompok dispepsia ringan 6, sedang 7-10 dan berat 11. Tabel 2.1. Sistem Skoring untuk Menentukan Keparahan Dispepsia.
5
Skor Intensitas nyeri
Ringan Sedang
Berat 1
2 3
Durasi nyeri Di bawah 15 menit
15-60 menit Di atas 60 menit
1 2
3 Insidensi nyeri
Sekali setiap 10 hari 2-5 kali seminggu
Setiap hari 1
2 3
Terbangun saat tidur malam
Tidak pernah Jarang
Sering 1
2 Absensi di sekolah
Kurang dari 1 hari dalam seminggu
1 hari dalam seminggu Lebih dari 1 hari dalam seminggu
1 2
3
Muntah Tidak pernah
Jarang Sering
1 2
Keterangan: Paling sedikit dua kali dalam 3 bulan terakhir
2-4 kali dalam 3 bulan terakhir
2.2.7. Diagnosis
Berdasarkan definisi dari dispepsia fungsional yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis digali manifestasi klinis dari dispepsia fungsional, diet, psikologi dan faktor sosial. Hal tersebut dapat membantu mencari hubungan atara
gejala yang terjadi dengan makanan, aktivitas dan stresor. Penting juga untuk melakukan anamnesis terhadap orang tua untuk memperoleh informasi
Universitas Sumatera Utara
mengenai pola makan, lokasi nyeri, intensitas serta karakteristiknya, kegiatan sehari-hari dan pola defekasi. Selain itu perlu ditelaah lamanya gejala,
keterlibatan inflamasi saluran cerna bagian atas, gangguan motilitas, penyakit pankreas, empedu atau saluran kemih dan kelainan psikiatri.
6
Dari hasil pemeriksaan, dilakukan penegakan diagnosis berdasarkan kriteria Roma yang telah diadaptasikan untuk anak-anak. Kriteria
diagnosisnya adalah:
6
1. Nyeri atau ketidaknyamanan yang menetap atau berulang pada perut bagian atas
2. Tidak ada bukti penyakit organik yang menyebabkan gejala tersebut 3. Tidak ada bukti bahwa dispepsia berkurang dengan defekasi atau
berkaitan dengan perubahan frekuensi defekasi atau bentuk feses. Nyeri atau ketidaknyamanan tersebut menetap selama setidaknya 12 minggu
yang terjadi dalam kurun waktu 12 bulan.
6,7
Masih terdapat kontroversi mengenai modalitas diagnostik yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dispepsia fungsional pada anak-
anak.
6,7
Pemeriksaan urin dan darah dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. Endoskopi dilakukan untuk memeriksa adanya inflamasi
pada saluran cerna bagian atas. Jika endoskopi menunjukkan hasil normal, dilakukan pemantauan refluks asam lambung.
2
Penggunaan endoskopi sebagai modalitas diagnosis pertama untuk dispepsia fungsional masih
diragukan. Nyeri perut berulang menjadi indikasi endoskopi disamping tanda- tanda penyakit organik seperti hematemesis, muntah yang berkepanjangan,
Universitas Sumatera Utara
disfagia, odinofagia, nyeri yang menetap dan penurunan berat badan atau jika gejala yang ada menetap setelah pengobatan empiris.
7-9
Di lain pihak ada pendapat yang menyatakan endoskopi tidak perlu dilakukan karena
prosedurnya yang tidak menyenangkan dan nilai diagnosisnya yang terbatas.
7,9
Berdasarkan konsensus Maastricht dan fakta dimana keganasan pada saluran cerna anak dan angka kejadian tukak peptik sangat kecil,
penggunaan endoskopi kurang dianjurkan.
9
Ultrasonografi perut kurang membantu dalam mendiagnosis dispepsia fungsional pada anak-anak. Foto polos abdomen dengan kontras penting
untuk menyingkirkan penyebab fisikal seperti malrotasi, penyakit Crohn dan lesi obstruktif atau inflamasi yang lain. Manometri gastroduodenal mudah
dilakukan dan berguna dalam pemeriksaan gangguan fungsi saluran cerna bagian atas dan memberikan dasar pendekatan pengobatan yang bekerja
memodifikasi motilitas lambung dan usus halus.
5,6
2.2.8. Diagnosis Banding