Tabel 5.7 Nilai Tambah Hasil Pembibitan Sapi Potong Metode Hayami
Variabel Nilai
Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha 5 ekor 6 – 9 ekor 10 ekor
I. Output, Input dan Harga
1. Output kg
2. Input kg
3. Tenaga Kerja HOK
4. Faktor Konversi
5. Koefisien Tenga Kerja HOKkg
6. Harga Ouput Rpkg
7. Upah Tenaga Kerja RpHOK
510 1.400 2.680 185 465 885
18,03 30,16 43,59 2,7 3,01 3,02
0,09 0,06 0,04 34.023 35.959 34.796
75.003 77.500 82.339
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku Rpkg
9. Sumbangan input lain Rpkg
10. Nilai output Rpkg
11. a. Nilai tambah Rpkg
b. Rasio nilai tambah 12. a. Pendapatan tenaga kerja Rpkg
b. Pangsa tenaga kerja 13. a. Keuntungan Rpkg
b. Tingkat keuntungan 67.988 74.782 70.917
5.319 4.006 3.515 91.862 108.237 105.084
18.555 29.449 30.652 20 27 29
6.750 4.650 3.294 36,3 15,7 10,7
11.805 24.779 27.358 63,6 84,2 89,2
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Marjin Rpkg a. Pendapatan tenaga kerja
b. Sumbangan input lain c. Keuntungan pengusaha
23.874 33.455 34.167 28,2 13,8 9,6
22,27 11,97 10,2 49,4 74,1 80
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1- 21, 2012
Penjelasan mengenai perhitungan yang terdapat pada Tabel 5.7, dapat dilihat sebagai berikut :
Output, Input dan Harga Dari tabel 5.7, dapat diuraikan bahwa dalam usaha pembibitan anakan sapi potong menjadi
indukan sapi potong menggunakan bahan baku anakan sapi potong yang berumur 6 bulan,. Output yang dihasilkan pada skala usaha 10 ekor lebih besar dari skala 5 ekor dan 6-9
ekor, hal ini dikarenakan semakin besar skala yang diusahakan maka penggunaan input akan semakin besar sehingga output yang dihasilkan juga besar. Pada skala usaha 5 ekor
sebanyak 185 Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan output berupa indukan sapi potong sebanyak 510 Kg, skala usaha 6-9 ekor sebanyak 465 Kg anakan sapi potong dapat
menghasilkan output berupa indukan sapi potong sebanyak 1.400 Kg dan skala usaha 10
Universitas Sumatera Utara
ekor sebanyak 885 Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan output berupa indukan sapi potong sebanyak 2.680 Kg. Output dalam perhitungan nilai tambah merupakan volume
indukan sapi potong selama 12 bulan.
Berdasarkan besaran output dan input bahan baku utama diperoleh faktor konversi. Pada skala 5 ekor diperoleh sebesar 2,7 artinya bahwa dari setiap Kg anakan sapi potong dapat
menghasilkan 2,7 Kg indukan sapi potong. Pada skala 6-9 ekor diperoleh sebesar 3,01 artinya bahwa dari setiap Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan 3,01 Kg indukan sapi
potong. Sedangkan pada skala 10 ekor diperoleh sebesar 3,02 artinya bahwa dari setiap Kg anakan sapi potong dapat menghasilkan 3,02 Kg indukan sapi potong. Tingkat
perbedaan faktor konversi yang diperoleh dari masing-masing skala usaha dikarenakan perbedaan jumlah bahan baku dari setiap skala usaha sehingga output yang dihasilkan juga
berbeda. Dimana pada skala usaha 10 ekor lebih banyak menggunakan bahan baku dibandingkan pada skala usaha 5 ekor dan 6-9 ekor.
Tenaga kerja yang terlibat langsung dalam usaha pembibitan sapi potong adalah tenaga kerja di dalam dan luar keluarga. Pada skala usaha 5 ekor menggunakan tenaga kerja
dalam keluarga yang berjumlah 1 orang. Skala usaha 6-9 ekor dan 10 ekor, rata-rata tenaga kerja yang digunakan berjumlah 2 dan 3 orang yang berasal dari dalam dan luar
keluarga. Satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 81 menit untuk skala usaha 5 ekor. Pada skala usaha 6-9 ekor, satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 69
menit dan pada skala usaha 10 ekor, satu hari kerja tenaga kerja rata-rata lamanya 4 jam 63 menit. Jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah 30 hari. Perhitungan Hari Orang Kerja
HOK dengan membagi jumlah jam kerja dengan hari kerja, 1 Hari Orang Kerja 1HOK
Universitas Sumatera Utara
dalam penelitian ini adalah 8 jam 480 menit dan dikalikan dengan faktor konversi 1 untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,8 untuk tenaga kerja perempuan. Sehingga jumlah rata-
rata HOK dalam sebulan untuk tenaga kerja langsung pada skala usaha 5 ekor adalah 18,03 HOK, skala usaha 6-9 ekor adalah 30,16 HOK dan skala usaha 10 ekor adalah
43,59 HOK.
Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input. Pada tabel analisis nilai tambah pembibitan sapi potong
dilihat bahwa koefisien tenaga kerja pada skala usaha 5 ekor sampai pada skala usaha 10 ekor semakin kecil. Sedangkan jika dilihat pada baris upah tenaga kerja pada skala
usaha 5 ekor sampai pada skala usaha 10 ekor semakin besar. Waktu kerja yang dilakukan oleh 1 HOK pada skala usaha 5 ekor lebih lama dibandingkan dengan waktu
kerja pada skala usaha 6-9 ekor dan 10 ekor yang menggunakan tenaga kerja lebih dari 1 orang. Sedangkan upah tenaga kerja yang dibayar pada skala usaha 6-9 ekor dan 10 ekor
lebih tinggi dibandingkan dengan pada skala usaha 5 ekor. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar skala usaha, maka semakin efisien tenaga kerja dan upah tenaga kerjanya.
Penerimaan dan Keuntungan Adapun harga bahan baku, harga output dan nilai output usaha pembibitan sapi potong di
daerah penelitian pada skala usaha 6-9 ekor lebih besar dibandingkan pada skala usaha 5 ekor dan skala usaha 10 ekor. Hal ini dikarenakan jumlah berat badan sapi yang
digunakan pada masing-masing skala berbeda. Nilai output diperoleh dari faktor konversi dikalikan dengan harga output.
Universitas Sumatera Utara
Sumbangan input lain pada skala usaha 5 ekor lebih besar jika dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan skala usaha 10 ekor, sumbangan input merupakan hasil
pembagian antara total biaya penggunaan bahan penolong dalam usaha pembibitan sapi potong dengan penggunaan bahan baku. Sumbangan input lain pada skala usaha 5 ekor
adalah Rp 5.319kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku anakan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 5.319. Pada skala usaha 6-9 ekor adalah Rp
4.006kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku anakan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 4.006. Sedangkan pada skala usaha 10 ekor
adalah Rp 3.515kg, artinya dalam setiap 1 kg penggunaan bahan baku anakan sapi potong, menggunakan bahan penolong sebesar Rp 3.515 Semakin besar skala usaha, sumbangan
input lain semakin kecil, yang berarti penggunaan bahan penolong juga semakin efisien.
Dari tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari anakan sapi potong menjadi indukan sapi potong pada skala usaha 5 ekor adalah sebesar Rp 18.555Kg,
skala usaha 6-9 ekor adalah Rp 29.449Kg dan skala usaha 10 ekor sebesar Rp 30.652Kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai output produk dengan
biaya bahan baku dan biaya bahan penunjang lainnya. Nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing skala usaha pembibitan sapi potong di Desa Ara Condong berbeda-beda,
semakin besar skala usaha, nilai tambah semakin besar. Nilai tambah usaha pembibitan sapi potong tersebut masih merupakan nilai tambah kotor karena masih mengandung
imbalan tenaga kerja.
Sedangkan rasio nilai tambah indukan sapi potong pada masing-masing skala usaha diperoleh hasil yang berbeda-beda. Semakin besar skala usaha pembibitan sapi potong,
Universitas Sumatera Utara
rasio nilai tambah yang dihasilkan juga semakin besar. Rasio nilai tambah skala usaha 10 ekor adalah 29, skala usaha 6-9 ekor adalah 27 dan skala usaha 5 ekor adalah sebesar
20. Artinya setiap persentase dari nilai output indukan sapi potong merupakan nilai tambah yang diperoleh dari proses usaha pembibitan dari mulai anakan yang berumur 6
bulan menjadi indukan sapi.
Pendapatan tenaga kerja diperoleh dari hasil kali antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 6.750Kg untuk skala usaha 5 ekor dengan nilai persentase
terhadap nilai tambah sebesar 36,3, Rp 4.650Kg untuk skala usaha 6-9 ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 15,7 dan Rp 3.294Kg untuk skala usaha 10
ekor dengan nilai persentase terhadap nilai tambah sebesar 10,7. Nilai persentase ini menunjukkan bahwa setiap Rp 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp 36,3 merupakan
bagian untuk tenaga kerja skala usaha 5 ekor, Rp 15,7 dan Rp 10,7 untuk skala usaha 6-9 ekor dan 10 ekor. Pendapatan tenaga kerja dan persentasenya yang diperoleh pada skala
usaha 5 ekor lebih besar dibandingkan dengan skala usaha 6-9 ekor dan 10 ekor, hal ini dikarenakan penggunaan HOK pada skala usaha 5 ekor lebih kecil jika dibandingkan
dengan skala usaha 6-9 ekor dan 10 ekor.
Usaha pembibitan sapi potong memberikan keuntungan bagi peternak di Desa Ara Condong, sebagai pengusaha. Keuntungan diperoleh dari nilai tambah dikurangi dengan
besarnya imbalan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh pada skala usaha 10 ekor lebih besar dari skala usaha 6-9 ekor dan 5 ekor. Dari hasil yang diperoleh dalam
penelitian di Desa Ara Condong, semakin besar skala usaha maka tingkat keuntungan akan semakin besar juga. Keuntungan dari anakan sapi potong menjadi indukan sapi potong
Universitas Sumatera Utara
skala usaha 5 ekor adalah sebesar Rp 11.805Kg, skala usaha 6-9 ekor adalah sebesar Rp 24.779Kg dan skala usaha 10 ekor adalah sebesar Rp 27.358Kg. Nilai tersebut
merupakan nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Yang menunjukkan bahwa besar keuntungan dari setiap Rp 100,00 nilai output dari masing-
masing skala usaha merupakan keuntungan peternak sapi potong sebagai pengusaha pembibitan sapi potong.
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi Margin diperoleh dari nilai produk dikurangi dengan harga bahan baku. Margin
menunjukkan besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Nilai margin yang diperoleh pada skala usaha 5 ekor
lebih kecil dibandingkan skala usaha 6-9 dan 10 ekor. Pendapatan tenaga kerja adalah hasil dari perbandingan antara pendapatan tenaga kerja langsung dengan margin dikali
dengan 100. Balas jasa untuk sumbangan input lain diperoleh dari perbandingan sumbangan input lain dengan margin dikali dengan 100. Keuntungan pengusaha
diperoleh dari perbandingan antara keuntungan dengan margin dikali 100. Besarnya pendapatan tenaga kerja dan sumbangan input lain pada skala usaha 10 ekor lebih kecil
jika dibandingkan dengan skala usaha 5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor. Sedangkan keuntungan pengusaha pada skala usaha 10 ekor lebih besar dibandingkan skala usaha
5 ekor dan skala usaha 6-9 ekor.
Besarnya margin akan didistribusikan pada faktor-faktor produksi yang terdiri pendapatan tenaga kerja sumbangan input lain dan keuntungan. Nilai tersebut berarti setiap Rp 100,00
marjin yang diperoleh akan didistribusikan Rp 28,2 untuk pendapatan tenaga kerja skala
Universitas Sumatera Utara
usaha 5 ekor, Rp 13,8 2 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha 6-9 ekor dan Rp 9,62 untuk pendapatan tenaga kerja skala usaha 10 ekor. Rp 22,27 untuk sumbangan input
lain skala usaha 5 ekor, Rp 11,97 untuk sumbangan input lain skala usaha 6-9 ekor dan Rp 10,2 untuk sumbangan input lain skala usaha 10 ekor. Sedangkan Rp 49,4 untuk
keuntungan skala usaha 5 ekor, Rp 74,1 untuk keuntungan skala usaha 6-9 ekor dan Rp 80 untuk keuntungan skala usaha 10 ekor. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa
nilai tambah dan keuntungan yang dihasilkan dari usaha pembibitan sapi potong pada skala usaha 10 ekor lebih tinggi dibandingkan dengan skala usaha lainnya yaitu 5 ekor dan
skala usaha 6-9 ekor.
5.2.2 Nilai Tambah Hasil Usaha Penggemukan Sapi Potong