Crita cekak “Wasiat” Crita cekak “Musibah” Crita cekak “Ngenger”

Kutipan-kutipan crita cekak yang dapat menunjukkan hasil analisis yang berupa tabel di atas akan di tunjukkan seperti di bawah ini.

1. Berikut ini adalah crita cekak yang menggunakan bahasa Jawa ngoko yang

bermakna denotatif, crita cekak di bawah ini juga ada yang bermakna konotatif tidak sebenarnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan crita cekak-crita cekak di bawah ini.

a. Crita cekak “Wasiat”

“Ora dihormati dheweke ora patheken Pokoke wong kuwi aja kok kandhani” Jaya Baya, No. 48 tahun 1991 “Tidak dihormati dirinya tidak ada ruginya Pokoknya orang itu jangan diberi tahu” Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui adanya kata-kata yang bermakna tidak sebenarnya atau bermakna konotatif. Hal itu ditunjukkan dengan kata “ora petheken” yang dalam arti sebenarnya dalam bahasa Jawa adalah “ora ana rugine”. Dapat disimpulakan bahwa dalam crita cekak “Wasiat” kata-kata yang digunakan pengarang adalah dominant bermakna sesungguhnya atau bermakna denotatif, tetapi juga terdapat makna kata yang tidak sebenarnya atau bermakna konotatif.

b. Crita cekak “Musibah”

Atiku kaya sengkleh rasane. Dak dulu Nono lungguh ndhepipis kisinan. Nina uga ndhepipis karo ngulapi eluh ing pipine. Jaya Baya, No. 29 tahun 1994 Hati saya seperti tidak puas rasanya. Saya melihat Nono duduk sendirian yang menahan malu. Nina juga sendirian sambil membersihkan air mata dipipinya. Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui adanya kata-kata yang bermakna tidak sebenarnya atau bermakna konotatif. Hal itu ditunjukkan dengan kata “kaya sengkleh rasane” yang dalam berarti seperti tidak seimbang. Dapat disimpulakan bahwa dalam crita cekak ini kata-kata yang digunakan pengarang adalah dominan bermakna sesungguhnya atau bermakna denotatif, tetapi juga terdapat makna kata yang tidak sebenarnya atau bermakna konotatif, yang menyerupai, dengan ditunjukkan dengan kata “kaya sengkleh rasane”.

c. Crita cekak “Ngenger”

Aku ngungak dalan ngarep omah, weruh tangga sebelah lagi teka. Sajak-e wis wayahe ngaso, mengko mesthi bali nyambut gawe maneh. Ing dalan sisih wetan ana rombongan bakso mandheg lagi dirubung bocah-bocah sekolah. Sejatine aku kepengin tuku bakso, nanging kekarepanku dak candhet, awit aku kudu gemi. Jaya Baya, Tahun 1994 Saya menengok jalan depan rumah, melihat tetangga sebelah baru datang. Sepertinya sudah satnya istirahat, nanti kembali bekerja lagi. Di jalan sebelah timur ada rombongan bakso berhenti sedang dikerumuni anak-anak sekolah. Sebenarnya saya ingin beli bakso, tetapi keinginanku saya cegah, karena saya mulai harus irit. Aku banjur kelingan kang Wardiman kang ngenger maratuwane. Jaya Baya, No. 44 Tahun 1994 Saya kemudia teringat kang Wardiman yang mengikuti jejak mertuanya Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui adanya kata-kata yang bermakna tidak sebenarnya atau bermakna konotatif. Hal itu ditunjukkan dengan kata “kudu gemi” yang dalam arti sebenarnya adalah harus tidak boros dan juga terdapat kata “ngenger” yang berarti “mengikuti jejak”. Dapat disimpulakan bahwa dalam crita cekak ini kata-kata yang digunakan pengarang adalah dominan bermakna sesungguhnya atau bermakna denotatif, tetapi juga terdapat makna kata yang tidak sebenarnya atau bermakna konotatif. Bahasa yang digunakan juga dominan menggunakan bahasa Jawa ngoko.

d. Crita cekak “Warisan”