a. Komplikasi Akut
Tiga komplikasi akut diabetes yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut
adalah 1
Hipoglikemia
Hipoglikemia glukosa darah yang abnormal atau rendah, terjadi jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mgdl. Keadaan ini dapat terjadi
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berlebihan Smeltzer Bare, 2002.
2 Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari perjalanan penyakit diabetes. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Tiga gambaran klinis pada diabetes ketoasidosis adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketosis dan asidosis
merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Napas pasien berbau aseton
bau manis seperti buah sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan aseton. Selain itu, hiperventilasi menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis
untuk melawan efek dari pembentukan badan keton.
Universitas Sumatera Utara
3 Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis
Koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran Smeltzer Bare, 2002. Walaupun tidak rentan mengalami ketosis, penderita diabetes tipe 2 dapat mengalami hiperglikemia berat dengan
kadar glukosa darah lebih dari 300 mgdl. Kadar hiperglikemia ini menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol ketat pada rentang
275–295 mOsmLL, jika meningkat melebihi 310 mOsmL menyebabkan pengeluaran urin yang berlebihan, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang
parah, dan pada sekitar 15 sampai 20 pasien mengalami koma dan kematian Corwin, 2009.
b. Komplikasi Kronis
1. Makroangiopati terdiri dari 1. Pembuluh darah jantung, 2. Pembuluh
darah tepi, Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun
sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul, 3. Pembuluh darah otak
2.
Mikroangiopati terdiri dari 1. Retinopati diabetik : Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati.
Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati, 2. Nefropati diabetik : Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
Universitas Sumatera Utara
dan pembatasan asupan protein dalam diet 0,8 gkg BB juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati.
3. Neuropati yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari Perkeni, 2006.
2.2.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya berbagi penyulit menahun, seperti penyakit serobro vaskuler, penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, ginjal dan saraf. Jika kadar glukosa dapat selalu dikendalikan maka penyakit menahun dapat dicegah atau
dihambat. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha untuk memperbaiki kelainan metabolik yang terjadi pada diabetes Waspadji et al.,
2009. Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM menurut
Perkeni 2006, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Diet
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut karbohidrat 45-60, protein 10-12 dan lemak 20-25. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur stres akut dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk kepentingan klinik praktis dan untuk penentuan jumlah kalori dengan
menggunakan rumus Broca yaitu : BB idaman = TB-100-10. Berat badan kurang :90 BB idaman, Berat badan normal : 90-110 BB idaman, Berat
badan lebih : 110-120 BB idaman, dan Gemuk : 120 BB idaman.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20, siang 30, dan sore 25 serta 2-3
porsi makanan ringan 10-15. Pembagian porsi tersebut disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya Soegondo, et al., 2007. Kepatuhan jangka panjang terhadap
perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori yang
moderat lebih realistis. Bagi pasien yang yang berat badannya sudah turun, upaya untuk mempertahankan berat badan sering lebih sulit. Untuk membantu pasien ini
dalam mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru ke dalam hidupnya, maka
Universitas Sumatera Utara
keikutsertakan kebiasaan diet yang baru dalam terapi perilaku, dukungan kelompok dan penyuluhan gizi yang berkelanjutan sangat dianjurkan Smeltzer
Bare, 2002. Pola hidup sehat pada penderita diabetes melitus perlu dijaga dalam a
perencanaan makan dengan menjaga asupan makan yang seimbang yaitu diet diabetes melitus untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut dan kronik dengan memperhatikan 3 J yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang
harus diperhatikan, mengkonsumsi aneka ragam makanan agar terpenuhi kecukupan sumber zat tenaga beras, jagung, tepung, zat pembangun kacang-
kacangan, tempe, tahu dan zat pengatur sayuran dan buah-buahan. Selain itu membatasi konsumsi lemak, minyak dan santan yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner Soegondo, et al., 2009. b.
Olah raga Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardivaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga Smeltzer Bare, 2002.
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE continous, rhythmical, interval,
Universitas Sumatera Utara
progressive, endurance training. Sedapat mungkin mencapai sasaran 75-85 denyut nadi maksimal, disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyertanya, olahraga yang disarankan adalah olah raga ringan seperti berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20
menit dan olahraga berat misalnya jogging Soegondo, et al., 2007. c.
Farmakologi Pada diabetes tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin, dengan demikian insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe 2, insulin diberikan sebagai terapi jangka panjang
untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per
hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari, karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien
ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah, maka pemantauan glukosa darah yang akurat sangat penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah telah menjadi
dasar dalam memberikan terapi insulin. d.
Perawatan Kaki
Masalah kaki pada penderita diabetes melitus merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes, kaki diabetes yang tidak dirawat dengan
benar, lebih mudah mengalami luka dan cepat berkembang menjadi ulkus, dan dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan ganggren dan amputasi. Dari semua amputasi tungkai bawah, 40- 70 berkaitan dengan perawatan kaki pada penderita diabetes Waspadji, et al,
2007. Menurut Soegondo, et al., 2009 bahwa perawatan kaki yang perlu
dilakukan pada penderita diabetes melitus, terdiri dari pemeriksaan kaki sehari- hari dan perawatan kaki sehari-hari, yaitu
1 Pemeriksaan kaki sehari-hari yakni periksa bagian atas atau punggung,
telapak, sisi-sisi kaki dan sela-sela jari. Untuk melihat telapak kaki, tekuk kaki bila sulit, gunakan cermin atau minta bantuan orang lain untuk melihat
bagian bawah kaki dan untuk memeriksa kaki yaitu periksa ada kulit retak atau melepuh dan periksa ada luka dan tanda infeksi seperti bengkak,
kemerahan, hangat, nyeri, darah atau cairan lain yang keluar dari darah. 2
Perawatan kaki sehari-hari yakni 1. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi, bila perlu gosok kaki dengan sikat
lembut dan bersih, terutama sela jari kaki ketiga-keempat dan keempat-kelima; 2. Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering agar kulit tidak menjadi
retak, tetapi jangan berikan pelembab pada sela-sela jari, karena akan menjadi lembab dan menimbulkan tumbuhnya jamur; 4. Gunting kuku kaki mengikuti
bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau dekat dengan kulit, kemudian kikir kuku agar tidak tajam. Bila kuku keras dan sulit dipotong, maka rendam
kaki dengan air hangat 37º selama 5 menit, bersihkan dengan sikat kuku. Bersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi; 5. Gunakan sepatu atau sandal
untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka,
jangan gunakan sandal jepit
Universitas Sumatera Utara
karena dapat menyebabkan luka disela jari pertama dan kedua. Syarat sepatu untuk kaki penderita diabetes adalah ukuran sepatu lebih dalam, panjang
sepatu ½ inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri, ujung sepatu lebih lebar, tinggi tumit kurang dari 2 inchi, bagian bawah sepatu
tidak kasar dan licin, terbuat dari bahan karet dan ruang dalam sepatu longgar, sesuai bentuk kaki; 6. Periksa sepatu sebelum dipakai, ada kerikil
atau benda-benda tajam seperti jarum atau duri. Lepas sepatu setiap 4-6 jam, serta gerakan pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik
terutama pada pemakaian sepatu baru. e.
Pemantauan Glukosa Darah Mandiri PGDM Pemantauan kendali glikemik pada penderita diabetes merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pengelolaan DM. hasil pemantauan digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai penyesuaian diet, olah raga, dan obat-
obatan untuk mencapai kadar glukosa darah senormal mungkin, terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia Waspadji, et al., 2007.
Pemantauan glukosa darah mandiri saat ini telah dilakukan lebih dari 40 penderita diabetes, indikasi dilakukan PGDM pada kondisi a. mencapai dan
memelihara kendali glikemi; b. mencegah dan mendeteksi hipoglikemia; c. mencegah hiperglikemia berat; d. menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup:
memberikan informasi kepada penderita DM mengenai kendali glikemik, sehingga penderita dapat menyesuaikan diet dan pengobatan; e. menentukan
kebutuhan untuk memulai terapi insulin pada penderita DM Soegondo, et al., 2009 .
Universitas Sumatera Utara
Memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin.
Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan menilai
ekskursi maksimal glukosa, menjelang waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia, dan diantara siklus tidur untuk menilai adanya hipoglikemia
nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic Perkeni, 2006.
2.2.6. Tingkat Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus
Kepatuhan atau adherence merupakan sejauh mana penderita mampu mengikuti pengobatan WHO, 2001. Menurut Sackett 1997 dalam Niven
2013 kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku penderita sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan didefinisikan
sebagai Aktif, sukarela, dan kolaboratif keterlibatan penderita dalam program pengobatan untuk menghasilkan hasil terapi. Ketidakpatuhan merupakan
penderita tidak mengikuti instruksi tujuan pengobatan, karena penderita melupakan begitu saja atau penderita salah memahami instruksi yang diberikan
oleh petugas kesehatan Delamarte, 2006.
Kepatuhan terhadap penatalaksanaan mencerminkan perilaku penderita dalam mempertahankan kesehatan, seperti mencari pengobatan, modifikasi gaya hidup,
pengelolaan diri terhadap diabetes, menepati jadwal konsultasi ke dokter, menjaga diet yang sehat, dan cukup melakukan aktivitas fisik WHO, 2003. Kepatuhan
pengobatan merupakan perilaku perawatan diri yang dominan bagi penderita diabetes
,
Universitas Sumatera Utara
baik diabetes tipe 1 maupun diabetes tipe 2 yang dapat meningkatkan resiko komplikasi yang serius seperti penyakit jantung, retinopati, neuropati, dan
nefropati Safren, et al., 2008. Indikator kompleksitas dari suatu penatalaksanaan diabetes adalah frekuensi
pengobatan yang harus dilakukan oleh penderita, misalnya frekuensi minum obat dalam sehari dimana penderita akan lebih patuh pada dosis yang diberikan satu
kali sehari daripada dosis yang diberikan lebih sering, misalnya tiga kali sehari. Lamanya penyakit akan memberikan efek negatif terhadap kepatuhan penderita.
Makin lama penderita mengidap penyakit diabetes, makin kecil penderita tersebut patuh pada penatalaksanaan diabetes BPOM, 2006 .
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pederita terhadap penatalaksanaan diabetes yaitu akses kesehatan, dukungan pelayanan kesehatan
terhadap penanganan mereka, dan stigma positif penderita terhadap penyakitnya WHO, 2001. Kepatuhan perawatan terhadap diabetes melitus dalam hal ini
penderita harus melaksanakan program perawatan diabetes melitus seperti melakukan hidup sehat, melakukan pengobatan secara rutin, aturan pengobatan
yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil instruksi Delamarte, 2006.
Indikator tingkat kepatuhan penderita diabetes, jika mereka melaksanakan penatalaksanaan diabetes seperti pemakaian insulin : tidak mengurangi dosis dan
tidak terlalu banyak pemberian dosis insulin, tidak menunda waktu makan dan kontrol gula darah secara mandiri. Diet : makan cemilan diantara jam makan malam
dan tidur malam dan tidak merubah diet. Dalam hal pendidikan kesehatan : untuk
Universitas Sumatera Utara
mengikuti anjuran dari tenaga kesehatan seperti pola makan teratur, pemberian insulin dengan tepat, latihan aktivitas 30-60 menit seperti jalan kaki, joging dan
yoga, kontrol glukosa darah secara rutin dan perawatan kaki. Penatalaksanaan diabetes yang terakhir adalah latihan fisik : melakukan olah raga 3-5xminggu dan
menjaga berat badan ideal Smetlzer Bare, 2002. Masalah tingkat kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes pada
penderita diabetes sering terjadi, hal ini disebabkan penderita diabetes frustasi terhadap perubahan pola hidup dan kesulitan untuk mengontrol glukosa darah
Delamarta, 2006. Individu gagal dalam melaksanakan kepatuhan disebabkan karena kepribadian mereka yang tidak mau bekerjasama, faktor budaya yang
mempengaruhi mereka sehingga tingkah laku mereka kurang kondusif untuk mematuhi pengobatan DiMatteo, 2005.
Berbagai jenis metode telah dipelajari untuk meningkatkan aspek kepatuhan penderita terhadap rekomendasi penatalaksanaan diabetes. Banyak intervensi
digunakan yang telah diterapkan secara umum untuk penderita diabetes tanpa membeda-bedakan, tetapi dari penderita diabetes dalam jumlah sedikit
keberhasilan sering tercapai DiMatteo, 2005. Berdasarkan hasil penelitian Pretorius 2010 bahwa 50 dari penderita diabetes tidak patuh terhadap
penatalaksanaan diabetes hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan yang rendah, biaya pengobatan, instruksi yang tidak jelas terhadap
pengobatan, stigma negatif terhadap penyakitnya dan stres ketika dirinya didiagnosis menderita diabetes.
Universitas Sumatera Utara
Stres pada penderita diabetes disebabkan karena mereka menyangkal atau tidak menerima ketika mengetahui dirinya terdiagnosis diabetes melitus, dan sulit
untuk penderita menjalani kehidupan sebagai penyandang diabetes, bahkan ada beberapa penderita diabetes yang memerlukan waktu lama untuk menerima
dirinya sebagai penderita diabetes, sehingga mereka menolak untuk menjalani terapi diabetes, dan menyebabkan kadar glukosa darah tidak terkendali
Soegondo, et al., 2009. Stresor penyebab stres pada penderita diabetes terkait dengan tiga aspek penatalaksanaan diabetes yaitu tinggi tingkat ketidakpatuhan
penderita dalam menjalani diet dan katakutan penderita akan jarum suntik insulin dan monitor glukosa darah sendiri Delamarte, 2006.
Ketika stresor penyebab stres pada penderita diabetes adalah penyakitnya, maka penderita diabetes harus mampu menghilangkan kondisi yang mereka alami,
sehingga mereka membutuhkan cara untuk membuat kondisi mereka dapat dikelola. Koping merupakan proses yang komplek dimana stresor penyebab stres
yang terjadi pada penderita diabetes harus segera diatasi dan berpengaruh pada metabolisme dan psikososial Fisher, 2009.
Kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes merupakan komponen penting untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi diabetes, kepatuhan yang
dianjurkan untuk penderita diabetes diantaranya adalah penggunaan obat seperti insulin dan oral hipoglikemik, diet sehat dan olah raga, self monitoring glukosa
darah, dan perawatan kaki. Stres yang terjadi pada penderita diabetes berkaitan dengan ketidakpatuhan penderita dalam penatalaksanaan diabetes Gonzales,
2008.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme koping adaptif pada penderita diabetes berperan penting terhadap upaya meningkatkan kepatuhan penderita terhadap penatalaksanaan
diabetes, kontrol glikemik dan komplikasi makroangiopati Turan, 2002. Berdasarkan hasil penelitian Hidayat 2013 bahwa menggunakan koping yang
adaptif dapat mengurangi terjadinya stres, tetapi tidak semua individu mampu menggunakan koping yang adaptif dalam menghadapi stres. Pada penderita
diabetes dengan menggunakan koping yang adaptif berdampak pada kepatuhan penderita dalam menjalani penatalaksanaan diabetes.
Berdasarkan hasil penelitian Malacara, et al., 2011 bahwa koping adaptif dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes, dimana
penderita berusaha untuk mencari dukungan baik keluarga maupun sosial, dan mematuhi penatalaksanaan diabetes melitus. Sedangan penderita diabetes yang
menghindari penggunaan koping dapat menghambat kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes, terutama terjadi diawal diagnosis diabetes.
2.2.7. Usaha Meningkatkan Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus a.
Pendidikan
Menurut Stein 1986 dalam Niven 2013 bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan atau usaha manusia dalam meningkatkan kepribadian atau proses
perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan mengembangkan potensi kehidupannya. Domain pendidikan dapat diukur:
Universitas Sumatera Utara
a. Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan knowledge. Pengetahuan penderita yang rendah tentang pengobatan dapat menimbulkan
kesadaran yang rendah yang akan berdampak dan berpengaruh pada penderita dalam mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat
terjadi komplikasi berlanjut. Upaya pendidikan kesehatan pada penderita diabetes melitus dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya,
pendidikan kesehatan yang efektif pada penderita diabetes melitus merupakan dasar dari kontrol metabolisme yang baik, dimana dapat meningkatkan hasil klinis
dengan jalan meningkatkan pengertian dan kemampuan pengelolaan penyakit diabetes melitus.
Pengetahuan diet diabetes melitus merupakan pengetahuan penderita diabetes melitus mengenai diet diabetes melitus yang terdiri dari kebutuhan kalori,
daftar bahan makanan pengganti, pola diet dan olah raga. Dengan penderita melitus mempunyai pengetahuan diet diabetes melitus maka dapat memperbaiki
keadaan sesuai dengan penyakit yang dideritanya. b. Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan attitude.
Kepatuhan penderita diabetes melitus dalam melaksanakan program penatalaksanaan DM dapat ditingkatkan dengan mengikuti cara sehat yang
berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan.
b. Perubahan Model Terapi
Masalah kepatuhan penatalaksaan diabetes sering terjadi pada penderita diabetes, menyebabkan kontrol glukosa darah sulit dicapai, ketidakpatuhan penderita
Universitas Sumatera Utara
terhadap penatalaksanaan diabetes dapat menyebabkan resiko terjadinya komplikasi WHO, 2001. Ketepatan dalam memberikan informasi secara jelas
tentang program–program pengobatan secara sederhana, sehingga penderita dapat mematuhi komponen-komponen program pengobatan secara jelas dan kompleks.
Contoh pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien, seperti membuat instruksi yang jelas dan mudah dipahami oleh penderita diabetes
melitus, memberikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan informasi yang lain, dan ketika pelayanan kesehatan memberikan informasi medis
dengan menggunakan bahasa umum non medis Niven, 2013.
c. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan dengan Pasien