Komplikasi Akut Perubahan Model Terapi

a. Komplikasi Akut

Tiga komplikasi akut diabetes yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah 1 Hipoglikemia Hipoglikemia glukosa darah yang abnormal atau rendah, terjadi jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mgdl. Keadaan ini dapat terjadi pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berlebihan Smeltzer Bare, 2002. 2 Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari perjalanan penyakit diabetes. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tiga gambaran klinis pada diabetes ketoasidosis adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketosis dan asidosis merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Napas pasien berbau aseton bau manis seperti buah sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan aseton. Selain itu, hiperventilasi menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis untuk melawan efek dari pembentukan badan keton. Universitas Sumatera Utara 3 Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis Koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran Smeltzer Bare, 2002. Walaupun tidak rentan mengalami ketosis, penderita diabetes tipe 2 dapat mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari 300 mgdl. Kadar hiperglikemia ini menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol ketat pada rentang 275–295 mOsmLL, jika meningkat melebihi 310 mOsmL menyebabkan pengeluaran urin yang berlebihan, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15 sampai 20 pasien mengalami koma dan kematian Corwin, 2009.

b. Komplikasi Kronis

1. Makroangiopati terdiri dari 1. Pembuluh darah jantung, 2. Pembuluh darah tepi, Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul, 3. Pembuluh darah otak 2. Mikroangiopati terdiri dari 1. Retinopati diabetik : Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati, 2. Nefropati diabetik : Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati Universitas Sumatera Utara dan pembatasan asupan protein dalam diet 0,8 gkg BB juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati. 3. Neuropati yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari Perkeni, 2006.

2.2.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya berbagi penyulit menahun, seperti penyakit serobro vaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, ginjal dan saraf. Jika kadar glukosa dapat selalu dikendalikan maka penyakit menahun dapat dicegah atau dihambat. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha untuk memperbaiki kelainan metabolik yang terjadi pada diabetes Waspadji et al., 2009. Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM menurut Perkeni 2006, yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Diet Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut karbohidrat 45-60, protein 10-12 dan lemak 20-25. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk kepentingan klinik praktis dan untuk penentuan jumlah kalori dengan menggunakan rumus Broca yaitu : BB idaman = TB-100-10. Berat badan kurang :90 BB idaman, Berat badan normal : 90-110 BB idaman, Berat badan lebih : 110-120 BB idaman, dan Gemuk : 120 BB idaman. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20, siang 30, dan sore 25 serta 2-3 porsi makanan ringan 10-15. Pembagian porsi tersebut disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya Soegondo, et al., 2007. Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori yang moderat lebih realistis. Bagi pasien yang yang berat badannya sudah turun, upaya untuk mempertahankan berat badan sering lebih sulit. Untuk membantu pasien ini dalam mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru ke dalam hidupnya, maka Universitas Sumatera Utara keikutsertakan kebiasaan diet yang baru dalam terapi perilaku, dukungan kelompok dan penyuluhan gizi yang berkelanjutan sangat dianjurkan Smeltzer Bare, 2002. Pola hidup sehat pada penderita diabetes melitus perlu dijaga dalam a perencanaan makan dengan menjaga asupan makan yang seimbang yaitu diet diabetes melitus untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik dengan memperhatikan 3 J yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang harus diperhatikan, mengkonsumsi aneka ragam makanan agar terpenuhi kecukupan sumber zat tenaga beras, jagung, tepung, zat pembangun kacang- kacangan, tempe, tahu dan zat pengatur sayuran dan buah-buahan. Selain itu membatasi konsumsi lemak, minyak dan santan yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner Soegondo, et al., 2009. b. Olah raga Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardivaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga Smeltzer Bare, 2002. Dianjurkan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE continous, rhythmical, interval, Universitas Sumatera Utara progressive, endurance training. Sedapat mungkin mencapai sasaran 75-85 denyut nadi maksimal, disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyertanya, olahraga yang disarankan adalah olah raga ringan seperti berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging Soegondo, et al., 2007. c. Farmakologi Pada diabetes tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin, dengan demikian insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe 2, insulin diberikan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari, karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah, maka pemantauan glukosa darah yang akurat sangat penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin. d. Perawatan Kaki Masalah kaki pada penderita diabetes melitus merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes, kaki diabetes yang tidak dirawat dengan benar, lebih mudah mengalami luka dan cepat berkembang menjadi ulkus, dan dapat Universitas Sumatera Utara menyebabkan ganggren dan amputasi. Dari semua amputasi tungkai bawah, 40- 70 berkaitan dengan perawatan kaki pada penderita diabetes Waspadji, et al, 2007. Menurut Soegondo, et al., 2009 bahwa perawatan kaki yang perlu dilakukan pada penderita diabetes melitus, terdiri dari pemeriksaan kaki sehari- hari dan perawatan kaki sehari-hari, yaitu 1 Pemeriksaan kaki sehari-hari yakni periksa bagian atas atau punggung, telapak, sisi-sisi kaki dan sela-sela jari. Untuk melihat telapak kaki, tekuk kaki bila sulit, gunakan cermin atau minta bantuan orang lain untuk melihat bagian bawah kaki dan untuk memeriksa kaki yaitu periksa ada kulit retak atau melepuh dan periksa ada luka dan tanda infeksi seperti bengkak, kemerahan, hangat, nyeri, darah atau cairan lain yang keluar dari darah. 2 Perawatan kaki sehari-hari yakni 1. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi, bila perlu gosok kaki dengan sikat lembut dan bersih, terutama sela jari kaki ketiga-keempat dan keempat-kelima; 2. Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering agar kulit tidak menjadi retak, tetapi jangan berikan pelembab pada sela-sela jari, karena akan menjadi lembab dan menimbulkan tumbuhnya jamur; 4. Gunting kuku kaki mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau dekat dengan kulit, kemudian kikir kuku agar tidak tajam. Bila kuku keras dan sulit dipotong, maka rendam kaki dengan air hangat 37º selama 5 menit, bersihkan dengan sikat kuku. Bersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi; 5. Gunakan sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka, jangan gunakan sandal jepit Universitas Sumatera Utara karena dapat menyebabkan luka disela jari pertama dan kedua. Syarat sepatu untuk kaki penderita diabetes adalah ukuran sepatu lebih dalam, panjang sepatu ½ inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri, ujung sepatu lebih lebar, tinggi tumit kurang dari 2 inchi, bagian bawah sepatu tidak kasar dan licin, terbuat dari bahan karet dan ruang dalam sepatu longgar, sesuai bentuk kaki; 6. Periksa sepatu sebelum dipakai, ada kerikil atau benda-benda tajam seperti jarum atau duri. Lepas sepatu setiap 4-6 jam, serta gerakan pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik terutama pada pemakaian sepatu baru. e. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri PGDM Pemantauan kendali glikemik pada penderita diabetes merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan DM. hasil pemantauan digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai penyesuaian diet, olah raga, dan obat- obatan untuk mencapai kadar glukosa darah senormal mungkin, terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia Waspadji, et al., 2007. Pemantauan glukosa darah mandiri saat ini telah dilakukan lebih dari 40 penderita diabetes, indikasi dilakukan PGDM pada kondisi a. mencapai dan memelihara kendali glikemi; b. mencegah dan mendeteksi hipoglikemia; c. mencegah hiperglikemia berat; d. menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup: memberikan informasi kepada penderita DM mengenai kendali glikemik, sehingga penderita dapat menyesuaikan diet dan pengobatan; e. menentukan kebutuhan untuk memulai terapi insulin pada penderita DM Soegondo, et al., 2009 . Universitas Sumatera Utara Memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan menilai ekskursi maksimal glukosa, menjelang waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia, dan diantara siklus tidur untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic Perkeni, 2006.

2.2.6. Tingkat Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus

Kepatuhan atau adherence merupakan sejauh mana penderita mampu mengikuti pengobatan WHO, 2001. Menurut Sackett 1997 dalam Niven 2013 kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku penderita sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan didefinisikan sebagai Aktif, sukarela, dan kolaboratif keterlibatan penderita dalam program pengobatan untuk menghasilkan hasil terapi. Ketidakpatuhan merupakan penderita tidak mengikuti instruksi tujuan pengobatan, karena penderita melupakan begitu saja atau penderita salah memahami instruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan Delamarte, 2006. Kepatuhan terhadap penatalaksanaan mencerminkan perilaku penderita dalam mempertahankan kesehatan, seperti mencari pengobatan, modifikasi gaya hidup, pengelolaan diri terhadap diabetes, menepati jadwal konsultasi ke dokter, menjaga diet yang sehat, dan cukup melakukan aktivitas fisik WHO, 2003. Kepatuhan pengobatan merupakan perilaku perawatan diri yang dominan bagi penderita diabetes , Universitas Sumatera Utara baik diabetes tipe 1 maupun diabetes tipe 2 yang dapat meningkatkan resiko komplikasi yang serius seperti penyakit jantung, retinopati, neuropati, dan nefropati Safren, et al., 2008. Indikator kompleksitas dari suatu penatalaksanaan diabetes adalah frekuensi pengobatan yang harus dilakukan oleh penderita, misalnya frekuensi minum obat dalam sehari dimana penderita akan lebih patuh pada dosis yang diberikan satu kali sehari daripada dosis yang diberikan lebih sering, misalnya tiga kali sehari. Lamanya penyakit akan memberikan efek negatif terhadap kepatuhan penderita. Makin lama penderita mengidap penyakit diabetes, makin kecil penderita tersebut patuh pada penatalaksanaan diabetes BPOM, 2006 . Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pederita terhadap penatalaksanaan diabetes yaitu akses kesehatan, dukungan pelayanan kesehatan terhadap penanganan mereka, dan stigma positif penderita terhadap penyakitnya WHO, 2001. Kepatuhan perawatan terhadap diabetes melitus dalam hal ini penderita harus melaksanakan program perawatan diabetes melitus seperti melakukan hidup sehat, melakukan pengobatan secara rutin, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil instruksi Delamarte, 2006. Indikator tingkat kepatuhan penderita diabetes, jika mereka melaksanakan penatalaksanaan diabetes seperti pemakaian insulin : tidak mengurangi dosis dan tidak terlalu banyak pemberian dosis insulin, tidak menunda waktu makan dan kontrol gula darah secara mandiri. Diet : makan cemilan diantara jam makan malam dan tidur malam dan tidak merubah diet. Dalam hal pendidikan kesehatan : untuk Universitas Sumatera Utara mengikuti anjuran dari tenaga kesehatan seperti pola makan teratur, pemberian insulin dengan tepat, latihan aktivitas 30-60 menit seperti jalan kaki, joging dan yoga, kontrol glukosa darah secara rutin dan perawatan kaki. Penatalaksanaan diabetes yang terakhir adalah latihan fisik : melakukan olah raga 3-5xminggu dan menjaga berat badan ideal Smetlzer Bare, 2002. Masalah tingkat kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes pada penderita diabetes sering terjadi, hal ini disebabkan penderita diabetes frustasi terhadap perubahan pola hidup dan kesulitan untuk mengontrol glukosa darah Delamarta, 2006. Individu gagal dalam melaksanakan kepatuhan disebabkan karena kepribadian mereka yang tidak mau bekerjasama, faktor budaya yang mempengaruhi mereka sehingga tingkah laku mereka kurang kondusif untuk mematuhi pengobatan DiMatteo, 2005. Berbagai jenis metode telah dipelajari untuk meningkatkan aspek kepatuhan penderita terhadap rekomendasi penatalaksanaan diabetes. Banyak intervensi digunakan yang telah diterapkan secara umum untuk penderita diabetes tanpa membeda-bedakan, tetapi dari penderita diabetes dalam jumlah sedikit keberhasilan sering tercapai DiMatteo, 2005. Berdasarkan hasil penelitian Pretorius 2010 bahwa 50 dari penderita diabetes tidak patuh terhadap penatalaksanaan diabetes hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan yang rendah, biaya pengobatan, instruksi yang tidak jelas terhadap pengobatan, stigma negatif terhadap penyakitnya dan stres ketika dirinya didiagnosis menderita diabetes. Universitas Sumatera Utara Stres pada penderita diabetes disebabkan karena mereka menyangkal atau tidak menerima ketika mengetahui dirinya terdiagnosis diabetes melitus, dan sulit untuk penderita menjalani kehidupan sebagai penyandang diabetes, bahkan ada beberapa penderita diabetes yang memerlukan waktu lama untuk menerima dirinya sebagai penderita diabetes, sehingga mereka menolak untuk menjalani terapi diabetes, dan menyebabkan kadar glukosa darah tidak terkendali Soegondo, et al., 2009. Stresor penyebab stres pada penderita diabetes terkait dengan tiga aspek penatalaksanaan diabetes yaitu tinggi tingkat ketidakpatuhan penderita dalam menjalani diet dan katakutan penderita akan jarum suntik insulin dan monitor glukosa darah sendiri Delamarte, 2006. Ketika stresor penyebab stres pada penderita diabetes adalah penyakitnya, maka penderita diabetes harus mampu menghilangkan kondisi yang mereka alami, sehingga mereka membutuhkan cara untuk membuat kondisi mereka dapat dikelola. Koping merupakan proses yang komplek dimana stresor penyebab stres yang terjadi pada penderita diabetes harus segera diatasi dan berpengaruh pada metabolisme dan psikososial Fisher, 2009. Kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes merupakan komponen penting untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi diabetes, kepatuhan yang dianjurkan untuk penderita diabetes diantaranya adalah penggunaan obat seperti insulin dan oral hipoglikemik, diet sehat dan olah raga, self monitoring glukosa darah, dan perawatan kaki. Stres yang terjadi pada penderita diabetes berkaitan dengan ketidakpatuhan penderita dalam penatalaksanaan diabetes Gonzales, 2008. Universitas Sumatera Utara Mekanisme koping adaptif pada penderita diabetes berperan penting terhadap upaya meningkatkan kepatuhan penderita terhadap penatalaksanaan diabetes, kontrol glikemik dan komplikasi makroangiopati Turan, 2002. Berdasarkan hasil penelitian Hidayat 2013 bahwa menggunakan koping yang adaptif dapat mengurangi terjadinya stres, tetapi tidak semua individu mampu menggunakan koping yang adaptif dalam menghadapi stres. Pada penderita diabetes dengan menggunakan koping yang adaptif berdampak pada kepatuhan penderita dalam menjalani penatalaksanaan diabetes. Berdasarkan hasil penelitian Malacara, et al., 2011 bahwa koping adaptif dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes, dimana penderita berusaha untuk mencari dukungan baik keluarga maupun sosial, dan mematuhi penatalaksanaan diabetes melitus. Sedangan penderita diabetes yang menghindari penggunaan koping dapat menghambat kepatuhan terhadap penatalaksanaan diabetes, terutama terjadi diawal diagnosis diabetes.

2.2.7. Usaha Meningkatkan Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus a.

Pendidikan Menurut Stein 1986 dalam Niven 2013 bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan atau usaha manusia dalam meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan mengembangkan potensi kehidupannya. Domain pendidikan dapat diukur: Universitas Sumatera Utara a. Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan knowledge. Pengetahuan penderita yang rendah tentang pengobatan dapat menimbulkan kesadaran yang rendah yang akan berdampak dan berpengaruh pada penderita dalam mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut. Upaya pendidikan kesehatan pada penderita diabetes melitus dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya, pendidikan kesehatan yang efektif pada penderita diabetes melitus merupakan dasar dari kontrol metabolisme yang baik, dimana dapat meningkatkan hasil klinis dengan jalan meningkatkan pengertian dan kemampuan pengelolaan penyakit diabetes melitus. Pengetahuan diet diabetes melitus merupakan pengetahuan penderita diabetes melitus mengenai diet diabetes melitus yang terdiri dari kebutuhan kalori, daftar bahan makanan pengganti, pola diet dan olah raga. Dengan penderita melitus mempunyai pengetahuan diet diabetes melitus maka dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan penyakit yang dideritanya. b. Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan attitude. Kepatuhan penderita diabetes melitus dalam melaksanakan program penatalaksanaan DM dapat ditingkatkan dengan mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan.

b. Perubahan Model Terapi

Masalah kepatuhan penatalaksaan diabetes sering terjadi pada penderita diabetes, menyebabkan kontrol glukosa darah sulit dicapai, ketidakpatuhan penderita Universitas Sumatera Utara terhadap penatalaksanaan diabetes dapat menyebabkan resiko terjadinya komplikasi WHO, 2001. Ketepatan dalam memberikan informasi secara jelas tentang program–program pengobatan secara sederhana, sehingga penderita dapat mematuhi komponen-komponen program pengobatan secara jelas dan kompleks. Contoh pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien, seperti membuat instruksi yang jelas dan mudah dipahami oleh penderita diabetes melitus, memberikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan informasi yang lain, dan ketika pelayanan kesehatan memberikan informasi medis dengan menggunakan bahasa umum non medis Niven, 2013.

c. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan dengan Pasien