Tujuan Perawatan Pengklasifikasian Perawatan

3.2.1. Tujuan Perawatan

Adapun tujuan dari dilakukannya perawatan maintenance yaitu : 1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya. Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian. Tujuan utama dari perawatan maintenance antara lain: 2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi return on investment maksimum yang mungkin. 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya. 4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

3.2.2. Pengklasifikasian Perawatan

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah: 1. Preventive Maintenance Preventive Maintenance adalah salah satu komponen penting dalam aktivitas perawatan maintenance. Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi, agar sistem atau komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya. Universitas Sumatera Utara Beberapa tujuan dari preventive maintenance adalah mendeteksi lebih awal terjadinya kegagalankerusakan, meminimalisasi terjadinya kegagalan dan meminimalkan kegagalan produk yang disebabkan oleh kerusakan sistem. Ada empat faktor dasar dalam memutuskan penerapan preventive maintenance : a. Mencegah terjadinya kegagalan. b. Mendeteksi kegagalan. c. Mengungkap kegagalan tersembunyi hidden failure. d. Tidak melakukan apapun karena lebih efektif daripada dilakukan pergantian. Terdapat empat kategori dalam mengspesifikasikan preventive maintenance. Keempat ketegori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Time-Directed TD adalah perawatan yang diarahkan secara langsung pada pencegahan kegagalan atau kerusakan. 2. Condition-Directed CD adalah perawatan yang diarahkan pada deteksi kegagalan atau gejala-gejala kerusakan. 3. Failure-Finding FF adalah perawatan yang diarahkan pada penemuan kegagalan tersembunyi. 4. Run-to-Failure RTF adalah perawatan yang didasarkan pada pertimbangan untuk menjalankan komponen hingga rusak karena pilihan lain tidak memungkinkan atau tidak menguntungkan dari segi ekonomi. Universitas Sumatera Utara 2. Predictive Maintenance Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan. Pada dasarnya, predictive maintenance berbeda dengan preventive maintenance dengan berdasarkan kebutuhan perawatan pada kondisi aktual mesin dari pada jadwal yang telah ditentukan. Dapat dikatakan bahwa preventive maintenance bersifat time-based, seperti pergantian oli setiap 3000 jam kerja. Hal ini tidak memperhatikan performa dan kondisi aktual mesin. Jika dilakukan pemeriksaan, mungkin penggantian oli dapat diperpanjang hingga 5000 jam kerja. Hal ini yang membedakan antara preventive maintenance dengan predictive maintenance dimana predictive maintenance menekankan kegiatan perawatan pada kondisi aktual. 3. Time Directed Maintenance Time directed maintenance dapat dilakukan apabila variabel waktu dari komponen atau sistem diketahui. Kebijakan perawatan yang sesuai untuk diterapkan pada time directed maintenance adalah periodic maintenance dan on-condition maintenance. Periodic maintenance hard time maintenance adalah perawatan pencegahan yang dilakukan secara terjadwal dan bertujuan untuk mengganti sebuah komponen atau system berdasarkan interval waktu tertentu. On-condition maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan berdasarkan kebijakan operator. Universitas Sumatera Utara 4. Condition Based Maintenance Condition Base Maintenance merupakan aktivitas perawatan pencegahan yang dilakukan berdasarkan kondisi tertentu dari suatu komponen atau sistem, yang bertujuan untuk mengantisipasi sebuah komponen atau sistem agar tidak mengalami kerusakan. Karena variabel waktunya tidak pasti diketahui, kebijakan yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah predictive maintenance. Predictive Maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan yang dilakukan dengan menggunakan sistem monitoring, misalnya analisis dan komposisi gas. 5. Failure Finding Failure Finding merupakan kegiatan perawatan pencegahan yang bertujuan untuk mendeteksi kegagalan yang tersembunyi, dilakukan dengan cara memeriksa fungsi tersembunyi hidden function secara periodik untuk memastikan kapan suatu komponen mengalami kegagalan. 6. Run to Failure Run to Failure tergolong sebagai perawatan pencegahan karena faktor ketidaksengajaan yang bisa saja terjadi dalam beberapa peralatan. Disebut juga sebagai no schedule maintenance karena dilakukan jika tidak ada tindakan pencegahan yang efektif dan efisien yang dapat dilakukan, jika dilakukan tindakan pencegahan terlalu mahal atau dampak kegagalan tidak terlalu esensial tidak terlalu berpengaruh. Universitas Sumatera Utara 7. Corrective Maintenance Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula. Corder, 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga 3 .3. Reliability Centered Maintenance Reliability Centered Maintenance didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi ini menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan berbeda-beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga. Moubray,1997 Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya, sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan Universitas Sumatera Utara maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap reliability peralatan lebih baik dilakukan pendekatan reactive maintenance. Tujuan dari RCM adalah: 1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan perawatan yang efektif. 2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada level-level tertentu dari sistem. 3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan. 4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum. Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive maintenance, maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun keuntungan RCM adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien. 2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperluka n. 3. Minimisasi frekuensi overhaul. 4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak. 5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis. 6. Meningkatkan reliability komponen. 7. Menggabungkan root cause analysis. Adapun kerugian RCM yaitu dapat menimbulkan biaya awal yang tinggin untuk training, peralatan dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Metodologi RCM dijelaskan dalam empat fitur unik: 1. Pemeliharaan fungsi-fungsi komponen. 2. Identifikasi apa yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan. 3. Prioritaskan kebutuhan fungsi. 4. Memilih kegiatan perawatan yang efektif dan aplikatif terhadap prioritas kegagalan yang tinggi. Adapun langkah-langkah dalam menganalisa sistem berdasarkan RCM Alghofari.2006: 1. Seleksi sistem dan pengumpulan informasi. Pada saat keputusan untuk melaksanakan program RCM pada mesin atau fasilitas, maka muncul dua pertanyaan: a. Pada level perakitan komponen, sistem proses analisis harus dilakukan? b. Apakah keseluruhan fasilitasmesin mendapat proses, jika tidak, pemilihan yang bagaimana yang harus dibuat? Cara yang langsung dan terpercaya yang dapat menyelesaikan pertanyaan ini adalah aturan 80-20. Untuk menerapkan aturan 80-20 sebagai dasar dalam pemilihan sistem, kita harus mengumpulkan data yang berhubungan dengan downtime dan menggambarkannya dalam diagram pareto. Dalam pengumpulan informasi, waktu dan usaha dapat dipersingkat jika terdapat dokumen mengenai sistem dan informasi yang berhubungan. Daftar dokumen dan informasi yang berhubungan dengan setiap sistem untuk analisa RCM adalah: Universitas Sumatera Utara a. Sistem skematik atau block diagram. b. Buku manual untuk sistem yang mungkin memiliki informasi penting dari disain dan operasi sistem. c. Data historis peralatan. d. Sistem operasi manual, yang memiliki detail bagaimana sistem tersebut berfungsi. e. Spesifikasi sistem disain. 2. Definisikan batasan sistem. Ada dua alasan mengapa definisi batasan sistem diperlukan dalam analisa proses RCM: a. Pasti terdapat pengetahuan dari apa yang telah dan belum dimasukkan dalam sistem sehingga daftar komponen yang akurat dapat dianalisa. b. Batasan-batasan yang akan menentukan faktor dalam menentukan apa yang masuk dan keluar dari sistem. Hal ini diperlukan pemahaman mengenai apa yang termasuk dalam sistem dan yang tidak. 3. Deksripsi sistem dan blok diagram fungsi. Setelah seleksi sistem selesai dan batasan sistem juga selesai, maka dilanjutkan pada langkah ketiga untuk identifikasi dan mendokumentasikan detail-detail penting dari sistem. Lima item yang dikembangkan pada langkah ini adalah: a. Deskripsi Sistem b. Functional Block Diagram c. Sistem InOut Universitas Sumatera Utara d. Struktur Sistem Breakdown e. Historis Peralatan 4. Fungsi sistem dan kegagalan fungsi. Pada bagian ini, proses analisis difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kegagalan peralatan. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem. 5. FMEA Failure Mode and Effect Analysis FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisis pengaruh- pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item- item khusus yang kritis dapat dinilai dan tindakan-tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang kritis. Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan RPN untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. Risk Priority Number RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity Keparahan, Occurrence Frekuensi Kejadian, Detection Deteksi Kegagalan yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. Dari analisis FMEA, kita dapat memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka Universitas Sumatera Utara sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih terhadap komponen tersebut dengan tindakan pemeliharaan yang tepat. Hal utama dalam FMEA adalah Risk Priority Number RPN. RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effect severity, kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect occurrence, dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi detection. RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : RPN = Severity Occurrence Detection Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah: a. Severity Merangkingkan severity yakni mengidentifikasikan dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada Tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1. Tingkatan Severity Rating Criteria of Severity Effect 10 Tidak berfungsi sama sekali 9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan 8 Kehilangan fungsi utama 7 Pengurangan fungsi utama 6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan 5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan 4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah 3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah 2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah 1 Tidak ada efek Sumber: Harpco Systems b. Occurrence Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Tingkatan Occurrence Rating Probability of Occurence 10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan 9 35-50 per 7200 jam penggunaan 8 31-35 per 7200 jam penggunaan 7 26-30 per 7200 jam penggunaan 6 21-25 per 7200 jam penggunaan 5 15-20 per 7200 jam penggunaan 4 11-15 per 7200 jam penggunaan 3 5-10 per 7200 jam penggunaan 2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan 1 Tidak pernah sama sekali Sumber: Harpco Systems Universitas Sumatera Utara c. Detection Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Tingkatan Detection Rating Detection Design Control 10 Tidak mampu terdeteksi 9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi 8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi 7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi 6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi 5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi 4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi 3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi 2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi 1 Pasti terdeteksi Sumber: Harpco Systems 6. Analisa Pohon Logika LTA Penyusunan Logic Tree Analysis LTA memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan dan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. Pada bagian kolom tabel LTA mengandung informasi mengenai nomor dan nama kegagalan fungsi, nomor dan mode kerusakan, analisis kekritisan dan keterangan tambahan yang dibutuhkan. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke Universitas Sumatera Utara dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut: a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi ganguan dalam sistem. b. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan. c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti. d. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni: o Kategori A Safety problem o Kategori B Outage problem o Kategori C Economic problem o Kategori D Hidden failure Pada Gambar 3.1. dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis LTA. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.1. Struktur Logic Tree Analysis Sumber : RCM-Gateaway to World Class Maintenance Hal. 110 7. Pemilihan Kegiatan Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut : a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi. b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya. Universitas Sumatera Utara

3.4. Pola Distribusi Data dalam Keandalan